Anda di halaman 1dari 12

RESUME TREND DAN ISSUE SISTEM PERKEMIHAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dewasa sistem Endokrin, Pencernaan,
Perkemihan, dan Imunologi

Dosen Pengampu : Yuyun Solihatin,S.Kep,Ners

Disusun Oleh :

1. Annisa Dewi C2214201053

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

2024
TREND DAN ISSUE GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN

1. ISK
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi di sepanjang saluran kemih,
termasuk ginjal itu sendiri, akibat proliferasi suatu mikroorganisme. Sebagian besar
infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri, tetapi virus dan jamur juga dapat
menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering disebabkan oleh Escherichia coli.
Infeksi saluran kemih sering terjadi pada anak perempuan. Salah satu penyebabnya
adalah uretra wanita yang lebih pendek sehingga bakteri kontaminan lebih mudah
memperoleh akses ke kandung kemih (Corwin, 2007).
Sistitis (infeksi saluran kemih bawah) adalah inflamasi kandung kemih yang
paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya aliran
balik urine dari uretra kedalam kandung kemih (refluks uretrovesical), kontaminasi
fekal, atau penggunaan kateter atau sistoskop. Sistitis pada pria merupakan kondisi
sekunder akibat beberapa faktor (mis., prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu
pada kandung kemih).
Infeksi saluran kemih merupakan jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi.
Beberapa penelitian menyebutkan, infeksi saluran kemih merupakan 40% dari seluruh
infeksi nosokomial dan dilaporkan 80% infeksi saluran kemih terjadi sesudah
instrumentasi, terutama oleh kateterisasi (Marlina, 2013).
Walaupun kesakitan dan kematian dari infeksi saluran kemih berkaitan
dengan kateter dianggap relatif rendah dibandingkan infeksi nosokomial lainnya,
tingginya prevalensi penggunaan kateter urin menyebabkan besarnya kejadian infeksi
yang menghasilkan komplikasi infeksi dan kematian. Berdasarkan survei di rumah
sakit Amerika Serikat tahun 2002, kematian yang timbul dari infeksi saluran kemih
diperkirakan lebih dari 13.000 (2,3% angka kematian). Sementara itu, kurang dari 5%
kasus bakteriuria berkembang menjadi bakterimia. Infeksi saluran kemih yang
berkaitan dengan kateter adalah penyebab utama infeksi sekunder aliran darah
nosokomial. Sekitar 17% infeksi bakterimia nosokomial bersumber dari infeksi
saluran kemih, dengan angka kematian sekitar 10% (Gould & Brooker, 2009).
Kateter urin adalah penyebab yang paling sering dari bakteriuria. Risiko
bakteriuria pada kateter diperkirakan 5% sampai 10% per hari. Kemudian diketahui,
pasien akan mengalami bakteriuria setelah penggunaan kateter selama 10 hari. Infeksi
saluran kemih merupakan penyebab terjadinya lebih dari 1/3 dari seluruh infeksi yang
didapat di rumah sakit. Sebagian besar infeksi ini (sedikitnya 80%) disebabkan
prosedur invasif atau instrumentasi saluran kemih yang biasanya berupa kateterisasi
(Smeltzer & Bare, 2005).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Afsah (2008), tentang “tingkat
kejadian infeksi saluran kemih pada pasien dengan terpasang kateter urin di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta”, menunjukkan bahwa dari 30 responden terdapat angka
infeksi saluran kemih sebanyak 20%.
Berdasarkan data rekam medis di RSUDZA Banda Aceh (2009-2011),
diketahui terjadi peningkatan kasus infeksi saluran kemih tiap tahunnya, dengan rata-
rata pertahun terdapat 75 kasus. Dari hasil pengamatan peneliti pada minggu kedua
bulan April 2012 lalu di ruang rawat inap penyakit dalam RSUDZA Banda Aceh
diketahui adanya keluhan dari beberapa pasien mengenai pemasangan kateter, Yaitu 3
dari 5 pasien yang sedang memakai kateter mengeluh adanya nyeri dan kemerahan
pada area yang dipasang kateter, dan juga terlihat urin yang terdapat di dalam kantong
penampung agak berkabut.
Rumah Sakit Umum Haji Surabaya merupakan salah satu rumah sakit yang
telah membentuk Komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi). Berdasarkan
laporan surveilans Komite PPI angka kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit
Haji Surabaya mengalami kenaikan pada tahun 2012 hingga 2014 yaitu: 0,05% pada
tahun 2012, 0,15% pada tahun 2013, dan 0,37% pada tahun 2014.
2. Batu Saluran Kemih
Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di derita oleh
masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di bidang urologi disamping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat jinak. Penyakit ini dapat menyerang
penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di Amerika serikat dam eropa 5-
10% penduduknya satu kali dalam hidupnya pernah menderita penyakit saluran
kemih, bahkan pada laki-laki angka ini lebih tinggi yaitu 10-20%. Angka kejadiannya
laki-laki dibanding perempuan sebesar 3 dibanding 1, usia terjadinya batu antara 20
tahun sampai 40-50 tahun dimana merupakan usia produktif. Lebih kurang dua
pertiga dari pasien batu pada anak adalah batu kandung kemih. Biasanya banyak
didapatkan pada umur 2-7 tahun dan kebanyakan pada anak laki-laki. ( Smith, 2000).
Batu saluran kemih pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada wanita. Hal
ini mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu
pada wanita lebih rendah dari pada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan
penghambat terjadinya batu (inhibitor) pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki.(
Kimata, 2012).
Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-60
tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan wanita rerata 40,20
tahun). Umur terbanyak penderita batu di negara-negara Barat 20-50 tahun dan di
Indonesia antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya
perbedaan faktor sosial ekonomi, budaya dan diet.
Jenis batu saluran kemih terbanyak adalah jenis kalsium oksalat seperti di
Semarang 53,3%, Jakarta 72%. Manifestasi batu saluran kemih dapat berbentuk rasa
sakit yang ringan sampai berat dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal.
Batu saluran kemih dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem
kolektivus dan dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi
dalam sumbatan saluran kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena dilatasi
sistem sumbatan dengan peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal dinding ureter
atau dinding pelvis ginjal yang disertai edema dan penglepasan mediator sakit.
Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering disertai dengan serangan kolik
ulangan (Lozanovsky, 2011 ).
Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan fungsi
ginjal yang ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut
bervariasi dari stadium ringan sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal,
bila keadaan sudah stadium lanjut bahkan bisa mengakibatkan kemih akan menjadi
masalah yang semakin besar di Indonesia, sehubungan dengan perbaikan taraf hidup
rakyat dengan adanya Program Perbaikan Gizi oleh Pemerintah. Kejadian batu
saluran kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan sekitar 5-10%
penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini, di Eropa Utara 3-
6%, sedangkan di Eropa Bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7%
dan di Taiwan 9,8% sedangkan di Indonesia sampai saat ini angka kejadian batu
saluran kemih yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per
tahun. Jumlah penderita baru saluran kemih di sub bagian urologi Rumah Sakit DR.
Sardjito periode Januari 1994 – Desember 2005 yaitu sebesar 1028 pasien, dengan
jenis kelamin 694(67%) laki-laki dan 334(32,5%) wanita. Di Jakarta dilaporkan
34,9% kasus urologi adalah batu saluran kemih. Analisis jenis batu saluran kemih di
Yogyakarta didapatkan paling banyak batu Kalsium yaitu Kalsium Oksalat (56,3%),
Kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran
(Isarifin, 2008) .
Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah asam urat,
kalsium, oksalat, magnesium, ammonium, fosfat, sistin, dan xantin. Unsur-unsur
tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi bergabung membentuk susunan kimia batu
campuran. Senyawa kimia tersebut dapat sebagai asam urat, kalsium oksalat, kalsium
fosfat, magnesium ammonium fosfat dan sistin. Insiden batu urat dan oksalat akan
tinggi pada orang-orang dengan kebiasaan makan sayuran, rempahrempah dan saos.
Sedang batu kalsium akan tinggi pada kebiasaan minum susu , es krim, keju, dan
makan beberapa jenis buah polongan yang mempunyai kandungan kalsium tinggi.
Hiperkalsiuria dapat disebabkan oleh hiperkalsiuria idiopatik, hiperparatiroidisme
primer, Intoksikasi vitamin D, Sindrom Cushing, Sindrom alkali susu, asidosis
tubuler ginjal, sarkoidosis, imobilisasi, penyakit paget, hipertiroidisme,dan
penggunaan obat-obatan jangka panjang. Batu magnesium ammonia fosfat, banyak
didapatkan pada infeksi saluran kemih oleh bakteri pemecah urea, seperti proteus,
pseudomonas, stafilokokus dan klebsiella. Bakteri pemecah urea menjadi ammonia
yang mengakibatkan alkalinisasi urin.
Angka kekambuhan juga cukup tinggi, secara umum sekitar 15-17% dalam
satu tahun pertama, 50% dalam lima tahun, 75% dalam sepuluh tahun, 95- 100%
dalam 20-25 tahun. (Syed, 2010).
Pembentukan batu khususnya batu kalsium merupakan proses yang kompleks
dan banyak faktor yang tampaknya berkaitan dengannya, namun belum ada satupun
faktor yang paling dominan yang diketahui. Salah satunya adalah komsumsi tinggi
kadar kalsium dalam makanan yang melebihi batas kelarutan sehingga terbentuk
Kristal sebagai inti batu.
Adanya batu pada saluran kemih akan menyebabkan komplikasi yang serius
apabila tidak segera mendapatkan terapi yang adekuat. Pada umumnya gejala nyeri
kolik merupakan keluhan pasien yang mendorong pasien pergi berobat ke dokter atau
rumah sakit. Komplikasi yang paling sering adalah berupa infeksi saluran kemih
sebagai akibat adanya stasis urin oleh adanya batu sampai terjadinya penurunan
fungsi ginjal yang apabila tidak mendapat pertolongan cepat dapat berlanjut sampai
gagal ginjal terminal yang memerlukan terapi cuci darah (Kimata, 2012).
Sekitar 75% kasus dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab yang mendasari
terjadinya batu saluran kemih, terutama pada anak-anak, yaitu penyebab metabolik,
anomali saluran urogenital dan infeksi. Penyebab metabolic seperti hiperkalsiuria
merupakan penyebab utama terjadinya batu saluran kemih, salah satunya akibat
komsumsi obat-obatan, walaupun harus dipahami bahwa kejadian batu karena obat
merupakan hal yang jarang (Rienstra, 2007). Dengan demikian, para klinisi harus
berhati-hati dan waspada akan adanya efek samping Ceftriakson dan harus lebih
memerhatikan status hidrasi pasien dan memotivasi untuk mobilisasi selama terapi
ceftriakson. Urolitiasis akibat ceftriakson bersifat self limited dan tanpa komplikasi
jangka panjang di semua pasien dan penggunaan obat ini dapat dilanjutkan dengan
aman (Kutuya, 2008).
3. BPH
Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan
seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan (Suharyanto, 2009).
Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan
Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar 80.000
pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya pada
tahun 2031. Namun demikian, tidak semua penderita BPH berkembang menjadi
penderita BPH bergejala. Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49
tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia,
sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai hampir 25%, dan pada usia
60 tahun mencapai angka sekitar 43%.
Meskipun jarang mengancam jiwa, salah satu pokok permasalahannya adalah
gejala-gejala yang ditimbulkan pada pembesaran kelenjar prostat dirasakan sangat
tidak nyaman oleh pasien dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
Menurut survei, berdasarkan pola penyakit pasien rawat jalan pada Rumah
Sakit di Provinsi Jawa Barat, Umur diatas 60 tahun pada 2003 penyakit BPH
(Benigna Prostat Hipertropi) menempati urutan ke-19 yaitu sebesar 1,37% (530
orang).
Sedangkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD Dr. Adjidarmo
Rangkasbitung Lebak di Ruang Duku tahun 2012 jumlah penderita BPH (Benigna
Prostat Hipertropi) menunjukkan bahwa penderita BPH di Ruang Duku RSUD Dr.
Adjidarmo Rangkasbitung cukup banyak, yaitu sebanyak 88 orang (13,66 %) dari
total penderita sebanyak 644 orang dan menduduki urutan ketiga dari 10 penyakit
terbanyak. Oleh karena itu peran perawat sebagai tenaga kesehatan diperlukan upaya
promotif (peningkatan) dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang
penyakit, preventif (pencegahan) yaitu dengan cara memberitahu dan mengajarkan
pola hidup yang sehat, kuratif (pengobatan) yaitu dengan cara menganjurkan klien
untuk melakukan pembedahan atau pengobatan lain, dan rehabilitative (pemulihan)
dengan cara memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada penderita BPH
(Benigna Prostat Hipertropi)

Penyakit batu saluran kemih yang disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang
disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya
berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi.
BSK pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari pada wanita. Hal ini mungkin karena
kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu pada wanita lebih rendah dari
pada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai bahan penghambat terjadinya batu (inhibitor)
pada wanita lebih tinggi dari pada laki-laki. Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang
dewasa antara umur 30-60 tahun dengan rerata umur 42,20 tahun (pria rerata 43,06 dan wanita
rerata 40,20 tahun). Umur terbanyak penderita batu di negara-negara Barat 20-50 tahun dan di
Indonesia antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya perbedaan faktor
sosial ekonomi, budaya dan diet.
Jenis BSK terbanyak adalah jenis kalsium oksalat seperti di Semarang 53,3%, Jakarta
72%. Herring di Amerika Serikat melaporkan batu kalsium oksalat 72%, Kalsium fosfat 8%,
Struvit 9%, Urat 7,6% dan sisanya batu campuran.
Angka kekambuhan BSK dalam satu tahun 15-17%, 4-5 tahun 50%, 10 tahun 75% dan
95-100% dalam 20-25 tahun. Apabila BSK kambuh maka dapat terjadi peningkatan mortalitas
dan peningkatan biaya pengobatan. Manifestasi BSK dapat berbentuk rasa sakit yang ringan
sampai berat dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal .
BSK dapat menimbulkan keadaan darurat bila batu turun dalam sistem kolektivus dan
dapat menyebabkan kelainan sebagai kolektivus ginjal atau infeksi dalam sumbatan saluran
kemih. Kelainan tersebut menyebabkan nyeri karena dilatasi sistem sumbatan dengan
peregangan reseptor sakit dan iritasi lokal dinding ureter atau dinding pelvis ginjal yang disertai
edema dan penglepasan mediator sakit. Sekitar 60-70% batu yang turun spontan sering disertai
dengan serangan kolik ulangan.
Salah satu komplikasi batu saluran kemih yaitu terjadinya gangguan fungsi ginjal yang
ditandai kenaikan kadar ureum dan kreatinin darah, gangguan tersebut bervariasi dari stadium
ringan sampai timbulnya sindroma uremia dan gagal ginjal, bila keadaan sudah stadium lanjut
bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Robertson dkk. telah membuktikan bahwa di Inggris kejadian BSK meningkat dengan
adanya peningkatan konsumsi protein hewani. Oleh karena itu besar sekali kemungkinan bahwa
masalah BSK akan menjadi masalah yang semakin besar di Indonesia, sehubungan dengan
perbaikan taraf hidup rakyat dengan adanya Program Perbaikan Gizi oleh Pemerintah. Harus
pula diingat bahwa Indonesia terletak pada kelompok Negara di dunia yang dilewati oleh Sabuk
batu (Stone belt) . Kejadian BSK di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per tahun dan sekitar 5-
10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%,
sedangkan di Eropa Bagian Selatan di sekitar laut tengah 6-9%. Di Jepang 7% dan di Taiwan
9,8% sedangkan di Indonesia sampai saat ini angka kejadian BSK yang sesungguhnya belum
diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per tahun.
Jumlah penderita baru saluran kemih di sub bagian urologi bagian bedah Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo periode Januari 1994 – Desember 2005 yaitu sebesar 1028
pasien, dengan jenis kelamin 694 (67%) laki-laki dan 334 (32,5%) wanita. Di Jakarta
dilaporkan 34,9% kasus urologi adalah batu saluran kemih.
Data rekam medis RS Dr. Kariadi diketahui bahwa kasus batu saluran kemih
menunjukkan peningkatan dari 32,8% dari kasus urologi pada tahun 2003 menjadi 35,4%
dari kasus urologi pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 39,1% pada tahun 2005. Analisis
jenis BSK di Semarang didapatkan paling banyak batu Kalsium yaitu Kalium Oksalat
(56,3%), Kalsium Fosfat 9,2%, Batu Struvit 12,5%, Batu Urat 5,5% dan sisanya campuran.
Beban biaya pengobatan BSK cukup tinggi. Sebagai contoh di RS Dr. Kariadi biaya
operasi meliputi sewa kamar operasi, alat dan obat di kamar bedah, pembiusan dan jasa
operasi berkisar antara Rp 900.000,00 sampai dengan Rp 4.385.000,00, itu pun belum
ditambah dengan biaya perawatan, pemeriksaan penunjang (laboratorium, rotgent, ultra
sonografi), biaya konsultasi, obat yang diberikan sebelum dan sesudah tindakan dan lain-lain
yang besarnya sekitar 2-3 kali ( rata-rata 2,5 kali) biaya operasi. Perkiraan biaya operasi batu
tersebut tiap tahun rata-rata Rp 379.800.000,00 dengan biaya keseluruhan yang dikeluarkan
oleh penderita sekitar Rp 756.400.000,005.
Secara garis besar pembentukan BSK dipengaruhi oleh faktor Intrinsik dan
Ekstrinsik. Faktor Intrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam individu sendiri seperti
herediter/ keturunan, umur, jenis kelamin. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari
luar individu seperti kondisi geografis daerah, faktor lingkungan, jumlah air minum, diet,
lama duduk saat bekerja, olah raga, obesitas, kebiasaan menahan buang air kemih dan
konsumsi vitamin C dosis tinggi.
Tidak setiap orang dengan diet tidak seimbang akan terbentuk batu. Pada kelompok
yang disebut pembentuk batu, bila mempunyai kelainan kebiasaan makan tidak seimbang
akan terbentuk batu, tetapi pada kelompok bukan pembentuk batu tidak terjadi batu.
Mengapa pada kelompok pembentuk batu terjadi batu dan dan pada kelompok bukan
pembentuk batu tidak terjadi batu belum diketahui secara lengkap.
Pembentuk batu cenderung mengekskresi air kemih dengan volume yang rendah
sehingga merupakan faktor pemacu pembentuk batu. Beberapa zat gizi tertentu diduga
merupakan faktor risiko BSK tetapi tidak pada orang normal. Pembentukan batu juga
dipengaruhi oleh faktor hidrasi. Pada orang dengan kondisi dehidrasi kronik dan asupan
cairan rendah seperti pada pelari maraton memiliki risiko tinggi terkena BSK. Dehidrasi
kronik akan meningkatkan gravitasi air kemih dan saturasi, sehingga terjadi penurunan pH
air kemih yang berisiko terhadap terjadinya BSK.
Berdasarkan beberapa literatur, faktor-faktor seperti hipertensi akan menyebabkan
pengendapan ion-ion kalsium papilla (perkapuran ginjal) yang dapat berubah menjadi batu.
Faktor lain seperti kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air kemih,
pengendapan kristal dan akhirnya menimbulkan BSK . Penyakit-penyakit herediter seperti
Dent’s dan sindroma barter juga merupakan salah satu penyebab BSK. Obesitas (kegemukan)
menyebabkan pH air kemih turun, kadar asam oksalat dan kalsium naik.

 Pemberi Asuhan Keperawatan


Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan
kebutuhan dasar pasien yang berkaitan dengan gangguan sistem perkemihan, dimana perawat
harus mengetahui apa yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan terkait
dengan gangguan perkemihan yang dialami pasien, agar bisa direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat.

Advokat Klien

Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khusunya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien terkait dengan gangguan
pada sistem perkemihan yang dialami pasien, perawat juga dapat berperan mempertahankan dan
melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi
tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menntukan nasibnya sendiri dan hak untuk
menerima ganti rugi akibat kelalaian.

 Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bhkan tindakan yang diberikankan sesuai keadaan pasien yang
mengalami gangguan sietem perkemihan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah
dilakukan pendidikan kesehatan.
 Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan
kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai
dengan kebutuan klien.

 Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk
pelayanan selanjutnya.

 Konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang
tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang
tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.

 Peneliti / Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerjasama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

1. C. Fungsi Perawat
Dalam menjalan kan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya:

1. Fungsi Independent
Merupan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam
melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan sendiri dalam melakukan
tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti pemenuhan kebutuhan
fisiologis (pemenuhan kebutuhan oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,
pemenuhan kebutuhan nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktifitas dan lain-lain), pemenuhan
kebutuhan keamanan dan kenyamanan, pemenuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga
diri dan aktualisasi diri.
1. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatan atas pesan atau instruksidari perawat
lain. Sehingga sebagian tindakan pelimpahan tugas yang di berikan. Hal ini biasanya dilakukan
oleh perawat spesialis kepada perawat umum atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.

1. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di antara tim satu
dengan yang lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk pelayanan membutuhkan kerja sama
tim dalam pemberian pelayanan seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita
yang mempunyapenyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja
melainkan juga dari dokter ataupun yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai