Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

KEPERAWATAN KEGAWAT
DARURATAN

Disusun Oleh :
Kelompok 2

1. Diki Wahyudi 21121067


2. Elviana Lestari 21121068
3. Erni Tamara 21121069
4. Farahdyla 21121070
5. Fitri Yanti 21121071
6. Hanin Wafiyah 21121072
7. Heti Helya Sari 21121073
8. Intan 21121074
9. Iswadi 21121075
10. Jeni Juliati 21121076
11. Khairunnisa Labbaika 21121077
12. Linda Isma Wardani 21121078
13. Lisa Suhartina 21121079
14. Mardiana Fitria 21121080

Kelas : PSIK 5B

Dosen Pengampuh : Siti Ramdoni S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabaraktuh.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani sehingga kami
dapat menyelesaikan Laporan Tutorial “Trauma Inhalasi” ini dengan lancar. Sholawat serta
salam tak lupa kami curahkan kehadirat Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa
kita dari alam jahiliyah ke alam yang penuh rahmat ini.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini untuk memenuhi tugas dari Ibu Siti Ramdoni
S.Kep.,Ns.,M.Kep pada mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siti Ramdoni S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen
mata kuliah Keperawatan Kegawatdaruratan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang yang kami tekuni.

Laporan ini telah kami susun dengan maksimal. Namun, terlepas dari itu semua kami
menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari
sisi materi maupun penulisannya. Kami dengan rendah hati dan tangan terbuka menerima
berbagai masukkan maupun saran yang bersifat membangun serta memperbaiki laporan ini.
Akhir kata kami berharap semoga laporan ini bermanfaat.

Wa’alaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh

Palembang, 28 Desember 2023

Kelompok 2
Laporan Kasus 2

Tutor : Siti Ramdoni S.Kep.,Ns.,M.Kep


Ketua : Jeni Juliati
Sekretaris meja : 1.Linda Isma Wardani
Hari, Tanggal : 28 Desember 2023

SKENARIO 2

Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang ke IGD dengan keluhan mengalami luka
bakar/combustio di daerah muka. Kurang lebih 6 jam sebelum masuk rumah sakit pasien
memperbaiki motornya. Pada saat kejadian listrik di rumah pasien padam. Pasien memperbaiki
motor dengan penerangan lilin. Pada saat pasien membuka tangki bensin dan ingin melihat isi
bensin, api dari lilin menyambar bensin dan terjadilah kebakaran. Api ikut membakar pasien
mulai dari muka, kedua lengan, kedua ekstremitas bawah tekena sebagian. Leher, dada, dan
punggung tidak terpapar api. Setelah kejadian pasien dibawa ke puskesmas, dari puskesmas
pasien langsung dibawa ke RS.
Di IGD dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil: Keadaan umum lemah, pasien mengalami
penurunan kesadaran, tanda vital Frekuensi pernapasan 40x/m (cepat dan dangkal, terdapat
penggunaan otot bantu napas, wheezing dan ronchi tidak ada), Tekanan darah 100/60 mmHg,
denyut nadi 110x/menit, suhu tubuh dingin terutama di ujung ekstremitas, CRT > 3 detik pada
kaki kanan dan kiri, sianosis pada kaki dan tangan (+), akral dingin. Rambut kepala masih utuh
(tidak ikut terbakar), konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, alis dan bulu mata hangus
terbakar, bulu hidung terbakar, muka sampai leher melepuh terbakar, luka bakar derajat II 5%.
Luka bakar grade II pada tangan kanan dan kiri 15%, paha kanan dan kiri 7,5%, tungkai kanan
dan kiri 7,5 %. Berat badan pasien kurang lebih 70 Kg. Saturasi oksigen pasien 92%. Dari hasil
pengkajian pasien didiagnosa medis trauma inhalasi luka bakar grade II TBSA 35%.
Kemudian dilakukan intubasi dengan ETT ukuran 7,5 kedalaman 20 cm tersambung dengan
jackson rees O₂ 10 liter. Dan dilakukan resusitasi cairan dengan pemasangan IV line 2 jalur.
dan sekarang terpasang infus RL dengan cairan masih masuk 4534 cc.
“THE SEVEN JUMPS METHOD”

A. STEP I : Clarify Unfamiliar Terms ( Mengklarifikasi Istilah atau Identifikasi Kata –


Kata Sulit
Mengklarifikasi istilah yang belum di ketahui
1. ETT (hanin wafiah) adalah endotrakea tube alat yang digunakan untuk memasukkan
pipa kejalan nafas melalui mulut masuk ke trakea ( dijawab fitri y)
2. TBSA (lisa) Total body surface area (dijawab hanin )
3. CRT (Mardiana) Tes cepat untuk menilai aliran darah (dijawab intan)
4. Jackson Ress (intan) alat untuk memonitor nafas atau memudahkan nafas( dijawab
farahdyla)
5. Inhalasi (fitri) menghirup oksigen melalui hidung dan masuk ke paru paru (dijawab
jeni)
6. Ronchi (kharinnisa) suara yang terdengar seperti mendengkur (dijawab mardiana)
7. Sianosis (farahdyla) kondisi medis membrane mukosa nampak kebiruan (dijawab
mardiana)
8. Ikterik (erni t) Penyakit kuning oleh penumpukan bilirubin dalam darah (dijawab lisa)
9. Resusitasi cairan (elvi) proses pergantian cairan tubuh aat pasien dengan keadaan kritis
dan kehilangan banyak cairan (dijawab khairunnisa)
10. Wheezing ( jeni) suara khas yang dihasilkan Ketika darah mengalir melalui saluran
nafas yang menyempit ( dijawab lisa)
11. Akral dinggin ( linda) adalah keadaaan dimana jari tangan dan kaki sangat dingin
walaupun suhu tubuh normal (dijawab fitri)
12. Combustion (elvi) Luka Bakar ( khairunnisa)
13. Konjungtiva (farah) lapisan tipis bagian depan mata dan bagian dalam kelopak mata
(dijawab hanin)
14. Intubasi ( mardiana) tindakan medis yang bertujuan untuk membantu pernafasan
seseorang ( dijawab elvi)
15. Sklera ( khairunnisa) bagian berwarna putih dan keras pada bola mata (dijawab elvi)
16. Anemis ( erni) kurangnya sel darah merah atau kepucatan (farahdyla)
17. Ekstermitas ( linda) alat gerak kaki dan tangan ( farahdyla)
18. Grade (hanin) Tingkat keparahan ( erni)

B. STEP II: Define the Problems (Merumuskan dan Mendefinisikan Masalahan/


Membuat Pertanyaan)
Identifikasi masalah dalam kasus dengan membuat pertanyaan terkait kasus tersebut.

1. Apa penyebab kulit klien mengalami sianosis? (Hanin W)


2. Mengapa klien pada kasus tersebut dilakukan intubasi? (lisa suhartina)
3. Apa dampak yang terjadi dari trauma inhalasi pada pasien ? (mardiana )
4. Apakah CRT lebih dari 3 detik itu normal ? (intan)
5. Bagaimana cara mengatasi pasien yang mengalami penurunan kesadaran ? (fitriyanti)
6. Apa yang menyebabkan akral dingin pada pasien ? (elvi)
7. Bagaimana cara mengatasi pembersihan luka bakar pada pasien ? (jeni)
8. Bagaimana cara menentukan derajat luka bakar pada pasien tersebut ? (hanin
wafiyah)
9. Apa tujuan dari pemberian resusitasi cairan pada pasien ? (khairunnisa)
10. Kenapa pasien diberikan cairan RL apa manfaat dari cairan tersebut kenapa tidak
diberikan cairan lain ? (fitriyanti)
11. Apa yang menyebabkan tekanan darah menurun?
12. Apa yang menyebabkan Frekuensi pernapasan pasien meningkat?
13. Bagaimana cara melakukan resusitasi cairan pada pasien?

C. STEP III: Brainstorm Passible Hypothesis ( Menjawab Pertanyaan Sementara)


Menjawab pertanyaan atau masalah yang muncul pada step II.

1. Penyebab klien mengalami sianosis kurangnya oksigen masuk kedalam tubuh sehingga
oktigen tidak terpenuhi dengan baik (dijawab oleh farahdyla)
2. karena adanya luka bakar, rambut hidung hangus, nafas cepat, terdapat whaeezing,
terdapat sianosis ditangan dan kaki dan terdapat penggunaan alat bantu nafas.(dijawab
hanin). Pada kasus dijelaskan frekunsi nafas meningkat cepat dan dangkal sehingga
diperkirankan terdapat gangguan pola nafas pada pasien sehingga dilakukan intubasi
untuk membantu pernfasannya ( ditambahkan oleh erni )
3. jika trauma inhalasi tidak segera ditangani akan menyebab kan iritasi saluran pernafasan,
edema paru, kerusakan jaringan paru, kerusaskan system kardiovaskuler. ( khairunnisa)
suhu tubuh dingin dan akral dingin sehingga menyebabkaan oksigen dalam darah tidak
dapat terpenuhi dengan baik (ditambahkan oleh jeni) Karena terjadi edema disaluran
pernafasan menyebabkan pernafasan tersumbat dan bisa terjadi gagal nafas (ditambahkan
oleh farahdyla)
4. Tidak normal. Karena CRT normal kurang dari 2 detik ( dijawab oleh Farahdyla)
5. Pastikan nafas dan detak jantung, posisikan pasien dalam mobil dengan aman lalu jika
yang menolong sudah terlatih berikan Tindakan sesusai kebutuhan pasien misalnya RJP
jika tidak langsung dibawa kerumah sakit. (dijawab oleh intan)
6. Sumbatan jalan nafas sehingga oksigennya tidak terpenuhi, menyebabkan kulit membiru,
dan dapat menyebabkan akral dingin (dijawab oleh jeni)
7. Aliri luka bakar dengan air keran dengan hubu normal selama 20 menit dengan tujuan
mengurangi suhu panas dari luka bakar tidak mendalam atau kompres dengan kain yang
direndam dengan air (dijawab oleh erni t)
8. Luka bakar derajat 2 luka bakar dengan kedalaman mencapai dermis biasanya Ketika
ditekan akan nyeri dan ditandain adanya bulla berisi cairan eksudat yang keluar dari
pembuluh darah . pada kasus tersebut bisa dilihat dari hasil pemeriksaan fisik yaitu muka
sampai leher melepuh menunjukkan lokasi luka bakar derajat 2 5% tangan kanan dan kiri
derajat 2 15% paha kanan dan paha kiri derajat 2 7,5% kemudian tungkai kanan dan
tungkai kiri derajat 2 7,5%. (dijawab mardiana)
9. Untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema (dijawab
oleh mardiana )
10. Sebagai proses pergantian cairan elektrolit dan cairan menjadi lebih cepat masuk
(dijawab oleh hanin)
11. Sebagai repon beberapa factor karena mengalami dehidrasi. (dijawab oleh fitriyanti)
12. Karena adanya kerusakan pada saluran nafas (dijawab oleh d lisa)
13. Luka bakar sedang/ luas luka bakar < 25% tanpa syok. Rumus perhitungan kebutuhan
cairan 24 jam adalah : 4 ml / kgbb/ luas luka bakar. Pada 24 jam pertama 50% diberikan
pada 8 jam pertama dan 50% diberikan pada 16 jam berikutnya. Pada 24 jam kedua
kebutuhan cairan diberikan secara teratur. (dijawab oleh kharunnisa)
D. STEP IV: Invertory And Analyse The Problems (Pathway)/ Pohon Masalah

Pathway

Trauma Inhalasi

Bahan Bakar

Luka Bakar

Biologis Psikologi

Luka Bakar Pada Keracunan CO2 Kerusakan Kulit MK: Defisit


wajah Pengetahuan

CO2 dalam Hb Pembuluh darah


Kerusakan
Mukosa
Hb tidak dapat Ekstravasasi
mengikat O2 Cairan
Edema Pada
Laring
Gangguan Pola Tekanan
Nafas Onkotik
Obstruksi jalan
nafas
Tekanan cairan
Intravaskuler

MK : Jalan Kerusakan
Nafas Tidak Volume Cairan Hipovolemia
Efektif

MK: Gangguan
Perpusi MK :
jaringan Gangguan
Sirkulasi
Mahasiswa mampu menentukan Learning Objective (LO) terkait skenario yang ada.

1. Mahasiswa dapat mengetahui Tinjauan secara teoritis trauma inhalasi?(elvi)


2. Mahasiswa dapat mengetahui Derajat luka bakar ?(erni )
3. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan ? (hanin w)
4. Mahasiswa dapat mengetahui Faktor resiko trauma inhalasi (lisa)
5. Mahasiswa dapat mengetahui Penanganan trauma inhalasi? (fitriyanti)
6. Mahasiswa dapat mengetahui perawatan luka bakar? (hanin w)
7. Mahasiswa dapat mengetahui Cara menghitung pemberian resusitasi cairan ?
(kharunnisa)
8. Mahasiswa dapat mengetahui Tren issu terkait luka bakar dan trauma inhalasi?

E. STEP VI: Belajar Mandiri


Mahasiswa melakukan kegiatan belajar mandiri.

F. STEP VII: Reporting Phase: Synthesize and Test Acquired Information (Mensintesis &
Menguji Informasi yang Diperboleh)
Mahasiswa merumuskan Learning Objective(LO)yang telah ditentukan.

1. A. Definisi
Trauma inhalasi atau cedera inhalasi merupakan kerusakan pada saluran
pernafasan yang disebabkan karena menghirup gas berbahaya, uap dan komponen
partikel yang terdapat dalam asap pembakaran. Hal ini bermanifestasi sebagai
cederatermal, cedera kimia dan toksisitas sistemik, ataupun kombinasi dari
semuanya (Gill& Rebecca. 2015).Trauma inhalasi dapat menunjukkan cedera termal
supraglottik, iritasi kimia pada saluran pernapasan, toksisitas sistemik karena agen
seperti karbon monoksida(CO) dan sianida. Respons inflamasi yang dihasilkan dapat
menyebabkan volumeresusitasi cairan yang lebih tinggi, disfungsi pulmonal
progresif, penggunaanventilator yang berkepanjangan, peningkatan risiko
pneumonia, dan sindromgangguan pernapasan akut (ARDS) (Walker,et all.,2015).
Trauma inhalasi merupakan masalah klinis yang lebih kompleks. Traumainhalasi
yang parah merupakan proses mekanis yang ditandai dengan edema paru,edema
bronkial, dan sekresi yang dapat menutup jalan napas sehingga
menyebabkanatelektasis dan pneumonia (Dries & Frederick, 2013).Trauma inhalasi
merupakan komplikasi yang terjadi pada luka bakar dengan persentase sekitar 10
sampai 20 % pasien dan secara signifikan meningkatkanmorbiditas dan mortalitas
(Walker,et all.,2015). (dijawab oleh intan)
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Gas CO adalah penyebab utama dari kejadian trauma inhalasi. Karbonmonoksida
( CO ) adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihasilkandari proses
pembakaran yang tidak sempurna dari material yang berbahan dasarkarbon seperti
kayu, batu bara, bahan bakar minyak dan zat-zat organik lainnya.Setiap korban
kebakaran api harus dicurigai adanya intoksikasi gas CO. Sekitar 50%kematian
akibat luka bakar berhubungan dengan trauma inhalasi dan hipoksia dinimenjadi
penyebab kematian lebih dari 50% kasus trauma inhalasi. Intoksikasi gas
COmerupakan akibat yang serius dari kasus inhalasi asap dan diperkirakan lebih
dari80% penyebab kefatalan yang disebabkan oleh trauma inhalasi (Louise &
Kristinedalam Soekamto, 2013).
Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi,
yaitukerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan
asfiksia. Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme.
Proses pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit
seseorangakan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 10-
13%.Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia
(Peterdalam Soekamto, 2013). (dijawab oleh mardiana)

C. Manifestasi Tanda dan gejala trauma inhalasi


Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
1. Luka bakar wajah
2. Edema dari orofaring
3. Suara serak
4. Stridor
5. Lesi mukosa atas saluran napas
6. Sputum karbon
7. Gejala pada saluran napas bagian bawah seperti takipnea, dyspnea, batuk,suara
napas menurun, wheezing, rhonki, retraksi
8. Sianosis
9. Asfiksia (dijawab oleh erni T)

D. Patofisiologi

Trauma Inhalasi terjadi karena pernafasan menghirup asap atau zat kimia dari
hasil pembakaran yang menimbulkan angka morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Bahkan pada ruang yang tertutup, trauma inhalasi dapat menyebabkan
disfungsi pulmonary dalam waktu yang lama. Trauma Inhalasi dapat menyebabkan
keracunan sistemik pada tubuh. Lokasi dan keparahan trauma tergantung dari
beberapa faktor, termasuk sumber api, ukuran dan diameter partikel yang ada
dalam asap, lamanya kebakaran, dan kandungan gas-gasnya. Adanya kandungan
racun yang masuk dalam tubuh secara langsung disebabkan oleh unsur-unsur yang
memiliki berat rendah dalam asap karena kandungan pHnya, kemampuan untuk
membentuk radikal bebas, dan kemampuan mereka untuk mencapai jalan napas
bawah dan alveoli. Munculnya trauma inhalasi pada jalan napas atas karena adanya
pertugaran gas dengan temperatur yang panas yang melewati oro- dan nasopharing.
Trauma ini dengan cepat menimbulkan eritema, ulserasi, dan edema. Dengan
adanya luka bakar dan trauma inhalasi, pengaturan cairan yang agresif diperlukan
untuk menangani syok luka bakar dan menangani pembentukan edema di awal.
Selanjutnya, adanya luka bakar di wajah dan leherdapat menyebabkan distorsi
anatomi atau kompresi eksternal pada jalan napas atas, dan komplikasi pada jalan
napas. Hal ini juga dapat menyebabkan inflamasi akut, kerusakan fungsi silia yang
akan mengganggu pembersihan proses jalan napas, meningkatkan resiko terinfeksi
bakteridalam beberapa minggu. Lebih lanjut, peningkatan produksi sekret dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas, atelektasis, merusak pertukaran gas (Ronald P
Micak,2017). (dijawab oleh farahdyla)

E. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Paramita dkk (2013), pemeriksaan diagnostic pada trauma inhalasi
meliputi:
1. Foto Thoraks
Biasanya normal dalam 3-5 hari, gambaran yang dapat muncul Sesudahnya
termasuk atelektasis, edema paru, dan ARDS.
2. Laringoskopi dan Bronkoskopi Fieroptik Keduanya dapat digunakan sebagai alat
diagnostic maupun terapeutik. Pada bronkoskopi biasanya didapatkan gambaran
jelaga, eritema, sputum denganarang, petekia, daerah pink sampai abu-abu
karena nekrosis, ulserasi, sekresi,mukupurulen. Bronkoskopi serial berguna
untuk menghilangkan debris dansel-sel nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika
suction dan ventilasi tekanan positif tidak cukup memadai.
3. Laboratorium
a) Pulse Oximetry Digunakan untuk mengukur saturasi oksigen hemoglobin yang
meningkat palsu akibat ikatan CO terhadap hemoglobin sehingga
kadarkerbonsihemoglobin seringkali diartikan sebagai oksihemaglon
b) Analisa Gas Darah Untuk mengukut kadar karboksihemoglobin, kesimbangan
asam basa dan kadar sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah tangga
dan biasanya terjadi peningkatan kadar laktat plasma
c) Elektrolit untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari
resusitasicairan dalam jumlah besar
d) Darah Lengkap Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi
sesaat setelah trauma. Hematokrit yang menurun secara progresif akibat
pemulihan volume intravaskuler. Anemia berat biasanya terjadi akibat
hipoksia atau ketidakseimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah putih
untuk melihat adanya infeksi (dijawab oleh fitriyanti
F. Penatalaksanaan
G. Pencegahan
Mencegah keracunan karbon monoksida
1. Periksa semua saluran rumah yang bukaanya menghadap ke luar rumah
(pemanas air dsb) setiap tahun untuk memastikan saluran pengeluaran
tidaktersumbat.
2. Periksa sistem AC mobil saudara untuk memeriksa kebocoran yang mungkin
terjadi
3. Periksa pemanas air, pastikan bukaanya sempurna dan saluran tidak bocor.
4. Jangan nyalakan mobil di dalam garasi yang tertutup rapat (Hadiyani, 2012)
(dijawab oleh khairunnisa)

H. Komplikasi
1. Terhadap respirasi dapat berakibat Hipoksia jaringan dan seluler yang
bersifatringan sampai berat,
2. Komplikasi terhadap kardiovaskular dapat berupa iskemia miokard, edema
pulmonal, aritmia dan sindrom miokardial. Efek kardiovaskuler ini dapat
disebabkan karena menurunnya cardiac output yang disebabkan oleh hipoksia
jaringan, ikatan CO dengan myoglobin dan menyebabkan kurangnya
pelepasan oksigen ke sel,
3. Komplikasi terhadap sistem saraf berupa nistagmus, ataksia dan pada
intoksikasi akut yang berat dapat ditemukan edema serebri hingga
Hidrosefalus akut Komplikasi pada fungsi ginjal yaitu Rhabdomyolisis
dangagal ginjal akut, dan
4. Rhabdomyolisis dapat terjadi pada otot (Soekamto,2008) (dijawab oleh elvi )
Sumber https://www.academia.edu/37217641/TRAUMA_INHALASI

2. Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan,


luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka,
dan keseriusan luka, yakni
1. Berdasarkan penyebab
Luka bakar karena api
Luka bakar karena air panasLuka bakar karena bahan kimia
Luka bakar karena listrik
Luka bakar karena radiasi
Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hiperemi berupa eritema
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bulae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas
kulit normal.
- Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Derajat II dangkal (superficial)
1) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
masih utuh.
3) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
Penyembuhan sebasea sebagian besar masih utuh.
3) Terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan.
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih
rendah dibanding kulit sekitar.
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan/kematian.
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
dasar luka. (dijawab oleh erni T)
3. A. Pengkajian
Identitas pasien
1) Nama Pasien :-
2) Jenis Kelamin Pasien : laki-laki
3) Usia Pasien : 35 tahun
4) Tanggal masuk IGD : -

b) Riwayat Klinis

- Keluhan Utama: Luka bakar/combustio di daerah muka.

- Riwayat Kejadian: Pasien memperbaiki motor dengan lilin sebagai


penerangan. Terjadi kebakaran saat membuka tangki bensin. Api membakar
muka, kedua lengan, dan kedua ekstremitas bawah sebagian.
- Riwayat Listrik Padam: Listrik di rumah pasien padam saat kejadian.

c) Pemeriksaan Fisik di IGD

1. Kesadaran:

- Keadaan Umum: Lemah

- Penurunan Kesadaran

2. Tanda - tanda Vital:

- Frekuensi Pernapasan: 40x/m (cepat dan dangkal, wheezing, ronchi tidak ada)

- Tekanan Darah: 100/60 mmHg

- Denyut Nadi: 110x/menit

- Suhu Tubuh: Dingin terutama di ujung ekstremitas

- CRT: > 3 detik pada kaki kanan dan kiri

- Sianosis pada kaki dan tangan (+)

- Akral Dingin

3. Pemeriksaan Kulit dan Tubuh:

- Rambut Kepala: Utuh (tidak terbakar)

- Konjunctiva: Tidak anemis

- Sklera: Tidak ikterik

- Alis dan Bulu Mata: Hangus terbakar

- Bulu Hidung: Terbakar

- Muka sampai leher melepuh terbakar

- Luka Bakar Derajat II: 5%

4. Pemeriksaan Luka Bakar:


- TBSA (Total Body Surface Area): 35%

- Luka Bakar Grade II:

- Tangan kanan dan kiri: 15%

- Paha kanan dan kiri: 7,5%

- Tungkai kanan dan kiri: 7,5%

5. Berat Badan Pasien:

- Kurang lebih 70 Kg

6. Saturasi Oksigen:

- 92%

d) Intial survey

A (alertness)

V (verbal)

P (pain)

U (unrespon)

- warna triase : merah

e) Tindakan dan Resusitasi ABCD

1. A (Airway):

- Intubasi dengan ETT ukuran 7,5, kedalaman 20 cm

- Terhubung dengan Jackson Rees O₂ 10 liter


2. B (Breathing):

- Frekuensi pernapasan 40x/m (cepat dan dangkal)

- Penggunaan otot bantu napas

3. C (Circulation):

- Tekanan darah: 100/60 mmHg

- Denyut nadi: 110x/menit

- Resusitasi cairan dengan IV line 2 jalur

- Infus RL dengan cairan masuk 4534 cc (6 jam setelah kejadian)

4. D (Disability):

- Kesadaran menurun

a) Diagnosa Keperawatan
1) bersihan jalan nafas tidak efektif
2) ketidakefektifan pola nafas
3) gangguan pertukaran gas
4) nyeri akut
5) kerusakan integritas kulit
6) resiko infeksi
7) perubahan citra tubuh
8) ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
9) resiko kekurangan volume cairan

f) Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA SLKI SIKI

Pola nafas tidak efektif b/d Pola nafas (L.01004) Manajemen jalan
hambatan upaya nafas (mis. napas(1.01011)
nyeri saat bernafas,
kelemahan ototpernafasan) Setelah dilakukan asuhan
D.(0005) keperawatan selama 24 jam
Observasi:
di harapkan pola nafas
membaik dengan kriteria 1. Monitor pola
Gejala dan tanda mayor hasil: napas(frekuensi,
kedalaman, usaha
Subjektif: 1. Tekanan ekspirasi napas)
meningkat 2. Monitor bunyi napas
1. Dispnea 2. Tekanan isnpirasi tambahan (mis.
meningkat guegling, mengi,
3. Dispnea menurun wheezing, ronkhi
Objektif: 4. Ortopnea menurun kering)
5. Pernapasan pursed- 3. Monitor sputum(
1. Gangguan otot bantu lip mrnurun jumlah, warna,
pernafasan 6. Pernapasan cuping aroma)
2. Fase ekspirasi hidung menurun Terapeutik:
memanjang 7. Frekuensi napas
3. Pola nafas abnormal membaik 1. Pertahankan
(mis. takipnea, 8. Ekskursi dada kepatenan jalan
bradypnea, membaik napas dengan head-
hiperventilasi, till dan chin-lift
kussmaul, Cheyne- (ijaw-thrust
stokes) jikacuriga trauma
servikal)
2. Posisikan semi-
Gejala dan tanda minor: fowler atau fowler
3. Berikan minumn
Subjektif:
hangat
1. Ortopnea 4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5. Lakukan
Objektif: penghisapan lender
kurang dari 15 detik
1. Pernafasan pursed- 6. Lakukan
lip hiperogsigenasi
2. Pernafasan cuping sebelum penghisapan
hidung endotrakeal
3. Diameter thoraks 7. Keluarkan sumbatan
anterior-posterior benda padat dengan
meningkat forsep McGill
4. Ventilasi semenit 8. Berukan oksigen,
menurun jika perlu
5. Kapasitas vital Edukasi:
menurun
6. Tekanan ekspirasi 1. Anjurkan asupan
menurun cairan 2000m/hari,
7. Tekanan inspirasi jika tidak
menurun kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
8. Ekskursi dada Kolaborasi:
berubah
1. Kolaboraasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolotik,jika perlu
Hipovolemia b/d Status cairan (L.03028) Manajemen hipovolemia
kehilangan cairan aktif (1.03116)
(D.0023)
Observasi:
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 24 jam 1. Periksa tanda dan
Gejala dan tanda mayor diharapkan status cairan gejala hypovolemia
membaik dengan kriteria (mis. frekuensi nadi
Subjektif: meningkat, nadi
hasil:
teraba lemah,
(tidak tersedia) tekanan darah
1. Turgor kulit
meningkat menurun, tekanan
2. Pengisian vena nadi menyempit,
meningkat turgor kulit menurun,
Objektif: membrane mukosa
3. Frekuensi nadi
membaik kering, volume urin
1. Frekuensi nadi
4. Membrane mukosa menurun, hematokrit
menungkat
membaik meningkat, haus,
2. Nadi teraba lemah
5. Berat badan lemah)
3. Tekanan darah
membaik 2. Monitor intake dan
menurun
6. Status mental output cairan
4. Tekanan nadi
menyempit membaik
5. Turgor kulit menurun 7. Suhu tubuh membaik
Terapeutik:
6. Membrane mukosa
kering 1. Hitung kebutuhan
7. Volume urin cairan
menurun 2. Berikan posisi
8. Hematokrit modified
meningkat Trendelenburg
3. Berikan asupan
cairan oral
Gejala dan tanda minor Edukasi:
Subjektif: 1. Anjurkan
memperbanyak
1. Merasa lemah
asupan cairan oral
2. Mengeluh haus
2. Anjurkan
menghindari
Objektif: perubahan posisi
mendadak
1. Pengisian vena
menurun
2. Status mental mental Kolaborasi:
berubah
3. Suhu tubuh 1. Kolaborasi
meningkat pemberian cairan IV
4. Konsentrasi urin isotonis (mis. NaCl.
meningkat RL)
5. Berat badan turun 2. Kolaborasi
tiba-tiba pemberian cairan IV
hipotonis ( mis.
glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
3. Kolaborasi
pemberian cairan
koloid (mis. albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi
pemberian cairan
darah
Perfusi perifer tidak efektif Perfusi perifer (L.02011) Manajemen sensasi perifer
b/d kekurangan volume (1.06195)
cairan (D.0009)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 24 jam Observasi:
Gejala dan tanda mayor diharapkan perfusi perifer
1. Identifikasi
meningkat dengan kriteria
Subjektif: penyebab perubahan
hasil: sensasi
(tidak tersedia) 2. Identifikasi
1. Edema perifer
penggunaan alat
menurun
pengikat, prosthesis,
2. Nyeri ekstremitas
Sepatu, dan pakaian
Objektif: menurun
3. Periksa perbedaan
3. Bruit fernoralis
sensasi tajam dan
1. Pengisian kapiler >3 menurun
tumpul
detik 4. Akral membaik
4. Periksa perbedaan
2. Nadi perifer 5. Turgor kulit
membaik sensasi panas dan
menurun atau tidak dingin
teraba 6. Indeks ankle-
5. Periksa kemampuan
3. Akral teraba dingin brachial membaik
mengidentifikasi
4. Warna kulit pucat lokasi dan tekstur
5. Turgor kulit menurun benda
6. Monitor tewrjadinya
parestesia, jika perlu
Gejala dan tanda minor
7. Monitor perubahan
Subjektif: kulit
8. Monitor adanya
1. Parastesia tromboflebitis dan
tromboemboli vena
2. Nyeri ekstremitas
(klaudikasi
intermiten) Terapeutik:

1. Hindari pemakaian
Objektif: benda-benda yang
berlebihan suhunya
1. Edema (terlalu panas atau
2. Penyembuhan luka dingin)
lambat
3. Indeks ankle-
brachial <0,90 Edukasi:
4. Bruit femoral
1. Anjurkan
penggunaan
termometer untuk
menguji suhu air
2. Anjurkan
penggunaan sarung
tangan termal saat
memasak
3. Anjurkan memakai
sepatu lembut dan
bertumit rendah

Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberian analgesic,
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid, jika
perlu
Defisit pengetahuan b/d Tingkat pengetahuan Edukasi Kesehatan
kurang terpapar informasi (L.12111) (1.12383)
(D.0111)

Setelah dilakukannya asuhan Observasi:


Gejala dan tanda mayor keperawatan selama 24 jam
1. Identifikasi kesiapan
diharapkan Tingkat
Subjektif: dan kemampuan
pengetahuan membaik menerima informasi
1. Menanyakan dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor-
masalah yang faktor yang dapat
1. Verbalisasi minat meningkatkan dan
dihadapi
dalam belajar menurunkan
Objektif:
meningkat motivasi perilaku
bersih dan sehat
1. Menunjukkan 2. Perilaku sesuai
prilaku tidak sesuai dengan pengetahuan
anjuran meningkat Terapeutik:
2. Menunjukkan 3. Persepsi tentang
persepsi yang keliru masalah yang 1. Sediakan materi dan
terhadap masalah dihadapi menurun media Pendidikan
4. Perilaku membaik Kesehatan
2. Jadwalkan
Gejala dan tanda minor: Pendidikan
Kesehatan sesuai
Subjektif: kesepakatan
3. Berikan kesempatan
(tidak tersedia) untuk bertanya

Edukasi:
Objektif:
1. Jelaskan factor
1. Menjalani resiko yang dapat
pemeriksaan yang mempengaruhi
tidak tepat Kesehatan
2. Menunjukkan 2. Ajarkan perilaku
perilaku berlebihan hidup bersih dan
(mis. apatis, sehat
bermusuhan, agitasi, 3. ajarkan
histeria)

d) Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan atau perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sangadah & Kartawidjaja, 2020).

e) Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektitas asuhan keperawatan
antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon
prilaku klien yang tampil. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya dan menilai efektifitas proses keperawatan mulai dari tahap
pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. Evaluasi disusun menggunakan
SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
O: Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan.
A: Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap muncul atau ada masalah baru dan masalah yang
kontradiktif dengan masalah yang ada.

P: Perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa respon klien

4. Faktor resiko trauma inhalasi adalah Luka bakar digambarkan dengan kedalaman,
keparahan, dan gen penyebab. Keparahan cedera luka bakar diklasifikasikan
berdasarkan pada resiko mortilitas dan resiko kecacatan fungsi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keparahan cedera termasuk sebgai berikut :
a. Kedalaman luka bakar.
Umumnya luka bakar mempunyai kedalaman yang tidak sama. Setiap area
mempunyai tiga zona cedera yaitu:
• zona koagulasi terjadi kematian seluler
• zona statis disebut are pertengahan, tempat terjadinya gannguan suplay darah,
inflamasi, dan cedera jaringan
• zona hiperemia merupakan area terluar, berhubungan dengan luka bakar derajat I
yang seharusnya sembuh dalam seminggu.
b. Keparahan luka bakar.
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka bakar masif derajat
III.
Luka bakar dikategorikan kedalam luka bakar :
• Cedera luka bakar minor/ ringan
• Cedera ketebalan partial <15% dari luas permukaan tubuh total orang dewasa,
<10% luas permukaan tubuh total anak-anak, atau cedera ketebalan penuh <2%
luas permukaan tubuh total.Biasanya mendapat perawatan awal di
UGD,kemudian dipulangkan dengan instruksi dibagian rawat jalan.
• Cedera luka bakar sedang/ moderat/ pertengahan
• Cedera ketebalan partial dengan 15% sampai 25% dari luas permukaan tubuh
total (LPTT) pada orang dewasa, 10% sampai 20% LPTT pada anak-anak, atau
cedera dengan ketebalan penuh kurang dari 10%LPTT yang tidak berhubungan
dengan komplikasi. Umumnya ditangani dibagian rawat inap.
• Cedera luka bakar berat/mayor. Biasanya dibawa ke fasilitas perawatan luka
bakar khusus, setelah mendapatkan perawatan kedaruratan ditempat
kejadian. Cedera luka bakar mayor adalah : cedera ketebalan partial >25%LPTT
orang dewasa atau 20%LPTT anak-anak cedera ketebalan penuh 10%LPTT atau
lebih. Luka bakar yang mengenai tangan, wajah, mata, telinga, kaki, dan
perineum cedera inhalasi cedera listrik, luka bakar yang berkaitan dengan cedera
lain misalnya: cedera jaringan lunak, fraktur, trauma lain.(long.C Barbara,1996).
c. Lokasi luka bakar
Luka bakar pada kepala, leher, dan dada seringkali berkaitan dengan komplikasi
akar wajah menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar telinga membuat mudah
terserang kondritis aurikular dan rentan terhadap infeksi serta kehilangan jaringan
lebih lanjut. Luka bakar pada tangan dan persendian sering membutuhkan terapi
fisik dan okupasi yang lama dan memberikan dampak kecacatan fisik menetap.
Luka bakar pada perineum membuat midah terserang infeksi akiba auto
kontaminasi oleh urine dan feses. Luka bakar sirkumferensial ekstremitas dapat
menyebabkan efek seperti penebalan pembuluh darah dan mengarah pada
gangguan vaskular distal. Luka bakr sirkumferensial toraks dapat mengarah kepada
in adekuat ekspansi dinding dada da nfinsufisiensi pulmonal.
d. Agen penyebab luka bakar
Pada situasi misalnya kebakaran, gunung meletus,atau ledakan mobil akan
mengakibatkan pasien tidak hanya mengalami luka bakar, tetapi juga menghirup
udara panas/ keracunan monoksida (CO) sehingga mengakibatkan pasien
mengalami gangguan pada saluran napas yang dapat menyebabkan kegagalan
pernapasan sehingga menimbulkan kematian.
Luka bakar pada trauma inhalasi dibagi menjadi 3 kategori (Meyer & Salber):
• Trauma panas pad saluran napas.
karena luka bakar pada wajah termasuk bibir dan rambut hidung dan leher
akan menunjukkan tanda-tanda sulit bicara dan menelan serta mengalami dipsnea,
stridor karena adanya edema pada saluran napas yang menyebabkan obstruksi
jalan napas.
• Trauma kimia pada saluan napas dan parenkim paru

• Keracunan kimia sistemik biasanya keracunan CO dalam ruang tertutup karena


CO mengikat hb lebih cepat dari pada O2 sehingga mengakibatka hipoksia yang
cepat pada otak.
e. Ukuran luka bakar

f. Ukuan luka bakar (presentase cedera pada kulit) ditentukan dengan dua metode
yaitu :
• Rule of nine.
Digunakan sebagai alat untuk memperkirakan ukuan luka bkar yang cepat.Dasar
dari perhitungan ini denga nmembagi tubuh kedalam bagian- bagian anatomi,
yang setiap bagian mencerminkan 9% dari LPT, tidak membutuhka ndiagram
untuk menentukan presentase LPT yang mengalami cedera.
• Diagram bagan Lund & Browder.
Ditujukan untuk menetukan keluasan luka bakar yang terjadi pada anak-anak dan
bayi dimana dalam bagian ini usia yang berbeda mempunya ikeluasan yang
berbeda.Bagan ini memberikan penilaian yang lebih akuat.

g. Usia korban luka bakar.


Usia klien mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka
bakar. (dijawab oleh Lisa suhartina)
Sumber https://repository.unair.ac.id/91805/

5. Penanganan trauma inhalasi yaitu trauma inhalasi adalah gagal napas. Trauma luka
bakar di salauran napas atas akan menyebabkan pembengkakan dan penyempitan jalan
napas 12-24 jam setelah cedera. Oleh karena itu pengelolaan jalan napas dan fungsi
pernapasan perlu dievaluasi. Pasien dengan kecurigaan trauma inhalasi saluran napas
bagian atas harus diobservasi berulang, dan segera dilakukan pemasangan selang
bantuan napas apabila terdapat hambatan aliran napas. Tatalaksana trauma inhalasi
saluran napas bagian bawah dengan pemberian oksigen aliran tinggi yang
menggunakan masker oksigen, tindakan pemasangan selang bantuan napas ditujukan
agar cairan dari paru paru dapat dibersihkan dan meningkatkan konsentrasi oksigen.
Pemantauan saluran napas secara rutin akan adanya kemungkinan keracunan secara
sistemik ke bagian tubuh yang lain. (dijawab oleh jeni)
Sumber https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2331/penanganan-jalan-napas-pada-
pasien-trauma-inhalasi#

6. PERAWATAN LUKA DI RUMAH SAKIT


Luka dicuci, deberidement dan didesinfeksi dengan salvon 1: 30
Di olesi betadin
Dibersihkan dengan air seteril
Tutup tulle
Topikal silver sulfadiazine (SSD)
Tutup kasa steril tebal/ elastic verban
Luka dibuka hari ke 5 – 7 kecuali ada tanda infeksi
DI lakukan dengan pembiusan total di kamar operasi (dijawab oleh fitri)
Sumber https://spesialis1.bpre.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/kuliah-
klasik-luka-bakar.pdf

7. RESUSITASI CAIRAN
Dewasa : (Baxter) RL 4cc/kg BB/ % LB/ 24 jam + dextran 500 – 1000 ml(sth 18 jam)
Anak : 2 cc x BB x luas Luka Bakar (%) + kebutuhan faali
(RL : Dextran = 17 : 3)
Kebutuhan Faali :
< 1 th : BB x 100cc ½ 8 jam pertama
1-3 th : BB x 75 cc ½ 16 jam berikutnya
3-5 th : BB x 50 cc
(dijawab oleh khairunnisa)
Sumber https://spesialis1.bpre.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/kuliah-
klasik-luka-bakar.pdf

8. Pendahuluan Pengaruh Madu terhadap Luka Bakar


Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat.
Sekitar 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap tahunnya dari
kelompok ini 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan 100.000
pasien dirawat di rumah sakit, sekitar 12.000 meninggal setiap tahunnya.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, prevalensi luka bakar di
Indonesia sebesar 0,7%. Prevalensi tertinggi terjadi pada usia 1-4 tahun.1,2 Luka bakar
merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga
cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar masih menjadi masalah karena angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, terutama pada luka bakar derajat II dan III yang
lebih dari 40%, dengan angka kematian 37,38%.2 Penanganan dalam penyembuhan
luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan sisa-sisa sel
epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan luka.
Penyembuhan luka melewati tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan
fase remodeling. Faktor yang bisa mengganggu dan menghambat proses penyembuhan
ini adalah infeksi. Pertumbuhan bakteri patogen seperti Escherichia coli, Listeria
monocytogenes, dan Staphylococcus aureus dapat dihambat oleh pemberian madu.
Pemberian madu pada media tanam yang telah ditanam bakteri-bakteri tersebut
memperlihatkan zona penghambatan. Dari segi estetika pemakaian madu memiliki
kelebihan karena dapat digunakan untuk menghaluskan kulit, serta pertumbuhan
rambut dibandingkan pemakaian antibiotik. Selainitu, madu diduga berperan sebagai
antibakteri dan saat ini sudah dimanfaatkan sebagai penanganan korban luka bakar
sudah diketahui banyak manfaatnya. Namun belum ada pembuktiannya secara ilmiah.
Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai peran madu sebagai antibiotika pada
luka bakar.

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api lebih berat dibandingkan
air panas. Selain itu lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan sangat menentukan lama proses penyembuhan.
Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi.1
Luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma suhu/ termal
seperti api, air panas, listrik atau zat-zat yang bersifat membakar seperti asam kuat dan
basa kuat.
Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar yang tidak
merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari epitel. Luka bakar dengan
ketebalan penuh merusak semua sumber-sumber pertumbuhan kembali epitel kulit.6,7
Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh kedalaman luka
bakar. Beratnya luka tergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Umur dan
kesehatan penderita sebelumnya juga mempengaruhi prognosis. Kedalaman luka bakar
ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi.
Terdapat 3 derajat pada luka bakar. Luka bakar derajat I hanya mengenai lapis luar
epidermis, kulit merah, sedikit edema dan nyeri. Tanpa terapi sembuh dalam 2-7 hari.
Luka bakar derajat II mengenai epidermis dan sebagian dermis, terbentuk bula, edema
nyeri hebat. Bila bula pecah tampak daerah merah yang mengandung banyak eksudat.
Sembuh dalam 3-4 minggu. Luka bakar derajat III mengenai seluruh lapisan kulit dan
kadang-kadang mencapai jaringan di bawahnya. Tampak lesi pucat kecoklatan dengan
permukaan lebih rendah dari pada bagian yang tidak terbakar. Bila luka akibat kontak
langsung dengan nyala api, terbentuk lesi yang kering dengan gambaran koagulasi
seperti lilin di permukaan kulit, tidak ada rasa nyeri (dibuktikan dengan tes pin-prick)
dan luka akan sembuh dalam 3-5 bulan dengan sikatrik.

Persembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena


berbagai kegiatan bioseluler dan biokimia terjadi berkesinam- bungan. Jenis
persembuhan yang paling sederhana dapat terlihat pada insisi pembedahan yang tepi
lukanya dapat saling didekatkan untuk luka yang terjadi cukup parah seperti adanya
kerusakan epitel yang menyebabkan kedua tepi luka berjauhan maka disebut
penyembuhan sekunder atau penyembuhan dengan granulasi. Mekanisme tubuh akan
mengupayakan mengem- balikan komponen-komponen jaringan yang rusak tersebut
dengan membentuk struktur baru dan fungsional sama dengan keadaan sebe- lumnya.
Berdasarkan perubahan morfologik, terdapat tiga fase persembuhan luka yaitu fase
inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman akan memper- mudah infeksi. Infeksi
ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal pembuluh ini membawa nutrisi dan sistem pertahanan tubuh atau
antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain berasal dari kulit penderita
sendiri juga bisa didapat dari kontaminasi saluran nafas dan kontaminasi kuman di
lingkungan rumah sakit. Infeksi Pseudomonas sp dapat dilihat dari warna hijau pada
kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur krusta yang bersama
dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan
noninvasif (tidak dalam) ditandai dengan krusta yang mudah terlepas dengan nanah
yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan krusta yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi krusta yang mula-mula sehat menjadi nekrotik, akibatnya
luka bakar yang mula-mula derajat dua bisa menjadi derajat tiga.
Saat ini sedang digalakkan pengobatan alami atau natural salah satunya
adalah madu. Madu merupakan cairan manis yang diproses oleh lebah yang berasal
dari sari pati atau tepung sari bunga dan oleh lebah dijadikan sebagai bahan baku
yang disebut nectar. Nectar didapat pada sel tumbuhan. Lebah madu mengumpulkan
madu di dalam sarang dengan menyimpan sebuk sari bunga (pollen). Sejak ribuan tahun
yang lalu sampai sekarang ini, madu telah dikenal sebagai salah satu bahan makanan
atau minuman alami yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan.11,12

Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,
karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu
yang mudah diserap oleh sel-sel tubuh. Sejumlah mineral yang terdapat dalam
madu seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi dan fosfat.
Madu juga mengandung vitamin, seperti vitamin E dan vitamin C serta vitamin B1, B2
dan B6. Selainitu, terdapat juga unsur-unsur yang lebih kecil lagi, yaitu: 1) Zat pigmen
yang berupa carotene, klorofil, dan sejumlah unsur-unsur turunan klorofil, dan xantofil;
2) unsur-unsur aroma terkandung adalah triptofan, aldehida, alkohol, dan ester; 3)
senyawa gula alkohol yaitu manitol, dulcitol, tanin dan asetilkolin; 4) enzim- enzim
pada madu yaitu invertase, diastase, glukosa, oksidase, katalase, fosfatase, dan
peroksidase; 5) zat yang bersifat antibiotik dan antiviral yaitu polypenol dan glykosid;
6) hormon- hormon nabati, hormon-hormon turunan esterogen, prostalglandin, unsur-
unsur pengaktif organ-organ reproduksi pada jantan dan betina.11

Keistimewaan madu sendiri antara lain: 1) bertahan untuk jangka waktu yang
panjang yaitu sekitar dua tahun dengan syarat disimpan ditempat yang kelembabannya
terkontrol; 2) anti mikroba sehingga bakteri dan jamur tidak dapet berkembang pada
madu dan komposisi gula di dalam madu yang mencapai 80% dari komposisi madu
itu sendiri; 3) menjaga ketahanan jaringan sel-sel.
Hardian (2006) melakukan penelitian pada sampel marmut dan didapatkan
penyembuhan luka yang diberikan madu (nektar flora) lebih cepat yaitu 9,67 hari,
sedangkan pada kelompok silver sulfadiazine didapat 10 hari, dan kelompok control
negatif selama 19,17 hari. Selain itu, hasil penelitian penggunaan madu terhadap
luka bakar menjadi steril dalam waktu
2-6 hari untuk kelopok yang diberikan madu, 7 hari untuk kelompok silver sulfadiazine,
dan 7-10 hari untuk kelompok kontrol.
Terdapat beberapa faktor lain yang memperkuat efek antibiotika pada madu ,
yaitu osmolaritas madu yang tinggi. Pada beberapa madu kandungan gulanya bisa
mencapai 80% yang terdiri dari glukosa, fruktosa, maltosa dan sukrosa. Kurang dari
18% komponennya adalah air sehingga mempunya osmolaritas yang tinggi. Kandungan
Hidrogen peroksida yang berperan sebagai glukosa oksidase yang merupakan salah satu
enzim yang dikeluarkan oleh lebah kepada madu. Enzim ini dapat mengubah
senyawa glukosa dan menghasilkan hidrogen peroksida. Madu mempunyai keasaman
yang rendah yaitu pH 3,2-4,5 sehingga mampu untuk menghambat pertumbuhan
bakteri.
Arif (2013) melakukan penelitian pada sampel tikusputih dan didapatkan hasil
tingkat penyembuhan luka bakar hari ke 14. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok secara
random yaitu: K1 (kontrol), K2 (madu 100%), K3 (Gentamisin Topikal Gel
0,1%×10gr) setelah 14 hari perlakuan dilakukan pengamatan. Dari hasil penelitian luka
bakar pada kulit tikus tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok K2 dan
K3 dengan nilai p=0,585. Berdasarkan hasil penelitian perbandingan tingkat
kesembuhan luka bakar terhadap pemberian madu dan gentamisin topikal dapat
disimpulkan bahwa madu dapat dijadikan sebagai obat alternatif pada luka bakar
sebagai pengganti antibiotik gentamisin topikal, terutama di daerah terpencil yang sulit
untuk mendapatkan antibiotik gentamisin topical. (dijawab hanin w)

Anda mungkin juga menyukai