K9 - PSO OTH. Rev
K9 - PSO OTH. Rev
Disusun oleh :
FAKULTAS FARMASI
2024
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3
2.1 Definisi Sediaan Tetes Hidung.........................................................................3
2.2 Faktor Penting dalam Sediaan Tetes Hidung..................................................4
2.2.1 Syarat-syarat sediaan tetes hidung...........................................................4
2.2.2 Karakteristik sediaan hidung....................................................................5
2.3 Pemakaian Sediaan Tetes Hidung...................................................................7
2.4 Prosedur Pembuatan Sediaan Tetes Hidung yang Baik..................................8
2.5 Alur Bahan Baku Sediaan Obat......................................................................12
2.6 Alur Produksi Sediaan Obat..........................................................................13
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................16
3.1 Alur Kerja Sumber Daya Manusia (Personalia)............................................16
3.2 Alur Pengadaan Bahan Baku.........................................................................16
3.3 Alur Bahan Baku untuk Produksi Sediaan Obat...........................................17
3.4 Bangunan dan Fasilitas..................................................................................18
3.5 Peralatan dan Tempat....................................................................................18
3.6 Sanitasi dan Hygiene.....................................................................................19
3.7 Proses Produksi.............................................................................................19
3.8 Prosedur Pembuatan Tetes Hidung...............................................................28
3.9 Alur Pembuatan Tetes Hidung yang Baik.....................................................29
BAB IV........................................................................................................................39
KESIMPULAN............................................................................................................39
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................39
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Berdasarkan hal tersebut maka dalam makalah ini akan dibahas cara
memproduksi obat tetes hidung dengan cara yang baik untuk memahami aspek-aspek
dalam proses pembuatan sediaan obat tetes hidung yang baik serta mengetahui
metode, karakteristik dan evaluasi dan stabilitasnya.
1.3 Tujuan
1. Memahami cara memproduksi sediaan obat tetes hidung yang baik
2. Memahami komponen dan rancangan formulasi sediaan obat tetes hidung
3. Memahami pengadaan barang dan alurnya
4. Memahami cara memproduksi sediaan obat tetes hidung yang baik dari alur,
proses produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan, dan distribusinya
5. Memahami spesifikasi dari formulasi sediaan obat tetes hidung serta
stabilitasnya
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
dalam bentuk semprotan hidung, tetes, larutan, gel, atau bubuk dan jenis formulasi
lainnya, termasuk emulsi, suspensi, dan mikropartikel (Illum’s : 1184).
Rute hidung digunakan untuk lokal atau tindakan sistemik. Obat ini diberikan
secara lokal untuk meredakan gejala dengan cepat penyakit, mengurangi dosis yang
diberikan, karena obat ditempatkan langsung pada pasien daerah, sehingga
menghindari metabolisme sistemik. Di sisi lain, administrasi hidung zat aktif
farmakologis untuk tindakan sistemik digunakan dalam kasus obat dengan
penyerapan usus yang buruk dan stabilitas cairan gastrointestinal yang terbatas,
dengan luas metabolisme lintas pertama di hati, seperti obat biologis dan obat pola
(Illum’s : 1184).
Administrasi obat yang melalui saluran hidung juga dapat melewati sawar
darah-otak (BBB), sehingga dapat digunakan untuk tindakan sistem saraf pusat (SSP).
Penyerapan obat melalui hidung didasarkan pada sifat fisikokimia dari obat yang
diberikan. Obat tidak dapat menembus mukosa dan menunjukkan efeknya jika
ukurannya besar (lebih besar dari 1 kDa), tingkat ionisasinya tinggi, atau terlalu
lipofilik (Illum’s : 1184).
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan
berair, larutan hidung dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan
0,9% larutan NaCl. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range
0,5%-1,8% NaCl. Isotonisitas selalu dikehendaki dan khususnya penting dalam
larutan hidung.
5. Viskositas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang
lama kontak dalam hidung dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan
seperti metilselulosa, polivinil alcohol, hidroksi metil selulosa, dan turunan asam
polycaryl ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas. Para peneliti
telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak dalam mata.
umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan meningkat lama
kontak dalam mata.
6. Additive/tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan hidung diperbolehkan, namun
demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat
atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%.
Ulangi prosedur ini untuk lubang hidung lain jika disarankan untuk
melakukannya ke dokter atau apoteker.
tonisitas dalam range dari ekuivalen 0,5% sampai 1,6% NaCl tanpa
ketidaknyamanan yang besar.
Dalam pembuatan larutan hidung, tonisitas larutan dapat diatur sama cairan
lakrimal dengan penambahan zat terlarut yang cocok seperti NaCl. Jika
tekanan osmotik dari obat diinginkan konsentrasi melampaui cairan hidung,
tidak ada yang dapat dilakukan jika konsentrasi obat yang diinginkan
dipertahankan, ketika larutan hipertonik. Contohnya 10 dan 30% larutan
natrium sulfasetamid adalah hipertonik, konsentrasi kurang dari 10% tidak
memberikan efek klinik yang diinginkan. Untuk larutan hipotonik sejumlah
metode disiapkan untuk menghitung jumlah NaCl untuk mengatur tonisitas
larutan mata, salah satu metodenya adalah metode penurunan titik beku.
8. pH sediaan tetes hidung
Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,5-7,5. Ini masih bisa
ditoleransi oleh hidung dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil
larutan, (2) dan buffer cairan hidung (Parrot: 223). Dalam banyak
perumpamaan, kita dapat mencapai obat dengan seratus kali lebih stabil pada
pH 5,0 dan kemudian pH 7,0. pH dari larutan hidung sebaiknya antara 5,5 dan
8.
9. Pewadahan
Wadah untuk larutan hidung. Larutan hidung sebaiknya digunakan dalam unit
kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil.
Botol 5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan
hidung. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan
dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi. Botol
plastic untuk larutan hidung juga dapat digunakan. Meskipun beberapa botol
plastik untuk larutan hidung telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih
melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi
untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir.
Tipe wadah yang biasa digunakan untuk tetes hidung adalah vertikal dilipat
ambar atau gelas botol hijau layak dengan tutup bakelite yang membawa tube
tetes dengan sebuah pentil dan kemampuan untuk ditutup sebagaimana untuk
menahan mikroorganisme. Sifat-sifat yang penting sebagai berikut :
a. Wadah dilengkapi dengan uji untuk membatasi alkali gelas. Copper (1963)
menunjukkan bahwa kadang-kadang botol dapat dibebasalkalikan tetapi tube
14
tetes tidak. Ini dapat dicontohkan oleh tetes hidung fisostigmin dalam larutan
dalam botol tidak berwarna tetapi pada tube tetes berwarna merah muda.
b. Wadah melindungi isi bahan terhadap cahaya. Banyak bahan obat sensitif
terhadap cahaya.
c. Wadah mempunyai segel yang memuaskan. Norton (1963) menunjukkan test
warna.
d. Pentil karet atau pentil dari bahan-bahan lain adalah penyerap dan sebaiknya
dijenuhkan dengan pengawet yang digunakan dalam larutan mata dimana
mereka digunakan.
e. Wadah menyiapkan penetes yang siap digunakan dan melindungi terhadap
kerusakan dan kontaminasi.
f. Wadah dilengkapi dengan pengaturan racun. Banyak obat mata adalah racun.
g. Wadah non gelas tidak bereaksi dengan obat-obat atau partikel lain yang
menjadi isi larutan.
Larutan hidung disiapkan secara terus-menerus dikemas dalam wadah tetes
(droptainers) polietilen atau dalam botol tetes gelas. Untuk mempertahankan
sterilitas larutan, wadah harus steril. Wadah polietilen disterilkan dengan etilen
oksida, sementara penetes gelas dapat dengan dibungkus dan diautoklaf. Secara
komersial disiapkan unit dosis tunggal dengan volume 0,3 ml atau kurang dikemas
dalam tube polietilen steril dan disegel dengan pemanasan.
Wadah gelas sediaan hidung dengan dilengkapi penetes gelas telah
dilengkapi hampir sempurna dengan unit penetes polietilen densitas rendah yang
disebut “Droptainer”. Hanya sejumlah kecil wadah gelas yang masih digunakan,
biasanya karena pembatasan sterilitas. Larutan intraokuler volume besar 250-500
ml telah dikemas dalam gelas, tetapi bahkan sediaan parenteral mulai dikemas
dalam pabrik khusus wadah polietilen/polipropilen. Satu yang masih perlu
dipikirkan adalah wadah plastik, biasanya polietilen densitas rendah, adalah tidak
dengan alat tergantikan dengan gelas.
Wadah plastik adalah permeabel terhadap beberapa bahan termasuk cahaya
dan air. Wadah plastik dapat mengandung variasi bahan-bahan ekstraneous seperti
bahan pelepas jamur, antioksidan, reaksi quenchers dan yang mirip, siap dapat
menggunakan plastik dalam wadah larutan. Lem label, tinta dan warna juga dapat
berpenetrasi polietilen dengan cepat, sebaliknya bahan-bahan menguap dapat
menyerap dari larutan ke dalam atau melalui wadah plastik.
15
pemasok/suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya dari
quarantine menjadi released.
4. Penyimpanan
Setelah bahan baku diterima, bagian gudang memiliki tugas yang penting untuk
menyimpan bahan baku. Penyimpanan bahan baku tidak sesederhana yang
dibayangkan, karena bahan baku memiliki spesifikasi penyimpanan tersendiri.
Lingkungan penyimpanan juga harus dijaga dengan baik. Ada bahan yang harus
disimpan dalam suhu ruang biasa (ambient), ada yang harus disimpan dalam suhu
dingin, ada yang harus disimpan dalam lemari es.
5. Untuk proses produksi, bahan tersebut akan diminta melalui form permintaan
bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi. Transfer
bahan baku dari gudang ke area produksi juga jadi aspek penting tersendiri. Karena
spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi berbeda.
1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal
dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
2. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang
teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan
semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan
induk.
H. Karantina Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke
gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke
gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk
dan catatan pengolahan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.
BAB III
PEMBAHASAN
1. 2.
pemeriksaan kelengkapan dokumen karantina (label kuning)
sampling
20
Release (label
uji kelayakan oleh QC hijau)
Sesuai standar keberterimaan
yang ditentukan oleh RnD reject (label
merah)
Untuk proses produksi, bahan tersebut akan diminta melalui form permintaan
bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi. Transfer bahan
baku dari gudang ke area produksi juga jadi aspek penting tersendiri. Karena
spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi berbeda.
Dalam hal bangunan dan fasilitas, pabrik telah memiliki area gudang produk
jadi, gudang bahan awal, ruangan produksi, penimbangan, laboraturium, dan tempat
pencucian peralatan, dilengkapi dengan sarana penyediaan air bersih, kamar kecil,
tempat cuci tangan, kamar ganti pakaian, tempat sampah dan sarana pembuangan air
limbah.
Pada setiap aspek produk tetes hidung selalu dilakukan upaya untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya tersebut selalu
ditingkatakan oleh perusahaan terhadap tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan,
proses produksi, pengemasan dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran
produk. Hygiene dari personil/karyawan diwajibkan merupakan salah satu hal penting
yang harus diperhatikan. Personil/karyawan diwajibkan mencuci tangan dan
menyemprotkan alkohol 70% setiap memasuki ruangan produksi, diwajibkan
mengenakan pakaian yang hanya dikenakan di ruangan produksi agar produk tidak
terkontaminasi benda-benda asing. Selama melakukan pekerjaan karyawan
diharuskan menahan diri untuk tidak makan dan minum atau melakukan pekerjaan
yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk.
Proses produksi dimulai dari penerimaan bahan baku dari gudang, disimpan
dalam satu ruangan penyimpanan bahan baku, untuk selanjutnya dilakukan
penimbangan. Proses produksi ini mengikuti LPP (Lembar Petunjuk Produksi) yang
telah diberikan oleh bagian perencanaan produksi. Di dalam LPP berisi petunjuk atau
prosedur dari proses produksi. Setelah bahan baku diterima dan telah sesuai dengan
yang dibutuhkan, produksi akan dimulai dengan proses mixing. Setelah proses mixing
selesai akan didapatkan bulk yang kemudian akan diberi status HOLD dan diperiksa
terlebih dahulu oleh bagian Quality Control (QC). Setelah status REALESE
dikeluarkan oleh QC, maka proses pengisian (Filling) ke dalam kemasan primer bisa
dijalankan. Tahap akhir dari produksi adalah pengemasan sekunder. Setelah seluruh
proses pengemasan selesai, QC akan kembali melakukan pengujian. Sementara
menunggu QC mengeluarkan label PASS, produk akan disimpan diruangan karantina.
Setelah semua proses pengujian selesai dan label PASS telah dikeluarkan, produk
disimpan digudang dan siap untuk didistribusikan.
Tetes hidung umumnya berbentuk larutan, atau suspensi dari satu atau lebih zat
aktif dalam cairan yang cocok untuk penggunaan pada rongga hidung, biasanya
bentuk yang paling sering digunakan adalah bentuk larutan.
Tetes hidung mengandung cairan pembawa, bila tidak dinyatakan lain cairan
pembawa yang digunakan air. Cairan pembawa yang digunakan harus memiliki
kelarutan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding hidung, biasanya air
tetapi dapat juga berupa gliserin dan propilenglikol. Selain itu bisa juga menggunakan
etanol, heksilenglikol. Tetes hidung juga mengandung zat aditif seperti pengawet,
antioksidan, buffer, agen viskositas, atau surfaktan. Antioksidan seperti natrium
disulfida dan penstabil lainnnya juga dimasukkan dalam formulasi obat hidung jika
dibutuhkan.
Komposisi Tetes Hidung (Guttae Nasales): pada umumnya sediaan tetes hidung
dalam bentuk larutan atau suspensi. Pembawa yang sering digunakan antara lain: 1.
Gliserin 2. Propilen glikol 3. PEG dengan BM kecil seperti PEG 300 Pembawa yang
kental ini memungkinkan kontak antara obat dengan jaringan hidung yang lebih lama.
Selain itu karena sifat higroskopisnya, memungkinkan menarik kelembaban dari
jaringan hidung sehingga mengurangi peradangan dan membuang lembab yang
tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada.
23
Sifat Fisiko Kimia Yang Harus Diperhatikan Pada Sediaan Tetes Hidung
(Guttae Nasales):
A. Formulasi
B. Master Formula
Tiap 10 ml mengandung :
Oxymetazolin HCl 0,05 %
NaH2PO4 0,56 %
Na2HPO4 0,284 %
Benzalkonium Klorida 0,01 %
NaCl
Aqua Pro Injeksi ad 5ml
HCl dalam sediaan nasal spray atau nasal drops. Bisa juga digunakan dalam sediaan
tetes mata untuk mengurangi mata merah akibat iritasi ringan.
Dalam formulasi sediaan obat tetes hidung berfungsi sebagai zat aktif Untuk mer
edakan hidung tersumbat akibat flu, demam, alergi saluran pernapasan bagian atas lai
nnya, atau infeksi sinus (baca juga penjelasan lengkap tentang alergi makanan) juga di
gunakan untuk mengobati pendarahan hidung dan mata merah karena iritasi ringan.
D. Alasan Pemilihan Zat Aktif
Oxymetazolin HCL
1. Indikasi
OOP : 459
Derivat ini bekerja langsung terhadap reseptor alfa tanpa efek pada reseptor beta.
Setelah ditetesi pada hidung dalam waktu 5-10 menit terjadi vasokontriksi mukosa
yang bengkak dan kemampatan.
FT : 73
Alfa-agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada penderita rinitis
alergika atau rinitis vasomotor dan pada penderita infeksi saluran nafas atas dari
rinitis akut.
E. Mekanisme Kerja
Obat-obat golongan ini menyebabkan vasokontriksi pada mukosa hidung dengan
reseptor alfa-1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan mengurangi
penyumbatan hidung (FT : 73)
27
F. Efek samping
OOP V : 460
Dapat berupa rasa terbakar dan iritasi dari selaput lendir dengan
menimbulkan bersin
Efeknya ringan dibandingkan aksi dekongestan nasal termasuk rasa terbakar, kering
pada nasal mukosa, bersin, sakit kepala ringan, insomnia dan bersin
MD32 th: 1065
Dapat menyebabkan iritasi , rebound congers, mungkin terjadi setelah pengunaan
yang lama
G. Dosis
OOP V : 460
Anak-anak diatas 12 tahun dan dewasa 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,05 % (HCl)
disetiap lubang hidung. Anak-anak 2-10 tahun larutan 0,025 %
AMA DRUGS : 507
Dewasa dan anak-anak 6 tahun ke atas 2-3 tetes/2-3 kali spray konsentrasi 0,05 %
tiap 10 jam. Anak dibawah 6 tahun tidak dianjurkan untuk anak dibawah 6 tahun
pabrik menganjurkan konsentrasi 0,025%
MD32 th: 1065
Konsentrasi 0,05 % larutan oxymetazolin HCl digunakan untuk topikal sebagai
tetes hidung atau disemprotkan tiap lubang hidung 2 kali sehari disarankan
H. pH dan Kestabilan
MD32 th: 1065 pH 4,0 - 6,5
FI IV : 609 pH 4,0 - 6,5
RPS 18th: 883 stabil dengan cahaya dan pemanasan
wol, menunjukkan efek merusak terhadap gerakan silia meski pada konsentrasi 1 :
10000. Konsentrasi zat pengawet untuk tetes hidung umumnya digunakan
benzalkonium klorida 0,01%- 0,1 % b/v (FI III : 10). Pengawet antimikroba
digunakan untuk pengawet sama dengan obat mata (Ansel : 576)
Inkompabilitas : tidak cocok dengan aluminium, surfaktan anionik, sitrat, kapas,
fluorescein, hidrogen peroksida, hipromelosa, iodida, kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan
nonionik dalam konsentrasi tinggi, permanganat, protein, salisilat, garam perak,
sabun, sulfonamida, tartrat, seng oksida, seng sulfat, beberapa campuran karet, dan
beberapa campuran plastik.
Benzalkonium klorida telah terbukti diserap ke berbagai membran penyaringan,
terutama yang bersifat hidrofobik atau anionik..
B. Dapar Fosfat
a. DOM Martin : 913
Kapasitas buffer pada sekret hidung tidak diragukan lagi sangat rendah
b. Ansel : 571
Preparat berair paling banyak dipakai pada hidung yang mampat, dibuat isotonis
terhadap cairan hidung didapar untuk menjaga stabilitas obat sedangkan pH normal
cairan hidung diperkirakan sekitar 5,5-6,5 dan ditambahkan sesuai kebutuhan.
NaCl 0,45
d. Scoville’s : 228
Dapar fosfat untuk obat tetes hidung (pH 6,5) dapat digunakan dan dibuat seperti
tersebut dibawah ini
NaH2PO4 0,560 g
29
Na2HPO4 0,284 g
NaCl 0,5 g
170ºC
Kertas Sterilisasi panas kering 1 jam 7
perkamen dengan oven pada suhu
170ºC
Botol 100 ml Sterilisasi panas kering 1 jam 7
dengan oven pada suhu
170ºC
Tutup karet Direndam dengan alcohol 24 jam 1
70%
Aluminium Steriliasi panas kering 1 jam 3
foil dengan oven pada suhu
170ºC
Membrane Sterilisasi panas kering 1 jam
filter 0,22 µm dengan oven pada suhu
170ºC
Membrane Sterilisasi panas kering 1 jam
filter 0,45 µm dengan oven pada suhu
170ºC
Buret Steriliasi panas basah
dengan autoklaf pada suhu
121ºC
Statif dan
klem
2. Wadah
Nama alat Cara sterilisasi Jumlah
Wadah OTH Direndam dengan alcohol 70% selama 1
24 jam
Tutup wadah Direndam dengan alcohol 70% selama 1
OTH 24 jam
8. Perhitungan Penimbangan Bahan
Penimbangan bahan dilakukan agar ketepatan dan keakuratan setiap bahan yang
akan digunakan, sehingga tidak terjadi overdosis atau reaksi yang tidak diinginkan
9. Pembuatan Sediaan Obat Tetes Hidung
Tabel 3.1 Prosedur memasuki Grey Area dan White Area
35
Menggunakan baju kerja steril untuk Menggunakan baju kerja steril untuk
Grey Area White Area
1 Menggunakan penutup rambut 1. Memasuki ruang ganti dengan benar
2 Menanggalkan aksesoris dan 2. Membuang pembungkus
kosmetik 3. Mengatur perlengkapan
3 Melakukan sanitasi 4. Menggunakan sarung kepala
4 Menggunakan baju steril bagian atas 5. Menggunakan masker
5 Menggunakan baju steril bagian 6. Menggunakan coverall dengan baik
bawah (dispensasi) 7. Menggunakan sepatu khusus dengan cara
6 Menggunakan sepatu khusus yang benar
7 Menggunakan shoe cover 8. Menggunakan kaca mata dengan baik
8 Melakukan pembilasan tangan 9. Menggunakan sarung tangan dengan cara
9 Menggunakan sarung tangan yang benar
10 Mendesinfeksi tangan 10. Memasuki ruang white area dengan cara
11 Menggunakan kaca mata pengaman yang benar
2. Evaluasi kimia
Identifikasi V Sesuai Sesuai Sesuai
3. Evaluasi biologi
Uji sterilitas V Bebas dari Bebas dari Bebas dari
mikroba/pirogen mikroba/piroge mikroba/pirogen
n
Uji efektivitas V Sesuai Sesuai Sesuai
pengawet
antimikroba
Kandungan zat V Sesuai Sesuai Sesuai
antimikroba
Sediaan diberi etiket V V Sesuai Sesuai Sesuai
dan brosur kemudian
dikemas dalam
wadah sekunder.
4.1 Kesimpulan
Karakteristik dari sediaan obat tetes hidung yang baik adalah jernih, isotonis, pH
5,5-7, mengandung antibakteri, stabil selama dalam pemakaian. Produksi sediaan obat
tetes hidung harus memenuhi semua aspek dimulai dari aspek personalia sampai
dengan aspek produksi sesuai dengan ketentuan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) dimana disebutkan ada 3 kualifikasi khusus untuk SDM yang sesuai dengan
CPOB diantaranya Kepala Produksi, Kepala QC dan Kepala QA yang mana masing-
masing sudah mempunyai tanggung jawab sesuai dengan yang ditetapkan guna
menghasilkan produk yang berkhasiat, bermutu serta bermanfaat. Komponen dari
sediaan obat tetes hidung terdiri dari zat aktif, pengisotonis NaCl, Pendapar NaHPO4,
pengawet benzalkonium klorida, pengental CMC dan pelarut aqua pro injeksi.
Metode sediaan Obat Tetes Hidung terdiri dari metode Pembuatan dan metode
Sterilisasi. Metode Pembuatan harus memenuhi syarat sterilisasi, berupa larutan
jernih, isotonis, ishidris, dan bebas partikel asing. Metode sterilisasi terutama
ditentukan oleh sifat alir sediaan.
Evaluasi dari sediaan tetes hidung yaitu: evaluasi fisik (organoleptis, uji kejernihan,
penentuan bobot jenis, penentuan pH), evaluasi kimia (penetapan kadar, penentuan
potensi (untuk antibiotik), dan evaluasi biologi (uji sterilitas, uji efektivitas
pengawet).
41
42
DAFTAR PUSTAKA