Anda di halaman 1dari 22

MATERI PEMBELAJARAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
X FARMASI

Di Susun oleh :
WIDI PRIHATMOKO, S.T.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH


SUKOHARJO
2021
MATERI 1
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), Pengertian dan Jenis

Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun, dan
jenis macam B3. Dalam kehidupan sehari-hari, disadari atau tidak, kita sering bersinggungan
dengan berbagai bahan berbahaya dan beracun. Tanpa kita mengenal pengertian, jenis dan
cara pengelolaannya dengan benar, akan memberikan dampak yang berkepanjangan dan
beruntun terhadap manusia dan lingkungan.
Pengertian B3 atau Bahan Berbahaya dan Beracun menurut OSHA (Occupational
Safety and Health of the United State Government) adalah bahan yang karena sifat kimia
maupun kondisi fisiknya berpotensi menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia,
kerusakan properti dan atau lingkungan.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun, B3 didefinisikan sebagai bahan yang karena sifat dan atau
konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Mengingat penting dan dampaknya Bahan Berbahaya dan Beracun bagi manusia, lingkungan,
kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya, pemerintah
melakukan pengaturan ketat. Pengaturan pengelolaan B3 ini meliputi pembuatan,
pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, hingga pembuangan limbah B3.

Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 2


Jenis dan Penggolongan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pemerintah Indonesia telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun. Peraturan-peraturan tersebut berisikan bagaimana pengelolaan B3
dan tentunya jenis-jenis dan pengelompokkan (penggolongan) Bahan Berbahaya dan Beracun.
Salah satu peraturan yang mengatur pengelolaan B3 adalah Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam PP ini, B3
diklasifikasikan menjadi :
1. Mudah meledak (explosive), yaitu bahan yang pada suhu dan tekanan standar (25 0C,
760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan atau fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan di sekitarnya.
2. Pengoksidasi (oxidizing), yaitu bahan yang memiliki waktu pembakaran sama atau
lebih pendek dari waktu pembakaran senyawa standar.
3. Mangat mudah sekali menyala (extremely flammable), yaitu B3 padatan dan cairan
yang memiliki titik nyala di bawah 0 derajat C dan titik didih lebih rendah atau sama
dengan 35 0C.
4. Sangat mudah menyala (highly flammable), yaitu bahan yang memiliki titik nyala 0-
210C.
5. Mudah menyala (flammable).
6. Amat sangat beracun (extremely toxic);
7. Sangat beracun (highly toxic);
8. Beracun (moderately toxic), yaitu bahan yang bersifat racun bagi manusia dan akan
menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, kulit atau mulut.
9. Berbahaya (harmful), yaitu bahan baik padatan maupun cairan ataupun gas yang jika
terjadi kontak atau melalui inhalasi ataupun oral dapat menyebabkan bahaya terhadap
kesehatan sampai tingkat tertentu.
10. Korosif (corrosive), yaitu bahan yang menyebabkan iritasi pada kulit, menyebabkan
proses pengkaratan pada lempeng baja SAE 1020 dengan laju korosi lebih besar dari
6,35 mm/tahun, atau mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk B3 bersifat asam
dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 3


11. Bersifat iritasi (irritant), yaitu bahan padat atau cair yang jika terjadi kontak secara
langsung, dan apabila kontak tersebut terus menerus dengan kulit atau selaput lendir
dapat menyebabkan peradangan.
12. Berbahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment), yaitu bahaya yang
ditimbulkan oleh suatu bahan seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC), persisten
di lingkungan (misalnya PCBs), atau bahan tersebut dapat merusak lingkungan.
13. Karsinogenik (carcinogenic), yaitu bahan yang dapat menyebabkan sel kanker.
14. Teratogenik (teratogenic), yaitu bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan
pertumbuhan embrio.
15. Mutagenik (mutagenic), yaitu bahan yang menyebabkan perubahan kromosom
(merubah genetika).
Jenis dan klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun juga diuraikan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 453/Menkes/Per/XI/1983. Dalam Kepmenkes ini B3 dikelompokkan
dalam 4 klasifikasi yaitu :
1. Klasifikasi I, meliputi :
A. Bahan kimia atau sesuatu yang telah terbukti atau diduga keras dapat menimbulkan
bahaya yang fatal dan luas, secara langsung atau tidak langsung, karena sangat sulit
penanganan dan pengamanannya;
B. Bahan kimia atau sesuatu yang baru yang belum dikenal dan patut diduga
menimbulkan bahaya.
2. Klasifikasi II, meliputi :
A. Bahan radiasi;
B. Bahan yang mudah meledak karena gangguan mekanik;
C. Bahan beracun atau bahan lainnya yang mudah menguap dengan LD50 (rat) kurang
dari 500 mg/kg atau yang setara, mudah diabsorpsi kulit atau selaput lendir;
D. Bahan etilogik/biomedik;
E. Gas atau cairan beracun atau mudah menyala yang dimampatkan;
F. Gas atau cairan atau campurannya yang bertitik nyala kurang dari 350C;
G. Bahan padat yang mempunyai sifat dapat menyala sendiri.
3. Klasifikasi III, meliputi :
A. Bahan yang dapat meledak karena sebab-sebab lain, tetapi tidak mudah meledak
karena sebab-sebab seperti bahan klasifikasi II;

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 4


B. Bahan beracun dengan LD50 (rat) kurang dari 500 mg/kg atau setara tetapi tidak
mempunyai sifat seperti bahan beracun klasifikasi II;
C. Bahan atau uapnya yang dapat menimbulkan iritasi atau sensitisasi, luka dan nyeri;
D. Gas atau cairan atau campurannya dengan bahan padat yang bertitik nyala 350Csampai
600C;
E. Bahan pengoksidasi organik;
F. Bahan pengoksidasi kuat;
G. Bahan atau uapnya yang bersifat karsinogenik, tetratogenik dan mutagenik;
H. Alat atau barang-barang elektronika yang menimbulkan radiasi atau bahaya lainnya.
4. Klasifikasi IV, yaitu :
A. Bahan beracun dengan LD50 (rat) diatas 500 mg/kg atau yang setara;
B. Bahan pengoksid sedang;
C. Bahan korosif sedang dan lemah;
D. Bahan yang mudah terbakar.
Selain itu penggolongan bahan berbahaya dan beracun dapat dilihat juga pada SK Menteri
Perindustrian No. 148/M/SK/4/1985 dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 187/1999.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 5


MATERI II
BAHAN TAMBAHAN PANGAN

Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami
bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kedalam pangan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa,
anti gumpal, pemucat dan pengental. Bahan Tambahan Pangan atau aditif makanan juga
diartikan sebagai bahan yang ditambahkan dan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan
untuk meningkatkan mutu. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja adalah aditif yang
diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan
konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan
bentuk dan rupa, dan lainnya. Sedangkan aditif yang tidak sengaja adalah aditif yang terdapat
dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat
dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah (misalnya lesitin); dan dapat juga
disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang
sejenis, baik dari susunan kimia maupun sifat metabolismenya (misal asam askorbat).
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dijelaskan bahwa
BTP adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan
merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat,
termasuk dalam pembuatan pangan jajanan. Masih banyak produsen pangan yang
menggunakan bahan tambahan yang beracun atau berbahaya bagi kesehatan yang sebenarnya
tidak boleh digunakan dalam pangan. Penyimpanan atau pelanggaran mengenai penggunaan
BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan yaitu :
1. Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk pangan.
2. Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang
beracum atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat
SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 6
dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu produsen
pangan perlu mengetahui sifat-sifat dan keamanan penggunaan BTP serta mengetahui
peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan
BTP.
Secara khusus penggunaan BTP di dalam pangan adalah untuk :
1. Mengawetkan pangan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan
atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan.
2. Membentuk pangan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak dimulut.
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera.
4. Meningkatkankualitas pangan.
5. Menghemat biaya.
B. PENGGOLONGAN BTP Penggolongan BTP yang diizinkan digunakan pada pangan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 adalah sebagai berikut :
1. Pewarna, yaitu BTP yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada pangan.
2. Pemanis buatan, yaitu BTP yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, yang
tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi.
3. Pengawet, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman
atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba.
4. Atioksida, yaitu BTP yang dapat mencegah atau menghambat proses oksidasi lemak
sehingga mencegah terjadinya ketengikan.
5. Antikempal, yaitu BTP yang dapat mencegah mengempalnya (menggumpalnya)
pangan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk.
6. Penyedapa rasa dan aroma, menguatkan rasa, yaitu BTP yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa aroma.
7. Pengatur keasaman (pengasam, penetral dan pendapar) yaitu BTP yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman pangan.
8. Pemutih dan pematang tepung, yaitu BTP yang dapat mempercepat proses pemutihan
dan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan.
9. Pengemulsi, pemantap dan pengental yaitu BTP yang dapat membantu terbentuknya
dan memantapkan sistem dipersi yang homogen pada pangan.
10. Pengeras, yaitu BTP yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya pangan.
11. Sekuestran, yaitu BTP yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan,
sehingga memantapkan warna, aroma dan tekstrur.
SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 7
Selain BTP yang tercantum dalam Peratuan Mentri tersebut, masih ada beberapa BTP
lainnya yang biasa digunakan dalam pangan, misalnya:
1. Enzim, yaitu BTP yang berasal dari hewan, tanaman atau mikroba, yang dapat
menguraikan secara enzimatis, misalnya membuat pangan menjadi lebih empuk, lebih
larut danlain-lain.
2. Penambah gizi, yaitu bahan tambahan berupa asam amino, mineral atau vitamin, baik
tunggal maupun campuran, yang dapat meningkatkan nilai gizi pangan.
3. Humektan, yaitu BTP yang dapat menyerap lembab (uap air) sehingga mempertahankan
kadar air pangan.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 8


MATERI III
Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)

Keputusan Kepala BPOM No. HK 00.05.3.2522 Tahun 2003 → CDOB → jaminan


kualitas oleh distributor → penyebaran obat merata & teratur; pengamanan lalu lintas &
penggunaan obat tepat; keabsahan & mutu obat; dan penyimpanan obat aman & sesuai
kondisi yang dipersyaratkan.
1. Manajemen mutu
Penerapan CDOB sesuai dengan tujuan → badan independen → melakukan sertifikasi
& inspeksi secara periodik & berkesinambungan → membutuhkan dokumen kebijakan
kualitas (SOP) → intensitas & arah kebijakan distribusi → ditandatangani manajemen.

2. Personalia
a. Organisasi, kualifikasi, dan tanggung jawab
Pelaksanaan operasional baik bagi distributor → struktur organisasi → karyawan dipilih
sesuai kualifikasi → mengetahui tugas & tanggung jawab.
b. Petugas
 Kualifikasi kemampuan & pengalaman
 Tidak boleh mempunyai kepentingan lain
 Jumlah karyawan cukup & diberi pelatihan (sanitasi & higiene)
 Memiliki kesehatan fisik & mental yang baik
 Memiliki sikap & kesadaran tinggi
 Penentuan tugas, batas kewenangan, & prosedur kerja
c. Pelatihan
 Hazardous obat (toksisitas & produk infeksius/sensitif) → pakaian sesuai & proteksi
diri
 Diisi oleh tenaga kompeten → berkesinambungan & frekuensi yang memadai
 Prosedur yang berhubungan dengan higiene perorangan, kesehatan & pakaian
 SOP pertolongan pertama & peralatan untuk keadaan darurat

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 9


3. Bangunan & peralatan
Acuan → Good Storage Practice (GSP) WHO 2003.
Sistem → First Expire First Out (FEFO)/First In First Out (FIFO)
 Melindungi obat dari suhu & kelembaban, banjir, rembesan lewat tanah, & binatang
 Cukup luas, tetap kering & bersih, ruang terpisah untuk narkotika & psikotropika
 Sirkulasi udara baik
 Bersih, bebas dari tumpukan sampah & barang yang tidak diperlukan
 Penerangan cukup
 Perlengkapan memadai → disertai alat monitor
 Pengamanan fisik khusus
 Wadah dalam keadaan bersih & kering, bebas dari kotoran, sanitasi jelas, frekuensi &
metode yang digunakan

4. Dokumentasi
Maksud → pelaksanaan pengadaan & distribusi sesuai UU; penyediaan data & info
yang akurat; tingkat stok pada kondisi yang menjamin kelancaran pelayanan; penerimaan
produk yang benar; penyimpanan yang tepat; dokumentasi yang benar & lengkap.
Prosedur tetap (protap) → dibuat oleh orang yang kompeten → ditandatangani & dilegalisasi
oleh penanggung jawab (PJ) → isi → judul; nomor; dokumen; revisi; jumlah halaman;
dokumen acuan; nama & ttd pembuat protap; nama & ttd penanggung jawab; uraian proses.
a. Pengadaan obat
Pemesanan → sumber resmi → stok hidup & stok pengaman → Surat Pesanan (SP) →
ditandatangani PJ, nama & nomer SIKA.
b. Penerimaan obat
Pemeriksaan → checklist → jika tidak sesuai, dikembalikan/diganti → Faktur/Surat
Penyerahan Barang → administrasi → Kartu Persediaan & Buku Pembelian.
c. Penyimpanan obat
Disimpan sesuai kondisi yang ditetapkan → terlindung dari cahaya; kelembaban; tidak
beku, dll → obat yang akan & telah kadaluarsa, rusak → dipisahkan.
Kepala Gudang → Kartu Barang.
d. Penyaluran

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 10


 Penerimaan pesanan → pemeriksaan keabsahan (pemesan & SP) → jika pesanan
ditolak, Surat Penolakan Pesanan → pesanan diterima, disahkan oleh PJ (ttd) & Surat
Penyerahan Barang/Faktur Penjualan.
 Pengeluaran obat dari gudang → Kepala Gudang mengeluarkan obat sesuai Surat
Penyerahan Barang/Faktur Penjualan → pengemasan sesuai syarat → obat yang
keluar dicatat pada Kartu Gudang & disahkan oleh Kepala Gudang (ttd).
 Pengiriman obat → disertai Surat Penyerahan Barang/Faktur Penjualan → jika obat
tidak sesuai pesanan, SP asli dikirim ke pemesan bersama obat yang dikirim → PJ
periksa keabsahan bukti penerimaan obat → obat yang dikirim dicatat pada Buku
Penjualan & Kartu Persediaan.

e. Penarikan kembali obat


Permintaan produsen/pemerintah → PJ periksa Kartu Persediaan → obat
dipisahkan → hentikan penyerahan & mengembalikan obat tsb → obat sisa stok & hasil
penarikan dipisah & dicatat di Buku Penerimaan Pengembalian Barang → dikembalikan ke
produsen & dicatat di Buku Pengembalian Barang → Laporan Pengembalian Barang yang
Ditarik dari Peredaran kepada pemerintah.
f. Penanganan produk kembalian
Komplain pelanggan/cacat/rusak → berdasarkan Surat Penyerahan Barang → jumlah
& identifikasi obat dicatat pada Buku Penerimaan Pengembalian Barang → obat
dikarantina → dilakukan pemeriksaan di lab BPOM → layak disalurkan
kembali/dikembalikan kepada produsen/dimusnahkan → jika layak, diproses mengikuti
prosedur penerimaan & penyimpanan obat.
Tidak rusak → disimpan terpisah → jika sudah disalurkan, dapat diterima kembali →
obat tersegel dalam wadah asli; obat disimpan, dikelola sesuai kondisi, & belum kadaluarsa;
telah diperiksa & diuji; catatan kembalian harus disimpan & meneruskan obat ke penjualan.
Keadaan darurat & recall → prosedur “urgent recall” “non urgent recall” → petugas
khusus → disahkan bidang pemasaran → kapan dilakukan & pengecer yang mana →
disimpan terpisah & aman.
 Pengembalian obat ke produsen ® Surat Penyerahan Barang → dicatat pada Buku
Pengembalian Barang, Kartu Persediaan, & Kartu Barang → dilaporkan.
 Pemusnahan obat → obat tidak memenuhi syarat → disimpan terpisah & dibuat
daftar → laporan kepada pemerintah → tiap pemusnahan dibuat Berita Acara
SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 11
Pelaksanaan Pemusnahan yang ditandatangani pelaksana pemusnahan & saksi →
laporan.
Efektifitas keadaan darurat → pencatatan & pengiriman, mencantumkan pihak penerima.

g. Dokumentasi secara komputerisasi


Manfaat → memudahkan dalam pencatatan, penyimpanan & pemantauan → No. ID → Kode
Produk.
Kartu Persediaan + Kartu Barang + Kartu Gudang → Form Mutasi Stok → lebih efisien.
5. Inspeksi diri
 Tujuan → melakukan penilaian → seluruh aspek distribusi & pengendalian mutu
sarana distribusi memenuhi ketentuan CDOB → dilaksanakan teratur → sekali
setahun.
 Rancangan → untuk mendeteksi kelemahan & menetapkan tindakan perbaikan.
 Daftar periksa → karyawan, bangunan (termasuk fasilitas), peralatan, dokumentasi,
dll.
 Tim → ditunjuk pimpinan distributor → ahli di bidangnya & mengerti CDOB.
 Laporan → perbaikan yang diperlukan → memantau kinerja.

6. Penanganan vaksin
 Pelaksana pengawasan → 1 atau 2 tenaga profesional (pengalaman & menegrti) + staf.
 Evaluasi mutu → standar internasional → WHO Certification Scheme on the Quality
of Pharmaceutical Products Moving in International Commerce.
 Vaksin diedarkan → disetujui Badan POM.
 Bangunan → mengikuti CPOB & diinspeksi secara berkala oleh Badan POM / Balai
POM setempat.
 Harus diperhatikan → daftar pelanggan, jaminan mutu pada cold chain, catatan
penyimpanan, kartu stok, SOP penyimpanan produk, SOP penyimpanan di gudang,
SOP pengiriman, validasi metode & monitoring pengiriman, recall, & vaksin yang
masa kadaluarsa tinggal 2 tahun.
 Post marketing surveillance → memantau & mengevaluasi keamanan & efikasi
vaksin.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 12


7. Penanganan obat donasi
 Obat donasi → minta persetujuan pemasukan dahulu dari Kepala BPOM.
 Tim pemeriksa → Badan POM, Balai Besar/Balai POM, Dinas Kesehatan.
 Prinsip utama → keuntungan maksimal untuk penerima, memenuhi harapan &
kepuasan penerima, tidak ada standar ganda dalam kualitas, komunikasi efektif antara
donor & penerima.
 Persiapan → tim 2-3 tenaga kesehatan → kumpulkan & pelajari data obat donasi →
tentukan pemeriksaan → buat surat tugas.
 Pra pemeriksaan → jelaskan maksud & tujuan tim, tunjukkan surat tugas → minat
disiapkan data personel (mengkoordinir penerimaan, penyimpanan, & distribusi obat)
& dokumen administrasi (info obat donasi & produsen; invoice; air way bill/bill of
loading; surat persetujuan pemasukan obat, laporan penerimaan & pengeluaran obat;
surat permintaan obat dari pihak yang membutuhkan; surat jalan; surat penoakan
permintaan; & khusus vaksin, harus ada rekomendasi/pertimbangan dari Ditjen PPM
& PL Kemenkes.
 Pemeriksaan → tempat/fasilitas/penyimpanan & kemungkinan terjadinya kerusakan
fisik & mutu obat → dokumentasi → catat & beritahukan semua temuan → buat
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) → jika ada yang tidak memenuhi syarat, sisihkan
untuk dimusnahkan.
 Pelaporan → kepada Kepala Badan POM & / Kepala Balai Besar/Balai POM → ambil
sampel → uji laboratorium.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 13


MATERI IV
CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

CPOB adalah suatu pedoman yang menyangkut seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat dibuat senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.
SEJARAH CPOB di INDONESIA
Peraturan tentang wajib menerapkan CPOB bagi industri farmasi didasarkan atas Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/Menkes/SK/VII/1989 tentang Cara Pembuatan
Obat yang Baik. Langkah tersebut diikuti dengan keluarnya Surat Keputusan Direktorat
Jenderal POM No.05411/A/SK/XII/1989 mengenai Petunjuk Operasional Penerapan Cara
Pembuatan Obat yang Baik, yang direvisi pada tahun 1990.
Pada tahun 2001 Badan Pengawas Obat dan makanan (BPOM) menerbitkan revisi
CPOB yang dikenal juga dengan CPOB terkini. Pedoman CPOB yang diterbitkan pada tahun
1988 dan 2001 meliputi 10 aspek, yaitu ketentuan umum, personalia, bangunan dan fasilitas,
peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan
keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, dan obat kembalian serta dokumentasi.
Pada tahun 2006 diterbitkan lagi versi yang diperbaharui yaitu c-GMP (current Good
Manufacturing Practice) atau yang dikenal dengan istilah CPOB yang dinamis. Dibandingkan
dengan edisi sebelumnya (CPOB edisi 2001), pedoman CPOB edisi 2006 mengandung
perbaikan sesuai persyaratan CPOB terkini antara lain “Kualifikasi dan Validasi”, Pembuatan
dan Analisis Obat berdasarkan Kontrak” dan “Pembuatan Produk Steril”. Disamping itu juga
terdapat penambahan beberapa bab yaitu “Manajemen mutu”, ‘Pembuatan Produk Darah,
“Sistem Komputerisasi” dan “Pembuatan Produk Investigasi untuk Uji Klinis”.
CPOB terkini (CPOB : 2006) atau c-GMP merupakan salah satu upaya pemerintah
(Badan POM) untuk menjamin khasiat, keamanan, dan mutu obat produksi industri farmasi
Indonesia agar sesuai dengan standar internasional, sehingga produk obat dalam negeri
mampu bersaing baik untuk pasar domestik maupun untuk pasar ekspor. Disamping itu,
penerapan c-GMP juga mendorong industri farmasi agar lebih efisien dan fokus dalam

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 14


pelaksanaan produksi obat, termasuk pemilihan fasilitas produksi yang
paling memungkinkan untuk dikembangkan.

ASPEK-ASPEK PADA CPOB


Konsep CPOB yang bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke
waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Aspek-aspek yang merupakan
cakupan CPOB tahun 2006 meliputi 12 aspek yang dibicarakan, yaitu :
1. Manajemen Mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan Sarana Penunjang
4. Peralatan
5. Sanitasi dan Higiene
6. Produksi
7. Pengawasan Mutu
8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu
9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan
Produk Kembalian
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
12. Kualifikasi dan Validasi
1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar (registrasi)
dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu
rendah atau tidak efektif. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Mutu suatu produk tergantung pada :
 Bahan awal
 Proses pembuatan
 Pengawasan mutu
 Bangunan
 Peralatan yang digunakan
 Personalia
SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 15
Untuk menjamin mutu produk suatu industri Farmasi, maka tiap industri farmasi selalu
memiliki bagian Quality Managemen. Tugas utama dari bagian Quality Managemen adalah
memastikan bahwa mutu produk obat itu dibangun sejak awal ke dalam produk, dan
memastikan bahwa mutu produk tidak akan berubah hingga ke tangan konsumen.
Bagian Quality Managemen terdiri atas 2 bagian, yaitu :
a. Quality Control (Pengawasan Mutu)
b. Quality Assurance (Pemastian Mutu)

2. Personalia
Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor penunjang, salah
satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena itu alur produksi hanya bisa terjadi
bila personel yang mengerjakannya mempunyai kualitas yang sesuai dengan tingkat
pendidikan dan pengalamannya. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta
memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene
yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Personel yang bekerja di industri farmasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Sehat
b. Kualifikasi sesuai dengan pendidikan
c. Berpengalaman
d. Jumlah karyawan harus sesuai/memadai
e. Setiap karyawan tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan
f. Harus ada pelatihan secara berkala

3. Bangunan dan Sarana Penunjang


Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun,
konstruksi serta letak yang memadai sehingga memudahkan dalam pelaksanaan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan yang baik, sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan,
pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu oba dapat
dihindarkan dan dikendalikan.
Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana
yang sama atau sarana yang berdampingan.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 16


b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan
bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang
sedang diproses.

4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki rancang bangun
dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dengan tepat, sehingga
mutu yang dirancang bagi tiap produk obat terjadi secara seragam dari batch ke batch serta
untuk memudahkan pembersihan.
Penataan peralatan di desain sedemikian rupa sehingga dalam satu ruangan hanya
terdapat satu alat, ini bertujuan agar tidak terjadi pencemaran silang. Peralatan yang
digunakan untuk produksi juga harus di desain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci serta disimpan
dalam keadaan bersih dan kering.

5. Sanitasi dan Higiene


Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan dan
perlengkapan, alat produksi beserta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program
sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Sanitasi merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan
lingkungan sekitar, dengan tujuan agar tidak timbul penyakit yang pada akhirnya akan
merugikan manusia.
Higiene merupakan upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan individu.

6. Produksi
Produksi obat hendaknya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
yang senantiasa dapat menjamin produk obat yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personel yang kompeten.
Hal-hal yang dapat dilakukan agar tidak terjadi pencemaran silang adalah :

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 17


 Produksi di dalam gedung terpisah (diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon
seks, sitotoksik tertentu, vaksin hidup, dan sediaan yang mengandung bakteri hidup
dan produk biologi lain serta produk darah)
 Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara
 Memperkecil risiko pencemaran yang disebabkan oleh udara yang disirkulasi ulang
atau masuknya udara yang tidak diolah atau udara yang diolah secara tidak memadai
 Memakai pakaian pelindung yang sesuai di area di mana produk yang berisiko tinggi
terhadap pencemaran silang diproses
 Melaksanakan prosedur pembersihan dan dekontaminasi yang terbukti efektif, karena
pembersihan alat yang tidak efektif umumnya merupakan sumber pencemaran silang.
Agar mutu obat selalu terjaga, maka dilakukan IPC (In Process Control) oleh
bagian Quality Control. IPC dilakukan selama proses produksi berlangsung, apabila
ditemukan adanya ketidak sesuaian hasil pengujian dengan spesifikasi pabrik. Maka proses
dihentikan sementara dan segera dilakukan pembenahan yang diperlukan.

7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari cara pembuatan obat yang
baik, untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian serta termasuk
pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa semua pengujian
yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk
diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus terlibat
dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk. Ketidaktergantungan Pengawasan
Mutu dari Produksi dianggap hal yang penting agar Pengawasan Mutu dapat melakukan
kegiatan dengan memuaskan.

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu


Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu selalu memenuhi CPOB.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 18


9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk
Kembalian
a. Penarikan kembali obat jadi. Penarikan kembali obat jadi berupa penarikan kembali
satu atau beberapa batch. Hal ini dilakukan bila ada produk yang mengalami masalah
medis yang menyangkut fisik, reaksi-reaksi alergi, efek toksik. Penanganan keluhan
dan laporan hendaknya dicatat dan ditangani, kemudian dilakukan penelitian dan
evaluasi. Indak lanjut dilakukan berupa tindakan perbaikan, pnarikan obat, dan
dilaporkan kepada pemerintah yang berwenang.
b. Obat kembalian. Obat kembalian dapat digolongkan sebagai berikut : obat yang
masih memenuhi spesifikasi yang dapat digunakan, yang dapat diolah ulang dan yang
tidak dapat diolah ulang.

10. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan bagian dari manajemen mutu. Setiap hal yang di kerjakan
selalu terdokumentasi. Dan setiap hal yang dikerjakan selalu mengacu pada SOP (Standar
Operating Procedure)

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan
dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau
pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pembuat Kontrak dan
Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas karena menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak.

12. Kualifikasi dan Validasi


Seluruh kegiatan validasi hendaknya direncanakan. Unsur utama program validasi
hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV)
atau dokumen yang setara. RIV hendaklah dokumen yang singkat, tepat dan jelas.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 19


MATERI V
OBAT GENERIK

Pengertian Obat Generik


Perlu diketahui terlebih dahulu sebelumnya, bahwa obat generik pun sebenarnya
terbagi menjadi menjadi 2 jenis yang berbeda. Yakni obat generik bermerk dan obat generik
berlogo. Obat generik sendiri sebenarnya merupakan obat yang sudah habis masa patennya.
Oleh sebab itulah jenis obat tersebut dapat di produksi oleh hampir seluruh perusahaan
farmasi yang ada tanpa harus membayar royalti.
Sebenarnya, khasiat obat generik sendiri tidak kalah bagus dari obat paten. Karena
obat generik juga memiliki kandungan zat aktif serta tingkat efektivitas yang sama dengan
obat paten. Hanya saja karena kondisinya tersebut, obat generik dapat dijual dengan kisaran
harga yang jauh lebih murah. Mengapa demikian? Karena ada dua faktor yang mempengaruhi
hal tersebut, yakni karena memproduksi obat generik tidak membutuhkan biaya untuk riset
atau penelitian serta tidak membutuhkan biaya untuk pematenan obat.

Lalu, apa yang dimaksud dengan obat generik bermerk dan obat generik berlogo (OGB)?
 Obat Generik Berlogo (OGB)
OGB atau obat generik berlogo adalah obat yang dinamai sesuai dengan kandungan zat aktif
yang dimiliki. Contohnya pada obat antibiotik seperti amoksisilin. Pada obat generik berlogo
atau OGB, maka nama pada kemasannya adalah Amoksisilin tanpa ada nama lain di bagian
belakang nama obat tersebut.

 Obat Generik Bermerk


Sedangkan obat generik bermerk adalah obat generik yang dinamai sesuai dengan keinginan
dari produsen farmasi yang memproduksinya. Contohnya pada obat antibiotik seperti
amoksisilin di atas tadi. Misalnya sebuah perusahaan SX memproduksi obat tersebut, maka
nama pada obat tersebut akan menjadi Amoksisilin SX pada kemasannya.

 Perbedaan Obat Generik Berlogo dan Obat Generik Bermerk


Sebenarnya kedua jenis obat tersebut memiliki kandungan zat aktif serta tingkat efektivitas
yang sama. Hanya saja berbeda dari sisi kemasan obat. Dimana obat generik berlogo biasanya
SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 20
hanya akan menggunakan kemasan yang sederhana, sedangan obat generik bermerk akan
menggunakan kemasan yang lebih baik sesuai dengan keinginan produsennya. Sedangkan
perbedaan lainnya terletak pada beberapa zat tambahan serta zat pelarut yang digunakan pada
racikan obat tersebut. Pada sebagian jenis obat generik bermerk, biasanya akan ditambahkan
zat yang akan mengurangi aroma yang kurang sedap dari obat.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 21


MATERI VI
OBAT PATEN

Pengertian Obat Paten


Berbeda dengan obat generik, obat paten adalah obat baru yang diproduksi serta
dipasarkan oleh sebuah perusahaan farmasi yang sudah memiliki hak paten terhadap produksi
obat baru tersebut. Hal tersebut tentu saja dilakukan menurut serangkaian uji klinis yang telah
dilakukan oleh pihak perusahaan farmasi tersebut. Tentunya disesuaikan dengan aturan-aturan
yang telah ditetapkan secara internasional. Sehingga obat yang telah diberikan hak paten
tersebut tidak dapat diproduksi hingga dipasarkan oleh berbagai perusahaan farmasi lainnya
tanpa seizin perusahaan farmasi yang memiliki hak paten.
Hak paten tersebut diketahui berlaku hingga 20 tahun. Dan saat masa hak paten
tersebut habis, maka pihak perusahaan farmasi pun tidak dapat memperpanjangnya. Namun
jenis obat tersebut dapat diproduksi kembali oleh perusahaan farmasi lain dalam bentuk obat
generik bermerk atau obat generik berlogo.

SMK KESEHATAN DAARUL HIDAYAH 22

Anda mungkin juga menyukai