Anda di halaman 1dari 15

KELOMPOK 1

BAHAN BAKAR PADAT FOSIL

Disusun Oleh:

I GUSTI BAGUS EKA PUTRA YANA F1C021049


LEONARDO VIRGONIUS SEPTIANO N. F1C021059
MOH. MAULIDANI F1C021066

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
MARET 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah ini dalam batas waktu yang telah
ditentukan.
kami sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberikan, adapun makalah
ini kami harapkan dapat menjadi referensi bagi para pembaca. Makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran atau masukan
untuk kedepannya.
Akhir kata, semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan serta
bantuan yang telah diberikan.
.

Mataram, 5 Maret 2024

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................... Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR ........................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI....................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Bahan Bakar ......................................................Error! Bookmark not defined.
1.2 Energi ................................................................Error! Bookmark not defined.
1.3 Panas..................................................................Error! Bookmark not defined.
1.4 Hubungan Bahan Bakar dengan Energi ............Error! Bookmark not defined.
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 4
2.1 Karakteristik dan Klasifikasi Bahan Bakar Padat ........... Error! Bookmark not
defined.
2.2 Nilai Kalor. ........................................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Batubara ............................................................Error! Bookmark not defined.
2.4 Kokas.................................................................Error! Bookmark not defined.
2.5 Briket Batubara .................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... Error! Bookmark not defined.

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Bahan Bakar


Bahan bakar merupakan suatu zat yang dapat diubah menjadi energi melalui
proses reaksi dengan oksigen di udara. Proses ini melibatkan pencampuran bahan
bakar dengan udara di dalam silinder piston dan setelah dikompresi pada titik mati
atas (TMA), tekanan serta suhu akan meningkat. Kemudian, dengan adanya
percikan dari busi, campuran ini terbakar sehingga menghasilkan energi. Energi ini
berbentuk energi termal yang terkandung sebagai entalpi dan dapat dilepas serta
diubah bentuknya. Energi yang dilepaskan selama pembakaran ini diukur dalam
bentuk entalpi pembakaran.

1.2 Energi
Energi didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja dan juga
merupakan suatu besaran yang dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya.
Contohnya, pada sepeda motor, terjadi transformasi energi dari energi kimia
menjadi energi mekanik dan termal. Prinsip ini sesuai dengan hukum pertama
termodinamika yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan, melainkan hanya dapat berubah bentuk dari satu ke bentuk yang lain.
Q = ΔU + W (1-1)
Hukum I Termodinamika, yang lebih dikenal sebagai hukum kekekalan energi,
menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, melainkan
hanya dapat berubah bentuk dari satu ke bentuk yang lain. Dalam konteks rumus
yang diberikan:
Q = besar kalor yang diserap atau diterima oleh sistem, diukur dalam joule (J).
W = adalah besar kerja yang dilakukan atau diserap oleh sistem, juga diukur
dalam joule (J).
ΔU = menyatakan perubahan energi dalam sistem, diukur dalam joule (J).
Sedangkan rumus untuk menghitung perubahan energi saat energi kimia berubah
menjadi kalor untuk meningkatkan suhu adalah:
Q = m.c.ΔT (1-2)

1
Keterangan:
Q = besar kalor yang diserap atau dilepaskan oleh suatu benda, diukur dalam
joule (J).
m = massa benda, diukur dalam kilogram (kg).
ΔT = perubahan suhu, diukur dalam Kelvin (K).
Energi bisa bertransformasi dari satu bentuk ke bentuk lain, seringkali proses
ini berdampak pada lingkungan dan kualitas udara yang kita respirasikan dengan
beragam cara. Energi kimia yang terkandung dalam bahan bakar fosil berubah
menjadi energi termal, mekanis, atau elektrik melalui proses pembakaran, yang
merupakan sumber utama pencemaran. Akibatnya, pembangkit listrik, kendaraan,
dan kompor menjadi kontributor primer polusi udara. Polutan yang dilepaskan ke
udara umumnya termasuk hidrokarbon (HC), oksida nitrogen (NOx), dan
monoksida karbon (CO). Emisi polutan dari pembakaran bahan bakar fosil
berkontribusi besar terhadap fenomena kabut asap, hujan asam, pemanasan global,
dan perubahan iklim.

1.3 Panas
Dalam fisika, istilah panas, atau dikenal juga sebagai kalor, merujuk pada
transfer energi yang terjadi karena adanya gradasi suhu. Joule adalah satuan yang
digunakan dalam Sistem Internasional untuk mengukur panas. Dalam konteks
bahasa Indonesia, panas juga dapat mengacu pada kondisi suhu yang lebih tinggi.
Secara umum, panas berpindah dari wilayah dengan suhu lebih tinggi menuju
wilayah dengan suhu yang lebih rendah.

1.4 Hubungan Bahan Bakar dengan Energi


Bahan bakar merupakan material organik yang, ketika dibakar, menghasilkan
panas dan energi. Bahan bakar ini terbagi menjadi tiga jenis utama: padat, cair, dan
gas. Mengingat kondisi saat ini dimana cadangan minyak dan gas bumi (sering
disebut sebagai minyak mentah atau petroleum) yang merupakan sumber energi
fosil dan tidak dapat diperbaharui semakin berkurang, sering terjadi krisis energi.
Krisis ini disebabkan oleh kelangkaan dan ketidakpastian pasokan, yang berujung
pada kenaikan harga minyak mentah secara global. Situasi ini juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor politik.

2
Kota-kota besar atau metropolitan umumnya dikenal dengan keberadaan
bangunan tinggi, beragam pusat belanja, apartemen, serta kepadatan penduduknya,
seperti yang terlihat di Jakarta, Tokyo, New York, Moscow, Berlin, London, dan
lain-lain. Untuk memasok kebutuhan energi di area metropolitan, seringkali
dibangun stasiun pembangkit listrik yang menggunakan berbagai jenis sumber
energi untuk menggerakkan turbin, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel (PLTD), dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). PLTU biasanya
memanfaatkan batu bara untuk menghasilkan uap yang menggerakkan turbin,
sedangkan PLTD menggunakan bahan bakar fosil. Keduanya menghasilkan emisi
gas yang dilepaskan ke atmosfer dan residu yang dibuang ke lingkungan.
Kendaraan seperti motor dan mobil kebanyakan ditenagai oleh bahan bakar fosil
untuk menghasilkan energi dan menghasilkan emisi gas buang. Penggunaan
kendaraan bermotor yang ditenagai oleh bahan bakar fosil ini pada dasarnya
merupakan proses konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik dan termal.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik dan Klasifikasi Bahan Bakar Padat


Bahan bakar padat mengacu pada jenis bahan mudah terbakar yang tetap dalam
keadaan padat pada suhu kamar dan digunakan sebagai sumber energi melalui
pembakaran. Berbeda dengan bahan bakar cair atau gas, bahan bakar padat tidak
mengalir, dan biasanya dicirikan oleh bentuknya yang stabil dan kompak. Bahan
bakar padat telah memainkan peran historis yang penting dalam berbagai aspek
peradaban manusia, mulai dari memasak dan memanaskan hingga aplikasi industri.

2.2 Nilai Kalor


Nilai kalor mengukur jumlah energi yang dapat dilepaskan atau diserap saat
bahan bakar tersebut dibakar atau digunakan dalam proses lainnya. Secara
sederhana, semakin tinggi nilai kalor suatu bahan bakar, semakin banyak energi
yang dapat dihasilkan dari pembakarannya. Nilai kalor (atau nilai panas)
didefinisikan sebagai jumlah panas yang dihasilkan atau diserap ketika satu
kilogram bahan bakar sepenuhnya terbakar. Dalam konteks ini, nilai kalor biasanya
diukur dalam satuan energi per massa, seperti kilojoule per kilogram (kJ/kg) atau
megajoule per kilogram (MJ/kg).
LHV = MC × HH V × ( 1 − MC W ) (2-1)

Keterangan:
LH V : adalah nilai kalor kayu (dalam satuan energi per satuan massa atau
volume, seperti BTU/lb atau MJ/kg).
MC : adalah kadar air kayu (dinyatakan dalam desimal).
HH V : nilai kalor yang lebih tinggi.
MCW : adalah kadar air (dinyatakan dalam desimal).

Sebagai contoh, batu bara memiliki nilai kalor yang relatif tinggi, kira-kira 20-
30 MJ/kg, sementara kayu biasanya memiliki nilai kalor yang lebih rendah, sekitar
15-20 MJ/kg. Hal ini berarti ketika batu bara dibakar, lebih banyak energi akan
dilepaskan dibandingkan ketika kayu dibakar dalam jumlah yang sama.Dalam
penggunaan praktis, nilai kalor bahan bakar sangat penting dalam perencanaan dan
evaluasi sistem energi, termasuk dalam pembangkit listrik, pemanas, transportasi,

4
dan proses industri. Semakin tinggi nilai kalor suatu bahan bakar, semakin efisien
pemanfaatannya dalam menghasilkan energi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
nilai kalor bahan bakar sangat penting dalam memilih bahan bakar yang tepat untuk
aplikasi tertentu, serta dalam merancang dan mengoperasikan sistem energi dengan
efisien.

2.3 Batubara
Salah satu bahan bakar padat yang paling terkenal dan banyak digunakan
adalah batubara. Batubara adalah batuan sedimen berwarna hitam atau hitam
kecoklatan yang sebagian besar tersusun dari karbon bersama dengan berbagai
unsur lain seperti hidrogen, belerang, oksigen, dan nitrogen. Ini telah menjadi
sumber energi utama selama berabad-abad dan telah menggerakkan industri,
transportasi, dan pembangkit listrik. Batubara hadir dalam berbagai bentuk,
termasuk antrasit, bitumen, sub-bituminus, dan lignit, masing-masing dengan
kandungan energi dan karakteristik yang berbeda-beda.

Gambar 2.1. Batu Bara (Inspektama, 2021).

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil yang paling banyak digunakan.
Berdasarkan kadar karbon dan panas yang dihasilkan, batu bara dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, seperti:
1. Antrasit: Kadar karbon tinggi, menghasilkan banyak panas, dan memiliki sedikit
asap. Nilai kalor berkisar antara 24 hingga 35 megajoule per kilogram (MJ/kg).
2. Bituminus: Kadar karbon sedang, banyak digunakan di pembangkit listrik. Nilai
kalor berkisar antara 20 hingga 30 MJ/kg.
3. Sub-bituminus: Kadar karbon lebih rendah, lebih sedikit panas yang dihasilkan.
Nilai kalor berkisar antara 17 hingga 24 MJ/kg.

5
4. Lignit: Kadar karbon paling rendah diantara jenis jenis batu bara, menghasilkan
panas yang lebih sedikit dibandingkan jenis batu bara lainnya. Nilai kalor
berkisar antara 10 hingga 20 MJ/kg.

Pembentukan batu bara merupakan proses geologis yang panjang, melibatkan


transformasi materi organik menjadi batu bara melalui proses yang disebut dengan
karbonifikasi. Proses ini terjadi dalam jangka waktu jutaan tahun dan melibatkan
beberapa tahapan utama. Cara mendapatkan batu bara juga melalui beberapa
metode penambangan. Berikut penjelasannya:

Pembentukan Batubara
1. Akkumulasi Materi Organik: Proses pembentukan batu bara dimulai dengan
akumulasi sisa-sisa tumbuhan di lingkungan rawa-rawa atau area berair tenang.
Kondisi anaerobik (kurang oksigen) di lingkungan ini mencegah materi organik
terurai sepenuhnya oleh mikroorganisme.
2. Penguburan: Lapisan materi organik yang terakumulasi kemudian tertimbun di
bawah lapisan sedimen lain seperti pasir dan lumpur. Berat dari lapisan sedimen
ini menekan lapisan materi organik.
3. Peningkatan Tekanan dan Suhu: Seiring berjalannya waktu, peningkatan
tekanan dan suhu akibat penguburan lebih dalam mengubah materi organik
tersebut. Proses kimia dan fisika yang terjadi selama fase ini menghilangkan zat
terbang dari materi organik, meninggalkan karbon yang lebih kaya.
4. Transformasi Menjadi Batu Bara: Melalui proses metamorfosis geologi,
materi organik berubah menjadi berbagai jenis batu bara, mulai dari lignit (batu
bara muda dengan kadar karbon paling rendah) hingga antrasit (batu bara tua
dengan kadar karbon paling tinggi).

Cara Mendapatkan Batu Bara


1. Penambangan Permukaan (Surface Mining): Metode ini digunakan ketika
batu bara terletak tidak terlalu dalam dari permukaan bumi. Penambangan
permukaan melibatkan penghapusan lapisan tanah dan batuan penutup
(overburden) untuk mengakses lapisan batu bara.
2. Penambangan Bawah Tanah (Underground Mining): Metode ini digunakan
ketika batu bara berada pada kedalaman yang signifikan. Penambangan bawah

6
tanah melibatkan pembuatan terowongan atau shaft untuk mencapai lapisan batu
bara. Ini lebih berisiko dan mahal dibandingkan penambangan permukaan tetapi
diperlukan untuk mencapai deposit yang dalam.
3. Penambangan Terbuka (Open Pit Mining): Mirip dengan penambangan
permukaan, tetapi biasanya untuk deposit yang lebih besar dan lebih dalam.
Penggalian besar dilakukan untuk mengekstrak batu bara.

Pemanfaatan Batubara
Pemanfaatan batu bara untuk energi telah menjadi salah satu sumber energi utama
di banyak negara di seluruh dunia. Berikut adalah beberapa cara pemanfaatan batu
bara untuk energi:
1. Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara (PLTU): Salah satu penggunaan utama
batu bara adalah sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga batu bara.
Proses ini melibatkan pembakaran batu bara untuk menghasilkan uap air yang
kemudian digunakan untuk menggerakkan turbin yang terhubung dengan
generator listrik, menghasilkan listrik.
2. Pemanasan Rumah dan Bangunan:
o Di beberapa daerah, batu bara masih digunakan sebagai bahan bakar untuk
sistem pemanas sentral dalam rumah dan bangunan komersial.
o Batu bara juga dapat digunakan dalam tungku dan boiler untuk memanaskan
air untuk keperluan pemanas air.
3. Industri dan Manufaktur:
o Batu bara digunakan sebagai bahan bakar dalam berbagai proses industri,
termasuk industri besi dan baja, industri kimia, industri semen, dan lain-lain.
o Pabrik-pabrik besar menggunakan batu bara untuk memanaskan tungku dan
boiler dalam proses produksi mereka.
4. Transportasi:
o Meskipun tidak seefisien energi seperti bahan bakar cair atau gas, beberapa
lokomotif dan kapal besar menggunakan batu bara sebagai bahan bakar.
o Batu bara juga dapat digunakan dalam proses produksi biodiesel, yang
kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk kendaraan.

Meskipun batu bara telah lama menjadi sumber energi yang penting,
penggunaannya telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan, termasuk emisi

7
gas rumah kaca dan pencemaran udara. Oleh karena itu, pengembangan teknologi
untuk mengurangi emisi dan meningkatkan efisiensi penggunaan batu bara telah
menjadi fokus utama dalam upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan
energi dan perlindungan lingkungan. Upaya juga dilakukan untuk mencari alternatif
energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan untuk mengurangi ketergantungan
pada batu bara.

2.4 Kokas
Bahan bakar kokas adalah produk yang dihasilkan dari proses pembakaran atau
pemanasan batu bara pada suhu tinggi dalam suatu lingkungan yang terbatas atau
tanpa udara. Proses ini dikenal sebagai pirolisis atau karbonisasi. Bahan bakar
kokas biasanya terdiri dari karbon murni dengan sedikit kandungan air dan gas.
Perkiraan nilai kalor untuk kokas bervariasi, tetapi umumnya berkisar antara 24
hingga 29 megajoule per kilogram (MJ/kg). Namun, nilai ini dapat berbeda
tergantung pada berbagai faktor, seperti jenis batu bara yang digunakan, proses
pembuatannya, dan kondisi spesifik lainnya. Kokas memiliki beberapa aplikasi,
termasuk:

1. Industri Besi dan Baja: Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan agen
reduksi dalam proses pembuatan besi dan baja. Proses pembuatan besi dan baja
melibatkan penggunaan kokas untuk memanaskan dan melebur bijih besi serta
untuk menghilangkan oksigen dari bijih tersebut.
2. Industri Ferroalloy: Kokas digunakan dalam produksi ferroalloy, yang
merupakan campuran logam besi dengan unsur-unsur lain seperti mangan,
silikon, krom, dan lainnya. Ferroalloy digunakan sebagai bahan tambahan dalam
pembuatan baja untuk meningkatkan sifat-sifat mekanis dan kimia baja.
3. Industri Aluminium: Kokas juga digunakan dalam produksi aluminium
sebagai sumber karbon untuk elektrolisis bauksit menjadi aluminium. Proses ini
membutuhkan suhu tinggi dan kokas berperan sebagai sumber panas dan karbon.
4. Industri Kimia: Kokas dapat digunakan sebagai bahan baku dalam produksi
bahan kimia tertentu, seperti karbon aktif, karbon grafik, atau karbon karbida.

8
Gambar 2.2. Kokas (Inspektama, 2021)
Penting untuk dicatat bahwa kokas tidak sama dengan batu bara. Kokas adalah
produk yang dihasilkan dari batu bara melalui proses pirolisis atau karbonisasi,
sedangkan batu bara adalah bahan mentah yang digunakan dalam proses tersebut.
Kokas memiliki sifat-sifat yang berbeda dari batu bara, termasuk tingkat karbon
yang lebih tinggi dan kandungan zat terbang yang lebih rendah.

2.5 Briket Batubara


Briket batubara adalah bahan bakar padat yang dibuat dari batubara atau sering
kali dari campuran batubara dengan bahan lain yang menambah nilai atau
mengurangi dampak lingkungan dari penggunaan batubara. Briket ini diproduksi
melalui proses pemadatan batubara yang dihancurkan atau serbuk batubara, yang
kemudian dibentuk menjadi blok atau bentuk padat lainnya. Proses ini bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi pembakaran, mempermudah penyimpanan dan
transportasi, serta mengurangi emisi berbahaya saat dibakar. Nilai kalor briket batu
bara dapat bervariasi tergantung pada komposisi bahan bakar dan proses pembuatan
briket tersebut. Secara umum, nilai kalor briket batu bara dapat berkisar antara 17
hingga 24 megajoule per kilogram (MJ/kg).

Keuntungan Briket Batubara

1. Efisiensi Pembakaran: Briket batubara membakar lebih lama dan lebih


konsisten dibandingkan batubara dalam bentuk aslinya, sehingga lebih efisien.
2. Pengurangan Limbah: Pembuatan briket dapat menggunakan serbuk atau sisa
batubara yang sebelumnya dianggap tidak berguna, mengurangi limbah.
3. Kemudahan Penggunaan dan Transportasi: Bentuk padat dan ukuran standar
membuat briket lebih mudah ditangani, disimpan, dan ditransportasikan.

9
4. Pengurangan Emisi: Briket batubara dapat dirancang untuk mengurangi emisi
gas berbahaya seperti sulfur dioksida (SO2) ketika dibakar, dibandingkan
dengan pembakaran batubara mentah.
5. Dukungan untuk Industri Batubara: Briket memberikan cara untuk
menambah nilai pada batubara berkualitas rendah atau sisa-sisa batubara.

Gambar 2.3 Briket Batu Bara (Dinas EDSM, 2013).

Proses Produksi
Proses pembuatan briket batubara umumnya melibatkan penggilingan atau
penghancuran batubara menjadi bubuk halus, pencampuran dengan pengikat atau
aditif jika diperlukan, dan pemadatan campuran di bawah tekanan tinggi dalam
cetakan untuk membentuk briket. Pengikat yang digunakan bisa bervariasi, dari
jenis organik seperti pati hingga anorganik seperti aspal, tergantung pada kegunaan
akhir briket.

Aplikasi
Briket batubara digunakan dalam berbagai aplikasi pemanasan dan industri,
termasuk sebagai bahan bakar untuk pemanas ruangan, boiler industri, dan dalam
proses produksi di mana diperlukan sumber panas yang stabil dan bersih. Di
beberapa negara, briket batubara juga digunakan sebagai alternatif bahan bakar
rumah tangga untuk memasak dan pemanasan, memberikan opsi yang lebih bersih
dibandingkan dengan kayu bakar atau batubara mentah. Meskipun briket batubara
membawa banyak keuntungan, penggunaannya juga harus mempertimbangkan
aspek lingkungan, terutama terkait dengan emisi karbon dan dampak ekstraksi
batubara terhadap lingkungan.

10
BAB III
PENUTUP

Demikian makalah ini kami buat, kami berharap makalah ini dapat memberikan
gambaran tentang bahan bakar padat fosil. kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan untuk itu kami selaku tim penyusun memohon maaf
yang sebesar – besarnya. Kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan
sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik. Semoga kita semua senantiasa
mendapatkan ridho dan rahmat Allah SWT. Atas perhatian dan bantuannya kami
ucapkan terima kasih.

11
DAFTAR PUSTAKA

Astra, I. M. (2010). Energi dan dampaknya terhadap lingkungan. Jurnal Meteorologi


dan Geofisika, 11(2), 131-139.
Munir, S. (2008). Peran Sistem Klasifikasi Bahan Bakar Padat Konvensional
Hubungannya dengan Diversifikasi Energi. MIMBAR: Jurnal Sosial dan
Pembangunan, 24(1), 69-78.
Jamilatun, S. (2008). Sifat-sifat penyalaan dan pembakaran briket biomassa, briket
batubara dan arang kayu. Jurnal rekayasa proses, 2(2), 37-40.
Gunara, M. (2017, November). Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif
Untuk Pengembangan Industri Logam. In Prosiding Seminar Nasional Teknoka
(Vol. 2, pp. M22-M27).
Syamsiro, M. (2016). Peningkatan kualitas bahan bakar padat biomassa dengan proses
densifikasi dan torrefaksi. Jurnal Mekanika dan Sistem Termal, 1(1), 7-13.

12

Anda mungkin juga menyukai