Anda di halaman 1dari 9

Evaluasi Program Kesehatan untuk Pencegahan Stunting Di Provinsi Jawa

Barat
(Health Programs Evaluation for Stunting Prevention in West Java Province )
Shulihah1,Ajiraga2, Ina Sartina3, Kemal N Siregar4,
E-mail: farmasiusu65@gmail.com, ajiragamuhammad@gmail.com
Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Muhammadiyah, jakarta, Indonesia

Abstrak

Pendahuluan: Stunting merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak dihadapi di seluruh dunia,
khususnya di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, prevalensi stunting mencapai 21,6% pada
tahun 2022. Indonesia diprediksikan mencapai masa keemasannya pada tahun 2045. Pada tahun tersebut Indonesia akan
dihadapkan pada perubahan demografi disertai dengan meningkatnya mobilitas penduduk, transisi epidemiologi, dan
perilaku hidup tidak sehat. Faktor perilaku hidup tidak sehat dapat meningkatkan permasalahan kesehatan masyarakat
seperti stunting. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2020, jumlah balita stunting di Jawa Barat mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pihak terkait untuk mengidentifikasi
penyebab stunting dan merumuskan strategi penanganan yang tepat. Namun, di tahun 2021, ada kabar baik bahwa
angka balita stunting mengalami penurunan sebesar 33,68%. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa stunting masih
menjadi masalah serius, dan upaya penanggulangan harus terus dilakukan agar angka ini terus menurun. Metode:
Desain penelitian ini menggunakan metode literature review atau tinjauan pustaka untuk menemukan rujukan yang
relevan mengenai evaluasi program kesehatan untuk pencegahan stunting dalam menuju Indonesia Emas 2045 di
Provinsi Jawa Barat. Hasil:

Kata kunci: Stunting, evaluasi program kesehatan, Pencegahan stunting, .

Abstract

Background: Stunting is a public health problem that is often faced throughout the world, especially in developing
countries, including Indonesia. In Indonesia, the prevalence of stunting reached 21.6% in 2022. Indonesia is predicted to
reach its golden age in 2045. In that year, Indonesia will be faced with demographic changes accompanied by increasing
population mobility, epidemiological transition and unhealthy living behavior. Unhealthy lifestyle factors can increase
public health problems such as stunting. Data shows that in 2020, the number of stunted toddlers in West Java
experienced a significant increase. This is a serious concern for related parties to identify the causes of stunting and
formulate appropriate treatment strategies. However, in 2021, there is good news that the number of stunted toddlers has
decreased by 33.68%. However, it is important to remember that stunting is still a serious problem, and mitigation efforts
must continue to be made so that this figure continues to decline. Methods: This research design uses a literature review
method to find relevant references regarding the evaluation of health programs to prevent stunting towards Indonesia
Emas 2045. Results:
1
Keywords: Stunting, Health program evaluation, Stunting prevention, .

PENDAHULUAN
Masalah gizi pada balita masih menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan.
Permasalahan gizi pada balita diantaranya stunting, wasting dan overweight (World Health
Organization, 2020). Stunting masih menjadi masalah gizi utama di negara berkembang seperti
Indonesia. Stunting atau kekurangan gizi kronis adalah masalah gizi akibat kekurangan asupan
gizi dari makanan yang berlangsung cukup lama (Andriani et al., 2017). Stunting merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak dihadapi di seluruh dunia, khususnya di negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, prevalensi stunting mencapai 21,6% pada
tahun 2022. Stunting menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia karena berhubungan dengan
terhambatnya pertumbuhan fisik, menghambat perkembangan otak, kapasitas kognitif,
dan meningkatkan risiko terjadinya kematian. Stunting adalah kondisi kekurangan nutrisi
berkepanjangan yang diakibatkan oleh konsumsi makanan dengan kebutuhan gizi yang tidak
memadai selama periode yang cukup lama. Stunting diukur sebagai status gizi dengan
memperhatikan tinggi badan, umur, dan jenis kelamin anak. Stunting terjadi pada seseorang yang
memiliki nilai Z-indeks tinggi badan terhadap umurnya (TB/U) berada di bawah -2 SD (standar
deviasi).

Upaya Pemerintah Indonesia dengan meluncurkan Starnas Stunting Periode 2018- 2024.
Untuk memperkuat komitmen pemerintah, pemerintah menerbitkan Perpres 72 tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting yang sekaligus menjadi payung hukum bagi starnas stunting yang
sudah dilakukan sejak tahun 2018. Dalam pelaksanaan Stranas Percepatan Penurunan Stunting,
disusun rencana aksi nasional melalui Peraturan BKKBN Nomor 12 tahun 2021 tentang Rencana
Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia (RAN PASTI) Tahun 2021- 2024.
Berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2007 mengenai RPJP Nasional 2005–2025,
mengamanatkan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran guna mencapai tujuan
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Indonesia telah
berupaya untuk meningkatkan kualitas dari SDMnya, salah satunya dalam menuntaskan isu
stunting. Pemerintah telah melakukan upaya seperti menanggulangi permasalahan gizi makro dan
mikro, meningkatkan pola konsumsi pangan yang beragam, pengayaan zat gizi, dan jaminan gizi
pada periode 1000 hari pertama kehidupan.
Indonesia diprediksikan mencapai masa keemasannya pada tahun 2045. Pada tahun tersebut
Indonesia akan dihadapkan pada perubahan demografi disertai dengan meningkatnya mobilitas
penduduk, transisi epidemiologi, dan perilaku hidup tidak sehat. Faktor perilaku hidup tidak sehat
dapat meningkatkan permasalahan kesehatan masyarakat seperti stunting. Akses pangan yang tidak
terjangkau dan pola konsumsi yang tidak sehat menyebabkan kekurangan gizi mikro dan makro.
Di tahun ini, sistem kesehatan harus mampu merespons berbagai perubahan, kemajuan teknologi,
2
guncangan kesehatan dan risiko terjadinya pandemi, mampu menangani ketimpangan akses
terhadap pangan, lingkungan sehat, fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan, dan
meningkatkan kapasitas pembiayaan kesehatan dengan mobilisasi dan inovasi pembiayaan
kesehatan. Namun, dalam praktiknya Indonesia belum dapat menuntaskan stunting untuk mencapai
Indonesia Emas
2045. Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan kualitas SDMnya,
seperti
3
ketersediaan dan akses pangan yang belum terjangkau, pengetahuan ibu yang kurang terhadap nutrisi yang baik
untuk pertumbuhan anak, kondisi sanitasi yang buruk dan akses terbatas ke air bersih, dan faktor sosial-
ekonomi seperti kemiskinan, ketidaksetaraan pendapatan, dan pendidikan yang rendah. Berdasarkan Survei
Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, ditemukan bahwa
prevalensi balita stunting di Jawa Barat mencapai 20,2% pada tahun 2022. Namun bila dilihat secara
nasional, Jawa Barat masih menempati peringkat ke-13 dengan nilai prevalensi
balita stunting terendah. Berdasarkan publikasi data stunting di provinsi jawa barat pada tahun 2014
jumlah balita stunting sebanyak 371.989 (10,14%) dan mengalami penurunan hingga tahun 2019
sebanyak 226.436 (8,05%), mengalami peningkatan di tahun 2020 sebanyak 276.069 (9,98%), dan
terjadi penurunan di tahun 2022 sebanyak 180.042 (6,03%), penurunan prevalensi stunting sebanyak
4,3% dari tahun 2021 – 2022 dan untuk pencapaian target zero stunting di tahun 2023.
Kelemahan dari program pencegahan dan penurunan stunting yaitu 1) Implementasi program
stunting yang belum terkonvergensi dengan baik, 2) Pembiayaan program yang terbatas, 3)
Pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing aktor pelaksana belum optimal, 4) Fungsi pengawasan
program yang belum berjalan dengan baik, 5) Minimnya program inovasi untuk mendorong
percepatan penanggulangan stunting di kabupaten maupun masyarakat, implementasi program
stunting yang belum terkonvergensi dengan baik dikarenakan pelaksanaan 8 (delapan) aksi
konvergensi stunting masih banyak diintervensi dan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan dan peran
lintas sektor yang masih kurang.
Dalam membuat kebijakan, pemerintah tidak bisa berkaca pada satu hasil penelitian saja.
Namun diperlukan data dari beberapa penelitian yang dapat menjadi latar belakang pembuatan
kebijakan. Oleh sebab itu, sangat diperlukan suatu penelitian yang dapat menyajikan fakta secara
komprehensif mengenai program pencegahan stunting di Indonesia, agar penelitian ini
bermanfaat bagi pemerintah dalam pembuatan kebijakan mengenai program pencegahan stunting
yang lebih tepat dan efisien. Penelitian systematic review bertujuan untuk mengidentifi kasi hasil
penelitian yang telah dipublikasi untuk interpretasikan datanya secara komprehensif (Rosmalina et
al., 2018). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi program pencegahan stunting di
Indonesia. Hasil penelitian ini dapat digunakan Pemerintah Indonesia dalam membuat kebijakan
untuk mencegah stunting.
4

METODE
Desain penelitian ini menggunakan metode literature review atau tinjauan pustaka untuk
menemukan rujukan yang relevan mengenai evaluasi program kesehatan untuk pencegahan stunting
dalam menuju Indonesia Emas 2045 di Provinsi Jawa Barat. literature review atau tinjauan pustaka
merupakan penelitian yang mengkaji atau meninjau secara kritis pengetahuan, gagasan, atau temuan
yang terdapat di dalam tubuh literatur berorientasi akademik (academic-oriented literature), serta
merumuskan kontribusi teoritis dan metodologisnya untuk topik tertentu (Agusta, 2007). Pencarian
dan pengumpulan kajian pustaka dilakukan melalui search engine, yakni dari google scholar dan
website resmi open data Jabar.
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data yang tidak
langsung diambil oleh peneliti. Data sekunder penelitian bersumber dari kepustakaan yang berasal
dari jurnal, artikel ilmiah, website, artikel, UU, dan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Dikarenakan penelitian yang digunakan
adalah literature review, Dalam penelitian studi literatur, peneliti tidak perlu ke lapangan, mencari
responden, atau melakukan eksperimen di laboratorium, dikarenakan semua data yang dibutuhkan
ada dalam pada sumber pustaka yang telah dicari untuk dijadikan bahan penelitian (Kustin, 2021)
maka instrumennya hanya satu yaitu laptop. Sumber literatur yang didapatkan kemudian diteliti
untuk mendapatkan informasi yang komprehensif dalam penelitian ini. Pengumpulan data yang
dilakukan melalui search engine dan diinput secara manual dalam pembuatan daftar pustakanya.
Kriteria inklusi yang digunakan sebagai kriteria sumber literatur dalam penelitian ini adalah
literatur yang membahas mengenai permasalahan stunting, faktor-faktor penyebab dan
pencegahannya, program intervensi stunting dan realisasinya, Rancangan Pembangunan Jangka
Panjang (RPJPN), dan lainnya. Kemudian, kriteria tahun publikasi literatur dalam rentang tahun 5
tahun terakhir (2018-2023).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor-faktor Penyebab Langsung Stunting

Berdasarkan data dari UNICEF(1997), IFPRI (2016), dan BAPPENAS(2018), stunting disebabkan
langsung oleh lingkungan sosial (norma, makanan bayi dananak, hygiene, dan pendidikan),
lingkungan kesehatan (akses, pelayanan preventif dankuratif), dan lingkungan pemukiman
(air,sanitasi, dan kondisi bangunan). Hal-hal yang mempengaruhi aspek-aspek tersebutdiantaranya
pendapatan dan kesenjangan ekonomi, perdagangan, urbanisasi, globalisasi, sistem pangan,
perlindungan sosial, sistem kesehatan, pembangunan pertanian dan pemberdayaan perempuan.
5

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi stunting yang cukup tinggi di beberapa
kabupaten yang ada di Jawa Barat. Kurangnya pengetahuan akan gizi yang seimbang oleh ibu menjadi
faktor utama terjadinya stunting di wilayah tersebut (Nurgina et al., 2019). Padahal pengetahuan akan
gizi tersebut sangat dibutuhkan oleh ibu yang memiliki bayi untuk mencegah anak menjadi stunting.
Selain itu kondisi ekonomi juga menjadi faktor penyebab tingginya angka stunting di kabupaten yang
ada di Jawa Barat. Dimana masih banyak keluarga yang berada di garis kemiskinan yang tidak
mampu memberikan gizi yang baik untuk anak mereka. Faktor lain yang menyebabkan kejadian
stunting di beberapa kabupaten yang ada di Jawa Barat ialah karena kondisi lingkungan tempat
tinggal mereka yang kurang bersih dan sehat. Hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang
tidak memiliki akses air minum bersih dan juga sanitasi yang layak. Hanya terdapat 72% masyarakat
yang memiliki akses air minum bersih dan hanya sebanyak 68% masyarakat yang memiliki sanitasi
baik (Fitriani, 2020). Selain itu perilaku melakukan BAB secara sembarangan juga dapat memicu
terjadinya stunting. Kondisi lingkungan yang tidak sehat dapat memicu timbulnya penyakit seperti
diare dan cacingan sehingga penyerapan nutrisi pada anak akan terhambat sehingga dapat
menyebabkan stunting.
Program Pemerintah dalam mengatasi Stunting
Dalam upaya penurunan angka stunting pada anak, pemerintah melakukan akselerasi agar dapat
mencapai target prevalensi stunting turun menjadi 14% pada tahun 2024. Pemerintah telah berhasil
dalam menurunkan prevalensi stunting dari 30,8% pada tahun 2018 menjadi 21,6% pada tahun2022.
Pemerintah telah membentuk TP2AKatau Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil(stunting) untuk
mendukung pelaksanaan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (stunting). TP2AK
bertugas dalam memastikan program-program nasional, lokal dan masyarakat telah berjalan dengan
baik melalui pendekatan multi sector berdasarkan lima pilar pencegahan stunting,yaitu :
 Pilar 1: Komitmen dan visikepemimpinan tertinggi Negara
 Pilar 2: Kampanye nasional dankomunikasi perubahan perilaku
 Pilar 3: Konvergensi, koordinasi dankonsolidasi program pusat, daerah dandesa
 Pilar 4: Gizi dan ketahanan pangan
 Pilar 5: Pemantauan dan evaluasi
1. Unit Kelembagaan: Melakukanpenguatan kapasitaskementerian/lembaga yangmendukung
upaya percepatanpencegahan stunting serta mendorongkonvergensi program/kegiatan
antarkementerian/lembaga. Unit inimemfasilitasi pengembangankapasitas Organisasi
PemerintahDaerah (OPD) hingga aparatur desaserta stakeholder daerah agar
mampumelakukan konvergensi dalamperencanaan, implementasi,pemantauan dan evaluasi
atas programyang mendukung implementasiStranas Stunting.
2. Unit Knowledge Management &Communications: Mendukungkampanye yang terkoordinasi
ditingkat nasional hingga tingkatkabupaten/kota maupun desa. Selainitu, unit ini juga
6
membangun kemitraan Pemerintah dengan para aktor non pemerintah, seperti kelompok
swasta, LSM, ormas, donor, akademisi, dan kelompok lainnya untuk mendukung percepatan
pencegahan stunting. Unit ini juga melakukan pengelolaan pengetahuan sebagai upaya
pencegahan stunting dalam mendorong pelaksanaan program/kegiatan.
3. Unit Evaluasi: melakukan evaluasi terhadap program/kegiatan yang dilakukan oleh
kementerian/lembaga. Unit ini akan melakukan studi dan evaluasi dampak sebagai masukan
terhadap pengelolaan program di masa mendatang. Selain itu, unit ini juga memberikan
dukungan terhadap pengelolaan data terkait stunting yang dikelola oleh BPS dan Kementerian
Kesehatan.
Saat ini, Sekretariat wakil presiden(Setwapres) diberi mandat untuk memastikan pencapaian tujuan
dari pilar 5 yaitu membangun sistem pemantauan dan evaluasi terpadu dari semua program prioritas
yang terdiri dari intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif. Sebagai bentuk penerapannya,
maka TP2AK (Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil) di Setwapres bertugas dalam
mengumpulkan dan mengurutkan semua data program dari KL terkait untuk kemudian diolah dan
ditampilkan dalam dashboard pemantauan terpadu. Dashboard ini dikembangkan oleh Setwapres
sebagai alat pemantau dan evaluasi perkembangan program bagi para pemangku kepentingan di
tingkat pusat, provinsi, kabupaten, hingga desa.
Upaya Pencegahan Stunting di Kabupaten yang Ada di Jawa Barat
1. Sosialisasi Literasi Informasi Dalam Kegiatan penyuluhan “Sosialiasi Literasi Informasi
Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan Stunting” ini dilakukan di Kabupaten Garut dengan
mempertimbangkan materi penyuluhan kepada ibu sebagai audiensnya. Kegiatan sosialisasi
seperti ini juga dilakukan di Kabupaten Purwakarta. Dalam kegiatan sosialisasi tersebut
sosialisasi fokus pada program prioritas nasional (Pro PN) 1000 hari pertama kehidupan
(HPK) untuk mencegah stunting. Pada 1000 hari itu harus benar-benar diperhatikan agar
tumbuh kembang anak baik.
2. Pelatihan Kader Posyandu Di Kabupaten Sumedang, upaya mencegah adanya peningkatan
stunting pada anak balita yakni dengan meningkatkan peran kader posyandu dalam
menyampaikan informasi mengenai upaya mencegah stunting terutama di seribu hari pertama
kehidupan ke para ibu balita. Hal ini pun turut dilakukan di Kabupaten Bekasi, Kabupaten
Cirebon, dan Kabupaten Karawang.
3. Penyuluhan Media Audiovisual dan Edukasi Gizi Seimbang Kabupaten Bogor melakukan
teknik penyuluhan menggunakan audio visual dan simulasi dalam upaya pencegahan stunting
di wilayahnya. Penyuluhan tersebut meliputi beberapa aspek yang diamati, yaitu pengetahuan
ibu terhadap gizi, konsumsi makanan, dan perilaku merokok suami.
4. Beras Nutri Zinc Di Kabupaten Sukabumi dalam melakukan penanganan stunting yaitu
melalui introduksi pengembangan VUB padi Inpari IR Nutri Zinc. Beberapa Ibu Hamil
Kekurangan Energi Kronis (Bumil KEK) yang sudah terkoreksi menjadi normal melalui
7
pemberian beras Inpari IR Nutri Zinc, diharapkan bisa melahirkan secara normal dengan
kondisi bayi yang sehat supaya terhindar dari stunting.
5. Program PAMSIMAS Program PAMSIMAS adalah program yang dilakukan di Kabupaten
Cianjur dimana pembangunan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat di pedesaan
maupun daerah dengan pendapatan rendah yakni melalui pemberian Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM) Desa serta dana penunjang pelaksanaan kegiatan di tingkat pusat sampai
daerah (Pamsimas 2020). Program PAMSIMAS menyalurkan dana kepada setiap desa yaitu
sebesar Rp 245 juta.
6. Program Bandung Tanginas Program ini memiliki kepanjangan Tanggap Stunting Dengan
Pangan Aman dan Sehat dengan terus disosialisasikannya isi piringku, yaitu B2SA (Beragam
Bergizi Seimbang Aman). Selain itu, program ini menghadirkan beragam upaya jangka
pendek, yakni pemberian makanan secara langsung pada keluarga penderita stunting. Dan
jangka panjang, yakni melakukan edukasi ketahanan pangan berbasis halaman ataupun ruang
terbuka milik kelurahan.
7. Gerakan Minum Susu Program ini ada di Kabupaten Tasikmalaya sebagai upaya dalam
mencegah stunting pada anak. Gerakan ini dilakukan dengan mengundang anakanak di daerah
supaya bisa mengikuti kegiatan gerakan minum susu ini. Minum susu bermanfaat bagi anak-
anak terutama dapat membuat tulang dan gigi sehat, mendukung kecerdasan bahkan membuat
anak menjadi lebih aktif.
8. Program Si Keren Halo Cinta Program ini memiliki arti Sistem Informasi Kesehatan Remaja.
Dimana para remaja akan lebih paham pada kesehatan, bahaya obat terlarang sehingga
informasinya tepat sasaran. Program ini juga sebagai upaya agar stunting tidak bertambah,
yaitu melalui remaja yang sehat. Harapannya agar nanti di masa depan para remaja sudah akan
mempunyai keturunan yang sehat serta tidak stunting.
9. TORASTING (Motor Anti Stunting) Program ini merupakan cara mengurangi stunting
maupun angka kemiskinan di kabupaten Kuningan dengan mengenalkan makanan superfood
atau makanan bergizi tinggi tetapi disajikan dalam bentuk makanan yang disukai oleh semua
usia, serta bisa dijadikannya sebagai UMKM. Adapun cara pendistribusian dagangan olahan
tersebut yakni dengan berdagang keliling memakai sepeda motor dikarenakan bisa
menjangkau semua konsumen hingga ke pelosok desa.
10. Program Kissing Di Kabupaten Majalengka dilakukan sebuah program pencegahan stunting
yang bernama Kissing. Program kissing adalah program pemberian kartu indonesia sehat bagi
balita maupun keluarga sebagai upaya pencegahan stunting. Program ini ialah kolaborasi
antara Dinas Kesehatan serta Dinas Sosial bersama BPJS. Kartu Jaminan Kesehatan Nasional-
Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) ini secara simbolis diserahkan pada masyarakat khususnya
balita dengan indikasi masalah gizi.
11. Tim Gesit Adapun upaya mencegah kasus stunting di Kabupaten Indramayu yakni
8
mempersipakan tim yang diberi nama Gesit atau Gerakan Penurunan Stunting Indramayu
Terpadu. Tim Gesit terdiri dari unsur kesehatan, kader pembangunan manusia maupun TP
PKK, pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), serta Penyuluh Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB). Keberadaan tim Gesit akan memudahkan dalam koordinasi serta
penanganan kasus stunting dari hulu ke hilir, dan semua unsur akan diikut sertakan secara
terpadu.
12. Program Menyeting Gigi Emas Program Menyeting Gigi Emas yaitu singkatan dari mencegah
stunting dengan “Gigi Emas”. Program yang dilakukan di Kabupaten Pangandaran ini
memiliki arti tersendiri. Gigi Emas adalah singkatan dari 5 program yang terdiri dari gerakan
makan telur, instruktur ASI ekslusif, lumbung gizi desa, kelompok masyarakat peduli jamban
serta alarm kelahiran.
13. Rembuk Stunting Untuk menurunkan prevalensi dan intervensi penanganan stunting, Bupati
yang menjabat di Kabupaten Subang mengadakan kegiatan yang bernama Rembuk Stunting.
Rembuk stunting merupakan sebuah wadah musyawarah semua pihak, dalam rangka
menurunkan prevalensi dan intervensi penanganan stunting. Adapun tujuan rembuk ini sendiri
adalah menghasilkan komitmen yang terbaik, dalam upaya mewujudkan zero stunting di
Kabupaten Subang.
14. Program Pemberian Makanan Tambahan Kabupaten Bandung Barat melakukan upaya
pencegahan untuk mengatasi masalah stunting, yaitu dengan melakukan program pemberian
makanan tambahan bagi ibu hamil. Orang tua terutama wanita yang sedang mengandung
diprioritaskan untuk menerima pemberian makanan tambahan melalui program ibu hamil
Kurang Energi Kronik (KEK) dan anemia. Selain itu penyediaan sarana dan prasarana
kesehatan yang menunjang kegiatan pencegahan stunting, serta kegiatan koordinasi dan
kolaborasi dengan lintas sektor dalam upaya pencegahan dan penanggulangan stunting

Anda mungkin juga menyukai