Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS

DYSPNEU PADA Ny. Y DI RUANGAN IGD

RSUP DR TADJUDDIN MAKASSAR

NAMA : LAILY KADARIYAH

NIM : A1C1232006

KELOMPOK : I (SATU)

RUANGAN : IGD

RESEPTOR INSTITUSI RESEPTOR LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY MAKASSAR

2023-2024
A. KONSEP PENYAKIT

1. Pengertian

Dispnea adalah gejala pertama akibat terganggunya pertukaran oksigen


dan karbon dioksida dalam alveoli berisi cairan. (Brunner, 2012). Dispnea atau
bisa disebut sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas
pendek dan menggunakan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan
pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau
alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis,
asma) dan kecemasan. (Kumar, 2013).

Dyspnea adalah perasaan kesulitan bernapas yang terjadi ketika


melakukan aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa
penyakit dan dapat bersifat akut atau kronis. Dyspnea di bedakan menjadi 2
yaitu :

1) Dyspnea akut : Dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum


kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya
penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan) dan penyakit jantung atau
trauma dada.
2) Dyspnea kronis : (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema dan inflamasi paru-paru.
2. Etiologi

Penyebab dispnea menurut Djojodibroto (2019) yaitu :

1. Sistem Kardiovaskuler : Gagal jantung


2. Sistem pernafasan : hipertensi pulmonal, faktor mekanik diluar paru
(asites, obesitas, efusi pleura), PPOK
3. Psikologis (Kecemasan)
4. Hematologi ( anemia kronik)
5. Otot pernafasan yang abnormal (kelumpuhan otot dan penyakit otot)

Dispnea bisa terjadi dari mekanisme seperti ruang fisiologi meningkat


menyebabkan gangguan pertukaran gas antara O2 dan CO2 dapat
menyebabkan kebutuhan ventilasi meningkat terjadi sesak napas. Pada
orang normal berjumlah sedikit namun pada orang dalam keadaan
patologis pada saluran pernapasan maka akan meningkat. Jika terjadi
peningkatan tahanan jalan napas pertukaran gas akan terganggu dan dapat
menyebabkan dispnea. (Ikawai,2011).

3. Manifestasi Klinik

a. Batuk dan produksi skutum

Batuk adalah udara secara paksa yang tiba – tiba tidak disadari dengan suara
yang mudah dikenali.

b. Dada berat
nyeri pada dada diasosiasikan dengan serangan jantung. Terdapat berbagai
alasan lain untuk dada berat. Rata – rata orang juga mendeskripsikannya
seperti ada seseorang yang memegang jantungnya.
c. Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul
karena adanya udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi yaitu
tanda seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi terdengar saat
ekspirasi, bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi muncul ketika saluran
napas menyempit atau adanya hambatan pada saluran napas besar atau pada
seseorag yang mengalami gangguan pita suara.
d. Napas yang pendek atau penggunaan otot bantu pernapasan. (Francis, 2011)

4. Komplikasi

Dispnea ditemukan pada penyakit kardiovaskuler, gangguan


dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma),
kecemasan, emboli paru dan penyakit paru interstisial atau alveolar,
Sesak napas disebabkan oleh beberapa penyakit seperti asma, penggumpalan
darah pada paru – paru sampai pneumonia. Sesak napas dapat disebabkan
karena kehamilan (Price dan Wilson, 2016). Dalam bentuk kronisnya, dispnea
merupakan suatu gejala penyakit – penyakit seperti asma, emfisema, berupa
penyakit paru – paru lain.

5. Patofisiologi dan Pathway

Gagal nafas dibedakan menjadi 2 yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik. Gagal nafas akut yaitu gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunya normal secara fungsional maupun struktural sebelum penyakit timbul.
Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara). Pasien mengalami hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal
nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal 16-20 x/menit. Jika lebih dari 20x/menit tindakan yang harus
dilakukan memberi bantuan ventilator “kerja pernafasan” menjadi tinggi
sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital yaitu ukuran ventilasi (normal 10-
20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting yaitu ventilasi yang tidak adekuat
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada pasien dengan
gangguan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis,
hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.
Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Periode postoperatif anestesi
terjadi pernafasan tidak adekuat terdapat agen menekan pernafasan dengan efek
yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik. Penemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Brunner
& Sudarth, 2011).
Pathway

Depresi sistem saraf kelainan neurolofis efusi pleura trauma

Pusat primer kecelakaan

Ventilasi tidak adekuat gangguan medula penumpukan cairan cidera kepala

Pernapasan dangkal gangguan ventilasi ekspansi paru kesadaran

Obstruksi jalan napas

Dyspnea

Gangguan pertukaran gas


Pola nafas tidak Nyeri akut berhubungan
berhubungan dengan
efektif berhubungan
ketidak seimbangan
dengan agen cidera
dengan hambatan
ventilasi-perfusi fisiologis
upaya napas

(Oemiati, 2013)
6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)

1. Oksigenasi
a) Penanganan Umum Dispnea
1) Memposisikan pasien setengah duduk atau berbaring dengan bantal
yang tinggi
2) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung
derajat sesaknya
3) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai penyakit yang diderita oleh
pasien
b) Terapi Farmakologi
1) Olahraga teratur
2) Terapi emosi
3) Menghindari alergen
c) Farmakologi
1) Quick relief medicine
2) Pengobatan digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran
pernapasan pasien, memudahkan bernapas dan digunakan saat
serangan datang. Contoh : bronkodilator
3) Long relief medicine
4) Pengobatan yang digunakan mengobati inflamasi pada sesak nafas,
mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol jangka
waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhalas
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor
registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat
1. Keluhan utama: klien mengatakan sesak nafas, nyeri dada.
2. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
3. Riwayat penyakit dahulu: apakah sebelumnya pernah mempunyai
penyakit yang sama atau pernah sesak dan pernah dirawat dirumah
sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat
kesehatan keluarga pasien
c. Pola Gordon
Hal-hal yang dapat dikaji gangguan oksigenasi adalah :
1. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan.
2. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diet buruk seperti obesitas mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Pasien yang kurang
gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
3. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses dan nyeri saat
devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah dan
ferkuensi)
4. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi seseorang. Aktivitas yang berlebih dibutuhkan oksigen
yang banyak. Orang yang olahraga memiliki peningkatan
aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
5. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
6. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien atau tidak.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang akan mempengaruhi oksigenasi seseorang
(pekerjaan, situasi keluarga dan kelompok sosial), penilaian
terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
8. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
9. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang dapat memengaruhi status oksigenasi
pasien.
11. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
d. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran: kesadaran menurun
b) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c) Head to toe
1) Mata : Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (karena emboli
atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara
dada kanan dan kiri dan suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan
cepat(tacypnea), dan pernafasan lambat (bradypnea)
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara memantau
analisa gas darah arteri pasien, pemeriksaan diagnostik foto thorak dan
pemeriksaan EKG.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (D.0077)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi-perfusi (D.0003).
3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Dx Keperawatan Hasil
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan
efektif (D.0005) tindakan keperawatan napas (I.01011)
berhubungan selama 3x24 jam 1) Monitor pola
dengan hambatan diharapkan sesak nafas (frekuensi,
upaya napas
ditandai dengan napas dapat teratasi kedalaman, usaha
sesak nafas, dengan kriterian hasil : nafas)
penggunaan otot Pola napas (L.01004) 2) Berikan oksigen
bantu napas, pola 3) Monitoring bunyi
nafas abnormal. 1) Penggunaan otot nafas
bantu nafas 4) Lakukan
2) Frekuensi nafas fisioterapi dada
membaik 5) Anjarkan teknik
3) Kedalaman nafas batuk efektif
membaik 6) Kolaborsi
pemberian
bronkodilator
2. Nyeri akut (D. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
0077) b.d agen tindakan keperawatan (I.08238)
cidera fisiologis diharapkan nyeri yang 1. Identifikasi lokasi,
ditandai dengan dirasakan pasien dapat karakteristik,
pasien menurun, dengan durasi, frekuensi,
mengeluhkan nyeri, kriteria hasil Tingkat kualitas, intensias
pasien tampak Nyeri (L.08066) : nyeri
meringis kesakitan, 1. Keluhan nyeri dari 2. Berikan teknik
gelisah, sulit tidur, skala 7 menjadi nonfarmakologis
berfokus pada diri skala 2 untuk mengurangi
sendiri dan pola 2. Meringis dari skala rasa nyeri imisal
napas berubah. 2 menjadi skala 4 (misal hipnosis,
3. Gelisah dari skala 2 terapi musik,
menjadi skala 4 akupresur, kompres
hangat/dingin)
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
pemberian
analgesik, jika
perlu

3. Gangguan Setelah dilakukan Terapi Oksigen


Pertukaran Gas tindakan keperawatan (I.01026) :
(D.0003) selama 3x24 jam 1) Monitor
berhubungan diharapkan gangguan kecepatan aliran
dengan ketidak pertukaran gas dapat oksigen
seimbangan teratasi dengan 2) Bersihkan sekret
ventilasi-perfusi kriterian hasil : pada mulut dan
Pertukaran gas hidung
(L.01003) 3) Ajarkan pasien
1) Tidak ada bunyi dan keluarga cara
nafas tambahan menggunakan
2) Takikardi oksigen dirumah
mambaik 4) Kolaborasi
3) PO2 membaik penentuan dosis
4) PCO2 membaik oksigen
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi suatu masalah (Meirisa, 2013).
Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan (Mubarak, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jilid I.Jakarta :
EGC.
Djojodibroto, R. D. 2019. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Doengoes, E. Marylinn. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Francis, Caia. 2011. Perawatan Respirasi. Jakarta : Erlangga.
Ikawai, Zullies. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana
Terapinya.Yogyakarta: Bursa Ilmu
Oemiati, R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
Media Litbangkes Vol.23 No.2 : 82-88.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai