Anda di halaman 1dari 12

Konstruksi Kausatif Analitik dalam Bahasa Batak Angkola

Nanda Ramadhayani1, Ikhwatun Muslimah2, Mulyadi3

1,2,3
Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia

Abstract

This article discusses the construction of analytic causatives in the Batak Angkola language.
Causative construction is a form of construction that exists in every language typology. There
are at least three ways to express causativization, namely analytic causative, morphological
causative, and lexical causative. This study focuses on the analytic causative that has a separate
predicate or verb to express the cause and its effect. The research method used in this study is
the marker technique, which shows the occurrence of a certain linguistic unit or constituent and
the ability to read the role of the marker itself in determining the intended event. This study aims
to explore the types of causative constructions in the Batak Angkola language, which is spoken in
North Sumatra, Indonesia. The findings of this study are expected to contribute to the
documentation and preservation of the Batak Angkola language, as well as to the development of
linguistics in general.

Keyword : Analytic causative, Batak Angkola, method of marking

Abstrak

Artikel ini membahas konstruksi kausatif analitik dalam bahasa Batak Angkola. Konstruksi
kausatif adalah bentuk konstruksi yang ada dalam setiap tipe bahasa. Terdapat setidaknya tiga
cara untuk mengungkapkan kausatif, yaitu kausatif analitik, kausatif morfologis, dan kausatif
leksikal. penelitian ini focus pada kausatif analitik yang memiliki predikat atau kata kerja
terpisah untuk mengungkapkan penyebab dan akibatnya. Metode penelitian yang digunakan
dalam studi ini adalah teknik penanda, yang menunjukkan kemunculan suatu unit linguistic atau
unsur dan kemampuan membaca peran penanda itu sendiri dalam menentukan peristiwa yang
dimaksud. penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi jenis konstruksi kausatif dalam bahasa
Batak Angkola yang digunakan di Sumatera Utara, Indonesia. Temuan dan penelitian ini

1
diharapkan dapat memberikan kontribusi pada dokumentasi dan pelestarian bahasa Batak
Angkola, serta pada pengembangan ilmu linguistic secara umum.

Kata Kunci: Kausatif analitik, Batak Angkola, metode markah

Pendahuluan

Konstruksi kausatif merupakan bentuk konstruksi yang selalu ada dalam konstruksi tipologi
setiap bahasa. Setidaknya ada tiga cara untuk mengekspresikan kausativisasi, yaitu: kausatif
analitik, kausatif morfologi, dan kausatif leksikal (Comrie, 1981). (Moore & Polinsky, 1998)
juga mengelompokkan tiga tipe kausatif yaitu kausatif leksikal, morfologis dan analitik . Kausatif
analitik adalah kausatif yang memiliki predikat atau kata kerja terpisah untuk mengungkapkan
penyebab dan penyebabnya. Kausatif morfologi terjadi bila hubungan antara predikat non-
kausatif dan kausatif ditandai dengan cara morfologi atau afiks, dan kausatif leksikal adalah di
mana hubungan antara kejadian yang disebabkan dan menyebabkan tidak ada hubungannya
dengan tanda baku (morfologi), seperti pada kata kerja bahasa Indonesia membunuh
"membunuh", dan kata kerja tedak "terbuka" pada bahasa BA. Ditinjau dari parameter formal
(Comrie, 1989), pada dasarnya ada dua jenis kausatif: kausatif perifrastik/analitik dan kausatif
morfologi/leksikal. Dalam kasus ini, tipe pertama mengacu pada konstruksi kausatif yang
bersifat biklausal, sedangkan yang kedua bersifat monoklausal. Dengan kata lain, kausatif
morfologi dan leksikal diperlakukan secara sintaktis dengan cara yang sama dalam arti
monoklausal.

Kridalaksana (2001) menyatakan bahwa kausatif (causative) bersangkutan dengan perbuatan


(verba) yang menyebabkan suatu keadaan atau kejadian. Shibatani (1976) menyatakan bahwa
cara yang paling mudah untuk mendefinisikan konstruksi kausatif adalah dengan
menggambarkan situasi kausatif itu sendiri. Situasi kausatif adalah situasi yang terdiri atas dua
kejadian yang saling berhubungan; yang satu menunjukan sebab dan yang lain menyatakan
akibat. Akibat (caused event) terjadi pada t2 setelah terjadi sebab (causing event) pada t1.
Munculnya akibat bergantung sepenuhnya pada munculnya sebab. Dengan kata lain, akibat tidak
mungkin terjadi pada suatu waktu jika sebab belum terjadi.

2
(Budiarta, 2017) juga melakukan penelitian tentang konstruksi kausatif analitik dalam bahasa
Kemak. Temuannya adalah konstruksi kausatif analitik dalam bahasa Kemak dibangun oleh
verba kausatif tau 'membuat' dengan predikat yang diisi oleh verba intransitif, verba transitif, dan
adjektiva. Selain konstruksi kausatif analitik yang dibangun oleh verba kausatif tau 'membuat',
konstruksi kausatif analitik bahasa Kemak juga dapat dibangun oleh verba kausatif laka
'meminta' yang hanya dapat diikuti oleh verba intransitif dan verba transitif. Kausatif analitik
bahasa Kemak dengan predikat verba intransitif dan transitif memiliki struktur pergantian.
Struktur alternasi pada konstruksi kausatif analitik ini disebabkan oleh perbedaan posisi objek
yang berada setelah verba kausatif tau 'buat' dan laka 'suruh' atau setelah verba intransitif dan
verba transitif sebagai predikat.

Konstruksi kausatif merupakan satu ungkapan yang di dalamnya mengandung sebuah


peristiwa yang disebabkan oleh perbuatan seseorang atau karena sesuatu terjadi (Goddard &
Wierzbicka, 2009) Selanjutnya dijelaskan juga bahwa cara yang paling mudah untuk
mendeskripsikan konstruksi kausatif adalah dengan menggambarkan situasi kausatif yang
menunjukkan dua kejadian yang saling berhubungan, yang satu menunjukkan sebab dan yang
lainnya menunjukkan akibat (Masayoshi Shibatani, 2002).

Tipe-tipe konstruksi kausatif yang dimiliki oleh setiap bahasa berbeda satu dengan yang
lainnya. Ada bahasa yang memiliki ketiga tipe konstruksi (kausatif leksikal, kausatif morfologis
dan kausatif analitik) dan ada juga bahasa yang hanya memiliki dua tipe konstruksi kausatif;
kausatif leksikal dan kausatif analitik. Bahasa yang memiliki ketiga tipe konstruksi pada
umumnya merupakan bahasa yang bertipe aglutinasi karena bahasa bertipe ini mempunyai afiks
yang dapat dilekatkan pada verba yang berfungsi menaikkan atau menurunkan valensi verba.
Sementara, bahasa yang hanya memiliki dua tipe kausatif merupakan bahasa yang bertipe isolasi
karena bahasa tersebut pada umumnya tidak memiliki afiks yang berfungsi untuk menaikkan
atau menurunkan valensi verba (Budiarta, 2017).

Kausatif analitik dan leksikal biasanya terjadi dalam mengisolasi bahasa, sedangkan kausatif
morfologi umumnya terjadi pada bahasa polisintetik ((Pindo Hutauruk, 2018)). Bahasa Inggris
(Hollmann, 2003), Thai (Sudmuk, 2005), dan Rongga (Arka et.al, 2007) merupakan bahasa yang
memiliki kausatif leksikal dan analitik namun tidak bersifat morfologi. Bahasabahasa ini tidak
memiliki sarana morfologi atau afiks untuk mengekspresikan kausatif. Sebaliknya, beberapa

3
bahasa seperti Kewa dan Papua Nugini (lihat Bishop, 1992) memiliki kausatif morfologis namun
tidak memiliki kausatif analitik.

Menurut ((Chomrie, 1984):159) ada tiga tipe bentuk kontruksi kausatif, yaitu leksikal,
morfologis, dan analitik. Sehingga fokus dari pembahasan adalah ketiga bentuk kontruksi
kausatif tersebut. Pada pembagian ketiga tipe tersbut diilustrasikan secara ringkas dalam gambar
(Goddard,1986:260).

Pembagian bentuk Kausatif

Kausatif Analitik Kausatif Morfologis Kausatif Leksikal

(Kausatif Perifaktif) ( Kausatif Langsung)

- I made him work - Membunuh


- I got him to do it - Memecah
- I had him to do it

Sufiksasi

Kausatif Produktif Kausatif tak Produktif

Kausatif analitik dan leksikal biasanya terjadi dalam mengisolasi bahasa, sedangkan kausatif
morfologi umumnya terjadi pada bahasa polisintetik (lihat Bishop, 1992). Bahasa Inggris
(Hollmann et al., 2000), Thai (Sudmuk, 2005), dan Rongga (Arka, 2016) merupakan bahasa
yang memiliki kausatif leksikal dan analitik namun tidak bersifat morfologi. Bahasa ini tidak
memiliki sarana morfologi atau afiks untuk mengekspresikan kausatif. Sebaliknya, beberapa
bahasa seperti Kewa dan Papua Nugini (lihat Bishop, 1992) memiliki kausatif morfologis namun
tidak memiliki kausatif analitik.

4
Konsep tentang kausatif juga diberikan oleh Artawa (Budiarta, 2017) yang menyatakan
bahwa hampir setiap bahasa mempunyai caranya tersendiri untuk membentuk atau
mengungkapkan konstruksi kausatif. Konsep lain yang perlu dicermati dalam tulisan ini adalah
kausatif sebagai konstruksi penambahan agen (Haspelmath, 2002). Dalam hal ini, kausatif
dipandang sebagai suatu proses perubahan valensi. Perubahan valensi pada konstruksi kausatif
ini tidak terbatas pada penambahan jumlah argumen agen saja, tetapi juga mengakibatkan
perubahan relasi-relasi gramatikal dari argumen-argumen yang telah ada sebelumnya (pada
konstruksi nonkausatif). Penambahan argumen agen ini, misalnya, pada konstruksi nonkausatif
dengan verba intransitif sebagai dasarnya, mengakibatkkan turunnya hierarki relasional argumen
yang sebelumnya menempati posisi subjek menjadi argumen dengan fungsi objek pada konstrusi
kausatif.

Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik markah. Pemarkahan
menunjukkan kejadian satuan lingual atau konstituen tertentu dan kemampuan membaca peranan
pemarkah itu sendiri untuk menentukan kejadian yang dimaksud. Praktik penggunaanya sangat
khas, tidak menggunakan alat sebagaimana teknik lainya melainkan melihat langsung pemarkah
yang bersangkutan. Adapun untuk melihatnya, hal itu dapat dilakukan secara sintaksis. Di
samping pemarkah yang corporal, ada pemarkah jenis lain yang tidak terkait secara khusus
bentuk demi bentuk tetapi melingkupi sekian banyak bentuk lingual yang berbeda-beda dengan
maksud pragmatis yang sama seperti yang ada perualangan bervariasi bunyi.

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif adalah pendekatan yang digunakan peneliti pada kondisi yang alamiah, dimana seorang
peneliti menjadi instrumen kunci dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna
menurut (sugiyono, 2014). Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif
kualitatif ditinjau dari segi Tipologi. Metode deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk
menjabarkan atau menguraikan suatu keadaan secara apa adanya menurut (Sutedi, 2011).

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan teknik pemarkah sebagai metode penelitian
dan kontruksi kausatif analitik sebagai dasar penentuan pemarkahnya. Selanjutnya penelitian ini
meliputi pengumpulan data dan analisis data. Penelitian dimulai dengan proses menjaring data,

5
mengumpulkan, mengidentifikasi, dan mengklasifikasikanya. Selanjutnya, data yang sudah
diklasifikasikan dianalisis dengan langkah-langkah yang sesuai. Untuk mengetahui penggunaan
konstruksi kausatif tersebut dalam kalimat bahasa Jawa, diperlukan data yang mendukung
analisis. Oleh karena itu, penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data dan dilanjutkan
dengan analisis data dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

Data terutama diperoleh dari penutur asli BA. Informan penelitian ini adalah para penutur
yang memenuhi syarat dalam hal kompetensi linguistik, usia, kondisi fisik, dan pengetahuan
mereka tentang pokok bahasan (Mahsun, 2017) dan (Bungin, 2017). Data yang dianalisis
diperoleh dari penutur BA dan juga dari teks tertulis, melalui observasi, wawancara, dan
introspeksi. Observasi dilakukan dengan menyimak tuturan informan. Wawancara meliputi
pengajuan pertanyaan dan pengambilan data dari para penutur BA dengan menggunakan
elisitasi. Introspeksi melibatkan pembuatan dan penulisan data oleh peneliti sebagai penutur asli
BA (Creswell, 2009; (Cruz-Ferreira & Abraham, 2011) ;(Mahsun, 2017)). Data yang
dikumpulkan dianalisis melalui prosedur kualitatif. Peneliti menyederhanakan dan
mengorganisasikan data dan kemudian dianalisis melalui beberapa teknik, seperti substitusi,
transposisi, ekstensi, dan penghapusan ((Sudaryanto, 2015, dan Mahsun, 2017)).

Hasil dan Pembahasan

Hasil

Kausatif analitik terdiri dari dua predikat atau verba, yang berfungsi sebagai predikat1
dan predikat 2. Sesuai dengan contoh di bawah, dalam bahasa batak angkola, predikat 1 diisi
dengan kata kerja mambahen "membuat" atau maralahon "menyebabkan", dan predikat 2 adalah
keadaan, proses, maupun kata kerja yang melakukan suatu tindakan atau mengakibatkan
kejadian. Kata kerja kausatif mambahen dan maralahon secara semantik berbeda dalam arti
bahwa dengan kata kerja mambahen, kejadian yang terjadi yang disebabkan oleh tindakan yang
dikehendaki, sedangkan dengan verba maralahon, tindakan pada pihak penyebab tidak
dikehendaki atau tidak di inginkan. Hal ini terjadi bila penyebabnya adalah manusia. Untuk
membuktikannya, kata keterangan maralahon "menyebabkan" (2) bisa terjadi sebelum kata kerja
mambahen pada contoh (1), bukan sebelum kata kerja mambahen seperti pada contoh (2).
(1) Dani Mambahen bola bongot tu bagas Rongkanan.
"Dani membuat bolanya masuk ke dalam kelas”.

6
(2) Ita dang sangajo maralahon jabuna hatutungon.
"Budi tidak sengaja menyebabkan rumahnya kebakaran".

Penyebab analitik dalam bahasa BA biasanya memiliki urutan kata SVOV. Dengan
kata lain, antara predikat 1 dan predikat 2 ada frase kata benda (KB) menjadi objek (OB)
gramatikal dari kata kerja kausatif. Namun, ketika predikat2 diisi dengan kata kerja dengan
maksud menyampaikan seperti kata kerja bojok "bingung", sonang "bahagia", lungun "sedih",
maka predikat 2 dapat langsung dipasangkan setelah predikat1, menghasilkan pola SVVO, yang
merupakan variasi dari pola kanonik urutan kata SVOV. Contoh dibawah ini menunjukkan
urutan kata dalam konstruksi kausatif bahasa BA
(3) a. Rani mambahen ia borih ondeng.
"Rani membuat dia khawatir saja”
b. Rani mambahen borih ia ondeng.
"Rani membuat khawatir dia saja.

(4) a. Ia ni mangamuk na mambahen hamuna mangangguk.


"Dia itu marah yang membuat kalian menangis".
b. Ia ni mangamuk na mambahen mangangguk hamuna.
“Dia itu marah yang membuat menangis kalian”.

Kalimat (4) menunjukkan bahwa predikat 2 mangangguk "nangis", yang merupakan


kata kerja yang menghasilkan tindakan, harus terjadi setelah obyek seperti pada kalimat (4-a),
dan tidak dapat dipasangkan langsung setelah predikat1, seperti pada (4-b). Ini berbeda dengan
kalimat (3) yang memiliki dua kemungkinan perintah karena kalimat ini memiliki predikat2
borih "khawatir" dengan kata kerja yang melakukan tindakan dan menghasilkan. Data kausatif
analitik seperti yang disajikan di atas menimbulkan pertanyaan, yaitu apakah monoklausa atau
biklausa. Untuk menjawab pertanyaan ini, model sintaksis seperti negasi dan modal dapat
diterapkan. Dalam bahasa BA, negasi dan modal hanya terjadi sebelum kata kerja yang telah
dirubah. Jika kita mengklaim bahwa kausatif analitik adalah monoklausa, predikat1 dan
predikat2 harus mendapatkan polaritas dan modalitas yang sama, dan tidak diijinkan untuk

7
predikat1 dan predikat2 untuk mendapatkan polaritas dan indikator modal yang berbeda.
Penggunaan penanda negasi Inda "tidak" dan modal dapot "dapat" dalam konstruksi kausatif
analitik dapat dilihat pada (5) dan (6) di bawah ini.
(5) Amanta inda mambahen Ia dangol
”Ayahnya tidak akan membuatnya sedih”.

(6) Amanta mambahen ia inda dangol


“Ayahnya mencegahnya untuk sedih”.

Kalimat di atas menunjukkan bahwa predikat1 dan predikat 2 bisa mendapatkan


polaritas dan modalitas yang berbeda. Dalam (5), penanda negasi inda memodifikasi verba
mambahen sehingga menghasilkan sesuatu yang diinginkan, sedangkan pada (6), negasi
memodifikasi kata kerja dangol sehingga menghasilkan sesuatu yang di cegah. Hal ini
menunjukkan bahwa predikat1 dan predikat2 tidak membentuk satu predikat tunggal.
Penggunaan modal dapot "dapat" yang dapat memodifikasi predikat1. Hal ini menunjukkan
bahwa kausatif analitik bahasa BA bersifat biklausa.
Persamaan konstruksi kausatif analitik dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia sama-
sama memiliki dua predikat disetiap konstruksinya dan bersifat biklausa. Seperti penjelasan
contoh dibawah ini.

(7) a. Fani menangis lagi.


b. Berita itu membuat Fani menangis lagi.
(8) a. Siswa selalu mencari Guru.
b. Tugas Matematika itu, membuat siswa selalu mencari Guru.

Pembahasan

Berdasarkan contoh di atas dapat dilihat bahwa konstruksi kausatif pada (7-b) dan (8-b)
terbentuk dari konstruksi nonkausatif (7-a) dan (8-a). Dilihat dari jenis predikatnya, predikat
konstruksi nonkausatif (7-a) berupa verba intransitif, sedangkan konstruksi nonkausatif (8-a)
berupa verba transitif. Dari contoh di atas dapat kita ketahui bahwa perubahan konstruksi
nonkausatif, baik konstruksi dengan predikat verba dasar intransitif (7-a) maupun dengan verba

8
transitif (8-a), menjadi konstruksi kausatif (7-b) dan (8-b) yang mengharuskan kehadiran verba
kausatif membuat. Kehadiran verba kausatif membuat ini menyebabkan konstruksi kausatif
analitik tersebut memiliki dua predikat dalam setiap konstruksinya. Akibat dari penambahan
verba kausatif membuat adalah adanya penambahan satu argument yang berfungsi sebagai
penyebab. Kehadiran verba membuat pada kalimat (7-b) menuntut kehadiran berita itu sebagai
penyebab sehingga memunculkan akibat Fani menangis lagi. Demikian pula dengan kalimat (8-
b), verba kausatif membuat menyebabkan Tugas matematika (seolah-olah) melakukan sesuatu
terhadap siswanya sehingga siswa selalu mencari guru.

Sedangkan perbedaannya, konstruksi kausatif analitik dalam BA dapat dibentuk dengan


verba mambahen, dalam bahasa Indonesia lebih beragam, seperti: membuat, menyebabkan,
mempersilahkan, menyuruh, meminta dan membikin. Perhatikan contoh dibawah ini:

(9) Kenaikan harga bawang yang sangat drastis, membuat para ibu-ibu resah.

(10) Roni tidak tahu apa yang menyebabkan dia dijauhi oleh teman- temannya.

(11) Mery mempersilahkan temantemannya untuk datang ke rumahnya.

(12) Ayah menyuruh saya untuk membakar sampah dibelakang rumah.

(13) Bulan meminta Rani untuk menerima hadiahnya.

(14) Hari ini Kakak membikin hati Ayah senang.

Contoh (9) menunjukkan bahwa komponen sebab ditandai oleh verba membuat yang
secara eksplisit menjelaskan sebagai penyebab, yaitu Kenaikan harga bawang, seolah-olah
melakukan sesuatu terhadap para ibu-ibu dan komponen akibat secara eksplisit ditandai oleh
predikat resah pada para ibu-ibu resah. Jadi, pada konstruksi kausatif analitik ini makna bahwa
penyebab (kenaikan harga bawang) melakukan sesuatu terhadap tersebab (para ibu-ibu) sehingga
memunculkan akibat (para ibu-ibu resah) yang hadir secara eksplisit dalam struktur kalimat
tersebut.

9
Simpulan

Artikel ini membahas tentang konstruksi kausatif analitik dalam Bahasa Batak Angkola,
sebuah bahasa yang digunakan di Sumatera Utara, Indonesia. Konstruksi kausatif adalah bentuk
konstruksi yang ada dalam setiap tipe bahasa, dan terdapat tiga cara untuk mengungkapkan
kausativitas, yaitu kausatif analitik, kausatif morfologis, dan kausatif leksikal. Penelitian ini
berfokus pada kausatif analitik, yaitu kausatif yang memiliki predikat atau kata kerja terpisah
untuk mengungkapkan penyebab dan akibatnya.

Metode penelitian yang digunakan adalah teknik penanda, yang menunjukkan


kemunculan suatu unit linguistic atau unsur dan kemampuan membaca peran penanda itu sendiri
dalam menentukan peristiwa yang dimaksud. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi jenis konstruksi kausatif dalam bahasa Batak Angkola dan diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada dokumentasi dan pelestarian bahasa Batak Angkola, serta pada
pengembangan ilmu linguistik secara umum.

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang tipe konstruksi kausatif yang dimiliki
oleh Bahasa Batak Angkola, dan juga dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu
linguistik di Indonesia dan pelestarian bahasa Batak Angkola.

10
Daftar Pustaka

Arka. (2016). BAHASA RITUAL DAN KEKUASAAN TRADISIONAL ETNIK RONGGA Ni.
New Normal Dalam Tanda Ruang Publik: Sebuah Kajian Lanskap Linguistik, August, 130–
135.

Budiarta, I. W. (2017). Konstruksi Kausatif Analitik Bahasa Kemak. RETORIKA: Jurnal Ilmu
Bahasa, 1(1), 35. https://doi.org/10.22225/jr.1.1.11.35-51

Bungin. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Raja Grafindo Persada.

Chomrie. (1984). Lingua 64 (1984) 63393. North-Holland 63. 64, 63393.

Cruz-Ferreira, M., & Abraham, S. (2011). The Language of Language. A Linguistics Course for
Starters. November.

Goddard, C., & Wierzbicka, A. (2009). Contrastive semantics of physical activity verbs:
“Cutting” and “chopping” in English, Polish, and Japanese. Language Sciences, 31(1), 60–
96. https://doi.org/10.1016/j.langsci.2007.10.002

Hollmann, M. W., Durieux, M. E., & Fisher, D. M. (2000). Local anesthetics and the
inflammatory response: A new therapeutic indication? Anesthesiology, 93(3), 858–875.
https://doi.org/10.1097/00000542-200009000-00038

Mahsun. (2017). Metode penelitian bahasa : tahapan strategi, metode, dan tekniknya. Raja
Grafindo Persada.

Masayoshi Shibatani. (2002). The Grammar of Causation and Interpersonal Manipulation.


https://doi.org/https://doi.org/10.1075/tsl.48

Moore, J., & Polinsky, M. (1998). Causatives and Causation. In Linguistic Typology (Vol. 2,
Issue 2). https://doi.org/10.1515/lity.1998.2.2.231

Pindo Hutauruk, R. S. (2018). SEJ (School Education Journal) Vol. 8. No 2 Juni 2018.
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Alat Peraga Pada Mata Pelajaran Ipa Kelas Iv
Sdn Nomor 14 Simbolon Purba, 8(2), 123.

11
Sudaryanto. (2015). Metode dan aneka teknik analisis bahasa : pengantar penelitian wahana
kebudayaan secara linguistis. Sanata Dharma University Press.

sugiyono. (2014). Metode penelitian pendidikan : Pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D.

Sutedi. (2011). Good corporate governance. Sinar Grafika.

12

Anda mungkin juga menyukai