Laporan Pendahuluan IGD ILY HSRL
Laporan Pendahuluan IGD ILY HSRL
NIM : A1C1232006
KELOMPOK : I (SATU)
RUANGAN : IGD
( ) ( )
2023-2024
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
3. Manifestasi Klinik
Batuk adalah udara secara paksa yang tiba – tiba tidak disadari dengan suara
yang mudah dikenali.
b. Dada berat
nyeri pada dada diasosiasikan dengan serangan jantung. Terdapat berbagai
alasan lain untuk dada berat. Rata – rata orang juga mendeskripsikannya
seperti ada seseorang yang memegang jantungnya.
c. Mengi
Mengi merupakan sunyi pich yang tinggi saat bernapas. Bunyi ini muncul
karena adanya udara mengalir melewati saluran yang sempit. Mengi yaitu
tanda seseorang mengalami kesulitan bernapas. Bunyi mengi terdengar saat
ekspirasi, bisa juga terdengar saat inspirasi. Mengi muncul ketika saluran
napas menyempit atau adanya hambatan pada saluran napas besar atau pada
seseorag yang mengalami gangguan pita suara.
d. Napas yang pendek atau penggunaan otot bantu pernapasan. (Francis, 2011)
4. Komplikasi
Gagal nafas dibedakan menjadi 2 yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas
kronik. Gagal nafas akut yaitu gagal nafas yang timbul pada pasien yang
parunya normal secara fungsional maupun struktural sebelum penyakit timbul.
Gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang
batubara). Pasien mengalami hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut paru-paru kembali ke asalnya. Pada gagal
nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal 16-20 x/menit. Jika lebih dari 20x/menit tindakan yang harus
dilakukan memberi bantuan ventilator “kerja pernafasan” menjadi tinggi
sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital yaitu ukuran ventilasi (normal 10-
20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting yaitu ventilasi yang tidak adekuat
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada pasien dengan
gangguan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis,
hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan.
Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Periode postoperatif anestesi
terjadi pernafasan tidak adekuat terdapat agen menekan pernafasan dengan efek
yang dikeluarkan atau dengan meningkatkan efek dari analgetik. Penemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut (Brunner
& Sudarth, 2011).
Pathway
Dyspnea
(Oemiati, 2013)
6. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan)
1. Oksigenasi
a) Penanganan Umum Dispnea
1) Memposisikan pasien setengah duduk atau berbaring dengan bantal
yang tinggi
2) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung
derajat sesaknya
3) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai penyakit yang diderita oleh
pasien
b) Terapi Farmakologi
1) Olahraga teratur
2) Terapi emosi
3) Menghindari alergen
c) Farmakologi
1) Quick relief medicine
2) Pengobatan digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran
pernapasan pasien, memudahkan bernapas dan digunakan saat
serangan datang. Contoh : bronkodilator
3) Long relief medicine
4) Pengobatan yang digunakan mengobati inflamasi pada sesak nafas,
mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol jangka
waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhalas
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor
registrasi, dan diagnosa medis.
b. Riwayat
1. Keluhan utama: klien mengatakan sesak nafas, nyeri dada.
2. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
3. Riwayat penyakit dahulu: apakah sebelumnya pernah mempunyai
penyakit yang sama atau pernah sesak dan pernah dirawat dirumah
sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat
kesehatan keluarga pasien
c. Pola Gordon
Hal-hal yang dapat dikaji gangguan oksigenasi adalah :
1. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah
kesehatan.
2. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diet buruk seperti obesitas mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Pasien yang kurang
gizi, mengalami kelemahan otot pernafasan.
3. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses dan nyeri saat
devekasi), perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah dan
ferkuensi)
4. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan aktivitas yang mempengaruhi kebutuhan
oksigenasi seseorang. Aktivitas yang berlebih dibutuhkan oksigen
yang banyak. Orang yang olahraga memiliki peningkatan
aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
5. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola
istirahat.
6. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam
penginderaan pasien atau tidak.
7. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang akan mempengaruhi oksigenasi seseorang
(pekerjaan, situasi keluarga dan kelompok sosial), penilaian
terhadap diri sendiri (gemuk/ kurus).
8. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
9. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
10. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang dapat memengaruhi status oksigenasi
pasien.
11. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi,
adanya larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
d. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran: kesadaran menurun
b) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c) Head to toe
1) Mata : Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie (karena emboli
atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara
dada kanan dan kiri dan suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan
cepat(tacypnea), dan pernafasan lambat (bradypnea)
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan cara memantau
analisa gas darah arteri pasien, pemeriksaan diagnostik foto thorak dan
pemeriksaan EKG.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
(D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisiologis (D.0077)
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan
ventilasi-perfusi (D.0003).
3. Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Dx Keperawatan Hasil
1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan
efektif (D.0005) tindakan keperawatan napas (I.01011)
berhubungan selama 3x24 jam 1) Monitor pola
dengan hambatan diharapkan sesak nafas (frekuensi,
upaya napas
ditandai dengan napas dapat teratasi kedalaman, usaha
sesak nafas, dengan kriterian hasil : nafas)
penggunaan otot Pola napas (L.01004) 2) Berikan oksigen
bantu napas, pola 3) Monitoring bunyi
nafas abnormal. 1) Penggunaan otot nafas
bantu nafas 4) Lakukan
2) Frekuensi nafas fisioterapi dada
membaik 5) Anjarkan teknik
3) Kedalaman nafas batuk efektif
membaik 6) Kolaborsi
pemberian
bronkodilator
2. Nyeri akut (D. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
0077) b.d agen tindakan keperawatan (I.08238)
cidera fisiologis diharapkan nyeri yang 1. Identifikasi lokasi,
ditandai dengan dirasakan pasien dapat karakteristik,
pasien menurun, dengan durasi, frekuensi,
mengeluhkan nyeri, kriteria hasil Tingkat kualitas, intensias
pasien tampak Nyeri (L.08066) : nyeri
meringis kesakitan, 1. Keluhan nyeri dari 2. Berikan teknik
gelisah, sulit tidur, skala 7 menjadi nonfarmakologis
berfokus pada diri skala 2 untuk mengurangi
sendiri dan pola 2. Meringis dari skala rasa nyeri imisal
napas berubah. 2 menjadi skala 4 (misal hipnosis,
3. Gelisah dari skala 2 terapi musik,
menjadi skala 4 akupresur, kompres
hangat/dingin)
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
4. Kolaborasi
pemberian
analgesik, jika
perlu
Arif Mansjoer, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jilid I.Jakarta :
EGC.
Djojodibroto, R. D. 2019. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Doengoes, E. Marylinn. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Francis, Caia. 2011. Perawatan Respirasi. Jakarta : Erlangga.
Ikawai, Zullies. 2011. Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana
Terapinya.Yogyakarta: Bursa Ilmu
Oemiati, R. 2013. Kajian Epidemiologis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK).
Media Litbangkes Vol.23 No.2 : 82-88.
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id