PerUU
PerUU
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
X FARMASI
Di Susun oleh :
WIDI PRIHATMOKO, S.T.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun, dan
jenis macam B3. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita sering bersinggungan
dengan berbagai bahan berbahaya dan beracun. Tanpa kita mengenal pengertian, jenis dan
cara pengelolaannya dengan benar, akan memberikan dampak yang berkepanjangan dan
beruntun terhadap manusia dan lingkungan.
Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational
Safety and Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia
maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
kerusakan properti dan atau lingkungan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Mengingat penting dan dampaknya Bahan Berbahaya dan Beracun bagi manusia, lingkungan,
kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, pemerintah
melakukan pengaturan ketat. Pengaturan pengelolaan B3 ini meliputi pembuatan,
pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, hingga pembuangan limbah B3.
Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga
diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk meningkatkan mutu. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang
diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan
konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan
bentuk dan rupa, dan lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat
dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat
dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga
disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang
sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa
BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat,
termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang
menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan dalam pangan. Penyimpanan atau pelanggaran mengenai penggunaan
BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan yaitu :
1. Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk pangan.
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang
beracum atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat
SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 6
dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu produsen
pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan penggunaan BTP serta mengetahui
peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan
BTP.
Secara khusus penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan
atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkankualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
B. PENGGOLONGAN BTP Penggolongan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, yang
tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman
atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
4. Atioksida, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak
sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya)
pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTP yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan
dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya
dan memantapkan sistem dipersi yang homogen pada pangan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan,
sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstrur.
SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 7
Selain BTP yang tercantum dalam Peratuan Mentri tersebut, masih ada beberapa BTP
lainnya yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya:
1. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat
menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih
larut danlain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik
tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan
kadar air pangan.
2. Personalia
a. Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab
Pelaksanaan operasional baik bagi distributor → struktur organisasi → karyawan dipilih
sesuai kualifikasi → mengetahui tugas & tanggung jawab.
b. Petugas
Kualifikasi kemampuan & pengalaman
Tidak boleh mempunyai kepentingan lain
Jumlah karyawan cukup & diberi pelatihan (sanitasi & higiene)
Memiliki kesehatan fisik & mental yang baik
Memiliki sikap & kesadaran tinggi
Penentuan tugas, batas kewenangan, & prosedur kerja
c. Pelatihan
Hazardous obat (toksisitas & produk infeksius/sensitif) → pakaian sesuai & proteksi
diri
Diisi oleh tenaga kompeten → berkesinambungan & frekuensi yang memadai
Prosedur yang berhubungan dengan higiene perorangan, kesehatan & pakaian
SOP pertolongan pertama & peralatan untuk keadaan darurat
4. Dokumentasi
Maksud → pelaksanaan pengadaan & distribusi sesuai UU; penyediaan data & info
yang akurat; tingkat stok pada kondisi yang menjamin kelancaran pelayanan; penerimaan
produk yang benar; penyimpanan yang tepat; dokumentasi yang benar & lengkap.
Prosedur tetap (protap) → dibuat oleh orang yang kompeten → ditandatangani & dilegalisasi
oleh penanggung jawab (PJ) → isi → judul; nomor; dokumen; revisi; jumlah halaman;
dokumen acuan; nama & ttd pembuat protap; nama & ttd penanggung jawab; uraian proses.
a. Pengadaan obat
Pemesanan → sumber resmi → stok hidup & stok pengaman → Surat Pesanan (SP) →
ditandatangani PJ, nama & nomer SIKA.
b. Penerimaan obat
Pemeriksaan → checklist → jika tidak sesuai, dikembalikan/diganti → Faktur/Surat
Penyerahan Barang → administrasi → Kartu Persediaan & Buku Pembelian.
c. Penyimpanan obat
Disimpan sesuai kondisi yang ditetapkan → terlindung dari cahaya; kelembaban; tidak
beku, dll → obat yang akan & telah kadaluarsa, rusak → dipisahkan.
Kepala Gudang → Kartu Barang.
d. Penyaluran
6. Penanganan vaksin
Pelaksana pengawasan → 1 atau 2 tenaga profesional (pengalaman & menegrti) + staf.
Evaluasi mutu → standar internasional → WHO Certification Scheme on the Quality
of Pharmaceutical Products Moving in International Commerce.
Vaksin diedarkan → disetujui Badan POM.
Bangunan → mengikuti CPOB & diinspeksi secara berkala oleh Badan POM / Balai
POM setempat.
Harus diperhatikan → daftar pelanggan, jaminan mutu pada cold chain, catatan
penyimpanan, kartu stok, SOP penyimpanan produk, SOP penyimpanan di gudang,
SOP pengiriman, validasi metode & monitoring pengiriman, recall, & vaksin yang
masa kadaluarsa tinggal 2 tahun.
Post marketing surveillance → memantau & mengevaluasi keamanan & efikasi
vaksin.
CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
SEJARAH CPOB di INDONESIA
Peraturan tentang wajib menerapkan CPOB bagi industri farmasi didasarkan atas Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/VII/1989 tentang Cara Pembuatan
Obat yang Baik. Langkah tersebut diikuti dengan keluarnya Surat Keputusan Direktorat
Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk Operasional Penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik, yang direvisi pada tahun 1990.
Pada tahun 2001 Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) menerbitkan revisi
CPOB yang dikenal juga dengan CPOB terkini. Pedoman CPOB yang diterbitkan pada tahun
1988 dan 2001 meliputi 10 aspek, yaitu ketentuan umum, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan
keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, dan obat kembalian serta dokumentasi.
Pada tahun 2006 diterbitkan lagi versi yang diperbaharui yaitu c-GMP (current Good
Manufacturing Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang dinamis. Dibandingkan
dengan edisi sebelumnya (CPOB edisi 2001), pedoman CPOB edisi 2006 mengandung
perbaikan sesuai persyaratan CPOB terkini antara lain “Kualifikasi dan Validasi”, Pembuatan
dan Analisis Obat berdasarkan Kontrak” dan “Pembuatan Produk Steril”. Disamping itu juga
terdapat penambahan beberapa bab yaitu “Manajemen mutu”, ‘Pembuatan Produk Darah,
“Sistem Komputerisasi” dan “Pembuatan Produk Investigasi untuk Uji Klinis”.
CPOB terkini (CPOB : 2006) atau c-GMP merupakan salah satu upaya pemerintah
(Badan POM) untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat produksi industri farmasi
Indonesia agar sesuai dengan standar internasional, sehingga produk obat dalam negeri
mampu bersaing baik untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor. Disamping itu,
penerapan c-GMP juga mendorong industri farmasi agar lebih efisien dan fokus dalam
2. Personalia
Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang, salah
satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena itu alur produksi hanya bisa terjadi
bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat
pendidikan dan pengalamannya. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene
yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Personel yang bekerja di industri farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Sehat
b. Kualifikasi sesuai dengan pendidikan
c. Berpengalaman
d. Jumlah karyawan harus sesuai/memadai
e. Setiap karyawan tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan
f. Harus ada pelatihan secara berkala
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun
dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga
mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta
untuk memudahkan pembersihan.
Penataan peralatan di desain sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan hanya
terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak terjadi pencemaran silang. Peralatan yang
digunakan untuk produksi juga harus di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan
dalam keadaan bersih dan kering.
6. Produksi
Produksi obat hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.
Hal-hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pencemaran silang adalah :
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat yang
baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk
pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian
yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat
dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan
Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat melakukan
kegiatan dengan memuaskan.
10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari manajemen mutu. Setiap hal yang di kerjakan
selalu terdokumentasi. Dan setiap hal yang dikerjakan selalu mengacu pada SOP (Standar
Operating Procedure)
Lalu, apa yang dimaksud dengan obat generik bermerk dan obat generik berlogo (OGB)?
Obat Generik Berlogo (OGB)
OGB atau obat generik berlogo adalah obat yang dinamai sesuai dengan kandungan zat aktif
yang dimiliki. Contohnya pada obat antibiotik seperti amoksisilin. Pada obat generik berlogo
atau OGB, maka nama pada kemasannya adalah Amoksisilin tanpa ada nama lain di bagian
belakang nama obat tersebut.