Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja
pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju
masyarakat adil dan makmur. Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak
pengeruh terhadap faktor kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar
tidak menjadikan hal-hal yang negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan
banyak dikarenakan oleh penyakit yang diderita karyawan tanpa sepengetahuan
pengawas (K3), seharusnya pengawasan terhadap kondisi fisik di terapkan saat
memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan pekerja saat akan
memulai pekerjaanya.
Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja,
karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik jasmani
maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja
terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat,
alat kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin.
Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh
sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan
dapat ditingkatkan. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak
faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat, antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan.
Keselamatan pasien telah menjadi isu global yang sangat penting dilaksanakan
oleh setiap rumah sakit, dan seharusnya menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan
dan hal tersebut terkait dengan mutu dan citra rumah sakit. Pelayanan kesehatan pada
dasarnya adalah menyelamatkan pasien sesuai dengan yang diucapkan Hipocrates
kira-kira 2400 tahun yang lalu, yaitu primum non nocere atau first, do no harm .
Dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan khususnya
di rumah sakit, sehingga membuat semakin kompleks prosedur pelayanan
kesehatannya dan berpotensi terjadinya KTD (kejadian tidak diharapkan) atau

1
adverse event ( Depkes, 2008). Mengingat pentingnya masalah keselamatan pasien
yang harus ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan regulasi
tentang keselamatan pasien. Dengan diterbitkannya peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) nomor 1691 pada tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien di rumah
sakit, mendorong upaya pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien. Komite
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) juga mengembangkan standar akreditasi rumah sakit
yang mengadopsi badan akreditasi internasional JCI (Joint Commission International)
sehingga terbit standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 menggantikan standar
akreditasi rumah sakit yang lama.
Salah satu standar akreditasi rumah sakit versi 2012 tersebut menyebutkan
tentang Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) yang mengadopsi international patient
safety goals (IPSG). Ada 6 sasaran keselamatan pasien yaitu :
1. Sasaran keselamatan pasien ke-1 tentang ketepatan identifikasi pasien
2. Sasaran keselamatan pasien ke-2 tentang peningkatan komunikasi yang efektif
3. Sasaran keselamatan pasien ke-3 tentang peningkatan kewaspadaan terhadap high
alert drugs
4. Sasaran keselamatan pasien ke-4 tentang kepastian tepat-lokasi, tepat prosedur,
dan tepat-pasien operasi
5. Sasaran keselamatan pasien ke-5 tentang pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan
6. Sasaran keselamatan pasien ke-6 tentang pengurangan risiko pasien jatuh.
Salah satu sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya pengurangan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan. Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau
mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Rumah sakit merupakan salah satu
tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi
mikroorganisme yang sangat tinggi dengan jenis virulen yang mungkin telah resisten
terhadap antibiotik (Potter & Perry, 2005).
Darmadi (2008) menyatakan bahwa infeksi nosokomial adalah infeksi yang
didapat oleh pasien ketika dalam proses asuhan keperawatan atau dirawat di rumah
sakit. Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila sebelum dirawat tidak
ada tanda-tanda klinik terjadi infeksi namun selama dirawat muncul tanda-tanda
infeksi yang timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan.

2
Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien,
prosedur invasif, terapi yang di terima dan lamanya perawatan mempengaruhi resiko
terinfeksi.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam pembuatan makalah ini terdiri atas tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum, kami berharap agar pembaca mengerti mengenai K3 di
Rumah Sakit mengenai Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
secara umum. Sedangkan tujuan khusus, terdiri atas :
1. Mengatahui Konsep Dasar Penyakit Infeksi
2. Mengenali Kewaspadaan Isolasi
3. Memahami Kewaspadaan standar Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan.

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
dengan menggunakan metode deskriptif dan kajian pustaka yang dilakukan dengan
mencari bahan atau literature dari referensi beberapa buku dan internet sebagai
sumber informasi terbaru yang berhubungan dengan makalah yang kami susun.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk dapat mengetahui mengenai
K3 di Rumah Sakit mengenai Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan dan pembandingan di Rumah Sakit X mengenai konsep teori dengan
kenyataan sebenarnya.

E. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terdiri dari 5 BAB, yaitu :
BAB I PENDAHULUAN : Terdiri dari Latar Belakang, Tujuan
Penulisan, Metode Penulisan, Manfaat
Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

3
BAB II TINJAUAN TEORITIS : Terdiri dari Konsep Dasar Penyakit
Infeksi, Kewaspadaan Isolasi dan
Kewaspadaan standar Pengurangan
Resiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan
BAB III STUDI KASUS DI RS X : Terdiri dari Kebersihan tangan, Alat
Pelindung Diri (APD), Sterilisasi alat,
Pengendalian lingkungan, Pengelolaan
linen, Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) petugas di RS, Penempatan
pasien/Kewaspadaan pasien, Hygiene
respirasi/Etika batuk , Praktek
menyuntik yang aman, Praktek
pencegahan infeksi untuk prosedur
lumbal pungsi
BAB IV PEMBAHASAN : Dalam BAB ini membahas
perbandingan antara Konsep Teori dan
aplikasinya di RS X yang terdiri dari
Kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri
(APD), Sterilisasi alat, Pengendalian
lingkungan, Pengelolaan linen,
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
petugas di RS, Penempatan
pasien/Kewaspadaan pasien, Hygiene
respirasi/Etika batuk , Praktek
menyuntik yang aman, Praktek
pencegahan infeksi untuk prosedur
lumbal pungsi
BAB V PENUTUP : Terdiri dari Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit Infeksi


1. Beberapa batasan /Definisi
a. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetap tanpa disertai
adanya respon imunatau gejala klinik.
b. Infeksi: merupakan salah satu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit Infeksi: merupakan salah satu keadaan dimana ditemukan agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik
d. Penyakit menular atau infeksius
Adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang
lain, baik secara langsung, maupun tidak langsung
e. Inflamasi
Merupakan bentuk respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi,dapat
berupa trauma, pembedahan atau luka bakar ). Yang ditandai dengan adanya
sakit/nyeri ( dolor), panas (color) kemerahan ( rubor), pembengkakan (tumor) dan
gangguan fungsi.
f. Healthcare – associated infections (HAIs)

2. Rantai penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi
dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi
penularan infeksi tersebut adalah:
a. Agen Infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada
manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, rickettsia, jamur dan parasit. Ada
tiga factor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu:
patogenitas,virulensi dan jumlah.
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh dan berkembang
biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah

5
manusia, yaitu permukaan kulit, selaput lendir, saluran napas atas, usus dan vagina
yang merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih,
kelamin, kulit dan membran mkosa, transplasenta, darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi
dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberrapa cara penularan yaitu:
Kontak langsung dan tidak langsung, droplet, airborne, melalui vehikulum
(makanan,air/minum) dan melalui vector (biasanya serangga dan binatang
pengerat).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih, kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
f. Penjamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi
atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status gizi,
status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma tau pembedahan,
pengobatan denga imunosupresan,

3. Faktor Resiko “Healthcare – associated infection” (HAIs)


a. Umur : Neonatus dan lansia lebih rentan
b. Status imun yang rendah/terganggu (imuno-kompromais): Penderita dengan
penyakit kronik, keganasan, mengunakan obat-obat imunosupresam.
c. Interupsi barrier anatomis:
1) Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).
2) Prosedur Operasi: dapat menyebabkan Infeksi luka Operasi (ILO) atau
“Surgical Site Infection” (SSI).
3) Intubasi Pernafasan: meningkatkan kejadian “Hospital Acquired Pneumonia”
(HAP/VAP).
4) Kanula Vena dan Arteri menimbulkan Infeksi luka Infus (ILI), “Blood Stream
Infection” (BSI).
5) Luka bakar dan trauma.

6
d. Implantasi benda asing:
1) “indwelling catheter”
2) “surgical suture material”
3) “Cerebrospinal Fluid shunts”
4) “valvular/vascular prostheses”
e. Perubahan mikrofloral normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana
menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai obat antimikroba.

4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas
penjamu, agen infeksi (patogenitas,virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi faktor risiko kepada penjamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu
dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada
petugas kesehatan.

5. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :


a. Peningkatan daya tahan tubuh penjamu.
Daya tahan penjamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif ( contoh
vaksinasi Hepatitis B ) atau pemberian imunisasi pasif (Imunoglobulin ). Promosi
kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya
tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisai atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air dan desinfeksi.
c. Memutus rantai penularan.
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam
melaksakan prosedur yang ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah di susun
dalam suatu “Isolation precaution” (kewaspadaan baku) dan “Transmission based
precaution” (kewaspadan berdasarkan cara penularan).

7
d. Tindakan pencegahan pasca pajanan (“Post exposure prophylaxis” atau
PEP) terhadap petugas kesehatan.
Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk
jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian
adalah hepatitis B, hepatitis C dan HIV.

B. Kewaspadaan Isolasi (ISOLATION PRECAUTIONS)


1. Perkembangan Kewaspadaan
Kewaspadaan Standar atau Standard Precautions disusun oleh CDC tahun 1996
dengan menyatukan Universal Precautions (UP) atau kewaspadaan terhadap darah
dan cairan tubuh yang telah dibuat tahun 1985 untuk mengurangi pathogen yang
berbahaya melalui darah dan cairan tubuh lainnya dan Body Substance Isolation
yang dibuat tahun 1987 untuk mengurangi resiko penularan pathogen yang berada
dalam bahan yang berasal dari tubuh pasien terinfeksi.
Pedoman kewaspadaan isolasi dan pencegahan transmisi penyebab infeksi disarana
kesehatan diluncurkan juga tahun 2007 oleh CDC dan HICPAC, menambahkan
HAIs (Healthcare associated infections ) mengantikan istilah infeksi nosokomial,
Hygiene respirasi/etika batuk, praktek menyuntik yang aman dan pencegahan
infeksi pada prosedur Lumbal Pungsi.
Dua lapisan Kewaspadaan Isolasi
a. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan yang terpenting, dirancang untuk diterapkan secara rutin dalam
perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya, baik terdiagnosis infeksi, terduga terinfeksi atu kolonisasi.
Diciptakan untuk mencegah transmisi silang sebelum diagnosis ditegakkan
atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada. Strategi utama PPI
menyatukan Universal Precautions dan Bodi Substance Isolation adalah
kewaspadaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rutin dan harus
diterapkan terhadap semua pasien disemua fasilitas kesehatan.

8
b. Kewaspadaan berdasarkan Transmisi
Sebagai tambahan kewaspadaan standar, terutama setelah terdiagnosis jenis
infeksinya. Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut:
1) Kategori I A:
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian
dan studi epidemiologi.
2) Kategori I B :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit dan telah ditinjau efektif
oleh para ahli lapangan dan berdasarkan kesepakatan HICPAC ( Hospital
Infection Control Advisory Committee ) sesuai dengan bukti rasional
walaupun mungkin belum dilaksanakan suatu studi scientifik.
3) Kategori II:
Dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah sakit. Anjuran didukung studi klinis
dan epidemiologik, teori rasional yang kuat, studi dilaksanakan dibeberapa
rumah sakit.
4) Tidak direkomendasikan:
Masalah yang belum ada penyelesaiannya. Belum ada bukti ilmiah yang
memadai atau belum ada kesepakatan mengenai efikasinya.
2. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar untuk pelayanan semua pasien.
Kategori I meliputi :
a. Kebersihan tangan / Hand Hygiene.
b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, kaca mata pelindung
(goggle), pelindung wajah ( face shield ) dan gaun.
c. Peralatan perawatan pasien
d. Pengendalian lingkungan
e. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen.
f. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan.
g. Penempatan pasien.
h. Hygiene respirasi / etika batuk.
i. Praktek menyuntik yang aman.
j. Praktek untuk lumbal punksi.

9
3. Kewaspadaan berdasarkan Transmisi
Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi,
dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi
atau terkolonisasi pathogen yang dapat ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak
dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan
transmisi:
a. Kontak
b. Melalui Droplet
c. Melalui Udara (Airborne)
d. Melalui Comon vehicle ( makanan, air, obat, alat, peralatan)
e. Melalui vector ( lalat, nyamuk, tikus)

4. Peraturan untuk kewaspadaan isolasi


Harus dihindarkan transfer mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat
perwatan pasien rawat inap perlu dijalankan sebagai berikut:
a. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi.
b. Dekotaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien.
c. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius ( darah dan cairan tubuh ).
d. Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah
melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
e. Penanganan limbah feses, urin, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal, dan
ontainer pasien yang lain.
f. Tangani bahan infeksius sesuai prosedur.
g. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan
dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.

10
C. Kewaspadaan Standar Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan
Berdasarkan WHO (2004) kewaspadaan standar adalah prinsip kewaspadaan
sebagai bagian manajemen resiko pada pengendalian infeksi RS yang dilaksanakan
secara menyeluruh oleh setiap petugas berdasarkan perhitungan besar resiko transmisi
infeksi yang dihadapi pada setiap pelayanan rawat jalan maupun rawat inap untuk
melindungi pasien, petugas, pengunjung maupun lingkungan RS.
1. Kebersihan tangan
Kegagalan melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap
sebagai penyebab utama infeksi nasokomial (HAIs) dan penyebaran
mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui
sebagai kontributoryang penting terhadap timbulnya wabah (Boyce dan
Pittet,2002)
Dari sudut pandangdan pengendalian infeksi, praktekmemberihkan tangan
adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan oleh tangan.tujuan kebersihan
tangan adalah untuk menghilangkan semua kotoran dan debris serta menghambat
atau membunuh mikroorganisme pada kulit . mikroorganisme di tangan ini
diperoleh dari kontak dengan pasien dan lingkungan. Sejumlah mikroorganisme
permanen juga tinggal dilapisan terdalam permukaan kulit yaitu staphylococcus
epidemis. Selain memahami panduan dan rekomendasi untuk kebersihan tangan,
para petugas kesehatan perlu memahami indikasi dan keuntungan dari kebersihan
tangan terutama keterbatasan pemakaian sarung tangan.
Menurut WHO (2004) kebersihan tangan yang tepat dapat meminimalkan
mikro-organisme yang diperoleh dari tangan selama tugas sehari-hari dan ketika
ada kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan peralatan yang
terkontaminasi dikenal dan tidak dikenal.
a. Indikasi kebersihan tangan
1. Segera : Setelah tiba ditempat kerja
2. Sebelum :
a. Kontak langsung dengan pasien
b. Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasive ( pemberian suntukan intra vaskuler)
c. Menyediakan atau mempersiapkan obat – obatan

11
d. Mempersiapkan makanan
e. Memberi makan pasien
f. Meninggalkan rumah sakit.
3. Diantara : Prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi , untuk menghindari kontaminasi slang.
4. Setelah :
a) Kontak dengan pasien
b) Melepas sarung tangan
c) Melepas alat pelindung diri
d) Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, luka dan peralatan
yang terkontaminasi.
e) Menggunakan toilet, menyentuh hidung dengan tangan

b. Prosedur Standar Membersikan Tangan


Teknik membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air harus dilakukan
seperti di bawah ini :
1) Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih
2) Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair
3) Ratakan dengan kedua telapak tangan
4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanandan
sebaliknya
5) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya
8) Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan
sebaliknya
9) Bilas kedua tangan dengan air mengalir
10) Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue towel sampai benar-
benar kering
11) Gunakan handuk sekalli pakai atau tissue towel untuk menutup kran.
Karena mikroorganisme tumbuh dan brkembang biak pada keadaan
lembab dan air tidak mengalir, maka :

12
1) Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian
2) Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada
isinya
3) Jangan menggunakan baskom yang berisi air
4) Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air dengan kran atau
gunakan ember dan gayung, tampung air yang telah digunakan dalam
sebuah ember dan buanglah di toilet.

c. Handrub Antiseptik ( handrub berbasis Alkohol )


Penggunaan handrub antiseptic untuk tangan yang bersih lebih efektif
membunuh flora residen dan flora transien darpada mencuci tangan dengan
sabunantiseptik atau sabun biasa dan air. Antiseptik ini cepat dan mudah
digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih
besar ( Girou et al.2002 ). Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti gliserin,
glisol propelin atau sorbitol yang melindungi dan melembutkan kulit. Cara
mencuci tangan dengan antiseptic berbasis alcohol:
1) Tuang segenggam penuh antiseptik berbasis alkohol 3-5 cc kedalam
tangan.
2) Gosok tangan dengan posisi telapak pada telapak ratakan keseluruh
permukaan tangan.
3) Gosok telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dengan jari jari
saling menjalin.( lakukan sebaliknya )
4) Gosok Telapak pada telapak degan jari jari saling menjalin.
5) Punggung jari jari pada telapak tangan berlawanan dengan jari jari saling
mengunci.
6) Gosok memutar dengan ibu jari mengunci pada telapak kanan dan
sebaliknya.
7) Gosok memutar kearah belakang dan kearah depan dengan jari jari tangan
kanan mengunci pada telapak kanan dan sebaliknya.
8) Lakukan kebersihan tangan dengan handrub selama 20-30 detik.
Cara melakukan kebersihan tangan diadaptasi dari WHO guidenlines on
hand hygiene in health care ( advanced draft ): A summary, world alliance
for Patient safety, World Health Organization,2005.

13
2. Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut WHO (2004) penggunaan alat pelindung diri memberikan
penghalang fisik antara mikro - organisme dan pemakainya. Alat pelindung diri
meliputi sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung wajah dan kaca
mata), topi, gaun, apron, sepatu dan pelindung lainnya. Alat pelindung diri harus
digunakan oleh :
1. Petugas kesehatan yang memberikan perawatan langsung kepada pasien dan
yang bekerja dalam situasi di mana mereka mungkin memiliki kontak dengan
cairan darah, tubuh, ekskresi atau sekresi
2. Staf dukungan termasuk pembantu medis, pembersih, dan staf laundry di
situasi di mana mereka mungkin memiliki kontak dengan darah, cairan tubuh,
sekresi dan ekskresi
3. Staf laboratorium yang menangani spesimen pasien dan
4. Anggota keluarga yang memberikan perawatan kepada pasien dan berada
dalam situasi di mana mereka mungkin memiliki kontak dengan darah, cairan
tubuh, sekresi dan ekskresi.
Berdasarkan Depkes RI (2008) pedoman umum alat pelindung diri sebagai
berikut :
1. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD Lepas dan ganti
bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali yang sudah
rusak atau sobek segera setelah anda mengetahui APD tersebut tidak berfungsi
optimal.
2. Lepaskan semua APD sesegara mungkin setelah selesai memberikan pelayanan
3. Hindari kontaminasi terhadap : Lingkungan di luar ruang isolasi, Para pasien
atau pekerja lain dan diri anda sendiri
4. Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan
tangan
5. Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh sesuai atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan
6. Pilih APD dengan perkiraan risiko terjadi pajanan
7. Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai

14
3. Sterilisasi alat
Menurut Depkes (2003) pengelolaan alat-alat kesehatan bertujuan untuk
mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan atau untuk menjamin alat
tersebut dalam keadaan steril dan siap pakai.
WHO (2004) bahwa pengolahan ulang instrumen dan peralatan, berisiko
infeksi mentransfer dari instrumen dan peralatan tergantung pada faktor-faktor
berikut :
a. Adanya mikro-organisme, jumlah dan virulensi organisme
b. Jenis prosedur yang akan dilakukan (invasif atau non-invasif)
c. Bagian tubuh mana instrumen atau peralatan yang akan digunakan (menembus
jaringan mukosa atau kulit atau digunakan pada kulit utuh).
Pengolahan ulang instrumen dan peralatan dengan cara yang efektif meliputi:
a. Pembersihan instrumen dan peralatan segera setelah digunakan untuk
menghapus semua bahan organik, bahan kimia
b. Disinfeksi (oleh panas dan air atau disinfektan kimia)
c. Sterilisasi.
Sterilisasi alat/instrumen kesehatan pasca pakai di RS dilakukan dengan 2 cara
yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian (termasuk perendaman
dan pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling, indikatorisasi, sterilisasi,
penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluasi proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui lnstalasi Pusat Pelayanan
Sterilisasi/Central Sterile Supply Department (CSSD). Pemrosesan alat
instrumen pasca pakai dipilih berdasarkan kriteria alat, dilakukan dengan
sterilisasi untuk alat kritikal, sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
untuk alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk non kritikal. Kriteria
pemilihan desinfektan didasari secara cermat terkait kriteria memiliki spektrum
luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan toksisitas rendah, waktu
disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak bahan dan efisien.
CSSD bertanggungjawab menyusun panduan dan prosedur tetap,
mengkoordinasikan, serta melakukan monitoring dan evaluasi proses serta
kualitas hasil sterilisasi dengan persetujuan Komite PPI RS.

15
Alur kerja penyediaan barang steril sebagai berikut :
a. Pengumpulan dan serah terima/pencatatan alat/bahan non steril
b. Pengumpulan linen kotor dan di distribusikan ke laundry
c. Dekontaminasi
d. Perendaman/Desinfeksi yang merupakan proses fisik atau kimia untuk
membersihkan benda-benda yang terkontaminasi oleh mikroba dengan
melakukan perendaman sesuai label dan instruksi produsen
e. Pencucian semua alat-alat pakai ulang harus dicuci hingga benar-benar bersih
sebelum disterilkan
f. Pengeringan, sebelum dilakukan setting alat dan packing alat terlebih dahulu
alat-alat dikeringkan yang dilakukan dengan secara manual atau secara
mekanikal
g. Packing alat/bahan, semua material yang tersedia untuk fasilitas kesehatan yang
didesain untuk membungkus mengemas dan menampung alat - alat yang dipakai
ulang untuk sterilisasi, penyimpanan dan pemakaian
h. Labelling, proses identifikasi alat/instrumen sebulum dilakukan proses sterilisasi

4. Pengendalian lingkungan
Menurut WHO (2004) sebuah lingkungan yang bersih memainkan peranan
penting dalam pencegahan dari Hospital Associated Infeksi (HAI). Pengendalian
lingkungan RS meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang
pengganggu, penyehatan ruang dan bangunan, pemantauan hygiene sanitasi
makanan, pemantauan penyehatan linen, disinfeksi permukaan udara, lantai,
pengelolaan limbah cair, limbah B3 limbah padat medis, non medis dikelola oleh
lnstalasi Kesehatan Lingkungan dan Sub Bagian Rumah Tangga bekerjasama
dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan komite PPI RS, sehingga aman bagi
lingkungan. Pengelolaan limbah padat medis dipisahkan dan dikelola khusus
sampai dengan pemusnahannya sesuai persyaratan Kementerian Lingkungan Hidup
sebagai limbah infeksius (ditempatkan dalam kantong plastik berwarna kuning
berlogo infeksius), limbah padat tajam (ditempatkan dalam wadah tahan tusuk,
tidak tembus basah dan tertutup). Pengelolaan limbah padat non medis ditempatkan
dalam kantong plastik berwarna hitam.

16
Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan
bahan desinfektan, cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan berdasarkan
telaah Komite PPI RS untuk mencapai efektivitas yang tinggi. Pernbersihan
lingkungan ruang perawatan diutamakan dengan metode usap seluruh permukaan
lingkungan menggunakan bahan desinfektan yang efektif, Pelaksanaan Panduan
PPI RS dan standar prosedur operasional tentang pengendalian lingkungan,
monitoring dan evaluasinya dilaksanakan oleh Instalasi Kesehatan Lingkungan
bersama sub Bagian Rumah Tangga berkoordinasi dengan komite PPI. Baku mutu
berbagai parameter pengendalian lingkungan dievaluasi periodik dengan
pemeriksaan parameter kimia, biologi surveilans angka dan pola kuman
lingkungan berdasarkan standar Kepmenkes Rl No.416/MenKes/Per/|x1990
tentang persyaratan Kualitas Air Bersih dan Air Minum, Kepmenkes Rl No.
492lMenKes/sKA/ll/2010 tentang persyaratan Kualitas Air Minum, Kepmenkes Rl
No, l204/Menkes/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan RS.
Tahap Pengelolaan Limbah sebagai berikut :
a. Identifikasi Limbah : padat, cair, tajam, infeksius, non infeksius
b. Pemisahan : pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah, pisahkan limbah
sesuai dengan jenis limbah, tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, limbah
cair segera dibuang ke wastafel di spoelhok
c. Labeling : limbah padat infeksius, plastik kantong kuning yang diberi symbol
biohazard, limbah padat non infeksius, plastik kantong warna hitam, limbah
benda tajam, wadah tahan tusuk dan air /jerigen yang diberi symbol biohazard
d. Packing : tempatkan dalam wadah limbah tertutup, tutup mudah dibuka,
kontainer dalam keadaan bersih, kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan
dan tidak berkarat
e. Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10 - 20 meter, ikat limbah jika
sudah terisi 3/4 penuh, kontainer limbah harus dicuci setiap hari
f. Penyimpanan : simpan limbah di tempat penampungan sementara khusus,
tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat, beri label pada
kantong plastik limbah, setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan
sementara
g. Pengangkutan : mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus,
kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup, tidak boleh ada yang

17
tercecer, sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien, gunakan
alat pelindung diri ketika menangani limbah, tempat penampungan sementara
harus di area terbuka, terjangkau (oleh kendaraan), aman dan selalu dijaga
kebersihannya dan kondisi kering
h. Treatment : limbah infeksius dimasukkan dalam incenerator, limbah non
infeksius dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), limbah benda tajam
dimasukkan dalam incenerator, limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok,
limbah feces dan urine ke dalam WC yang langsung dialirkan ke IPAL
(Instalasi Pengolahan Air Limbah)
i. Penanganan Limbah Benda Tajam : jangan menekuk atau mematahkan benda
tajam, jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat, segera buang
limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk dan tahan air dan
tidak bisa dibuka lagi, selalu buang sendiri oleh si pemakai, tidak
menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai, kontainer benda tajam
diletakkan dekat lokasi tindakan
j. Penanganan Limbah Pecahan Kaca : gunakan sarung tangan rumah tangga,
gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut,
kemudian bungkus dengan kertas, masukkan dalam kontainer tahan tusukan
beri label
k. Unit Pengelolaan Limbah Cair : pengolahan limbah cair dengan sistim bakteri
Aerob di IPAL
Pruss (2005) menyatakan proses pengelolaan limbah medis pada tahap
pemilahan dilakukan oleh perawat dan tahap pengangkutan oleh petugas
kebersihan.

5. Pengelolaan linen
Manajemen linen yang baik merupakan salah satu upaya untuk menekan
kejadian infeksi nosokomial. Selain itu pengetahuan dan perilaku petugas
kesehatan juga mempunyai peran yang sangat penting. Pengelolaan linen bertujuan
mencegah kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan
lingkungan, meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor,
pemilahan dan teknik pencucian sampai dengan pengangkutan dan distribusi linen
bersih. Pengelolaan linen kotor dan bersih secara terpisah untuk mengurangi risiko

18
infeksi pada pasien, petugas dan lingkungan dilakukan menyeluruh dan sistematis
agar mencegah kontaminasi, di bawah tanggung jawab lnstalasi Laundry
berkoordinasi dengan Komite PPI RS.
Jenis linen di RS diklasifikasikan menjadi linen bersih, linen steril, linen
kotor infeksius, linen kotor non infeksius (linen kotor berat dan linen kotor ringan).
Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
disinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik
kebersihan tangan, penggunaan APD sesuai potensi risiko selama bekerja.
Prinsip-prinsip dasar pengelolaan linen adalah sebagai berikut:
a. linen yang sudah digunakan tempatkan di tas yang tepat, linen kotor dengan
cairan tubuh atau cairan lain tempatkan dalam tas kedap air yang cocok dan
aman untuk transportasi untuk menghindari tumpahan atau menetes darah,
cairan tubuh, sekresi atau ekskresi.
b. Jangan membilas atau memilah linen di daerah perawatan pasien. Handle
semua linen dengan agitasi minimum untuk menghindari aerosolisation dari
patogen mikro-organisme.
c. Separate bersih dari linen kotor dan transportasi secara terpisah
d. Pencucian linen (seprai, selimut kapas) dalam air panas (70 ° C hingga 80 ° C)
dan deterjen, bilas dan keringkan sebaiknya dalam pengeringan atau di bawah
sinar matahari.
e. Autoclave linen sebelum dipasok ke kamar operasi. Pencucian selimut wol
dalam air hangat dan keringkan di bawah sinar matahari, dipengering pada
suhu dingin atau kering-bersih (WHO, 2004).

6. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) petugas di RS


Kesehatan dan keselarnatan kerja petugas di RS terkait risiko penularan
infeksi karena merawat pasien maupun identifikasi risiko petugas yang mengidap
penyakit menular dilaksanakan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan Komite PPI
RS. Pencegahan penularan infeksi pada dan dari petugas dilakukan dengan
pengendalian administratif untuk petugas yang rentan tertular infeksi ataupun
berisiko menularkan infeksi dikoordinasikan Unit K3 RS bersama Komite PPI RS
dan Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) berupa penataan penempatan SDM,
pemberian imunisasi, dan sosialisasi PPI berkala khususnya di tempat risiko tinggi

19
infeksi. Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kondisi kesehatan petugas
dilakukan dengan pemeriksaan kesehatan prakarya dan berkala sesuai faktor risiko
di tempat kerja. Perencanaan, pengadaan dan pengawasan penggunaan alat
pelindung diri petugas dari risiko infeksi yang berupa alat/ bahan tidak habis pakai
dikelola Unit K3 RS berkoordinasi dengan Komite PPI RS.
Unit K3RS berkoordinasi dengan Komite PPI RS mengembangkan panduan
dan menyusun standar pelaporan dan penanganan kejadian kecelakaan kerja terkait
pajanan infeksi, mensosialisasikan, memonitor pelaksanaan, serta melakukan
evaluasi kasus dan menyusun rekomendasi tindaklanjutnya. Surveilans pada
petugas dan pelaporannya dilakukan secara teratur, berkesinambungan, periodik
oleh unit K3RS berkoordinasi dengan PPI RS. Petugas kesehatan berada pada
risiko tertular infeksi melalui karyawan Rumah Sakit. Ketika bekerja juga dapat
menularkan infeksi ke pasien dan karyawan lainnya. Dengan demikian, program
kesehatan karyawan harus berada di tempat untuk mencegah dan mengelola infeksi
pada staf rumah sakit. kesehatan karyawan harus ditinjau pada perekrutan,
termasuk riwayat imunisasi dan penyakit menular sebelumnya (Misal TBC) dan
status kekebalan. Beberapa infeksi sebelumnya seperti virus varicella-zoster dapat
dinilai dengan uji serologis. Imunisasi dianjurkan untuk staf meliputi: hepatitis A
dan B, influenza, campak, gondok, rubella, tetanus, dan difteri. Imunisasi terhadap
varicella, rabies dapat dipertimbangkan dalam kasus-kasus tertentu. Mantoux tes
kulit akan mendokumentasikan tuberkulosis sebelumnya (TB).
Kebijakan pasca-paparan spesifik harus dikembangkan, dan kepatuhan
dipastikan untuk sejumlah penyakit menular misalnya : Human Immunodeficiency
Virus (HIV), virus hepatitis, sindrom pernapasan akut parah (SARS), varicella,
rubella dan TBC.
Pekerja perawatan kesehatan dengan infeksi harus melaporkan penyakit
mereka/insiden untuk staf klinik untuk evaluasi dan pengelolaan selanjutnya
(WHO, 2004).
Bolyard EA, et al. (1998) mengatakan fasilitas kesehatan harus memiliki
program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas kesehatan.

20
Depkes RI, (2007) menyatakan bahwa petugas kesehatan saat menjadi
karyawan baru harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa dan status imunisasinya.
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah Hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza, campak, tetanus, difteri, dan rubella.

7. Penempatan pasien/Kewaspadaan pasien


Penanganan pasien dengan penyakit menular/suspek sebagai berikut :
a. Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap kewaspadaan standar
b. Untuk kasus/dugaan kasus penyakit menular melalui udara, Letakkan pasien di
dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia,
kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah di dalam ruangan
atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang belum dikonfirmasi
atau sedang didiagnosis (kohorting). Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak
antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus
ditempatkan penghalang fisik seperti tirai atau sekat
c. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negatif yang di monitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12 pergantian
udara per jam dan sistem pembuangan udara keluar atau menggunakan
saringan udara partikufasi efisiensi tinggi (filter HEPA) yang termonitor
sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di rumah sakit
d. Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara
partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien
dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian
rupa agar aliran udara ke luar gedung melalui jendela. Jendela harus membuka
keluar dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk tekanan negatif dapat
dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan amati
apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan di
dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara
e. Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan- tindakan pencegahan ini.

21
f. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai,
masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus digunakan, bila
tidak, gunakan masker bedah sebagai alternatif), gaun, pelindung wajah atau
pelindung mata dan sarung tangan
g. Pakai sarung tangan bersih, non-steril ketika masuk ruangan
h. Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang
di dalam ruangan.
Pertimbangan pada saat penempatan pasien antara lain:
a. Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan,
misal: luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol
b. Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke
kontak, misal: luka dengan infeksi kuman gram positif
c. Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke
area tidak ada orang lalu lalang, misal : TBC
d. Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misal: varicella
e. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak,
gangguan mental)
f. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien
terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung
menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi

8. Hygiene respirasi/Etika batuk


Etika batuk merupakan suatu teknik yang dirancang untuk meminimalkan
penularan patogen pernapasan melalui rute droplet atau udara (CDC, 2012).
Kebersihan pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan
petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan
kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan. Ada beberapa hal yang
harus dilakukan saat batuk atau bersin yaitu :
a. Tutup hidung dan mulut dengan tisu
b. Buang jaringan yang digunakan dalam wadah limbah terdekat

22
c. Lakukan kebersihan tangan dengan sabun dan air atau larutan antiseptik
(Depkes RI, 2008).

9. Praktek menyuntik yang aman


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam praktek menyuntik yang aman
berdasarkan WHO (2004) sebagai berikut :
1. Berhati-hati untuk mencegah cedera saat menggunakan jarum, pisau bedah dan
instrumen atau peralatan tajam lainnya
2. Gunakan jarum suntik sekali pakai, pisau bedah dan benda tajam lainnya
3. Tempatkan item benda tajam dalam wadah tahan tusukan dengan tutup yang
menutup dan terletak dekat dengan daerah di mana item tersebut digunakan
4. Berhati-hati ketika membersihkan instrumen atau peralatan tajam yang dapat
digunakan kembali
5. Benda tajam harus tepat desinfeksi dan dimusnahkan sesuai pedoman atau
standar nasional.
Sedangkan untuk penanganan benda tajam menurut Tietjen (2004) yaitu:
a. Tidak disarankan untuk menyarungkan kembali atau melepaskan spuit
b. Memasukkan benda- benda tajam tersebut ke dalam wadah sebelum diinsersi.
Daley & Karen (2004) menjelaskan Center for Disease Control (CDC)
memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000 kejadian luka akibat benda tajam
yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah sakit di Amerika.
Pekerja kesehatan beresiko terpapar darah dan cairan tubuh yang terinfeksi
(bloodborne pathogen) yang dapat menimbulkan infeksi HBV (Hepatitis B
Virus), HCV (Hepatitis C Virus) dan HIV (Human Imunodefisiensi Virus)
melalui berbagai cara, salah satunya melalui luka tusuk jarum atau yang
dikenal dengan istilah Needle Stick Injury (NSI).

10. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi


Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area
spinal epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan anastesi
spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring
(WHO, 2004).

23
Schulz-Stubnerr (2008) dalam Masloman (2015) menyatakan infeksi yang
terjadi akibat pemberian anestesi spinal di kamar operasi sangat berbahaya dari
100.000 prosedur anestesi spinal didapatkan angka kejadian meningitis yang
berhubungan dengan pemberian anestesi spinal sebesar 3,7-7,2. Sedangkan
kejadian epidural abses berkisar antara 0,2 sampai 83/100.000 prosedur anestesi
spinal. Kebersihan tangan dan pemakaian alat pelindung diri sebelum melakukan
pemberian anestesi spinal merupakan salah satu cara yang penting untuk menekan
angka kejadian infeksi saat pemberian anestesi spinal.

24
BAB III
STUDI KASUS DI RS X

Saat ini kelompok kami akan membahas salah satu standar keselamatan pasien yaitu
sasaran keselamatan pasien ke-5 tentang pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan.

A. Kebersihan tangan
Di RS X ada lima momen untuk menjaga kebersihan tangan :
1. Sebelum menyentuh pasien: Ketika siapapun akan masuk ke ruangan pasien, harus
mencuci tangannya terlebih dulu menggunakan handsrub yang disediakan di depan
pintu dan saat akan menyentuh pasien siapapun harus mencuci tangannya kembali
dengan handsrub yang di gantungkan di setiap tempat tidur pasien.
2. Sebelum melakukan tindakan bersih/ aseptik: Saat akan menyentuh pasien
siapapun harus mencuci tangannya kembali dengan handsrub yang sudah tersedia
di setiap tempat tidur pasien, semantara ketika petugas medis yang akan
melakukan tindakan invasive petugas harus mencuci tangannya menggunakan
sabun di air mengalir.
3. Setelah terpapar cairan tubuh: Ketika siapapun terpapar cairan tubuh, orang yang
terpapar tersebut harus mencuci bagian yang terpapar dengan sabun dan air
mengalir.
4. Setelah menyentuh pasien: Ketika siapapun telah menyentuh pasien, orang
tersebut harus mencuci tangannya dengan handsrub.
5. Setelah menyentuh lingkungan pasien: Dan saat siapaun yang akan keluar dari
lingkungan pasien harus mencuci tangannya kembali dengan handsrub.

B. Alat pelindung diri (APD)


Alat pelindung diri yang tersedia di RS. X yaitu: sarung tangan, masker, alat
pelindung mata (pelindung wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron, sepatu biasa dan
sepatu boots.
Petugas kesehatan di RS. X selalu menggunakan APD sesuai dengan perkiraan
resiko terjadi pajanan, contohnya, seluruh petugas IGD di RS. X selalu menggunakan
masker, petugas di RS. X yang akan bersentuhan dengan pasien dengan pasien yang

25
berisiko menularkan penyakit salah satunya dengan pasien HIV atau Hepatitis petugas
akan menggunakan sarung tangan terlebih dulu, sementara jika pasien tersebut tidak
berisikio seperti pasien tersebut petugas akan menggunakan sarung tangan jika akan
melakukan tindakan invasife, namun jika pasien tersebut walaupun tidak berisiko
namun ada luka di tubuh pasien yang menimbulkan adanya resiko terpajannya
petugas oleh cairan tubuh pasien, petugas juga harus menggunakan sarung tangan
sebelum bersentuhakn dengan pasien.
Petugas kesehatan di RS. X juga khususnya di unit tertentu juga menggunakan
APD yang berbeda sesuai dengan resiko pajanan yang akan terkena pada petugas.

C. Sterilisasi alat
Di rumah sakit X pengelolaan alat kesetahan ada dengan 3 cara:
1. Pembersihan instrumen dan peralatan segera setelah digunakan untuk menghapus
semua bahan organik, bahan kimia: Pembersihan dengan cara ini biasa di lakukan
jika pasien dengan penyakit tertentu contohnya dengan pasien HIV instrument
setelah pakai akan langsung di masukan ke cairan klorin.
2. Disinfeksi (oleh panas dan air atau disinfektan kimia): Pembersihan dengan cara
ini sebelumnya di cuci dulu alat tersebut sampai bersih lalu alat tersebut akan di
rendam dulu dengan cairan kimia untuk membuat alat tersebut benar benar bersih
untuk membersihkan alat pada tahap ini tidak perlu hingga ke tahap steril salah
satu contohnya adalah laryngeal mask airway yang biasanya di gunakan untuk alat
bantu nafas saat pasien teranestesi.
3. Sterilisasi.: sementara pembersihan dengan cara ini alat alat yang akan di steril
sebelumnya di cuci lalu di kakukan disinfeksi lalu pada tahap akhir adalah dengan
cara sterilisasi.
Alur Kerja penyediaan barang steril di RS. X sebagai berikut:
1. Alat yang datang (non steril) akan masuk ke bagian pintu penerimaan selanjutnya
akan di terima oleh petugas CSSD dan dilakukan pencatatan atas barang yang di
terima oleh petugas
2. Barang akan di pilah antara instrument dan linen
3. Pencucian alat hingga benar benar bersih
4. Perendaman/ Disinfeksi.
5. Pengeringan, selanjutnya setting alat dan packing

26
6. Labelling
7. Sterilisasi
8. Alat siap di ambil di ruangan pengambilan alat steril.

D. Pengendalian Lingkungan & Limbah


Tahap Pengendalian Lingkungan RS. X sebagai berikut :
1. Pengendalian lingkungan rumah sakit difokuskan pada penanganan air, udara,
kebersihan, penanganan limbah, pengendalian serangga, penyehatan makanan dan
minuman, penataan pengunjung rumah sakit.
2. Penanganan kebersihan lingkungan di luar maupun di dalam gedung rumah sakit
dilakukan oleh outsorce (cleaning service ) dan unit yang terkait secara lintas
sektoral sesuai jadwal yang sudah ditentukan.
3. Pembersihan alat dan peralatan medis di unit OPD dilakukan oleh petugas unit
OPD atau oleh petugas house keeping dengan supervisi dari perawat di OPD
4. Cara-cara pembersihan yang dapat menebar debu harus dihindari, harus
menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang
memenuhi syarat dan antiseptik yang tepat
5. Setiap tumpahan / percikan cairan tubuh atau terkontaminasi ( ludah, darah, cairan
eksudat luka pada dinding ) harus segera dibersihkan dengan menggunakan
desinfektan / klorin 5%, dan sesuai SPO yang berlaku.
6. Penyediaan air di rumah sakit harus memenuhi syarat yaitu : tidak berwarna, tidak
berbau, jernih, tidak mengandung komponen zat kimia sesuai standar kesehatan
dan tidak mengandung mikroorganisme.
7. Pemeriksaan mutu air di Rumah Sakit X dilakukan setiap 3 bulan.
8. Pembuangan air limbah dari kegiatan rumah sakit dikelola dengan IPAL, sebelum
dimanfaatkan kembali dengan cara detoksifikasi sehingga tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan.
9. Pemeliharaan mesin pendingin ( AC ) harus dilakukan minimal 1 bulan sekali,
pergantian sirkulasi udara minimal 6 kali dalam satu jam dan 12 kali perjam untuk
ruang isolasi serta filter Hepa harus diganti bila kotor.
10. Setiap individu senantiasa membuang sampah di tempat sampah yang telah
tersedia.
11. Lingkungan di Rumah sakit harus bebas dari asap rokok.

27
Tahap Pengendalian Limbah RS. X sebagai berikut :
1. Pembuangan limbah rumah sakit merupakan tanggung jawab semua staf
umumnya dan pelaksanaan harian oleh staf cleaning servis.
2. Pengelompokan limbah Rumah Sakit X terbagi atas:
a) Limbah padat medis adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawai, limbah radioaktif, limbah container bertekanan dan limbah
dengan kandungan logam tinggi.
b) Limbah padat non medis limbah yang dihasilkan rumah sakit diluar medis
yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat
dimanfaatkan kembali bila ada teknologinya.
c) Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun dan radoaktif yang berbahaya bagi kesehatan
3. Pembuangan sampah harus terpisah sesuai wadahnya: sampah non infeksius
dalam kantong plastik hitam, sampah infeksius dalam kantong plastik kuning, dan
sampah benda tajam dalam kotak yang tahan tusuk dan tahan air
( disposafe box ).
4. Pengelolaan akhir sampah non infeksius oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dan
sampah infeksius oleh pihak vendor sesuai kontrak kerjasama dengan Rumah
Sakit X.
5. Penanganan limbah rumah sakit dilakukan sesuai SPO, mulai dari tempat
penampungan sementara ( TPS ) sampai ke tempat penampungan akhir ( TPA ) /
insenerator dan dilakukan oleh pihak vendor sesuai kontrak kerja.

28
E. Pengelolaan Linen
Jenis linen di RS. X diklasifikasikan menjadi linen bersih, linen steril, linen kotor
infeksius, linen kotor non infeksius. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan linen adalah
sebagai berikut:
1. Linen kotor dengan cairan tubuh atau cairan lain tempatkan dalam tas kedap air
yang cocok dan aman untuk transportasi untuk menghindari tumpahan atau
menetes darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi.
2. Memilah linen dan membilas dilakukan di bagian laundry.
3. Pencucian linen (seprai, selimut kapas) dalam air panas (70 ° C hingga 80 ° C)
dan deterjen, bilas dan keringkan di bawah sinar matahari.
4. Autoclave linen sebelum dipasok ke kamar operasi.

F. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) petugas di RS


Kesehatan dan keselarnatan kerja petugas di RS. X terkait risiko penularan
infeksi karena merawat pasien maupun identifikasi risiko petugas yang mengidap
penyakit menular yang dilaksanakan oleh RS. X adalah sebagai berikut:
1. Tenaga kesehatan yang dalam kondisi sakit infeksi menular tidak boleh merawat
pasien, dibebas tugaskan sementara waktu sampai kondisi baik.
2. Staf medis tidak diperkenankan memiliki kuku panjang, memakai cat kuku,
memakai cincin atau gelang ketika merawat pasien untuk mencegah kolonisasi.
3. Gunakan mouthpieces, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain sebagai alternatif
mulut ke mulut.
4. Seluruh staf Rumah Sakit X dilakukan pemeriksaan kesehatan minimal 1 kali
dalam 2 tahun sesuai kebijakan rumah sakit.
5. Staf yang mempunyai jadwal dinas 3 shift diberikan extra fooding ( telur, susu,
dll ) sebagain upaya untuk menjaga kondisi tubuh.
6. Setiap kejadian / insiden luka tusuk benda tajam bekas pakai harus segera ditangani
sesuai prosedur dan melaporkan kepada atasan dan tim PPI

29
G. Penempatan pasien/Kewaspadaan pasien
Penanganan pasien dengan penyakit menular/ suspek di RS. X sebagai berikut:
1. Menerapkan kewaspadaan standar
2. Untuk kasus/ dugaan penyakit menular melalui udara, pasien di letakan di ruang
isolasi dengan 1 orang 1 pasien, jika tidak tersedia makan akan di lakukan sistem
kohorting. Pasien dengan sistem kohorting akan di berikan jarak 2 meter antar
pasien dan di berikan sekat tirai
3. Ruangan di RS. X belum menerapkan udara bertekanan negative, namun di
ruangan tersebut di berlakukan sistem penyaringan udara partikulasi efisiensi
tinggi seperti AC.
4. Menjaga pintu tertutup setiap saat, juga menginformasikan kepada seluruh
pengunjung mengenai tindakan pencegahan ini.
5. Memastikan setiap orang yang masuk ke ruangan memakai APD yang sesuai,
namun masih banyaknya pengunjung yang belum mematuhi penggunaan APD
untuk pencegahan tersebut.
6. Di RS. X petugas belum menggunakan sarung tangan bersih dan gaun untuk
masuk ke ruangan.
7. Untuk kasus varicella ruangan belum difasilitasi dengan udara terkunci, ruangan
masih menggunakan sistem penyaringan udara partikulasi efisiensi tinggi seperti
AC.
8. Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan cont: anak, di RS.
X anak sudah di golongkan di ruangan khusus anak.
9. Bila kamar terpisah tidak memungkinkan contohnya di IGD maka petugas dan
pengunjung wajib menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infesi dengan
selalu menggunakan APD yang sesuai

H. Hygiene respirasi/Etika batuk


Berikut adalah etika batuk / bersin di RS. X:
1. Tutup hidung dan mulut dengan tisu atau sapu tangan atau dengan lengan dalam
anda.
2. Segera buang tisu ke wadah limbah
3. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir tau dengan handsrub
4. Menggunakan masker kepada yang sedang batuk atau flu.

30
I. Praktek menyuntik yang aman
Berikut adalah SOP menyuntik di RS X :
1. Cuci tangan
2. Meningkatkan kewaspadaan saat menggunakan jarum/ memasang pisau bedah
atau melepas pisau bedah.
3. Menggunakan jarum suntik dan pisau bedah sekali pakai
4. Menempatkan benda tajam pada wadah, contohnya spuit di tempatkan di kom
spoit, lalu perawat yang akan menerima scapel dari dr.bedah dengan memberikan
bengkok ked r bedah agar dr bedah menaruknya di bengkok tersebut.
5. Berhati hati menggunakan benda tajam yang akan di gunakan kembali maksudnya
lepepaskan pisau bedah dengan scaple dengan cara aman yaitu dengan
menggunakan klem.
6. Spuit yang setelah di pakai tidak perlu di recapping tapi bisa langsung di buang ke
safety box
7. Safety bos yang sudah ¾ penuh langsung di tutup agak segera di musnahkan
sesuai standar RS. X
8. Cuci tangan

J. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi


Lumbal pungsi biasa dilakukan di kamar bedah terkait dengan anestesi epidural, dan
anastesi spinal, tatalaksananya adalah:
1. Siapkan alat alat yang akan digunakan.
2. Cuci tangan dengan handsrub
3. Buka handscone steril (di lakukan oleh asisten)
4. Siapkan duk bolong khusus lumbal pungsi, spinocan, spuit, kassa steril, kasa yang
di basahkan dengan betadine dan kassa yang di basahkan dengan alcohol dan obat
juga epidural set (jika di perlukan) jatuhkan ke tempat handscone steril di meja
spinal
5. Posisikan pasien yang akan di lakukan lumbal pungsi miring atau duduk.
6. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
7. Gunakan handscone steril, lalu bersihkan lokasi lumbal yang akan di lakukan
lumbal pungsi dengan bethadine tunggu 2 menit, lalu bersihkan dengan alcohol,

31
selanjutnya keringkan dengan kassa steril yang kering. (handscone di pakai double
pada pasien berisiko menularkan dari cairan tubuh)
8. Pasang duk bolong khusus lumbal pungsi
9. Lakukan lumbal pungsi
10. Lakukan deep pada lokasi bekas penyuntikan, lalu copot duk
11. Baringkan kembali pasien
12. Amankan alat alat tajam ke safety boxs tanpa lakukan recapping
13. Buang alat lainnya ke kantong plastik kuning.
14. Lepas sarung tangan kiri lalu genggam di tangan bersamaan dengan melepas
sarung tangan kanan, buang ke tempat sampah kuning
15. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir

32
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada Bab IV Pembahasan ini, berisi tentang perbandingan antara konsep teori dengan
kenyataan yang sebenarnya di Rumah Sakit X tentang Kewaspadaan standar Pengurangan
Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan.

A. Kebersihan tangan
Teori Di RS X
1. Segera : Setelah tiba ditempat kerja 1. Sebelum menyentuh pasien:
2. Sebelum : Ketika siapapun akan masuk ke
a. Kontak langsung dengan pasien ruangan pasien, harus mencuci
b. Memakai sarung tangan tangannya terlebih dulu
sebelum pemeriksaan klinis dan menggunakan handsrub yang
tindakan invasive ( pemberian disediakan di depan pintu dan saat
suntukan intra vaskuler) akan menyentuh pasien siapapun
c. Menyediakan atau harus mencuci tangannya kembali
mempersiapkan obat – obatan dengan handsrub yang di
d. Mempersiapkan makanan gantungkan di setiap tempat tidur
e. Memberi makan pasien pasien.
f. Meninggalkan rumah sakit. 2. Sebelum melakukan tindakan
3. Diantara : Prosedur tertentu pada bersih/ aseptik: Saat akan
pasien yang sama dimana tangan menyentuh pasien siapapun harus
terkontaminasi , untuk menghindari mencuci tangannya kembali
kontaminasi slang. dengan handsrub yang sudah
4. Setelah : tersedia di setiap tempat tidur
a. Kontak dengan pasien pasien, semantara ketika petugas
b. Melepas sarung tangan medis yang akan melakukan
c. Melepas alat pelindung diri tindakan invasive petugas harus
d. Kontak dengan darah, cairan mencuci tangannya menggunakan
tubuh, sekresi, eksresi, luka dan sabun di air mengalir.
peralatan yang terkontaminasi. 3. Setelah terpapar cairan tubuh:
e. Menggunakan toilet, Ketika siapapun terpapar cairan
33
menyentuh hidung dengan tubuh, orang yang terpapar
tangan tersebut harus mencuci bagian
yang terpapar dengan sabun dan
air mengalir.
4. Setelah menyentuh pasien: Ketika
siapapun telah menyentuh pasien,
orang tersebut harus mencuci
tangannya dengan handsrub.
5. Setelah menyentuh lingkungan
pasien: Dan saat siapaun yang
akan keluar dari lingkungan pasien
harus mencuci tangannya kembali
dengan handsrub.

B. Alat Pelindung Diri (APD)


Teori Di RS X
Alat pelindung diri harus digunakan 1. Alat pelindung diri yang tersedia di
oleh : RS. X yaitu: sarung tangan,
1. Petugas kesehatan yang memberikan masker, alat pelindung mata
perawatan langsung kepada pasien (pelindung wajah dan kaca mata),
dan yang bekerja dalam situasi di topi, gaun, apron, sepatu biasa dan
mana mereka mungkin memiliki sepatu boots.
kontak dengan cairan darah, tubuh, 2. Petugas kesehatan di RS. X selalu
ekskresi atau sekresi menggunakan APD sesuai dengan
2. Staf dukungan termasuk pembantu perkiraan resiko terjadi pajanan,
medis, pembersih, dan staf laundry di contohnya, seluruh petugas IGD di
situasi di mana mereka mungkin RS. X selalu menggunakan masker,
memiliki kontak dengan darah, cairan petugas di RS. X yang akan
tubuh, sekresi dan ekskresi bersentuhan dengan pasien dengan
3. Staf laboratorium yang menangani pasien yang berisiko menularkan
spesimen pasien dan penyakit salah satunya dengan
4. Anggota keluarga yang memberikan pasien HIV atau Hepatitis petugas
perawatan kepada pasien dan berada akan menggunakan sarung tangan

34
dalam situasi di mana mereka terlebih dulu, sementara jika pasien
mungkin memiliki kontak dengan tersebut tidak berisikio seperti
darah, cairan tubuh, sekresi dan pasien tersebut petugas akan
ekskresi. menggunakan sarung tangan jika
Berdasarkan Depkes RI (2008) : akan melakukan tindakan invasife,
1. Tangan harus selalu dibersihkan namun jika pasien tersebut
meskipun menggunakan APD Lepas walaupun tidak berisiko namun ada
dan ganti bila perlu segala luka di tubuh pasien yang
perlengkapan APD yang dapat menimbulkan adanya resiko
digunakan kembali yang sudah rusak terpajannya petugas oleh cairan
atau sobek segera setelah anda tubuh pasien, petugas juga harus
mengetahui APD tersebut tidak menggunakan sarung tangan
berfungsi optimal. sebelum bersentuhakn dengan
2. Lepaskan semua APD sesegara pasien.
mungkin setelah selesai memberikan 3. Petugas kesehatan di RS. X juga
pelayanan khususnya di unit tertentu juga
3. Hindari kontaminasi terhadap : menggunakan APD yang berbeda
Lingkungan di luar ruang isolasi, sesuai dengan resiko pajanan yang
Para pasien atau pekerja lain dan diri akan terkena pada petugas.
anda sendiri
4. Buang semua perlengkapan APD
dengan hati-hati dan segera
membersihkan tangan
5. Perkirakan risiko terpajan cairan
tubuh sesuai atau area terkontaminasi
sebelum melakukan kegiatan
perawatan kesehatan
6. Pilih APD dengan perkiraan risiko
terjadi pajanan
7. Menyediakan sarana APD bila
emergensi dibutuhkan untuk dipakai

C. Sterilisasi alat

35
Teori Di RS X
1. Pengumpulan dan serah 1. Alat yang datang (non steril) akan
terima/pencatatan alat/bahan non masuk ke bagian pintu penerimaan
steril selanjutnya akan diterima oleh
2. Pengumpulan linen kotor dan di petugas CSSD dan dilakukan
distribusikan ke laundry pencatatan atas barang yang di
3. Dekontaminasi terima oleh petugas
4. Perendaman/Desinfeksi yang 2. Barang akan di pilah antara
merupakan proses fisik atau kimia instrument dan linen
untuk membersihkan benda-benda 3. Pencucian alat hingga benar benar
yang terkontaminasi oleh mikroba bersih
dengan melakukan perendaman sesuai 4. Perendaman/ Disinfeksi.
label dan instruksi produsen 5. Pengeringan, selanjutnya setting
5. Pencucian semua alat-alat pakai ulang alat dan packing
harus dicuci hingga benar-benar 6. Labelling
bersih sebelum disterilkan 7. Sterilisasi
6. Pengeringan, sebelum dilakukan 8. Alat siap diambil di ruangan
setting alat dan packing alat terlebih pengambilan alat steril.
dahulu alat-alat dikeringkan yang
dilakukan dengan secara manual atau
secara mekanikal
7. Packing alat/bahan, semua material
yang tersedia untuk fasilitas kesehatan
yang didesain untuk membungkus
mengemas dan menampung alat - alat
yang dipakai ulang untuk sterilisasi,
penyimpanan dan pemakaian
8. Labelling, proses identifikasi
alat/instrumen sebulum dilakukan
proses sterilisasi

D. Pengendalian lingkungan

36
Teori Di RS X
1. Identifikasi Limbah : padat, cair, 1. Pembuangan limbah rumah sakit
tajam, infeksius, non infeksius merupakan tanggung jawab semua
2. Pemisahan : pemisahan dimulai dari staf umumnya dan pelaksanaan
awal penghasil limbah, pisahkan harian oleh staf cleaning servis.
limbah sesuai dengan jenis limbah, 2. Pengelompokan limbah Rumah
tempatkan limbah sesuai dengan Sakit X terbagi atas:
jenisnya, limbah cair segera dibuang a) Limbah padat medis adalah
ke wastafel di spoelhok limbah padat yang terdiri dari
3. Labeling : limbah padat infeksius, limbah infeksius, limbah patologi,
plastik kantong kuning yang diberi limbah benda tajam, limbah
symbol biohazard, limbah padat non farmasi, limbah sitotoksis, limbah
infeksius, plastik kantong warna kimiawai, limbah radioaktif,
hitam, limbah benda tajam, wadah limbah container bertekanan dan
tahan tusuk dan air /jerigen yang limbah dengan kandungan logam
diberi symbol biohazard tinggi.
4. Packing : tempatkan dalam wadah b) Limbah padat non medis limbah
limbah tertutup, tutup mudah dibuka, yang dihasilkan rumah sakit diluar
kontainer dalam keadaan bersih, medis yang berasal dari dapur,
kontainer terbuat dari bahan yang perkantoran, taman dan halaman
kuat, ringan dan tidak berkarat yang dapat dimanfaatkan kembali
5. Tempatkan setiap kontainer limbah bila ada teknologinya.
pada jarak 10 - 20 meter, ikat limbah c) Limbah cair adalah semua air
jika sudah terisi 3/4 penuh, kontainer buangan termasuk tinja yang
limbah harus dicuci setiap hari berasal dari kegiatan rumah sakit
6. Penyimpanan : simpan limbah di yang kemungkinan mengandung
tempat penampungan sementara mikroorganisme, bahan kimia
khusus, tempatkan limbah dalam beracun dan radoaktif yang
kantong plastik dan ikat dengan kuat, berbahaya bagi kesehatan
beri label pada kantong plastik 3. Pembuangan sampah harus terpisah
limbah, setiap hari limbah diangkat sesuai wadahnya: sampah non
dari tempat penampungan sementara infeksius dalam kantong plastik
7. Pengangkutan : mengangkut limbah hitam, sampah infeksius dalam

37
harus menggunakan kereta dorong kantong plastik kuning, dan sampah
khusus, kereta dorong harus kuat, benda tajam dalam kotak yang tahan
mudah dibersihkan, tertutup, tidak tusuk dan tahan air
boleh ada yang tercecer, sebaiknya ( disposafe box ).
lift pengangkut limbah berbeda 4. Pengelolaan akhir sampah non
dengan lift pasien, gunakan alat infeksius oleh Dinas Kebersihan
pelindung diri ketika menangani DKI Jakarta, dan sampah infeksius
limbah, tempat penampungan oleh pihak vendor sesuai kontrak
sementara harus di area terbuka, kerjasama dengan Rumah Sakit X.
terjangkau (oleh kendaraan), aman 5. Penanganan limbah rumah sakit
dan selalu dijaga kebersihannya dan dilakukan sesuai SPO, mulai dari
kondisi kering tempat penampungan sementara
8. Treatment : limbah infeksius ( TPS ) sampai ke tempat
dimasukkan dalam incenerator, penampungan akhir ( TPA ) /
limbah non infeksius dibawa ke insenerator dan dilakukan oleh pihak
Tempat Pembuangan Akhir (TPA), vendor sesuai kontrak kerja.
limbah benda tajam dimasukkan
dalam incenerator, limbah cair dalam
wastafel di ruang spoelhok, limbah
feces dan urine ke dalam WC yang
langsung dialirkan ke IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah)
9. Penanganan Limbah Benda Tajam :
jangan menekuk atau mematahkan
benda tajam, jangan meletakkan
limbah benda tajam sembarang
tempat, segera buang limbah benda
tajam ke kontainer yang tersedia
tahan tusuk dan tahan air dan tidak
bisa dibuka lagi, selalu buang sendiri
oleh si pemakai, tidak menyarungkan
kembali jarum suntik habis pakai,
kontainer benda tajam diletakkan

38
dekat lokasi tindakan
10. Penanganan Limbah Pecahan Kaca :
gunakan sarung tangan rumah
tangga, gunakan kertas koran untuk
mengumpulkan pecahan benda tajam
tersebut, kemudian bungkus dengan
kertas, masukkan dalam kontainer
tahan tusukan beri label
11. Unit Pengelolaan Limbah Cair :
pengolahan limbah cair dengan
sistim bakteri Aerob di IPAL

E. Pengelolaan linen
Teori Di RS X
1. Linen yang sudah digunakan 1. Linen kotor dengan cairan tubuh
tempatkan di tas yang tepat, linen atau cairan lain tempatkan dalam tas
kotor dengan cairan tubuh atau cairan kedap air yang cocok dan aman
lain tempatkan dalam tas kedap air untuk transportasi untuk
yang cocok dan aman untuk menghindari tumpahan atau menetes
transportasi untuk menghindari darah, cairan tubuh, sekresi atau
tumpahan atau menetes darah, cairan ekskresi.
tubuh, sekresi atau ekskresi. 2. Memilah linen dan membilas
2. Jangan membilas atau memilah linen dilakukan di bagian laundry.
di daerah perawatan pasien. Handle 3. Pencucian linen (seprai, selimut
semua linen dengan agitasi minimum kapas) dalam air panas (70 ° C
untuk menghindari aerosolisation hingga 80 ° C) dan deterjen, bilas
dari patogen mikro-organisme. dan keringkan di bawah sinar
3. Separate bersih dari linen kotor dan matahari.
transportasi secara terpisah 4. Autoclave linen sebelum dipasok ke
4. Pencucian linen (seprai, selimut kamar operasi.
kapas) dalam air panas (70 ° C
hingga 80 ° C) dan deterjen, bilas
dan keringkan sebaiknya dalam

39
pengeringan atau di bawah sinar
matahari.
5. Autoclave linen sebelum dipasok ke
kamar operasi. Pencucian selimut
wol dalam air hangat dan keringkan
di bawah sinar matahari, dipengering
pada suhu dingin atau kering-bersih
(WHO, 2004)

F. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) petugas di RS


Teori Di RS X
1. Identifikasi risiko petugas yang 1. Tenaga kesehatan yang dalam
mengidap penyakit menular kondisi sakit infeksi menular tidak
dilaksanakan oleh Unit K3RS boleh merawat pasien, dibebas
berkoordinasi dengan Komite PPI tugaskan sementara waktu sampai
RS. kondisi baik.
2. Pencegahan penularan infeksi pada 2. Staf medis tidak diperkenankan
dan dari petugas dilakukan dengan memiliki kuku panjang, memakai
pengendalian administratif untuk cat kuku, memakai cincin atau
petugas yang rentan tertular infeksi gelang ketika merawat pasien untuk
ataupun berisiko menularkan mencegah kolonisasi.
infeksi dikoordinasikan Unit K3 RS 3. Gunakan mouthpieces, resusitasi
bersama Komite PPI RS dan bag atau peralatan ventilasi lain
Bagian Sumber Daya Manusia sebagai alternatif mulut ke mulut.
(SDM) berupa penataan 4. Seluruh staf Rumah Sakit X
penempatan SDM, pemberian dilakukan pemeriksaan kesehatan
imunisasi, dan sosialisasi PPI minimal 1 kali dalam 2 tahun sesuai
berkala khususnya di tempat risiko kebijakan rumah sakit.
tinggi infeksi. 5. Staf yang mempunyai jadwal dinas
3. Perencanaan, pelaksanaan dan 3 shift diberikan extra fooding
evaluasi kondisi kesehatan petugas ( telur, susu, dll ) sebagain upaya
dilakukan dengan pemeriksaan untuk menjaga kondisi tubuh.
kesehatan prakarya dan berkala 6. Setiap kejadian / insiden luka tusuk

40
sesuai faktor risiko di tempat kerja. benda tajam bekas pakai harus
4. Perencanaan, pengadaan dan segera ditangani sesuai prosedur
pengawasan penggunaan alat dan melaporkan kepada atasan dan
pelindung diri petugas dari risiko tim PPI
infeksi yang berupa alat/ bahan
tidak habis pakai dikelola Unit K3
RS berkoordinasi dengan Komite
PPI RS.
5. Unit K3RS berkoordinasi dengan
Komite PPI RS mengembangkan
panduan dan menyusun standar
pelaporan dan penanganan kejadian
kecelakaan kerja terkait pajanan
infeksi, mensosialisasikan,
memonitor pelaksanaan, serta
melakukan evaluasi kasus dan
menyusun rekomendasi tindak
lanjutnya.
6. Surveilans pada petugas dan
pelaporannya dilakukan secara
teratur, berkesinambungan,
periodik oleh unit K3RS
berkoordinasi dengan PPI RS.
7. Petugas kesehatan berada pada
risiko tertular infeksi melalui
karyawan Rumah Sakit. Ketika
bekerja juga dapat menularkan
infeksi ke pasien dan karyawan
lainnya.
8. Dengan demikian, program
kesehatan karyawan harus berada
di tempat untuk mencegah dan
mengelola infeksi pada staf rumah

41
sakit. kesehatan karyawan harus
ditinjau pada perekrutan, termasuk
riwayat imunisasi dan penyakit
menular sebelumnya (Misal TBC)
dan status kekebalan.

G. Penempatan pasien/Kewaspadaan pasien


Teori Di RS X
1. Terapkan dan lakukan pengawasan 1. Menerapkan kewaspadaan standar
terhadap kewaspadaan standar 2. Untuk kasus/ dugaan penyakit
2. Untuk kasus/dugaan kasus penyakit menular melalui udara, pasien di
menular melalui udara, Letakkan letakan di ruang isolasi dengan 1
pasien di dalam satu ruangan orang 1 pasien, jika tidak tersedia
tersendiri. Jika ruangan tersendiri makan akan di lakukan sistem
tidak tersedia, kelompokkan kasus kohorting. Pasien dengan sistem
yang telah dikonfirmasi secara kohorting akan di berikan jarak 2
terpisah di dalam ruangan atau meter antar pasien dan di berikan
bangsal dengan beberapa tempat sekat tirai
tidur dari kasus yang belum 3. Ruangan di RS. X belum
dikonfirmasi atau sedang menerapkan udara bertekanan
didiagnosis (kohorting). Bila negative, namun di ruangan
ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak tersebut di berlakukan sistem
antar tempat tidur harus lebih dari 2 penyaringan udara partikulasi
meter dan diantara tempat tidur efisiensi tinggi seperti AC.
harus ditempatkan penghalang fisik 4. Menjaga pintu tertutup setiap saat,
seperti tirai atau sekat juga menginformasikan kepada
3. Jika memungkinkan, upayakan seluruh pengunjung mengenai
ruangan tersebut dialiri udara tindakan pencegahan ini.
bertekanan negatif yang di monitor 5. Memastikan setiap orang yang
(ruangan bertekanan negatif) masuk ke ruangan memakai APD
dengan 6-12 pergantian udara per yang sesuai, namun masih
jam dan sistem pembuangan udara banyaknya pengunjung yang
keluar atau menggunakan saringan belum mematuhi penggunaan APD

42
udara partikufasi efisiensi tinggi untuk pencegahan tersebut.
(filter HEPA) yang termonitor 6. Di RS. X petugas belum
sebelum masuk ke sistem sirkulasi menggunakan sarung tangan bersih
udara lain di rumah sakit dan gaun untuk masuk ke ruangan.
4. Jika tidak tersedia ruangan 7. Untuk kasus varicella ruangan
bertekanan negatif dengan sistem belum difasilitasi dengan udara
penyaringan udara partikulasi terkunci, ruangan masih
efisiensi tinggi, buat tekanan menggunakan sistem penyaringan
negatif di dalam ruangan pasien udara partikulasi efisiensi tinggi
dengan memasang pendingin seperti AC.
ruangan atau kipas angin di jendela 8. Kamar terpisah bila pasien kurang
sedemikian rupa agar aliran udara mampu menjaga kebersihan cont:
ke luar gedung melalui jendela. anak, di RS. X anak sudah di
Jendela harus membuka keluar dan golongkan di ruangan khusus anak.
tidak mengarah ke daerah publik. 9. Bila kamar terpisah tidak
Uji untuk tekanan negatif dapat memungkinkan contohnya di IGD
dilakukan dengan menempatkan maka petugas dan pengunjung
sedikit bedak tabur dibawah pintu wajib menjaga kewaspadaan untuk
dan amati apakah terhisap ke dalam mencegah transmisi infesi dengan
ruangan. Jika diperlukan kipas selalu menggunakan APD yang
angin tambahan di dalam ruangan sesuai
dapat meningkatkan aliran udara
5. Jaga pintu tertutup setiap saat dan
jelaskan kepada pasien mengenai
perlunya tindakan- tindakan
pencegahan ini
6. Pastikan setiap orang yang
memasuki ruangan memakai APD
yang sesuai, masker (bila
memungkinkan masker efisiensi
tinggi harus digunakan, bila tidak,
gunakan masker bedah sebagai
alternatif), gaun, pelindung wajah

43
atau pelindung mata dan sarung
tangan
7. Pakai sarung tangan bersih, non-
steril ketika masuk ruangan
8. Pakai gaun yang bersih, non-steril
ketika masuk ruangan jika akan
berhubungan dengan pasien atau
kontak dengan permukaan atau
barang-barang di dalam ruangan.

H. Hygiene respirasi/Etika batuk


Teori Di RS X
a. Tutup hidung dan mulut dengan 1. Tutup hidung dan mulut dengan tisu
tisu atau sapu tangan atau dengan lengan
b. Buang jaringan yang digunakan dalam anda.
dalam wadah limbah terdekat 2. Segera buang tisu ke wadah limbah
c. Lakukan kebersihan tangan dengan 3. Cuci tangan dengan sabun dan air
sabun dan air atau larutan mengalir tau dengan handsrub
antiseptik 4. Menggunakan masker kepada yang
(Depkes RI, 2008). sedang batuk atau flu.

I. Praktek menyuntik yang aman


Teori Di RS X
1. Berhati-hati untuk mencegah cedera 1. Cuci tangan
saat menggunakan jarum, pisau 2. Meningkatkan kewaspadaan saat
bedah dan instrumen atau peralatan menggunakan jarum/ memasang
tajam lainnya pisau bedah atau melepas pisau
2. Gunakan jarum suntik sekali pakai, bedah.
pisau bedah dan benda tajam 3. Menggunakan jarum suntik dan
lainnya pisau bedah sekali pakai
3. Tempatkan item benda tajam dalam 4. Menempatkan benda tajam pada
wadah tahan tusukan dengan tutup wadah, contohnya spuit di
yang menutup dan terletak dekat tempatkan di kom spoit, lalu

44
dengan daerah di mana item perawat yang akan menerima scapel
tersebut digunakan dari dr.bedah dengan memberikan
4. Berhati-hati ketika membersihkan bengkok ked r bedah agar dr bedah
instrumen atau peralatan tajam yang menaruknya di bengkok tersebut.
dapat digunakan kembali 5. Berhati hati menggunakan benda
5. Benda tajam harus tepat desinfeksi tajam yang akan di gunakan
dan dimusnahkan sesuai pedoman kembali maksudnya lepepaskan
atau standar nasional. pisau bedah dengan scaple dengan
Sedangkan untuk penanganan cara aman yaitu dengan
benda tajam menurut Tietjen (2004) menggunakan klem.
yaitu: 6. Spuit yang setelah di pakai tidak
c. Tidak disarankan untuk perlu di recapping tapi bisa
menyarungkan kembali atau langsung di buang ke safety box
melepaskan spuit 7. Safety bos yang sudah ¾ penuh
d. Memasukkan benda- benda tajam langsung di tutup agak segera di
tersebut ke dalam wadah sebelum musnahkan sesuai standar RS. X
diinsersi. 8. Cuci tangan

J. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi


Teori Di RS X
Kebersihan tangan dan pemakaian alat Lumbal pungsi biasa dilakukan di
pelindung diri sebelum melakukan kamar bedah terkait dengan
pemberian anestesi spinal merupakan anestesi epidural, dan anastesi
salah satu cara yang penting untuk spinal, tatalaksananya adalah :
menekan angka kejadian infeksi saat 1. Siapkan alat alat yang akan
pemberian anestesi spinal. digunakan.
2. Cuci tangan dengan handsrub
3. Buka handscone steril (di lakukan
oleh asisten)
4. Siapkan duk bolong khusus lumbal
pungsi, spinocan, spuit, kassa
steril, kasa yang di basahkan
dengan betadine dan kassa yang di

45
basahkan dengan alcohol dan obat
juga epidural set (jika di perlukan)
jatuhkan ke tempat handscone
steril di meja spinal
5. Posisikan pasien yang akan di
lakukan lumbal pungsi miring atau
duduk.
6. Cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir
7. Gunakan handscone steril, lalu
bersihkan lokasi lumbal yang akan
di lakukan lumbal pungsi dengan
bethadine tunggu 2 menit, lalu
bersihkan dengan alcohol,
selanjutnya keringkan dengan
kassa steril yang kering.
(handscone di pakai double pada
pasien berisiko menularkan dari
cairan tubuh)
8. Pasang duk bolong khusus lumbal
pungsi
9. Lakukan lumbal pungsi
10. Lakukan deep pada lokasi bekas
penyuntikan, lalu copot duk
11. Baringkan kembali pasien
12. Amankan alat alat tajam ke safety
boxs tanpa lakukan recapping
13. Buang alat lainnya ke kantong
plastik kuning.
14. Lepas sarung tangan kiri lalu
genggam di tangan bersamaan
dengan melepas sarung tangan
kanan, buang ke tempat sampah

46
kuning
15. Cuci tangan dengan sabun dan air
mengalir

BAB V

47
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu standar akreditasi rumah sakit versi 2012 tersebut menyebutkan
tentang Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) yang mengadopsi international patient
safety goals (IPSG). Ada 6 sasaran keselamatan pasien yaitu :
1. Sasaran keselamatan pasien ke-1 tentang ketepatan identifikasi pasien
2. Sasaran keselamatan pasien ke-2 tentang peningkatan komunikasi yang efektif
3. Sasaran keselamatan pasien ke-3 tentang peningkatan kewaspadaan terhadap high
alert drugs
4. Sasaran keselamatan pasien ke-4 tentang kepastian tepat-lokasi, tepat prosedur,
dan tepat-pasien operasi
5. Sasaran keselamatan pasien ke-5 tentang pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan
6. Sasaran keselamatan pasien ke-6 tentang pengurangan risiko pasien jatuh.
Kewaspadaan standar Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
yaitu Kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD), Sterilisasi alat, Pengendalian
lingkungan, Pengelolaan linen, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) petugas di RS,
Penempatan pasien/Kewaspadaan pasien, Hygiene respirasi/Etika batuk , Praktek
menyuntik yang aman, Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi.

B. Saran
Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang diderita
karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya pengawasan terhadap
kondisi fisik diterapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini
kesehatan pekerja saat akan memulai pekerjaanya, oleh karena itu keselamatan pasien
yang harus ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan ketaatan
dalam hal menjalankan regulasi tentang keselamatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
48
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011
Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Buku Pedoman Sterilisasi Rumah Sakit Tahun 2009
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No
382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI
_____. 2007. Pedoman Manejerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta:
Depkes RI

49

Anda mungkin juga menyukai