Anda di halaman 1dari 44

TUGAS MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

PRODUKSI SEDIAAN OBAT TETES HIDUNG YANG BAIK

Dosen Pengampu : Prof.Dr.apt.Teti Indrawati, MS

Disusun oleh :

Indra Ressy Octaviani 23344190

Ayu Yudia Indriani 23344191

Putri Sry Ratih 23344192

Afriana Br Silaen 23344193

Wahyu Dian Pramono 23344194

Kelas : E-P2K Apoteker

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL

2024
Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................3
2.1 Definisi Sediaan Tetes Hidung.........................................................................3
2.2 Faktor Penting dalam Sediaan Tetes Hidung..................................................4
2.2.1 Syarat-syarat sediaan tetes hidung...........................................................4
2.2.2 Karakteristik sediaan hidung....................................................................5
2.3 Pemakaian Sediaan Tetes Hidung...................................................................7
2.4 Prosedur Pembuatan Sediaan Tetes Hidung yang Baik..................................8
2.5 Alur Bahan Baku Sediaan Obat......................................................................12
2.6 Alur Produksi Sediaan Obat..........................................................................13
BAB III PEMBAHASAN............................................................................................16
3.1 Alur Kerja Sumber Daya Manusia (Personalia)............................................16
3.2 Alur Pengadaan Bahan Baku.........................................................................16
3.3 Alur Bahan Baku untuk Produksi Sediaan Obat...........................................17
3.4 Bangunan dan Fasilitas..................................................................................18
3.5 Peralatan dan Tempat....................................................................................18
3.6 Sanitasi dan Hygiene.....................................................................................19
3.7 Proses Produksi.............................................................................................19
3.8 Prosedur Pembuatan Tetes Hidung...............................................................28
3.9 Alur Pembuatan Tetes Hidung yang Baik.....................................................29
BAB IV........................................................................................................................39
KESIMPULAN............................................................................................................39
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................39

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oxymetazoline adalah dekongestan yang mengecilkan pembuluh darah di
saluran hidung. Pembuluh darah yang melebar dapat menyebabkan hidung tersumbat
(hidung tersumbat). Obat Oxymetazoline untuk hidung ditujukan untuk meredakan
hidung tersumbat sementara yang disebabkan oleh alergi atau flu biasa. Obat untuk
hidung Oxymetazoline juga dapat digunakan untuk tujuan tidak tercantum dalam
panduan pengobatan (Multum 2023).
Sediaan obat hidung (Collunaria) adalah tetes hidung (guttae nasales/ nasal
drops), cuci hidung (collunarium), semprot hidung (nebula/nose spray). Obat hidung
digunakan sebagai efek terapetik local. Sediaan tetes hidung hanya digolongkan dalam
sediaan untuk obat, tidak tersedia dalam bentuk kosmetik karena hidung merupakan
organ, dan menurut pengertian kosmetik yang di muat dalam peraturan BPOM
kosmetik adalah setiap bahan atau sediaan yang dimaksudkan digunakan pada seluruh
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian
luar), atau gigi dan membran mukosa disekitar mulut terutama membersihkan,
mewangikan merubah penampilan, dan/atau memperbaiki bau badan, dan/atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Bentuk sediaan tetes hidung
harus memenuhi persyaratan uji sterilitas.
Beberapa penggunaan sediaan tetes hidung harus mengandung zat yang sesuai
atau campuran zat untuk mencegah pertumbuhan atau memusnahkan
mikroorganisme. Sediaan hidung harus bebas dari partikel besar dan harus memenuhi
persyaratan untuk kebocoran dan partikel logam. Pembuatan larutan obat hidung
membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas bahan obat, nilai isotonisitas,
kebutuhan akan dapar, kebutuhan akan pengawet (dan jika perlu pemilihan pengawet)
sterilisasi dan kemasan yang tepat (Depkes RI, 1995).
Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat
dibuat secara konsisten. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Cara pembuatan obat yang baik mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu (BPOM 2018). Sehingga dalam proses pembuatan
tetes hidung, harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam CPOB tentang
pembuatan produk steril.

1
2

Berdasarkan hal tersebut maka dalam makalah ini akan dibahas cara
memproduksi obat tetes hidung dengan cara yang baik untuk memahami aspek-aspek
dalam proses pembuatan sediaan obat tetes hidung yang baik serta mengetahui
metode, karakteristik dan evaluasi dan stabilitasnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara memproduksi sediaan obat tetes hidung yang baik?
2. Apa komponen dan bagaimana rancangan formulasi sediaan obat tetes
hidung?
3. Bagaimana pengadaan barang dan alurnya?
4. Bagaimana memproduksi sediaan obat tetes hidung yang baik (alur, proses
produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan, dan distribusinya)?
5. Bagaimana formulasi sediaan obat tetes hidung yang baik?

1.3 Tujuan
1. Memahami cara memproduksi sediaan obat tetes hidung yang baik
2. Memahami komponen dan rancangan formulasi sediaan obat tetes hidung
3. Memahami pengadaan barang dan alurnya
4. Memahami cara memproduksi sediaan obat tetes hidung yang baik dari alur,
proses produksi, evaluasi, pengemasan, penyimpanan, dan distribusinya
5. Memahami spesifikasi dari formulasi sediaan obat tetes hidung serta
stabilitasnya
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sediaan Tetes Hidung


Terdapat beberapa pengertian/definisi tentang sediaan tetes hidung :
Menurut FI IV :
Sediaan hidung adalah cairan, semisolid atau sediaan padat yang digunakan
pada rongga hidung untuk memperoleh suatu efek sistemik atau lokal. Berisi satu atau
lebih bahan aktif. Sediaan hidung sebisa mungkin tidak mengiritasi dan tidak
memberi pengaruh yang negatif pada fungsi mukosa hidung dan cilianya. Sediaan
hidung mengandung air pada umumnya isotonik dan mungkin berisi excipients,
sebagai contoh untuk melakukan penyesuaian sifat merekat untuk sediaan, untuk
melakukan penyesuaian atau stabilisasi pH, untuk meningkatkan kelarutan bahan
aktif, atau kestabilan sediaan itu.
Menurut FI IV :
Tetes hidung adalah obat tetes hidung (OTH) adalah obat tetes yang digunakan
untuk hidung dengan cara meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat
mengandung zat pensuspensi, pendapar dan pengawet.
Menurut British Pharmakope 2001 :
Tetes hidung dan larutan spray hidung adalah larutan, suspense atau emulsi
yang digunakan untuk disemprotkan atau diteteskan ke dalam rongga hidung
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan obat tetes hidung merupakan sediaan
steril, yang terdiri dari bahan bahan berkhasiat obat dan bahan tambahan dan
membutuhkan perhatian khusus dalam pembuatannya terutama dalam hal toksisitas
bahan obat, nilai isotonisitas, kebutuhan akan dapar, pengawet, sterilitas, serta
kemasan yang tepat.
Obat tetes hidung adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense, digunakan untuk
hidung dengan cara meneteskan obat pada rongga hidung. Sediaan ini diteteskan
kedalam hidung sebagai antibakteri, anastetik, midriatik, miotik, dan antiinflamasi.

2.1.1 Penghantaran Obat Hidung


Rute pemberian melalui hidung digunakan untuk mengobati peradangan lokal,
alergi dan rinitis umum, dan hidung tersumbat. Senyawa aktif yang umum digunakan
melawan penyakit tersebut adalah antihistamin, glukokortikoid, atau dekongestan

4
5

dalam bentuk semprotan hidung, tetes, larutan, gel, atau bubuk dan jenis formulasi
lainnya, termasuk emulsi, suspensi, dan mikropartikel (Illum’s : 1184).
Rute hidung digunakan untuk lokal atau tindakan sistemik. Obat ini diberikan
secara lokal untuk meredakan gejala dengan cepat penyakit, mengurangi dosis yang
diberikan, karena obat ditempatkan langsung pada pasien daerah, sehingga
menghindari metabolisme sistemik. Di sisi lain, administrasi hidung zat aktif
farmakologis untuk tindakan sistemik digunakan dalam kasus obat dengan
penyerapan usus yang buruk dan stabilitas cairan gastrointestinal yang terbatas,
dengan luas metabolisme lintas pertama di hati, seperti obat biologis dan obat pola
(Illum’s : 1184).
Administrasi obat yang melalui saluran hidung juga dapat melewati sawar
darah-otak (BBB), sehingga dapat digunakan untuk tindakan sistem saraf pusat (SSP).
Penyerapan obat melalui hidung didasarkan pada sifat fisikokimia dari obat yang
diberikan. Obat tidak dapat menembus mukosa dan menunjukkan efeknya jika
ukurannya besar (lebih besar dari 1 kDa), tingkat ionisasinya tinggi, atau terlalu
lipofilik (Illum’s : 1184).

2.1.2 Faktor Penting Yang Mempengaruhi Penyerapan Obat Hidung


Penghantaran obat melalui jalur pemberian hidung mempunyai beberapa
keterbatasan, yaitu: sangat penting karena mempengaruhi konsentrasi obat dan
bioavailabilitas dan oleh karena itu, penyerapan dan efek farmakologis dari obat yang
diberikan. Penghalang utama pertama adalah serangkaian kondisi patologis dan
fisiologis yang terkait dengan mukosa hidung, yang dapat mempengaruhi penyerapan
dan kemanjuran obat. Misalnya saja perubahan fisiologis pada mukosa hidung
berdasarkan penyakit dan alergi (iritasi dan radang hidung rongga mulut, yang
diperburuk oleh rasa gatal dan bersin) dapat mempengaruhi penyerapan obat
(Costantino’s : 607).
Selain itu, ada batasan mengenai penyerapan yang sukar larut dalam air obat
karena rendahnya volume rongga hidung, sehingga mengurangi jumlah yang
diberikan 100–150 μL. Permeabilitas juga menurun untuk molekul polar dan besar
dan untuk peptida dan protein. Namun dengan menggunakan bahan eksipien yang
benar, termasuk bioadhesif polimer, peningkat, dan inhibitor enzimatik, permeabilitas
obat dan residensi dalam rongga hidung dapat diperbaiki (Tanaka’s : 212).
6

Penghalang penting lainnya adalah pembersihan mukosiliar (MCC) pada


mukosa, yang menyebabkan mengganti lapisan lendir setiap ~15 menit dengan 5–6
mm/menit, penyerapan transmukosa adalah menurun. Lendir juga dapat menurunkan
penyerapan obat dengan mengikat obat pada musin, yang merupakan protein utama
lendir. Sedangkan kelompok kecil bisa melewatinya dengan mudah, unit bermuatan
atau lebih besar dapat terperangkap dalam gel lendir (Ali’s : 831).
Lendir juga mengandung berbagai enzim yang dapat mempengaruhi stabilitas
obat berbasis protein dan peptida; protease mendegradasi peptida dan protein dengan
menyerangnya. Enzim Fase I (flavin monooksigenase, aldehida dehidro genase,
hidrolase epoksida, karboksilesterase, dll.) dan enzim Fase II (glukuronil dan
transferase sulfat, glutathione transferase) juga dapat memetabolisme obat molekul
kecil yang diberikan secara intranasal, seperti opioid, histamin, kortikosteroid, dll.
Selain itu, ikatan kimia tercipta antara obat protein dan imunoglobulin, menyebabkan
molekul besar yang tidak lagi mampu menembus mukosa hidung (Varsha’s : 2445).
Tanndorf mempelajari absorpsi hiosin dan atropin dari mukosa hidung
manusia. Mereka menggunakan derajat penghambatan produksi saliva sebagai test
untuk sejumlah obat yang diabsorpsi. Penemuan mereka menunjukkan kegunaan
pemberian nasal untuk penggunaan obat dan rute pemberian obat. Ketika 0,01%
natrium lauril sulfat ditambahkan pada obat tetes hidung, pengurangan tegangan
permukaan membiarkan obat berdifusi dengan cepat ke daerah absorpsi, dimana obat
diabsorpsi dengan baik atau sedikit lebih baik daripada tetes hidung.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi penyerapan adalah pH obat, yang dapat
mempengaruhi stabilitasnya dan ionisasi obat, serta menyebabkan iritasi hidung.
Formulasi yang dimiliki Viskositas yang tinggi akan lebih mudah masuk ke mukosa
hidung, namun pada saat yang sama, jumlahnya mungkin lebih sedikit terserap.
Ketika hiper atau hipotonisitas sangat tinggi, pergerakan silia dapat terjadi diubah,
menghasilkan penyerapan yang lebih rendah. Terakhir, konsentrasi dan kuantitas obat,
itu posisi kepala saat pemberian, permukaan hidung, dan kondisi fisik bentuk sediaan
semuanya memainkan peran penting dalam penyerapan obat (Illum’s : 1184).

2.1.2 Syarat-syarat sediaan tetes hidung


Syarat-syarat untuk sediaan obat tetes hidung diantaranya steril, isotonis atau
hampir isotonis, larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus dan tidak iritan
7

terhadap hidung. Faktor yang paling penting dipertimbangkan ketika menyiapkan


larutan untuk hidung adalah pH, stabilitas, viskositas, seleksi pengawet dan sterilisasi.
Beberapa faktor penting dalam obat tetes hidung (Benny Logawa,39-40 ; Modul
praktikum teknologi sediaan likuida & semisolida, thn 2003 hal 24 – 25)) :
 Sterilitas sediaan dan adanya bahan pengawet untuk mencegah kontaminasi
mikroorganisme pada waktu wadah dibuka untuk digunakan.
 Jika tidak mungkin dibuat isotonis dan isohidris maka larutan dibuat hipertonis
dan pH dicapai melalui teknik enhidri.
 pH optimum (pH zat aktif) lebih diutamakan untuk menjamin stabilitas
sediaan.
 Dapar yang ditambahkan mempunyai kapasitas dapar yang rendah (membantu
pelepasan obat dari sediaan), tetapi masih efektif menunjang stabilitas zat aktif
dalam sediaan.
 Konsentrasi zat aktif berpengaruh pada penetrasi zat aktif yang mengikuti
mekanisme absorpsi dengan cara difusi pasif.
 Beberapa larutan obat hidung perlu hipertonik untuk meningkatkan daya serap
dan menyediakan kadar bahan aktif yang cukup tinggi untuk menghasilkan
efek obat yang cepat dan efektif. Apabila larutan obat seperti ini digunakan
dalam jumlah kecil, pengenceran dengan air hidung cepat terjadi sehingga rasa
perih akibat hipertonisitas hanya sementara. (FI IV hal 13)
 Pembuatan obat untuk hidung dengan sistem dapar mendekati pH fisiologis
dapat dilakukan dengan mencampurkan secara aseptik: larutan obat steril
dengan larutan dapar steril. Walaupun demikian, perlu diperhatikan mengenai
kemungkinan berkurangnya kestabilan obat pada pH yang lebih tinggi,
pencapaian dan pemeliharaan sterilitas selam proses pembuatan. Berbagai
obat, bila didapar pada pH yang dapat digunakan secara terapeutik, tidak akan
stabil dalam larutan untuk jangka waktu yang lama. Sediaan ini dibeku-
keringkan dan direkonstitusikan segera sebelum digunakan (misalnya
asetilkolin klorida untuk larutan obat mata). (FI IV hal 13)
 Pemilihan bentuk zat
Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan hidung bersifat larut air
atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus
diperhatikan dalam memilih garam untuk formulasi larutan nasales yaitu
8

kelarutan, stabilitas, pH stabilitas dan kapasitas dapar, kompatibilitas dengan


bahan lain dalam formula.
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan hidung adalah basa lemah. Bentuk
garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan
untuk zat aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium (Codex
hal 161).

2.2.1 Karakteristik sediaan hidung


1. Kejernihan
Larutan hidung adalah dengan definisi bebas dari partikel asing dan jernih secara
normal diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik
sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan desain
peralatan untuk menghilangkannya. pengerjaan penampilan dalam lingkungan bersih.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan
obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zat tambahan
larutan dan tipe pengemasan. Tambahan untuk pH optimal, jika sensitivitas oksigen
adalah satu faktor, stabilitas adekuat diinginkan antioksidan, kemasan plastik,
polietilen densitas rendah “Droptainer” memberikan kenyamanan pasien, dapat
meningkatkan deksimental untuk kestabilan dengan pelepasan oksigen menghasilkan
dekomposisi oksidatif bahan-bahan obat.
3. Buffer dan Ph
Fabricant telah menemukan bahwa pH sekresi hidung orang dewasa tidak tetap
tetapi secara normal bervariasi dari 5,5-6,5, sementara pH hidung anak-anak pada
range 5-6,7. pH cenderung naik menjadi alkali selama serangan rhinitis akut. Jika
terdapat inflamasi kuat, pergeserannya menuju ke lebih asam. Larutan yang sedikit
asam lebih efektif dalam pengobatan flu dan infeksi sinus. Telah ditemukan bahwa
penggunaan obat alkali dalam hidung cenderung untuk meningkatkan sekresi lebih
alkali. Sementara penggunaan larutan asam cenderung untuk meningkatkan keasaman
sekresi. Oleh karena itu, penggunaan tetes hidung yang lebih alkali selama rhinitis dan
rhinosinusitis akut dikontraindikasikan karena cenderung untuk membuat sekresi
abnormal yang sudah alkali lebih alkali, atau sedikitnya memperpanjang kondisi ini.
Asam rendah tidak menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri.
4. Tonisitas
9

Tonisitas berarti tekanan osmotik yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan
berair, larutan hidung dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan
0,9% larutan NaCl. Maka biasanya dapat mentoleransi larutan sama untuk range
0,5%-1,8% NaCl. Isotonisitas selalu dikehendaki dan khususnya penting dalam
larutan hidung.
5. Viskositas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk memperpanjang
lama kontak dalam hidung dan untuk absorpsi obat dan aktivitasnya. Bahan-bahan
seperti metilselulosa, polivinil alcohol, hidroksi metil selulosa, dan turunan asam
polycaryl ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas. Para peneliti
telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu kontak dalam mata.
umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang signifikan meningkat lama
kontak dalam mata.
6. Additive/tambahan
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan hidung diperbolehkan, namun
demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium Bisulfat
atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%.

2.3 Cara Pemakaian Sediaan Tetes Hidung


Tetes hidung diterapkan untuk terapi lokal. Tujuan yang paling sering adalah
untuk mengurangi edema pada selaput lendir sehingga mengurangi sekresi.. Selain itu
terdapat tetes hidung untuk hidung tersumbat , misalnya: ephinephrine racemici
hydrochloridum. Tetes hidung natrium klorida dapat digunakan pada hidung
tersumbat. Hidung tersumbat sering terjadi pada bayi dibawah usia 6 bulan. Hal ini
disebabkan oleh lendir yang terkumpul dalam hidung yang sulit dibersihkan oleh bayi.
Cara penggunaan tetes hidung :
 Cuci tangan
 Arahkan kepala kebelakang
 Pegang botol atau penetes di atas lubang hidung, pijit botol dengan lembut
atau penetes dengan jumlah tetesan yang benar kelubang hidung, perhatikan
dengan baik jangan sampai botol atau pipet penetesnya menyentuh hidung
 Pertahankan posisi kepala anda selama beberapa menit untuk memungkinkan
tetesan dari obat mengalir ke bagian belakang hidung
10

 Ulangi prosedur ini untuk lubang hidung lain jika disarankan untuk
melakukannya ke dokter atau apoteker.

2.2 Anatomi Dan Fisiologi Hidung


Peran utama rongga hidung adalah penciuman dan pernapasan. Meskipun
begitu, udara pernapasan disaring, dilembabkan, dan dialirkan melalui rongga hidung
sebelum mencapai paru-paru, sementara partikel dan patogen yang terhirup
terperangkap di rambut dan lender lapisan yang ada di rongga hidung. Fungsi lain dari
struktur hidung adalah metabolisme zat endogen dan aktivitas imunologis
(Gizurarson’ : 497).
Rongga hidung terletak di antara langit-langit mulut dan dasar tengkorak
disokong dari atas oleh tulang etmoid dan dari samping oleh tulang etmoid, rahang
atas, dan tulang concha inferior. Luas permukaan keseluruhan hampir 150 cm 2 dan
memiliki total volume 15-20 ml. Rongga hidung terdiri dari tiga bagian tertentu:
ruang depan, pernapasan, dan daerah penciuman. Bagian anterior hidung rongga
adalah ruang depan hidung, yaitu bagian dari lubang hidung, seluas sekitar 0,6 cm 2,
dan termasuk bulu hidung (vibrissae). Secara histologis bagian ini ditutupi oleh epitel
skuamosa berkeratin dan berlapis dengan kelenjar sebaceous. Hidung ini daerah
mencegah masuknya bahan beracun, tetapi pada saat yang sama, penyerapan obat
terbatas dan terhambat (Gusao’s : 352).
Daerah pernapasan merupakan bagian terbesar dari rongga hidung. Dia dibagi
menjadi tiga turbinat superior, tengah, dan inferior yang bertanggung jawab
pelembaban dan penyesuaian suhu udara yang dihirup. Area terpenting untuk
penghantaran obat sistemik adalah mukosa pernapasan hidung, yang terdiri dari epitel,
membran basal, dan lamina propria. Sel epitel mengandung sel epitel kolumnar
pseudostratifikasi, sel goblet, sel basal, dan sel kelenjar mukosa dan serosa. Banyak
sel epitel dilapisi oleh mikrovili, yang meningkatkan luas permukaan pernapasan, dan
silia, yang merupakan proyeksi halus yang penting untuk transportasi lendir menuju
nasofaring (Gusao’s : 352).
Kelenjar sekretorik dan sel piala menghasilkan lendir melalui butiran berisi
musin, glikoprotein yang menentukan kekentalan lendir. Lendir disimpan sebagai
lapisan tipis (sekitar 5 µm) di epitel, terdiri dari air (95%), 2,5–3% musin, dan 2% zat
lain, seperti elektrolit, protein, enzim, lipid, antibodi, sel epitel yang terkelupas, dan
produk bakteri. Ini bertanggung jawab atas pelembapan dan pemanasan udara yang
11

dihirup, ia memiliki pH antara 5–6.5, dan memberikan perlindungan pada epitel


hidung terhadap partikel asing dan obat-obatan. Daerah penciuman terletak di bagian
atas rongga hidung dan berlanjut ke bawah septum dan dinding lateral. Epitel
penciuman bersifat pseudostratifikasi dan terdiri dari sel reseptor penciuman khusus
yang penting untuk pengenalan bau (Gusao’s : 352).

2.4 Prosedur Pembuatan Sediaan Tetes Hidung yang Baik


2.4.1 Evaluasi Sediaan Tetes Hidung Yang Baik
1. Kejernihan
Larutan hidung adalah bebas dari partikel asing dan jernih secara normal
diperoleh dengan filtrasi, pentingnya peralatan filtrasi dan tercuci baik
sehingga bahan-bahan partikulat tidak dikontribusikan untuk larutan dengan
desain peralatan untuk menghilangkannya. Pengerjaan penampilan dalam
lingkungan bersih.
2. Stabilitas
Stabilitas obat dalam larutan, seperti produk tergantung pada sifat kimia bahan
obat, pH produk, metode penyimpanan (khususnya penggunaan suhu), zat
tambahan larutan dan tipe pengemasan.
3. Tonisitas
Tonisitas berarti tekanan yang diberikan oleh garam-garam dalam larutan
berair, larutan hidung adalah isotonik dengan larutan lain ketika
magnefudosifat koligatif larutan adalah sama. Larutan hidung
dipertimbangkan isotonik ketika tonisitasnya sama dengan 0,9% larutan NaCl.
4. Viskositas
USP mengizinkan penggunaan bahan pengkhelat viskositas untuk
memperpanjang lama kontak dalam hidung dan untuk absorpsi obat dan
aktivitasnya. Bahan-bahan seperti metilselulosa, polivinil alkohol dan hidroksi
metil selulosa ditambahkan secara berkala untuk meningkatkan viskositas.
Para peneliti telah mempelajari efek peningkatan viskositas dalam waktu
kontak dalam hidung umumnya viskositas meningkat 25-50 cps range yang
signifikan meningkat lama kontak dalam hidung.
5. Tambahan (additives)
Penggunaan bahan tambahan dalam larutan hidung diperbolehkan, namun
demikian pemilihan dalam jumlah tertentu. Antioksidan, khususnya Natrium
12

Bisulfat atau metabisulfat, digunakan dengan konsentrasi sampai 0,3%,


khususnya dalam larutan yang mengandung garam epinefrin. Antioksidan lain
seperti asam askorbat atau asetilsistein juga digunakan. Antioksidan berefek
sebagai penstabil untuk meminimalkan oksidasi epinefrin.
6. Tetes hidung harus steril
Sterilisasi merupakan sesuatu yang penting. Larutan hidung yang dibuat dapat
membawa banyak organisme, yang paling berbahaya adalah Pseudomonas
aeruginosa. Bahan-bahan partikulat dapat mengiritasi hidung dan
ketidaknyamanan pada pasien. Jika suatu batasan pertimbangan dan
mekanisme pertahanan hidung, bahwa sediaan hidung harus steril.
7. Tetes hidung harus isotonis
Isotonisitas dalam larutan hidung. Ketika sekresi lakrimal sekarang
dipertimbangkan untuk mempunyai tekanan osmotic yang sama sebagai
cairan darah, dan kemudian menjadi isotonis dengan 0,9% larutan natrium
klorida, perhitungan untuk penyiapan larutan hidung isotonis telah
disederhanakan. Farmasis selanjutnya selalu menuntut, sebagai bagian dari
praktek profesionalnya, untuk menyiapkan larutan hidung yang isotonis
(Scoville’s : 234).
Tonisitas adalah tekanan osmotik yang diberikan oleh garam dalam larutan
berair. Larutan mata adalah isotonik dengan cairan lain ketika magnetudo
sifat koligatif larutan adalah sama. Larutan yang dipertimbangkan isotonik
ketika tonisitasnya sama dengan larutan NaCl 0,9%.
Perhitungan isotonisitas dalam suatu waktu mendapat penekanan yang lebih
berat. Calon farmasis harus diajarkan persyaratan yang lebih mendetail dan
peralatan untuk mencapai tonisitas, kadang-kadang kerusakan disebabkan
oleh faktor lain seperti sterilitas dan stabilitas.
Tonisitas berarti tekanan osmotik yang dihasilkan oleh larutan dari
keberadaan padatan terlarut atau tidak larut. Cairan hidung dan cairan tubuh
lainnya memberikan tekanan osmotik sama dengan garam normal atau 0,9%
larutan NaCl. Larutan yang mempunyai jumlah bahan terlarut lebih besar
daripada cairan hidung disebut hipertonik. Sebaliknya, cairan yang
mempunyai sedikit zat terlarut mempunyai tekanan osmotik lebih rendah
disebut hipotonik. hidung dapat mentoleransi larutan yang mempunyai nilai
13

tonisitas dalam range dari ekuivalen 0,5% sampai 1,6% NaCl tanpa
ketidaknyamanan yang besar.
Dalam pembuatan larutan hidung, tonisitas larutan dapat diatur sama cairan
lakrimal dengan penambahan zat terlarut yang cocok seperti NaCl. Jika
tekanan osmotik dari obat diinginkan konsentrasi melampaui cairan hidung,
tidak ada yang dapat dilakukan jika konsentrasi obat yang diinginkan
dipertahankan, ketika larutan hipertonik. Contohnya 10 dan 30% larutan
natrium sulfasetamid adalah hipertonik, konsentrasi kurang dari 10% tidak
memberikan efek klinik yang diinginkan. Untuk larutan hipotonik sejumlah
metode disiapkan untuk menghitung jumlah NaCl untuk mengatur tonisitas
larutan mata, salah satu metodenya adalah metode penurunan titik beku.
8. pH sediaan tetes hidung
Larutan lakrimal normalnya pH 7,4 dengan rentang 5,5-7,5. Ini masih bisa
ditoleransi oleh hidung dengan range pH ini, disebabkan oleh (1) volume kecil
larutan, (2) dan buffer cairan hidung (Parrot: 223). Dalam banyak
perumpamaan, kita dapat mencapai obat dengan seratus kali lebih stabil pada
pH 5,0 dan kemudian pH 7,0. pH dari larutan hidung sebaiknya antara 5,5 dan
8.
9. Pewadahan
Wadah untuk larutan hidung. Larutan hidung sebaiknya digunakan dalam unit
kecil, tidak pernah lebih besar dari 15 ml dan lebih disukai yang lebih kecil.
Botol 5 ml adalah ukuran yang menyenangkan untuk penggunaan larutan
hidung. Penggunaan wadah kecil memperpendek waktu pengobatan akan
dijaga oleh pasien dan meminimalkan jumlah pemaparan kontaminasi. Botol
plastic untuk larutan hidung juga dapat digunakan. Meskipun beberapa botol
plastik untuk larutan hidung telah dimunculkan dalam pasaran, mereka masih
melengkapi dan yang terbaik adalah untuk menulis secara langsung produksi
untuk menghasilkan informasi teknik dalam perkembangan terakhir.
Tipe wadah yang biasa digunakan untuk tetes hidung adalah vertikal dilipat
ambar atau gelas botol hijau layak dengan tutup bakelite yang membawa tube
tetes dengan sebuah pentil dan kemampuan untuk ditutup sebagaimana untuk
menahan mikroorganisme. Sifat-sifat yang penting sebagai berikut :
a. Wadah dilengkapi dengan uji untuk membatasi alkali gelas. Copper (1963)
menunjukkan bahwa kadang-kadang botol dapat dibebasalkalikan tetapi tube
14

tetes tidak. Ini dapat dicontohkan oleh tetes hidung fisostigmin dalam larutan
dalam botol tidak berwarna tetapi pada tube tetes berwarna merah muda.
b. Wadah melindungi isi bahan terhadap cahaya. Banyak bahan obat sensitif
terhadap cahaya.
c. Wadah mempunyai segel yang memuaskan. Norton (1963) menunjukkan test
warna.
d. Pentil karet atau pentil dari bahan-bahan lain adalah penyerap dan sebaiknya
dijenuhkan dengan pengawet yang digunakan dalam larutan mata dimana
mereka digunakan.
e. Wadah menyiapkan penetes yang siap digunakan dan melindungi terhadap
kerusakan dan kontaminasi.
f. Wadah dilengkapi dengan pengaturan racun. Banyak obat mata adalah racun.
g. Wadah non gelas tidak bereaksi dengan obat-obat atau partikel lain yang
menjadi isi larutan.
Larutan hidung disiapkan secara terus-menerus dikemas dalam wadah tetes
(droptainers) polietilen atau dalam botol tetes gelas. Untuk mempertahankan
sterilitas larutan, wadah harus steril. Wadah polietilen disterilkan dengan etilen
oksida, sementara penetes gelas dapat dengan dibungkus dan diautoklaf. Secara
komersial disiapkan unit dosis tunggal dengan volume 0,3 ml atau kurang dikemas
dalam tube polietilen steril dan disegel dengan pemanasan.
Wadah gelas sediaan hidung dengan dilengkapi penetes gelas telah
dilengkapi hampir sempurna dengan unit penetes polietilen densitas rendah yang
disebut “Droptainer”. Hanya sejumlah kecil wadah gelas yang masih digunakan,
biasanya karena pembatasan sterilitas. Larutan intraokuler volume besar 250-500
ml telah dikemas dalam gelas, tetapi bahkan sediaan parenteral mulai dikemas
dalam pabrik khusus wadah polietilen/polipropilen. Satu yang masih perlu
dipikirkan adalah wadah plastik, biasanya polietilen densitas rendah, adalah tidak
dengan alat tergantikan dengan gelas.
Wadah plastik adalah permeabel terhadap beberapa bahan termasuk cahaya
dan air. Wadah plastik dapat mengandung variasi bahan-bahan ekstraneous seperti
bahan pelepas jamur, antioksidan, reaksi quenchers dan yang mirip, siap dapat
menggunakan plastik dalam wadah larutan. Lem label, tinta dan warna juga dapat
berpenetrasi polietilen dengan cepat, sebaliknya bahan-bahan menguap dapat
menyerap dari larutan ke dalam atau melalui wadah plastik.
15

Wadah gelas memberikan bahan yang menyenangkan untuk penyiapan


terus-menerus larutan mata. Tipe I digunakan. Wadah sebaiknya dicuci dengan air
destilasi steril kemudian disterilisasi dengan otoklaf. Penetes normalnya
disterilkan dan dikemas dalam blister pack yang menyenangkan.

2.5 Alur Bahan Baku Sediaan Obat


Mutu obat di industri farmasi tidak hanya diketahui dari hasil pengujian, namun
harus dibuat dan dibentuk ke dalam setiap produk yang dibuat. Dalam proses
pembuatan obat, terdapat berbagai bagian yang menyokong keberhasilan suatu proses
pembuatan obat, mulai dari kedatangan bahan baku hingga obat lulus untuk
dipasarkan. Secara umum, tahapan pembuatan obat di industri farmasi (yang sudah
berjalan) adalah penerimaan bahan-penyimpanan-kontrol kualias di seluruh aspek-
produksi hingga produk jadi-penyimpanan produk jadi-release produk-pemantauan
pasca release.
 Alur Bahan Baku Sediaan Obat, meliputi :
1. Pengadaan dan Pemesanan
Pengadaan barang di industry farmasi tidak bisa dilepaskan dari peran dan fungsi
dari PPIC (Production Planning and Inventory Control). Pemilihan dan treatment
terhadap bahan baku harus dilakukan dengan baik, karena setiap bahan baku yang
berasal dari suplier yang berbeda memiliki ciri khas masing-masing, dan pemilihan
bahan baku sesuai yang dibutuhkan. Bagian PPIC dikepalai oleh seorang apoteker.
2. Pembeliaan (Purchasing)
Bagian pembelian melayani pembelian bahan baku dan bahan kemas yang
dibutuhkan baik untuk proses produksi, proses penelitian dan pengembangan
produk, maupun untuk pengujian-pengujian yang dilakukan QC. Kepala atau
manager pembelian adalah seorang apoteker karena apotekerlah yang mengetahui
tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri beserta dokumen-dokumen
penyertanya sehingga perusahaan tidak salah memilih atau tertipu oleh supplier
(pemasok bahan baku atau bahan kemas).
3. Penerimaan Bahan Baku
Setelah bahan baku diterima, bagian Quality Control yang dikepalai oleh seorang
apoteker akan melakukan pemeriksaan untuk memastikan kesesuaiannya dengan
pesanan. Jika bahan yang tidak sesuai pesanan akan dikembalikan ke
16

pemasok/suplier, dan bahan yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya dari
quarantine menjadi released.
4. Penyimpanan
Setelah bahan baku diterima, bagian gudang memiliki tugas yang penting untuk
menyimpan bahan baku. Penyimpanan bahan baku tidak sesederhana yang
dibayangkan, karena bahan baku memiliki spesifikasi penyimpanan tersendiri.
Lingkungan penyimpanan juga harus dijaga dengan baik. Ada bahan yang harus
disimpan dalam suhu ruang biasa (ambient), ada yang harus disimpan dalam suhu
dingin, ada yang harus disimpan dalam lemari es.
5. Untuk proses produksi, bahan tersebut akan diminta melalui form permintaan
bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi. Transfer
bahan baku dari gudang ke area produksi juga jadi aspek penting tersendiri. Karena
spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi berbeda.

1.6 Alur Produksi Sediaan Obat


Produksi dalam industri farmasi harus mengikuti pedoman yang tertera dalam
CPOB sehingga menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan
mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam proses produksi meliputi pengadaan bahan awal, pencemaran
silang, penimbangan dan penyerahan, pengembalian, pengolahan, kegiatan
pengemasan, pengawasan selama proses produksi, dan karantina bahan jadi.
Penerapan CPOB di industri farmasi dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya kesalahan dalam proses produksi obat sehingga tidak membahayakan jiwa
manusia
Produksi adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah,
membuat, mengemas, dan/atau mengubah bentuk sediaan farmasi dan alat kesehatan
(Anonim, 2012). Untuk menjaga mutu obat yang dihasilkan, maka setiap tahap dalam
proses produksi selalu dilakukan pengawasan mutu In Process Control (IPC).
 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam produksi :
A. Pengadaan Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah
bahan tersisa hendaklah dicatat yang berisi keterangan mengenai pasokan, nomor
17

bets/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluarsa (BPOM,


2006).
B. Pencegahan Kontaminasi Silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat
tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk
yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja
operator. Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau
pengaturan yang tepat (BPOM, 2006).
C. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum
daluarsa yang boleh diserahkan (BPOM, 2006).
D. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar (BPOM, 2006).
E. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai didalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa dan
dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan
hendaklah dilaksanakan mengikusi prosedur yang tertulis, tiap penyimpangan
hendaklah dilaporkan, dan semua produk antara hendaklah diberi label yang benar
dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu (BPOM, 2006)
F. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas serta
dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan
pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk.
G. Pengawasan Selama Proses Produksi
Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :
18

1. Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat awal
dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
2. Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang
teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan
semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan
induk.
H. Karantina Produk Jadi
Karantina produk jadi merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke
gudang dan siap untuk didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke
gudang, pengawasan yang ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk
dan catatan pengolahan bets memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Alur Kerja Sumber Daya Manusia (Personalia)


Alur kerja personalia dalam proses produksi sediaan tetes hidung dimulai dari
manufacturing dengan melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian QA, lalu
setelah melihat permintaan marketing dan stock oleh bagian QA, dilakukan proses
rencana produksi dan kontrol persediaan, kemudian QA melakukan melakukan proses
rencana produksi untuk dilakukan pembelian oleh QC dalam proses kontrol. Pesanan
yang dibeli datang kemudian masuk dalam penyimpanan ruang bahan baku, bagian
QC menerima dan dilakukan karantina oleh bagian produksi, karantina dilakukan
untuk pemeriksaan secara umum., keutuhan wadah dan segelnya, adanya kerusakan
bahan dan kesesuaian catatan pengiriman dengan label pemasok. Setelah selesai
dikarantina dan diseleksi maka bahan baku ditimbang untuk pencampuran, setelah
dilakukan karantina kembali, produk antara dilakukan pengisisan dalam kapsul
dengan jumlah besar dan dilakukan karantina oleh QC dan bagian produksi, kemudian
dilakukan pengemasan yang selanjutnya di masukkan ke dalam penyimpanan produk
jadi dan dikarantina kembali sehingga produk siap diedarkan.
Kualifikasi SDM bagian produksi tetes hidung harus sesuai dengan personalia
sesuai CPOB yang meliputi :
1. QA (Quality Assurance)
19

Dibutuhkan kualifikasi minimal S2 Apoteker sebanyak 2 orang minimal


pengalaman kerja 2 tahun di bagian QC
2. QC (Quality Control)
Dibutuhkan kualifikasi minimal S1 Apoteker sebanyak 2 orang minimal
pengalaman kerja 2 tahun di bagian di bagian produksi
3. Produksi
Dibutuhkan kualifikasi minimal D3 Farmasi sebanyak 2 orang minimal
pengalaman kerja 1 tahun di bagian produksi
4. Packaging
Dibutuhkan kualifikasi Minimal SMA sederajat sebanyak 100 orang

3.2 Alur Pengadaan Bahan Baku


Mutu obat di industri farmasi tidak hanya diketahui dari hasil pengujian, namun
harus dibuat dan dibentuk ke dalam setiap produk yang dibuat. Dalam proses
pembuatan obat, terdapat berbagai bagian yang menyokong keberhasilan suatu proses
pembuatan obat, mulai dari kedatangan bahan baku hingga obat lulus untuk
dipasarkan.

Berikut alur dari bahan baku dan wadah:

proses order oleh PPIC ke Purchasing

bahan baku dan wadah datang dan diterima

1. 2.
pemeriksaan kelengkapan dokumen karantina (label kuning)

sampling
20

Release (label
uji kelayakan oleh QC hijau)
Sesuai standar keberterimaan
yang ditentukan oleh RnD reject (label
merah)

Gambar 3.1 Alur bahan baku dan wadah

3.3 Alur Bahan Baku untuk Produksi Sediaan Obat


Pengadaan bahan baku di lakukan oleh bagian PPIC yang dikepalai oleh
Apoteker, (karena apoteker dibekali pengetahuan tentang manajemen dan juga
dibekali pengetahuan mengenai stabilitas bahan baku yang dalam pemilihan bahan
baku harus dilakukan dengan baik sesuai dengan stabilitas dari bahan baku, dan sesuai
dengan jumlah bahan baku yang dibutuhkan). Kemudian manager atau penanggung
jawab produksi yaitu seorang apoteker melakukan pemesanan kepada suplier sesuai
dengan bahan bakunya. Apabila bahan baku yang dipesan tersebut ada tersedia pada
suplier yang bersangkutan selanjutnya akan dilalukan pembelian. Kepala atau
manager pembelian adalah seorang apoteker karena apotekerlah yang mengetahui
tentang bahan baku dan bahan kemas itu sendiri beserta dokumen-dokumen
penyertanya yang penting mengenai bahan baku yang dipesan.
Setelah bahan baku diterima, bagian Quality Control yang dikepalai oleh
seorang apoteker akan melakukan pemeriksaan dan pengujian bahan baku. Jika bahan
yang tidak memenuhi spesifikasi akan dikembalikan ke pemasok/suplier, dan bahan
yang memenuhi spesifikasi akan dirubah labelnya dari quarantine menjadi release.

Kemudian, petugas gudang melakukan penyimpanan bahan baku tersebut


kedalam gudang sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi dari masing-masing
bahan baku.

Untuk proses produksi, bahan tersebut akan diminta melalui form permintaan
bahan, untuk kemudian ditimbang dan dilanjutkan ke bagian produksi. Transfer bahan
baku dari gudang ke area produksi juga jadi aspek penting tersendiri. Karena
spesifikasi ruang gudang dengan spesifikasi ruang produksi berbeda.

3.4 Bangunan dan Fasilitas


21

Dalam hal bangunan dan fasilitas, pabrik telah memiliki area gudang produk
jadi, gudang bahan awal, ruangan produksi, penimbangan, laboraturium, dan tempat
pencucian peralatan, dilengkapi dengan sarana penyediaan air bersih, kamar kecil,
tempat cuci tangan, kamar ganti pakaian, tempat sampah dan sarana pembuangan air
limbah.

Ruangan produksi dilengkapi dengan lantai epoksi, dinding beton, siku-siku


ruangan yang melengkung, atap yang mudah dibersihkan, penerangan dan ventilasi
udara yang memadai. Ruangan produksi merupakan ruangan yang telah memenuhi
persyaratan CPOB.

3.5 Peralatan dan Tempat

Pabrik menggunakan peralatan dan perlengkapan produksi yang sesuai dengan


jenis produk, secara garis besar peralatan telah memenuhi persyaratan CPOB.
Peralatan yang digunakan pada produksi di desain agar tidak bereaksi dengan bahan-
bahan yang sedang diproses. Peralatan digunakan untuk menimbang, mengukur,
menguji dan mencatat ditara atau dikalibrasi secara berkala agar fungsinya dengan
baik, tepat serta akurat. Setiap peralatan memiliki spesifikasi alat, panduan
operasional penggunaan, cara pembersihan dan cara kalibrasi.

3.6 Sanitasi dan Hygiene

Pada setiap aspek produk tetes hidung selalu dilakukan upaya untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Upaya tersebut selalu
ditingkatakan oleh perusahaan terhadap tenaga kerja, bangunan, peralatan, bahan,
proses produksi, pengemasan dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran
produk. Hygiene dari personil/karyawan diwajibkan merupakan salah satu hal penting
yang harus diperhatikan. Personil/karyawan diwajibkan mencuci tangan dan
menyemprotkan alkohol 70% setiap memasuki ruangan produksi, diwajibkan
mengenakan pakaian yang hanya dikenakan di ruangan produksi agar produk tidak
terkontaminasi benda-benda asing. Selama melakukan pekerjaan karyawan
diharuskan menahan diri untuk tidak makan dan minum atau melakukan pekerjaan
yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk.

3.7 Proses Produksi


22

Proses produksi dimulai dari penerimaan bahan baku dari gudang, disimpan
dalam satu ruangan penyimpanan bahan baku, untuk selanjutnya dilakukan
penimbangan. Proses produksi ini mengikuti LPP (Lembar Petunjuk Produksi) yang
telah diberikan oleh bagian perencanaan produksi. Di dalam LPP berisi petunjuk atau
prosedur dari proses produksi. Setelah bahan baku diterima dan telah sesuai dengan
yang dibutuhkan, produksi akan dimulai dengan proses mixing. Setelah proses mixing
selesai akan didapatkan bulk yang kemudian akan diberi status HOLD dan diperiksa
terlebih dahulu oleh bagian Quality Control (QC). Setelah status REALESE
dikeluarkan oleh QC, maka proses pengisian (Filling) ke dalam kemasan primer bisa
dijalankan. Tahap akhir dari produksi adalah pengemasan sekunder. Setelah seluruh
proses pengemasan selesai, QC akan kembali melakukan pengujian. Sementara
menunggu QC mengeluarkan label PASS, produk akan disimpan diruangan karantina.
Setelah semua proses pengujian selesai dan label PASS telah dikeluarkan, produk
disimpan digudang dan siap untuk didistribusikan.

Tetes hidung umumnya berbentuk larutan, atau suspensi dari satu atau lebih zat
aktif dalam cairan yang cocok untuk penggunaan pada rongga hidung, biasanya
bentuk yang paling sering digunakan adalah bentuk larutan.

Tetes hidung mengandung cairan pembawa, bila tidak dinyatakan lain cairan
pembawa yang digunakan air. Cairan pembawa yang digunakan harus memiliki
kelarutan yang sesuai agar obat mudah menempel pada dinding hidung, biasanya air
tetapi dapat juga berupa gliserin dan propilenglikol. Selain itu bisa juga menggunakan
etanol, heksilenglikol. Tetes hidung juga mengandung zat aditif seperti pengawet,
antioksidan, buffer, agen viskositas, atau surfaktan. Antioksidan seperti natrium
disulfida dan penstabil lainnnya juga dimasukkan dalam formulasi obat hidung jika
dibutuhkan.

Komposisi Tetes Hidung (Guttae Nasales): pada umumnya sediaan tetes hidung
dalam bentuk larutan atau suspensi. Pembawa yang sering digunakan antara lain: 1.
Gliserin 2. Propilen glikol 3. PEG dengan BM kecil seperti PEG 300 Pembawa yang
kental ini memungkinkan kontak antara obat dengan jaringan hidung yang lebih lama.
Selain itu karena sifat higroskopisnya, memungkinkan menarik kelembaban dari
jaringan hidung sehingga mengurangi peradangan dan membuang lembab yang
tersedia untuk proses kehidupan mikroorganisme yang ada.
23

Sifat Fisiko Kimia Yang Harus Diperhatikan Pada Sediaan Tetes Hidung
(Guttae Nasales):

1. Kelarutan Kebanyakan senyawa obat larut dalam cairan pembawa yang


umum digunakan pada sediaan tetes hidung, jika senyawa obat tidak larut
dalam cairan pembawa maka bisa dibuat sediaan suspense
2. Viskositas sediaan tetes hidung penting untuk diperhatikan karena dapat
menjamin sediaan bisa lama berada di dalam saluran hidung.
3. Sifat surfaktan Dengan adanya surfaktan akan membantu proses
penyebaran sediaan dan melepaskan kotoran pada hidung.
4. Pengawet Pada sediaan tetes hidung yang menggunakan gliserin, propilen
glikol sebagai pembawa tidak perlu ditambahkan zat pengawet.
5. Sterilisasi Sediaan tetes hidung tidak perlu dibuat secara steril, yang penting
bersih dan aseptik.
6. pH optimum untuk larutan berair yang digunakan pada hidung utamanya
adalah dalam pH asam. Fabricant dan Perlstein menemukan range pH
antara 5,5-7,5 keefektifan obat hidung sering bergantung pada pH-nya.
Larutan alkali biasanya tidak diinginkan karena tidak fisiologis dan
menyediakan media yang subur untuk penggandaan infeksi.

A. Formulasi

1. Teori Bahan Pembantu


a. Cairan pembawa/pelarut
Digunakan cairan yang mempunyai kekentalan yang cocok agar mudah
menempel pada rongga hidung. Umumnya digunakan propilenglikol atau
gliserin. Keuntungan pelarut ini adalah karena viskositas yang cukup
tinggi hingga kontak dengan permukaan mukosa hidung akan lebih lama
(Art of Compounding him 257).
Sifat higroskopis dari pelarut ini menyebabkan terjadinya prosespenarikan
lembab sehingga mengurangi pembengkakan jaringan dan pertumbuhan
mikroorganisme dengan cara membuang lembab yang tersedia untuk
proses kehidupan mikroorganisme yang ada. Selain itu dapat juga dipakai
etanol 90%, heksilenglikol, dan minyak lemak nabati (Ansel him 569).
24

(Repetitorium) Ex : kloramfenikol (kelarutan dalam air 1 : 400 dan dalam


propilenglikol 1 : 7), maka dipakai pelarut propilenglikol untuk
memperoleh larutan obat tetes hidung yang efektif dan cukup kental.
b. Pensuspensi (FI III, hal 10)
Dapat digunakan sorbitan (Span), polisorbat (Tween) atau surfaktan lain
yang cocok
c. Pengental
Dapat ditambahkan pengental agar viskositas larutan cukup kental.
Viskositas larutan yang meninggi membantu memperkuat kontak antara
sediaan dengan permukaan yang terkena infeksi/mukosa hidung
d. Pengawet (The Pharmaceutical Codex; Ansel, 569)
Pengawet umumnya ditambahkan ke dalam sediaan tetes hidung, kecuali
sediaan itu sendiri memiliki aktivitas antimikroba (The Pharmaceutieal
Codex hlm 158). Pengawet yang biasanya digunakan adalah
benzalkonium klorida, klorobutanol (0,5%), timerosal (0,01%), dan
kombinasi paraben-paraben (Ansel him 569). Bila aktivitas antinikroba
didapat dari Zat Aktif, harus tetap digunakan pengawet, kecuali aktivitas
antimikroba didapat dari eksipient yang lain.
e. Antioksidan (Ansel hal. 569)
Jika diperlukan antioksidan dapat ditambahkan ke dalam sediaan tetes
hidung, misalnya Nadisulfida/Na-bisulfit.
f. Keasaman-Kebasaan
Kecuali dinyatakan lain pH larutan antara 5,0-6,0. (FI III, hal
10)Sedangkan pada “The Art of Compound, hal. 257” disebutkan bahwa
pH optimum larutan air untuk pengobatan hidung adalah 5-7,8. Umumnya
tidak dikehendaki dalam suasana basa karena tak fisiologis dan malah
memberikan medium optimum untuk pertumbuhan bakteri/terjadi infeksi
g. Tonisitas & Sterilisasi
Tidak mutlak diperlukan, sebaiknya steril
h. Viskositas
Harus kental agar dapat lebih lama bertahan di hidung.
2. Metode Dan Prosedur Pembuatan
Disesuaikan dengan jenis sediaannya (larutan, suspensi, atau emulsi).
25

B. Master Formula
Tiap 10 ml mengandung :
Oxymetazolin HCl 0,05 %
NaH2PO4 0,56 %
Na2HPO4 0,284 %
Benzalkonium Klorida 0,01 %
NaCl
Aqua Pro Injeksi ad 5ml

Nama Produk : Metafrodit


Jumlah Produk : 10 botol @ 5 ml
No. Registrasi : DKL0200100447A1
No. Batch : B102004
pH sediaan : 6,5
Nama bahan FI (%) FII (%) FIII (%) Kegunaan
Oxymetazolin HCl 0,05 0,1 0,15 Zat aktif
NaH2PO4 0,56 0,56 0,56 Pendapar
Na2HPO4 0,284 0,284 0,284 Pendapar
Benzalkonium Klorida 0,01 0,01 0,01 Pengawet
NaCl 0,01 0,01 0,01 Pengisotonis
Aqua Ad 5ml Ad 5ml Ad 5ml Pelarut
C. Alasan Pembuatan Formula
Oxymetazoline adalah obat yang digunakan untuk meredakan hidung tersumbat
akibat flu, demam, alergi saluran pernapasan bagian atas lainnya, atau infeksi sinus.
Karena sifat vasokonstrikasinya, obat ini juga digunakan untuk mengobati pendarahan
hidung dan mata merah karena iritasi ringan. Obat Oxymetazoline adalah
sympathomimetic langsung yang memiliki efek vasokonstriktor pada pembuluh
darah mukosa bila digunakan secara topikal dan pada gilirannya mengurangi edema
mukosa hidung.Oxymetazoline adalah selective α1 adrenergic receptor agonist dan α2
adrenergic receptor partial agonist. Obat ini termasuk dekongestan yang berfungsi
untuk mengurangi pembengkakan jaringan hidung (selaput lendir) dengan cara
menyempitkan pembuluh darah. Hal ini menyebabkan berkurangnya hidung
tersumbat, memperbaiki drainase lendir, dan meningkatkan kelegaan pernapasan
melalui hidung. Obat ini tersedia sebagai dekongestan topikal berupa Oxymetazoline
26

HCl dalam sediaan nasal spray atau nasal drops. Bisa juga digunakan dalam sediaan
tetes mata untuk mengurangi mata merah akibat iritasi ringan.
Dalam formulasi sediaan obat tetes hidung berfungsi sebagai zat aktif Untuk mer
edakan hidung tersumbat akibat flu, demam, alergi saluran pernapasan bagian atas lai
nnya, atau infeksi sinus (baca juga penjelasan lengkap tentang alergi makanan) juga di
gunakan untuk mengobati pendarahan hidung dan mata merah karena iritasi ringan.
D. Alasan Pemilihan Zat Aktif
Oxymetazolin HCL
1. Indikasi
 OOP : 459
Derivat ini bekerja langsung terhadap reseptor alfa tanpa efek pada reseptor beta.
Setelah ditetesi pada hidung dalam waktu 5-10 menit terjadi vasokontriksi mukosa
yang bengkak dan kemampatan.

 FT : 73
Alfa-agonis banyak digunakan sebagai dekongestan nasal pada penderita rinitis
alergika atau rinitis vasomotor dan pada penderita infeksi saluran nafas atas dari
rinitis akut.

 RPS 18th: 883


Simpatomimetik langsung dengan hanay mempunyai aktivitas alfa-agonis
digunakan hanya topical sebagai nasal dekongestan.

 MD32 th: 1066

Oxymetazolin adalah simpatomimetik aksi langsung dengan aktivitas alfa-


adrenergik . vasokontriktor yang mengurangi penyumbatan digunakan pada mukosa
membran.

 AMA DRUGS : 507

Oxymetazolin dapat digunakan untuk nasal dekongestan umumnya untuk rinitis


musiman atau tidak musiman, DARES atau sinusitis.

E. Mekanisme Kerja
Obat-obat golongan ini menyebabkan vasokontriksi pada mukosa hidung dengan
reseptor alfa-1 sehingga mengurangi volume mukosa dan dengan mengurangi
penyumbatan hidung (FT : 73)
27

F. Efek samping
 OOP V : 460
Dapat berupa rasa terbakar dan iritasi dari selaput lendir dengan
menimbulkan bersin

 AMA DRUGS : 509

Efeknya ringan dibandingkan aksi dekongestan nasal termasuk rasa terbakar, kering
pada nasal mukosa, bersin, sakit kepala ringan, insomnia dan bersin
 MD32 th: 1065
Dapat menyebabkan iritasi , rebound congers, mungkin terjadi setelah pengunaan
yang lama
G. Dosis
 OOP V : 460
Anak-anak diatas 12 tahun dan dewasa 1-3 dd 2-3 tetes larutan 0,05 % (HCl)
disetiap lubang hidung. Anak-anak 2-10 tahun larutan 0,025 %
 AMA DRUGS : 507
Dewasa dan anak-anak 6 tahun ke atas 2-3 tetes/2-3 kali spray konsentrasi 0,05 %
tiap 10 jam. Anak dibawah 6 tahun tidak dianjurkan untuk anak dibawah 6 tahun
pabrik menganjurkan konsentrasi 0,025%
 MD32 th: 1065
Konsentrasi 0,05 % larutan oxymetazolin HCl digunakan untuk topikal sebagai
tetes hidung atau disemprotkan tiap lubang hidung 2 kali sehari disarankan
H. pH dan Kestabilan
 MD32 th: 1065 pH 4,0 - 6,5
 FI IV : 609 pH 4,0 - 6,5
 RPS 18th: 883 stabil dengan cahaya dan pemanasan

2.2.5 Alasan Pemilihan Zat Tambahan


A. Benzalkonium Klorida (Excipients, 56)
Benzalkonium klorida adalah senyawa amonium kuartener yang digunakan
dalam formulasi farmasi sebagai pengawet antimikroba dalam aplikasi yang mirip
dengan surfaktan kationik lainnya, seperti setrimida.
Pembawa untuk sediaan hidung harus mengandung bahan antimikroba yang
dapat masuk ke dalam sediaan melalui pelekatan penetes obat. Penelitian oleh Green
28

wol, menunjukkan efek merusak terhadap gerakan silia meski pada konsentrasi 1 :
10000. Konsentrasi zat pengawet untuk tetes hidung umumnya digunakan
benzalkonium klorida 0,01%- 0,1 % b/v (FI III : 10). Pengawet antimikroba
digunakan untuk pengawet sama dengan obat mata (Ansel : 576)
Inkompabilitas : tidak cocok dengan aluminium, surfaktan anionik, sitrat, kapas,
fluorescein, hidrogen peroksida, hipromelosa, iodida, kaolin, lanolin, nitrat, surfaktan
nonionik dalam konsentrasi tinggi, permanganat, protein, salisilat, garam perak,
sabun, sulfonamida, tartrat, seng oksida, seng sulfat, beberapa campuran karet, dan
beberapa campuran plastik.
Benzalkonium klorida telah terbukti diserap ke berbagai membran penyaringan,
terutama yang bersifat hidrofobik atau anionik..
B. Dapar Fosfat
a. DOM Martin : 913
Kapasitas buffer pada sekret hidung tidak diragukan lagi sangat rendah

b. Ansel : 571
Preparat berair paling banyak dipakai pada hidung yang mampat, dibuat isotonis
terhadap cairan hidung didapar untuk menjaga stabilitas obat sedangkan pH normal
cairan hidung diperkirakan sekitar 5,5-6,5 dan ditambahkan sesuai kebutuhan.

c. DOM Martin : 917


Dapar fosfat untuk obat tetes hidung (pH 6,5) dapat digunakan dan dibuat seperti
tersebut dibawah ini

NaH2PO4. H2O 0,65

NaH2PO4. 7 H2O 0,54

NaCl 0,45

Benzalkonium klorida 0.01-0,10%

Air suling secukupnya 100 ml

d. Scoville’s : 228
Dapar fosfat untuk obat tetes hidung (pH 6,5) dapat digunakan dan dibuat seperti
tersebut dibawah ini

NaH2PO4 0,560 g
29

Na2HPO4 0,284 g

NaCl 0,5 g

Benzalkonium klorida 1 : 10000

Air steril secukupnya 100 ml

C. Natrium Klorida (Excipients, 637)


Natrium klorida banyak digunakan dalam berbagai formulasi farmasi parenteral
dan nonparenteral, di mana penggunaan utamanya adalah untuk menghasilkan larutan
isotonik. Penambahan natrium klorida ke dalam larutan semprot-pelapis air yang
mengandung hidroksipropil selulosa atau hipromelosa menekan aglomerasi partikel
selulosa kristal. Natrium klorida juga dapat digunakan untuk memodifikasi bentuk
pelepasan obat dan dari emulsi. Dapat digunakan untuk mengontrol ukuran misel, dan
untuk mengatur viskositas dispersi polimer dengan mengubah karakter ionik dari
formulasi.
Inkompabilitas : larutan natrium klorida bersifat korosif terhadap zat besi. Mereka
juga bereaksi membentuk endapan dengan garam perak, mercuri, dan timah. Zat
pengoksidasi kuat membebaskan klorin dari larutan natrium klorida yang diasamkan.
Kelarutan metil paraben pengawet antimikroba berkurang dalam larutan natrium
klorida berair dan viskositas gel karbomer dan larutan hidroksietil selulosa atau
hidroksipropil selulosa dikurangi dengan penambahan natrium klorida.
D. Aqua Pro Injeksi (Excipients, 766)
Air banyak digunakan sebagai bahan baku dan pelarut dalam pemrosesan,
formulasi dan pembuatan produk farmasi, bahan aktif farmasi (API) dan zat antara,
dan reagen analitis. Kadar air tertentu digunakan untuk aplikasi tertentu dalam
konsentrasi hingga 100%.
Inkompabilitas : dalam formulasi farmasi, air dapat bereaksi dengan obat-obatan dan
eksipien lain yang rentan terhadap hidrolisis (dekomposisi dengan adanya air atau uap
air) pada suhu dan tinggi.
Air dapat bereaksi dengan keras dengan logam alkali dan oksida mereka, seperti
kalsium oksida dan magnesium oksida. Air juga beraksi dengan garam anhidrat untuk
membentuk hidrat dari berbagai komposisi, dan dengan bahan organik dan kalsium
karbida tertentu.
30

3.8 Prosedur Pembuatan Tetes Hidung


a. Semua zat ditimbang pada kaca arloji sesuai dengan formula dan segera dilarutkan
dengan aqua bidestilata (hati-hati bila pembawa OTT yang akan digunakan bukan
aquabidest, mungkin tampak lebih cocok bila dilarutkan dalam pembawa)
secukupnya. Jika terdapat beberapa zat, maka segera dilarutkan sebelum
menimbang zat berikutnya.
b. Semua bahan dimasukkan ke dalam gelas piala yang dilengkapi dengan batang
pengaduk, dan dilarutkan dalam aqua bidestilata. Kaca arloji dibilas dengan aqua
bidestilata minimal sebanyak dua kali.
c. Setelah zat larut, larutan tersebut dituang ke dalam gelas ukur hingga volume
tertentu di bawah volume yang seharusnya dibuat (contoh : jika dibuat 100 mL
larutan, larutan dalam gelas ukur diatur tepat hingga 75 mL ini maksudnya + 25mL
digunakan untuk membilas-bilas wadah yang digunakan, sehingga bisa
meminimalkan kehilangan zat aktif). Suspensi tetes hidung secara aseptis, diisikan
langsung dari gelas ukur ke dalam botol steril yang telah dikalibrasi. Tutup dengan
pipet tetesnya kemudian dipasang. Pembuatan sediaan suspensi steril dilakukan
secara aseptik, di mana semua bahan yang akan dibuat sediaan disterilisasi dulu
dengan cara yang sesuai, kemudian dicampur di bawah Laminar Air Flow.
Penandaan pada etiket harus juga tertera ’Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan
setelah tutup dibuka’.

2.9 Alur Pembuatan Tetes Hidung yang Baik


31

Prosedur-prosedur yang harus diterapkan dalam pengerjaan sediaan steril tentu


lebih rumit dari sediaan biasa untuk itu harus di pahami dengan benar dan harus dapat
diterapkan dengan benar agar tidak terjadi hal-hal yang dapat menyababkan hilangnya
kualitas/nilai produk sehingga dapat berakibat fatal terhadap bidang produksi, QC dan
QA juga dapat merugikan industri. Untuk menghindari hal-hal tersebut perlu
memahami proses-proses yang ada secara berurutan yaitu :
1. Pembersihan/Aseptis
Pembersihan dilakukan oleh personal yang akan mengerjakan proses pembuatan
sediaan tetes mata steril, mulai dari pembersian diri personal, memakai baju kerja
yang steril (baru dan bersih), mencuci tangan setiap memulai dan mengakhiri
kegiatan, sanitasi ruangan sebelum di pakai dan mendapat penyamprotan steril
sebelum memasuki ruang produksi sediaan steril.
2. Preformulasi Zat Aktif
Pada proses ini adalah tahap identifikasi dan spesifikasi zat aktif sediaan tetes
hidung yang akan dibuat, gunanya untuk membangun mutu dalam suatu produk
sediaan tetes mata. Perlunya kesesuaian dari karakteristik zat aktif dengan
spesifikasi standar yang sesuai dengan Farmakope Indonesia. Tahap identifikasi
dan spesifikasi harus memenuhi parameter yang dipersyaratkan yaitu mulai dari
monografi zat aktif yang terdiri atas pemerian, identitas secara organoleptis
(bentuk fisik, bau, rasa, bentuk, suara, warna), identifikasi secara analisis
kuantitatif yang bertujuan untuk mengenali secara pasti identitas zat aktif, yaitu
secara fisika kimia (kemurnian, indeks bias) secara kimia (reaksi), secara fisika
(suhu, titik lebur, jarak peleburan, spectrum, isometris, bobot jenis, densitas,
viskositas, uji cemaran, kadar abu, kadar air, susut pengeringan, serta
stabilitasnnya), cara penyimpanan, cara sterilisasi, bentuk kemasan, dan kadar pH.
3. Mengkaji Permasalahan terkait Preformulasi Sediaan dan Penyelesaian
Masalah
Dalam proses ini, mengkaji permasalahan yang ditemukan setelah preformulasi
zat aktif untuk memaksimalkan sediaan yang akan dibuat. Contohnya,
permasalahan pemberian obat tetes mata steeril langsung diteteskan dibalik
kelopak mata, maka penyelesaian dari masalah ini rute pemberiannya dibuat
secara guttae, sediaan tetes mata harus dapat bercampur dengan konsentrasi dalam
tubuh, sehingga perlu ditambahkan zat pengisotonis. Sediaan harus dibuat
multiple dose, sehingga perlu ditambahkan pengawet, sediaan menggunakan
32

pengawet yang dapat teroksidasi oleh logam sehingga pengawet dikombinasi


dengan bahan yang digunakan sebagai pengkelat untuk mengingkatkan aktivitas
pengawet. Sediaan obat tetes mata diharapkan bisa memperpanjang waktu kontak
antara sediaan dengan kornea mata, sehingga ditambahkan peningkat viskositas
agar jumlah bahan aktif yang berpenetrasi semakin tinggi, dan contoh
permasalahan lainnya sehingga didapatkan formulasi yang sesuai, efektif dan
efisien.
4. Preformulasi Eksipien
Preformulasi eksipien bertujuan menformulasikan bahan-bahan tambahan sebagai
penyelesaian dari permasalahan sediaan. Bahan tambahan atau eksipien yang
digunakan juga harus sesuai standar spesifikasi sehingga diperlukan identifikasi
bahan agar mutu sediaan terbangun. Tahap identifikasi dan spesiffikasi harus
memenuhi parameter yang dipersyaratkan yaitu mulai dari monografi zat aktif
yang terdiri atas pemerian, identitas secara organoleptis (bentuk fisik, bau, rasa,
bentuk, suara, warna), identifikasi secara analisis kuantitatif yang bertujuan untuk
mengenali secara pasti identitas zat aktif, yaitu secara fisika kimia (kemurnian,
indeks bias) secara kimia (reaksi), secara fisika (suhu, titik lebur, jarak peleburan,
spectrum, isometris, bobot jenis, densitas, viskositas, uji cemaran, kadar abu,
kadar air, susut pengeringan, serta stabilitasnnya), cara penyimpanan, cara
sterilisasi, bentuk kemasan, dan kadar pH.
5. Pengusulan Formulasi
Pengusulan formulasi adalah tahap ketika semua zat aktif dan bahan
tambahan/eksipien telah diperiksa dan hasilnya sesuai spesifikasi, sehingga
sediaan dapat diformulasi sesuai dengan jumlah yang akan dibuat.
6. Perhitungan Tonisitas/Molaritas dan Dapar
Setelah pengusulan formulasi, dadakan perhitungan tonisitas/molaritas dan dapar.
Perhitungan ini bertujuan agar konsentrasi yang dihasilkan dari sediaan dapat
digunakan atau terabsorpsi baik dalam organ mata. Organ mata adalah organ
yang sangat sensitif sehingga perlu adanya kesesuaian konsentrasi/tonisitas agar
tidak terjadinya iritasi ketika sediaan ini digunakan pada mata.
7. Persiapan Alat/Wadah/Bahan
Tahap ini adalah tahap mempersiapkan setiap alat atau wadah dan/atau bahan
yang akan diperlukan dalam pembuatan sediaan, serta karena pembuatan sediaan
ini harus steril, sehingga dalam tahap ini juga mengkaji setiap cara sterilisasi,
33

waktu sterilisasi dan jumlah alat/wadah dan/atau bahan yang diperlukan.


Contohnya :
1. Alat
Nama Alat Cara Sterilisasi Waktu Jumlah
Sterilisasi
Gelas kimia Sterilisasi panas kering 1 jam 2
dengan oven pada suhu
170ºC
Gelas ukur Sterilisasi panas basah 15 menit 1
dengan autoklaf pada suhu
121ºC
Kaca arloji Steriliasi panas kering 1 jam 2
dengan oven pada suhu
170ºC
Batang Sterilisasi panas kering 1 jam 2
pengaduk dengan oven pada suhu
170ºC
Erlenmeyer Sterilisasi panas basah 15 menit 2
dengan autoklaf pada suhu
121ºC
Corong Sterilisasi panas kering 1 jam 2
dengan oven pada suhu
170ºC
Kertas saring Sterilisasi panas kering 1 jam 2
dengan oven pada suhu
170ºC
Pipet tetes Sterilisasi panas kering 1 jam 6
dengan oven pada suhu
170ºC
Thermometer Steriliasi radiasi 1
Karet pipet Direndam dengan akohol 24 jam 6
70%
Spatel Sterilisasi panas kering 1 jam 6
dengan oven pada suhu
34

170ºC
Kertas Sterilisasi panas kering 1 jam 7
perkamen dengan oven pada suhu
170ºC
Botol 100 ml Sterilisasi panas kering 1 jam 7
dengan oven pada suhu
170ºC
Tutup karet Direndam dengan alcohol 24 jam 1
70%
Aluminium Steriliasi panas kering 1 jam 3
foil dengan oven pada suhu
170ºC
Membrane Sterilisasi panas kering 1 jam
filter 0,22 µm dengan oven pada suhu
170ºC
Membrane Sterilisasi panas kering 1 jam
filter 0,45 µm dengan oven pada suhu
170ºC
Buret Steriliasi panas basah
dengan autoklaf pada suhu
121ºC
Statif dan
klem
2. Wadah
Nama alat Cara sterilisasi Jumlah
Wadah OTH Direndam dengan alcohol 70% selama 1
24 jam
Tutup wadah Direndam dengan alcohol 70% selama 1
OTH 24 jam
8. Perhitungan Penimbangan Bahan
Penimbangan bahan dilakukan agar ketepatan dan keakuratan setiap bahan yang
akan digunakan, sehingga tidak terjadi overdosis atau reaksi yang tidak diinginkan
9. Pembuatan Sediaan Obat Tetes Hidung
Tabel 3.1 Prosedur memasuki Grey Area dan White Area
35

Menggunakan baju kerja steril untuk Menggunakan baju kerja steril untuk
Grey Area White Area
1 Menggunakan penutup rambut 1. Memasuki ruang ganti dengan benar
2 Menanggalkan aksesoris dan 2. Membuang pembungkus
kosmetik 3. Mengatur perlengkapan
3 Melakukan sanitasi 4. Menggunakan sarung kepala
4 Menggunakan baju steril bagian atas 5. Menggunakan masker
5 Menggunakan baju steril bagian 6. Menggunakan coverall dengan baik
bawah (dispensasi) 7. Menggunakan sepatu khusus dengan cara
6 Menggunakan sepatu khusus yang benar
7 Menggunakan shoe cover 8. Menggunakan kaca mata dengan baik
8 Melakukan pembilasan tangan 9. Menggunakan sarung tangan dengan cara
9 Menggunakan sarung tangan yang benar
10 Mendesinfeksi tangan 10. Memasuki ruang white area dengan cara
11 Menggunakan kaca mata pengaman yang benar

Grey Area (Ruang Sterilisasi)


1. Semua alat dan wadah disterilisasi dengan cara masing-masing
2. Pembuatan air steril pro injeksi 100 ml aquadest yang disterilkan dengan
autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit
3. Setelah disterilisasi, semua alat dan wadah dimasukan kedalam white area
melalui transfer box
Grey Area (Ruang Penimbangan)
1. Lakukan penimbangan untuk masing-masing bahan sesuai perhitungan
2. Kaca arloji dan cawan penguap yang berisi bahan yang telah ditimbang dan
telah ditutup dengan aluminium foil dimasukan ke white area melalui transfer
box
White Area (Ruang Pencampuran di Grade C)
Sediaan tetes hidung larutan
1. Siapkan aqua pro injeksi
2. Dilakukan pencampuran zat aktif dan bahan tambahan sesuai dengan prosedur
Sediaan tetes hidung suspensi
Suspensi dengan pembawa air
36

1. Suspending agent dikembangkan dalam air panas lalu dicampur dengan


wetting agent, bahan pengawet dan bahan pembantu lainnya. Sterilkan bersama
dalam otoklaf.
2. Zat berkhasiat yang telah ditimbang digerus berturut-turut dalam mortar steril
dan dicampur dengan pembawa yang telah disterilkan tadi (dalam keadaan
dingin) sedikit demi sedikit sambil digerus.
3. Suspensi ini dituang ke dalam gelas ukur yang dilengkapi batang pengaduk
dan volume akhir dicapai dengan menambahkan air steril.
4. Sambil diaduk suspensi yang sudah homogen dituang ke dalam wadah tetes
hidung yang telah dikalibrasi.
5. Larutan dimasukan kedalam botol. Pasangkan tutup karet dan ikat dengan
simpul champagne kemudian ditransfer ke ruang sterilisasi melalui transfer box
Grey Area (Ruang Sterilisasi)
1. Larutan disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 121ºC selama 15
menit
2. Larutan yang telah disterilisasi ditransfer ke ruang pengisian dibawah LAF
melalui transfer box
White Area (Ruang Pengisian Grade A Background B)
1. Siapkan buret steril dan lakukan pembilasan dengan menggunakan sediaan
sampai semua bagian dalam buret terbasahi
2. Larutan dituang ke dalam buret steril. Ujung bagian atas buret ditutup dengan
aluminium foil.
3. Sebelum diisikan ke dalam botol tetes hidung, jarum buret steril dibersihkan
dengan kapas yang telah dibasahi alcohol 70%
4. Isi setiap botol tetes hidung dengan larutan
5. Pasangkan tutup botol tetes hidung
6. Botol yang telah ditutup dibawa ke ruang evaluasi melalui transfer box
Grey area (Ruang Evaluasi)
Dilakukan evaluasi terhadap sediaan
10. Evaluasi Sediaan Obat Tetes Hidung
Evaluasi sediaan obat tetes hidung meliputi :
1. Evaluasi IPC
a. Pemeriksaan pH
37

b. Uji kejernihan dan warna


c. Kejernihan larutan
d. Viskositas larutan
2. Evaluasi sediaan akhir
a. Evaluasi fisik
(a). Organoleptic
(b).Uji kejernihan
(c). Penetapan pH
(d).Penentuan bobot jenis
(e). Uji volume terpindahkan
(f). Penetuan viskositas dan aliran
(g).Uji kebocoran wadah
(h).Pemeriksaan bahan partikulat
b. Evaluasi kimia
(a). Uji sterilitas
(b).Uji efektivitas pengawet antimikroba
(c). Kandungan zat antimikroba
Sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah sekunder
dan untuk sediaan tetes hidung suspense penandaan pada etiket harus tertera “
Tidak boleh digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka”
Tabel 3.2 Evaluasi Metode Bentuk Sediaan
No. Permasalahan Penyelesaian
1. Zat aktif tidak larut dalam air dan dalam Sediaan obat tetes hidung dibuat
etanol. suspensi
2. Sediaan ini dibuat suspensi dimana zat aktif Perlu ditambahkan CMC-Na sebagai
tidak dapat larut dalam air dan dalam etanol. suspending agent
3. Sediaan obat tetes telinga memiliki pH 6,5- ditambahkan NaH2PO4 dan Na2HPO4
8,0 dengan rentang pH yang sempit. sebagai buffering agent
4. Bahan tambahan lainnya larut dalam air. Digunakan aqua pro injeksi sebagai
pelarut bahan tambahan tersebut untuk
melarutkannya.

3.1. Evaluasi sediaan dan karakteristik sediaan


Tabel 3.7 Evaluasi sediaan dan karakteristik sediaan
38

Grey area (Ruang evaluasi)


IPC QC Karateristik

a. Evaluasi ruahan FI FII FIII


 Penetapan pH V 6,5 6,5 6,5
 Homogenitas V Homogen homogen Homogen
 Penetapan V kental kental kental
viskositas
b. Evaluasi sediaan
akhir
1. Evaluasi fisik
 Organoleptik V Sesuai Sesuai Sesuai
 Uji kejernihan V Sedikit keruh Sedikit keruh Sedikit keruh
 Penetapan pH V pH 6,5 pH 6,5 pH 6,5
 Penentuan bobot V Seragam Seragam Seragam
jenis
 Uji volume V Cepat Cepat Cepat
terpindahkan
 Penentuan V Sesuai Sesuai Sesuai
viskositas dan
aliran
 Distribusi ukuran V Terdispersi Terdispersi Terdispersi
partikel merata merata merata
 Homogenitas V Homogen Homogen Homogen
 Volume V Ada endapan Ada endapan Ada endapan
sedimentasi setelah 28 hari setelah 28 hari setelah 28 hari
 Kemampuan V Tinggi Tinggi Tinggi
redispersi
 Uji kebocoran V Tidak ada Tidak ada Tidak ada
wadah
 Pemeriksaan V Bebas partikel Bebas partikel Bebas partikel
bahan partikulat asing dan serat asing dan serat asing dan serat
halus halus halus
39

2. Evaluasi kimia
 Identifikasi V Sesuai Sesuai Sesuai
3. Evaluasi biologi
 Uji sterilitas V Bebas dari Bebas dari Bebas dari
mikroba/pirogen mikroba/piroge mikroba/pirogen
n
 Uji efektivitas V Sesuai Sesuai Sesuai
pengawet
antimikroba
 Kandungan zat V Sesuai Sesuai Sesuai
antimikroba
Sediaan diberi etiket V V Sesuai Sesuai Sesuai
dan brosur kemudian
dikemas dalam
wadah sekunder.

Perbedaan Pembuatan Sediaan Tetes Hidung Larutan dan Suspense


Perbedaan pembuatan sediaan tetes hidung larutan dan suspense tidak jauh
berbeda, hanya dibedakan pada proses pencampuran bahan. Perbedaan ini terjadi
karena pengkajian permasalahan pada zat aktif yang digunakan. Pertimbangan
pembuatan suspense karena ada beberapa zat aktif tidak bisa larut baik dengan air
atau eksipien lainnya sehingga diformulasikan menjadi suspense. Pemilihan bentuk
suspensi disebabkan :
 Bioavailabilitas zat aktif yang rendah (karena kelarutan rendah) dalam bentuk
larutannya.
 Ketidakstabilan zat aktif dalam bentuk larutan dapat menghasilkan hasil urai
yang toksik
Karena hidung adalah organ yang sangat sensitif, maka solusinya digunakan
partikel yang sangat kecil yaitu dengan memakai zat aktif yang dimikronisasi
(micronized).
Masalah utama suspensi nasales adalah kemungkinan terjadinya perubahan
ukuran partikel menjadi lebih besar selama penyimpanan (agregasi). Untuk
sediaan suspensi, surfaktan diperlukan untuk membasahi zat aktif hidrofob dan
40

untuk memperlambat pengkristalan. Pensuspensi yang biasa digunakan biasanya


sama dengan bahan peningkat viskositas.

Kekurangan dan Kelebihan Sediaan Tetes Hidung


Kekurangan
 Volume larutan yang dapat ditampung oleh hidung sangat terbatas ( 10
L) maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke
jalur GI menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan.
Kelebihan
 Larutan hidung memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan,
bioavailabilitas dan kemudahan penangananan.
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Karakteristik dari sediaan obat tetes hidung yang baik adalah jernih, isotonis, pH
5,5-7, mengandung antibakteri, stabil selama dalam pemakaian. Produksi sediaan obat
tetes hidung harus memenuhi semua aspek dimulai dari aspek personalia sampai
dengan aspek produksi sesuai dengan ketentuan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang
Baik) dimana disebutkan ada 3 kualifikasi khusus untuk SDM yang sesuai dengan
CPOB diantaranya Kepala Produksi, Kepala QC dan Kepala QA yang mana masing-
masing sudah mempunyai tanggung jawab sesuai dengan yang ditetapkan guna
menghasilkan produk yang berkhasiat, bermutu serta bermanfaat. Komponen dari
sediaan obat tetes hidung terdiri dari zat aktif, pengisotonis NaCl, Pendapar NaHPO4,
pengawet benzalkonium klorida, pengental CMC dan pelarut aqua pro injeksi.
Metode sediaan Obat Tetes Hidung terdiri dari metode Pembuatan dan metode
Sterilisasi. Metode Pembuatan harus memenuhi syarat sterilisasi, berupa larutan
jernih, isotonis, ishidris, dan bebas partikel asing. Metode sterilisasi terutama
ditentukan oleh sifat alir sediaan.
Evaluasi dari sediaan tetes hidung yaitu: evaluasi fisik (organoleptis, uji kejernihan,
penentuan bobot jenis, penentuan pH), evaluasi kimia (penetapan kadar, penentuan
potensi (untuk antibiotik), dan evaluasi biologi (uji sterilitas, uji efektivitas
pengawet).

41
42

DAFTAR PUSTAKA

Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe R.


C., Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press and
American Pharmacists Assosiation, 697-699.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, 65, Depkes RI, Jakarta.
Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim, Asmanizar, Iis Aisyah, Edisi keempat, 255-271, 607-608, 700,
Jakarta, UI Press.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2006). Keputusan Kepala Badan POM No.
HK.00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan. Jakarta.
BPOM, 2018. Pedoman Cara pembuatan Pbat yang Baik (CPOB). Jakarta : Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
British Pharmacopoeia Commision,2001, British Pharmacopoeia 2001, Stationery
Office,London.
Carner Multum, 2023, Oxymetazoline Nasal, dikutip dari
https://www.drugs.com/mtm/oxymetazoline-nasal.html
Codex Alimentarius Commission [CAC]. 2003. CAC/RCP 1-1969, Rev. 4
Recommended International Code of Practice General Principles of Food
Hygiene.
Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, 551, 713.Jakarta.
Parrot, E.L., 1970, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, Third
Ed., 82, Burgess Pub. 6, Mineapolis.
Scoville, 1957, The Art of Compounding, In McGraw-Hill Book Company second
edition, New York, 66.
Withey, M., Daft, R.L dan Cooper, W.H. 1983. Measures of Perrow’s work-unit
technology: An empirical assessment and a new scale. Academy of
Management Journal: pp.45–63.

Anda mungkin juga menyukai