Anda di halaman 1dari 22

REVIEW ARTIKEL JURNAL

EKOLOGI MANUSIA

EDITOR
Prof. Dr. Ir. ADNAN KASRY

REVIEWER

NAMA : IMELDA RIANI


NIM : 2310246611
HP/WA : 082268956404

UNIVERSITAS RIAU
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN
PEKANBARU
2023
REVIEW JURNAL 1

Pengembangan Model Pariwisata Berkelanjutan


Berbasis Kearifan Lokal di Desa Wisata Nonongan,
Kabupaten Toraja Utara
REVIEW JURNAL 1

Judul Pengembangan Model Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Kearifan


Lokal di Desa Wisata Nonongan, Kabupaten Toraja Utara
Jurnal PERSPEKTIF
Volume & Halaman 12 (3): 942-951
Tahun 2023
Penulis Jocheline Surya Mayestika & Hani Sirine
Reviewer Imelda Riani
NIM 2310246611
Tanggal 20 Oktober 2023

Abstrak Pada bagian abstrak ini menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk
menggambarkan dan menghasilkan pengembangan model pariwisata
berkelanjutan yang berbasis kearifan lokal di Desa wisata Nonongan.
Hasil penelitian ini adalah pengembangan model yang terdiri dari
faktor pendukung dan faktor penghambat, proses, serta dampak
pariwisata berkelanjutan berbasis kearifan lokal di Desa Wisata
Nonongan. Pariwisata berkelanjutan adalah pariwisata yang
mempertimbangkan secara menyeluruh pengaruh ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Pengembangan pariwisata berkelanjutan tidak luput dari
kearifan lokal dan berdampak terhadap kehidupan masyarakat tersebut.
Berdasarkan aspek Ekologi Manusia, abstrak ini menyajikan adanya
hubungan timbal balik antara sistem sosial (masyarakat) dan sistem
alam (pariwisata). Hubungan keterkaitan dengan Ekologi Manusia
dapat dilihat dari aspek pengaruh ekonomi, sosial dan lingkungan.
Dengan menggunakan konsep pariwisata berkelanjutan, berdampak
pada meningkatnya partisipasi masyarakat dalam melestarikan
kearifan lokal dan meningkatkan kesadaran akan kebersihan
lingkungan dan menjaga ekosistem keanekaragaman hayati. Serta
dampak sosial yang dirasakan masyarakat yaitu kesadaran tentang
bisnis wisata, dengan pergerakan aktivitas bisnis yang lebih baik
tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hal ini
telah memenuhi aspek kaidah Ekologi Manusia.
Pengantar Pengantar jurnal ini menguraikan bahwa pengembangan pariwisata
berkelanjutan tidak luput dari kearifan lokal. Adanya kearifan lokal
dapat mempertahankan kebudayaan daerah sehingga dapat menunjang
pengembangan pariwisata berkelanjutan di daerah tersebut. Kearifan
lokal adalah identitas bernilai di masyarakat lokal dan komunitas yang
masih dijalankan atau dilakukan pada tempat tersebut. Identitas
tersebut sudah menjadi keyakinan atau pedoman yang dipegang dan
dilakukan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pentingnya
kearifan lokal dapat mewujudkan kehidupan rukun yang terjaga dan
mengarahkan masyarakat untuk selalu berperilaku serta bersikap baik
kepada lingkungan.
Desa Wisata Nonongan memiliki banyak kearifan lokal yang
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, seperti tradisi mengambil air
di mata air dengan bambu, memikul hasil panen dari sawah,
mempertahankan tarian-tarian adat, memasak makanan dengan bambu,
dan lain-lain.
Pengantar jurnal ini berkaitan dengan aspek Ekologi Manusia,
dijelaskan bahwa untuk mengembangkan pariwisata berkelanjutan
berbasis kearifan lokal, keterlibatan para pemangku kepentingan yaitu
pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dapat mencegah terjadinya
kerusakan budaya dan lingkungan. Dengan terlibatnya masyarakat
(sistem sosial) yang masih melakukan dan mempertahankan kearifan
lokal untuk mendukung berkembangnya pariwisata berkelanjutan
(ekositem), tentu hal ini telah memenuhi kaidah aspek Ekologi
Manusia.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Tujuan
penelitian kualitatif ialah menemukan, menjelaskan dan menggali
informasi yang lebih dalam tentang sebuah subjek. Melalui penelitian
kualitatif Basrowi dan Suwandi (2008), mengemukakan bahwa peneliti
dapat mengenali subjek, merasakan apa yang dialami subjek dalam
kehidupan sehari-hari. Penelitian kualitatif di dalamnya melibatkan
peneliti sehingga peneliti akan paham mengenai konteks dengan
situasi dan setting fenomena alami sesuai yang sedang diteliti. Tujuan
dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami kondisi suatu
konteks dengan mengarahkan pada pendeskripsian secara rinci dan
mendalam mengenai potret kondisi dalam suatu konteks yang alami
(natural setting), tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa
adanya yang di lapangan studi.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
non probability sampling. Teknik sampling yang digunakan adalah
snowball sampling. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan
data primer. Data sekunder diperoleh dari pemerintah dan pengurus
setempat berupa gambaran atau profil desa, sedangkan data primer
menggunakan teknik pengumpulan data yaitu observasi dan
wawancara. Uji keabsahan data pada penelitian ini menggunakan uji
kredibilitas data yaitu triangulasi sumber data.
Berdasarkan aspek Ekologi Manusia, metode penelitian ini telah
memenuhi kaidah Ekologi Manusia. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif deskriptif yang dapat mendeskripsikan fakta dan
melakukan kajian interaksi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan
terkait topik kearifan lokal pada artikel ini. Kemudian metode
wawancara yang digunakan pada penelitian ini dapat mengungkapkan
informasi yang lebih mendalam terkait kearifan lokal masyarakat
(sistem sosial) terhadap pariwisata yang berkelanjutan (ekositem) hal
ini telah memenuhi kaidah aspek Ekologi Manusia.
Pembahasan Hasil penelitian menjelaskan kearifan lokal yang terdapat di Desa
Wisata Nonongan dibagi menjadi delapan bagian yaitu Seni Tari, Seni
Musik, Wisata Alam, Trekking, Situs Budaya, Atraksi Kehidupan
Tradisional, Kerajinan Tangan, dan Kuliner. Kearifan lokal dan adat
istiadat yang terdapat di Desa Wisata Nonongan harus dikelola dengan
baik untuk menunjang pariwisata berkelanjutan di Desa Wisata
Nonongan. Faktor pendukung yang menjadi kelebihan atau
keunggulan dari pariwisata berkelanjutan berbasis kearifan lokal di
Desa Wisata Nonongan, yaitu:
1. Kesadaran Wisata Masyarakat
2. Semangat Gotong Royong
3. Budaya Desa Sebagai Kearifan Lokal
4. Partisipasi Pemerintah
5. Komunitas yang berdaya cipta
Faktor penghambat yang menjadi kekurangan dari pariwisata
berkelanjutan berbasis kearifan lokal di Desa Wisata Nonongan, yaitu:
1. Keterbatasan dana
2. Akses Jalan Yang Rusak
3. Fasilitas Yang Kurang Memadai
4. Promosi Desa WisataYang Kurang Gencar
Selanjutnya dilakukan analisis pada proses atau implementasi
pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis kearifan lokal di
Desa Wisata Nonongan. Untuk meningkatkan dan mengembangkan
pariwisata berkelanjutan berbasis kearifan lokal di Desa Wisata
Nonongan menjadi semakin baik, diperlukan beberapa cara yaitu:
1. Kerjasama Pemerintah, Pengurus, dan Masyarakat
2. Melestarikan Adat Istiadat, Kebiasaan, dan Norma-norma Desa
3. Pelatihan dan Pendampingan Sumber Daya Manusia
4. Pengembangan Sarana Penunjang
Dengan adanya pariwisata berkelanjutan berbasis kearifan lokal di
Desa Wisata Nonongan, memberikan banyak dampak kepada Desa
Wisata Nonongan. Dampak sosial yang diberikan, yaitu:
1. Partisipasi Masyarakat Meningkat
2. Keakraban antar Warga Tercipta
3. Kesadaran Tentang Bisnis Wisata
Dampak lingkungan dan budaya yang diberikan, yaitu:
1. Melestarikan Kearifan Lokal
2. Penyelamatan Warisan Budaya
3. Kesadaran Kebersihan Lingkungan
4. Menjaga Ekosistem dan Keanekaragaman Hayati
Dampak ekonomi yang diberikan, yaitu:
1. Pergerakan Aktivitas Bisnis yang Lebih Baik
2. Terciptanya Lapangan Pekerjaan
3. Peningkatan Kesejahteraan dan Taraf Hidup Masyarakat
Berdasarkan uraian yang dikemukakan, terdapat hubungan timbal
balik antara manusia dan lingkungan. Hal ini terlihat dari kearifan
lokal masyarakat yang masih tetap dilakukan hingga saat ini dan
kesadaran masyarakat yang sangat mendukung adanya kegiatan Desa
Wisata. Adanya kegiatan Desa Wisata membuat masyarakat lebih
peduli akan kebersihan lingkungan, sehingga masyarakat sudah tidak
membuang sampah sembarangan. Kegiatan Desa Wisata juga
membuat masyarakat lebih menjaga ekosistem dan keanekaragaman
hayati, terlihat dari masyarakat yang menanam tumbuhan agar suasana
Desa Wisata menjadi lebih asri. Kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat (sistem sosial) dan pertanggungjawaban terhadap
lingkungan (ekosistem) telah memenuhi aspek kaidah Ekologi
Manusia yang akan berdampak positif dan saling keterkaitan. Kearifan
lokal masyarakat dalam mengembangkan pariwisata berkelanjutan
yang memberikan dampak sosial, dampak lingkungan dan budaya,
serta dampak ekonomi dinilai juga sebagai upaya pemanfaatan jasa
lingkungan yang bertanggung jawab secara berkelanjutan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Noor (2016) yang mengemukakan
bahwa pada setiap pembangunan khususnya di sektor pariwisata harus
dapat memanfaatkan secara optimal sumber daya lingkungan yang
merupakan elemen kunci dalam pengembangan kepariwisataan, harus
dapat mempertahankan proses ekologi serta mampu melestarikan
warisan alam dan keanekaragaman hayati di suatu destinasi wisata
sehingga tercapai dimensi lingkungan yang berkelanjutan.
Kesimpulan Pengembangan pariwisata berkelanjutan di Desa Nonongan Kabupaten
Toraja Utara menimbulkan dampak sosial, lingkungan dan ekonomi
masyarakat. Dampak sosial yang terlihat yaitu partisipasi masyarakat
yang meningkat, keakraban antar warga tercipta, serta kesadaran
tentang bisnis wisata. Sedangkan dampak lingkungan dan budaya yaitu
kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan dan menjaga
ekosistem keanekaragaman hayati. Sedangkan dampak ekonomi dari
pengembangan pariwisata berkelanjutan ini berdampak pada
peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Hal ini
tentunya telah memenuhi kaidah ekologi manusia ditinjau dari
beberapa aspek sosial, lingkungan dan ekonomi.
Berdasarkan kajian aspek Ekologi Manusia, ditemukan adanya
interaksi/hubungan timbal balik antara sistem alam berupa objek
wisata dengan sistem sosial berupa aktivitas masyarakat. Pemanfaatan
jasa lingkungan dalam hal ini pengembangan objek wisata melalui
konservasi kearifan lokal yang masih dilakukan oleh masyarakat
tentunya hal ini telah memenuhi kaidah Ekologi Manusia.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suhartini (2018) bahwa dalam
pengelolaan lingkungan hidup kita juga membutuhkan kearifan lokal
yang berarti kemampuan kita untuk dapat hidup bersama makhluk
hidup yang lain dalam suatu tatanan yang saling membutuhkan, saling
tergantung, saling berelasi dan saling memperkembangkan sehingga
terjadi keutuhan dan kebersamaan hidup yang harmonis. Wujud
kearifan lokal ada di dalam kehidupan masyarakat yang mengenal baik
lingkungannya, masyarakat hidup berdampingan dengan alam secara
harmonis, memahami cara memanfaatkan sumber daya alam secara
arif dan bijaksana. Kearifan lokal dalam wujud pengelolaan sumber
daya alam dan lingkungan merupakan wujud konservasi masyarakat.
Hal ini tentunya telah memenuhi kaidah Ekologi Manusia.
Kekuatan 1. Metode penelitian jurnal ini detail.
2. Pemaparan hasil dan pembahasan yang diberikan cukup jelas
dalam menjelaskan faktor pendukung, faktor penghambat,
proses/implementasi, dampak sosial, dampak lingkungan &
budaya, serta dampak ekonomi.
3. Penelitian ini menunjukkan keterkaitan antara aspek Ekologi
Manusia yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi.
Kelemahan 1. Abstrak kurang lengkap.
2. Kearifan lokal kurang dijelaskan dibagian hasil dan pembahasan,
lebih banyak dijelaskan di bagian pendahuluan sehingga kurang
memenuhi aspek Ekologi Manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta, Jakarta.
Noor, A.A dan Pratiwi, D.R. 2016. Konsep Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di
Kampung Buyut Cipageran (Kabuci) Kota Cimahi. Industrial Research, Workshop,
and National Seminar. Politeknik Negeri Bandung, Bandung.

Suhartini, S. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya alam
dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan
MIPA. Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

REVIEW JURNAL 2
Kearifan Tradisional Orang Kayu Pulo dalam
Menjaga Ekosistem Pesisir Kearifan Tradisional
Orang Kayu Pulo

REVIEW JURNAL 2

Judul Kearifan Tradisional Orang Kayu Pulo dalam Menjaga Ekosistem


Pesisir Kearifan Tradisional Orang Kayu Pulo
Jurnal Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan
Volume & Halaman 17 (4): 2583-2593
Tahun 2023
Penulis Yuliana, Simon Abdi K.Frank dan Agustina Ivonne Poli
Reviewer Imelda Riani
NIM 2310246611
Tanggal 20 Oktober 2023

Abstrak Pada bagian abstrak ini menjelaskan bahwa penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui bentuk-bentuk kearifan tradisional orang Kayu Pulo
dalam menjaga ekosistem pesisir di Kampung Kayu Pulo. Hasil
penelitian menunjukkan bentuk-bentuk kearifan tradisional orang
Kayu Pulo diantaranya menggunakan alat tangkap ramah lingkungan,
dan tidak mengotori lingkungan. Kebiasaan masyarakat di Kampung
Kayu Pulo khususnya sebagai nelayan juga tergambar dari kemauan
mereka untuk mematuhi peraturan tentang penggunaan alat tangkap
yang dapat merusak ekosistem pesisir (laut).
Bila dikaitkan dengan Ekologi Manusia, ditinjau dari aspek sosial dan
lingkungan bahwa hubungan antara manusia dan lingkungan saling
berkaitan. Melalui kearifan tradisional masyarakat dapat mengelola
lingkungan hidup secara lestari dan berkelanjutan, sebagaimana
dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengelolaan
kearifan tradisional yang baik di kampung Kayu Pulo akan
menghasilkan manfaat yang sangat penting untuk keberlanjutan
ekosistem pesisir di Kampung Kayu Pulo.
Pengantar Kearifan tradisional merupakan sesuatu yang berkaitan secara spesifik
dengan budaya tertentu dan mencerminkan cara hidup suatu
masyarakat tertentu. Kearifan tradisional merupakan salah satu
warisan budaya yang ada di masyarakat (tradisional) dan secara turun
temurun dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat
Kampung Pulo menggantungkan hidupnya pada segenap potensi
sumber daya pesisir yaitu kelautan dan perikanan. Orang Kayu Pulo
umumnya adalah nelayan memiliki cara hidup sendiri dengan
menjunjung tinggi kearifan tradisional. Masyarakat Kayu Pulo
memiliki pengetahuan dan kearifan tradisional yang dipengaruhi oleh
sistem kepercayaannya. Masyarakat Kayu Pulo berperilaku dalam
berhubungan dengan alam sekitarnya bersumber dari budaya, petuah-
petuah nenek moyang, norma-norma, dan nilai-nilai, adat-istiadat
setempat. Berkaitan dengan itu pula mereka sangat menjaga
lingkungan alamnya dengan senantiasa berperilaku positif.
Masyarakat Kayu Pulo meyakini bahwa orang yang melanggar aturan
akan mendapat sanksi petaka.
Berdasarkan kaidah Ekologi Manusia, pada penelitian ini sudah
memenuhi aspek Ekologi Manusia karena pada dasarnya sudah ada
hubungan timbal balik yang dilakukan masyarakat setempat (sosio
sistem) untuk menjaga ekosistem pesisir (ekosistem) melalui kearifan
tradisional. Pemanfaatan sumber daya pesisir dan sekitarnya secara
ideal harus mampu menjamin dan menjaga keberlangsungan fungsi
ekologis. Pada pengantar artikel ini telah dijelaskan bahwa masyarakat
Kayu Pulo hingga saat ini masih mempertahankan kearifan tradisional
nya dengan menggunakan alat tangkap jaring biasa yang tidak merusak
biota laut. Terjaganya ekosistem pesisir serta fungsi ekologisnya akan
menjamin eksistensi sumber daya serta lingkungan hidup.
Hal ini sejalan dengan pendapat Syafitri (2022) yang menyatakan
bahwa upaya mempertahankan penggunaan alat tangkap tradisional
merupakan salah satu cara yang baik untuk menjaga kelestarian
lingkungan karena meminimalisir kerusakan terhadap lingkungan.
Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Untuk memperoleh data
yang berkaitan dengan fokus permasalahan, maka digunakan metode
wawancara, observasi, dan studi pustaka. Informan penelitian
ditentukan dengan teknik snowball sampling. Analisis data dilakukan
dengan mengumpulkan data, reduksi data, dan penyajian data dalam
bentuk deskripsi dan penjelasan/penafsiran serta penarikan
kesimpulan. Pelibatan informan kunci dalam penelitian ini yakni
nelayan di Kampung Kayu Pulo yang ikut mematuhi kesepakatan
dalam menjaga lingkungan pesisir, serta tokoh adat terkait kearifan
lokal berupa perilaku menjaga ekosistem pesisir.
Berdasarkan kajian aspek Ekologi Manusia, metode penelitian ini
sudah memenuhi aspek Ekologi Manusia. Metode yang diterapkan
yaitu pendekatan deskriptif kualitatif yang dapat mendeskripsikan
fakta dan melakukan kajian interaksi kearifan tradisional masyarakat
Kayu Pulo (sistem sosial) dalam menjaga ekosistem pesisir.
Pembahasan Hasil penelitian menjelaskan bahwa kearifan tradisional orang Kayu
Pulo dalam menjaga ekosistem pesisir berkaitan dengan pandangan
dan kepercayaan mereka tentang laut. Pandangan orang Kayu Pulo
yang umumnya berdiam di daerah pesisir menganggap laut
mempunyai nilai sosial-kultural sekaligus nilai religius-magis. Oleh
karena itu dalam memanfaatkan potensi sumber daya pesisir laut atau
potensi sumber daya laut dan jasa lingkungan laut agar berkelanjutan
selalu mengacu pada norma atau aturan-aturan yang sudah ada sejak
dahulu. Adapun bentuk-bentuk kearifan tradisional yang dimiliki oleh
orang kayu pulo yaitu:
1. Adat sasi, tidak ada lagi karena alih fungsi lahan. Namun
bentuk pemahaman masyarakat untuk menjaga ekosistem
pesisir (wilayah laut), masih dilakukan dengan perilaku-
perilaku yang positif yaitu tidak mengotori lingkungan sekitar
(ekosistem pesisir/laut).
2. Penggunaan alat tangkap yang tidak merusak biota laut,
kesadaran dan kemauan masyarakat untuk mematuhi peraturan
tentang penggunaan alat tangkap yang dapat merusak
ekosistem pesisir. Masyarakat Kayu Pulo hanya menggunakan
jaring biasa dan menghindari penggunaan bahan peledak, racun
ikan, dan pukat harimau.
3. Kegiatan penghijauan untuk keasrian lingkungan, masyarakat
Kayu Pulo memanfaatkan teras rumah dengan menanam
beberapa jenis tanaman hias maupun tanaman obat tradisional
yang bermanfaat bagi kesehatan.
4. Kegiatan bersih-bersih laut, untuk menghidupkan budaya
gotong royong dan upaya menjaga keseimbangan hubungan
manusia dengan sumber daya alam, pada hari-hari tertentu
masyarakat kayu pulo akan mengadakan kegiatan bersih-bersih
laut seperti mengumpulkan sampah plastik yang mengapung di
laut maupun yang berserakan di pinggir pantai.
5. Pandangan tentang laut sebagai tempat hidup, masyarakat
Kayu Pulo percaya bahwa yang melanggar aturan akan
mendapat sanksi petaka.
Berdasarkan kaidah Ekologi Manusia, pembahasan ini sudah
memenuhi aspek hubungan timbal balik antara manusia dengan alam.
Kesadaran masyarakat melalui bentuk-bentuk kearifan tradisional
masyarakat telah menggambarkan upaya yang dilakukan masyarakat
dalam menjaga ekosistem pesisir. Hal ini dilakukan agar potensi
sumber daya pesisir laut akan terus berkelanjutan memberikan jasanya
sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat nelayan.
Hubungan timbal balik ini sejalan dengan pendapat Santara (2022),
yang menyatakan bahwa bagi masyarakat yang tinggal di kawasan
pesisir dan laut, sumber daya laut dan pesisir tidak hanya berfungsi
sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kehidupan sehari-hari
masyarakat, tetapi mereka sangat mengenal lingkungan sekitar mereka
dan tahu bagaimana mempertahankan kelangsungan hidup secara
harmonis dan tetap dapat mempertahankan keberlanjutan dan
kestabilan wilayah laut dan pesisir beserta sumber daya alam yang
terkandung di dalamnya. Hal yang menarik dari macam-macam
kearifan lokal yang dimiliki masyarakat pesisir adalah begitu
menyadari akan betapa pentingnya sumberdaya pesisir dan laut dalam
menopang kehidupan mereka.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, nilai-nilai
kearifan tradisional orang Kayu Pulo menjadi jembatan antara perilaku
masyarakat dengan lingkungan alam atau ekosistem pesisir. Nilai nilai
lokal tersebut memiliki peran yang dapat mempengaruhi kondisi
kesimbangan hubungan manusia dan sumber daya alam pada
ekosistem pesisir. Masyarakat Kayu Pulo memiliki kebudayaan
sebagai sistem pengetahuannya dalam menjaga dan memanfaatkan
sumber daya alam melalui kebiasaan dan norma adat-istiadat secara
turun temurun.
Jika ditinjau dari Ekologi Manusia, upaya masyarakat Kayu Pulo
dalam menjaga ekosistem pesisir melalui bentuk kegiatan kearifan
tradisional, telah memenuhi aspek Ekologi Manusia karena sudah
sepatutnya masyarakat untuk kembali pada jati dirinya melalui
pemaknaan kembali nilai-nilai luhur budaya yang terdapat pada suku
bangsanya.
Kekuatan 1. Abstrak jurnal jelas.
2. Data hasil wawancara yang diberikan informan dicantumkan dalam
uraian pembahasan.
3. Penelitian ini menunjukkan keterkaitan antara aspek Ekologi
Manusia yaitu lingkungan dan sosial budaya.
Kelemahan 1. Terdapat perbedaan judul artikel dengan yang dicantumkan di
bagian pendahuluan.
2. Terdapat beberapa diksi pada kalimat dalam jurnal ini yang
penggunaannya kurang tepat dan kurang dipahami oleh pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Presiden RI. 2009. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sekretariat Negara. Jakarta.

Santara, A.G., W. Rowandi, dan Ristiani. 2020. Peran Kearifan Lokal dalam Pengelolaan
Sumberdaya Hayati Kawasan Pesisir dan Laut. Bogor Agricultural University,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Syafitri, R. 2022. Bekarang. Kearifan Lokal Masyarakat Pesisir Pulau Bintan. Hermeneutika:
Jurnal Hermeneutika. 8(1):13-19.

REVIEW JURNAL 3

Kajian Fisika Lingkungan Berbasis Etnosains Pada


Budaya Sar Suku Kanum Di Merauke
REVIEW JURNAL 3

Judul Kajian Fisika Lingkungan Berbasis Etnosains pada Budaya Sar Suku
Kanum di Merauke
Jurnal Jurnal Pendidikan Fisika Tadulako Online (JPFT)
Volume & Halaman 7 (3): 11-15
Tahun 2019
Penulis I.D.Palittin, Supriyadi dan Hasnich Aristia Kaikatui
Reviewer Imelda Riani
NIM 2310246611
Tanggal 20 Oktober 2023

Abstrak Bagian abstrak ini menjelaskan penelitian ini bertujuan untuk


mengkaji budaya sar menggunakan ilmu fisika lingkungan yang
berbasis etnosains sebagai salah satu cara untuk mengurangi
permasalahan lingkungan. Permasalahan yang terjadi saat ini dan juga
cara penanggulangannya dapat diselesaikan menggunakan cara yang
modern dan juga tradisional. Budaya sar adalah budaya yang dimiliki
suku Kanum yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk
mengurangi permasalahan lingkungan.
Dipandang dari aspek Ekologi Manusia abstrak ini telah terpenuhi
karena telah dijelaskan bagaimana masyarakat suku Kanum melalui
budaya sar berperan dalam melestarikan alam dan juga pengurangan
efek pemanasan global yaitu sebagai pengurang emisi gas CO 2 dan
pencegah terjadinya banjir dan kekeringan serta mencegah terjadinya
pencemaran lingkungan. Hal ini didukung dengan pendapat Hallatu
(2020) yang menyatakan bahwa “Sar is a native culture of the
Kanume tribe that is related to the environment. In principle, the
culture of sar prohibits humans from taking or processing something
from the place where the sar is applied. Indirectly, sar culture
influences nature conservation. At a time when there is no human
being taking or processing something from the place where the sar is
applied, all living things that live in that place, whether plants or
animals can grow and reproduce without interference. This can make
the population of plants or animals increase rapidly. Enforcement of
plants is also useful for maintaining the preservation of plants and
animals that are rare or endangered. Sar culture is also useful in
reducing the greenhouse effect, which is the absorption of carbon
dioxide gas. Trees, which are the best absorbers of CO2, can grow
well in places where they are applied. This makes, sar culture can be
one way or alternative to reduce the greenhouse effect”.
Pengantar Pengantar jurnal ini menjelaskan bahwa pemanasan global yang
terjadi saat ini berdampak pada permasalahan lingkungan. Kenaikan
suhu yang terjadi akibat pemanasan global menyebabkan
terganggunya keseimbangan antara komponen biotik dan abiotik yang
ada di lingkungan. Salah satu cara untuk mengurangi dampak
pemanasan global adalah pelestarian lingkungan dan alam. Pelestarian
lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
adalah menggunakan budaya atau kearifan lokal. Penggunaan
kearifan lokal sebagai cara untuk melestarikan alam dapat dikaji
secara ilmu alam (sains), yang dikenal dengan ilmu etnosains. Ilmu
etnosains sendiri adalah proses merekenstruksi sains asli yang ada di
masyarakat menjadi sains ilmiah.
Perilaku manusia dan lingkungan yang berkaitan dengan Ekologi
Manusia adalah adanya kesadaran dari masyarakat suku Kanum akan
ketergantungan hidup mereka pada alam, yang telah disadari sejak
nenek moyang mereka sendiri, sehingga ada budaya yang diturunkan
oleh nenek moyang mereka terkait dengan pelestarian lingkungan dan
alam mereka. Hal ini bertujuan agar lingkungan dan alam mereka
tetap terjaga sehingga kehidupan mereka pun akan tetap berlangsung
dengan baik. Hal ini didukung oleh pendapat Hallatu (2020), yang
menyatkan bahwa “One of the cultures of the Kanume tribe in
protecting the forest is through custom/culture known as Sar. The Sar
culture is a culture which in principle prohibits humans from
processing natural products from a forest for a certain period of time.
Indirectly, sar culture influences nature conservation. At a time when
there is no human being taking or processing something from the
place where the sar is applied, all living things that live in that place,
whether plants or animals can grow and reproduce without
interference. This can make the population of plants or animals
increase rapidly. Enforcement of plants is also useful for maintaining
the preservation of plants and animals that are rare or endangered”.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di Kampung
Tomer, salah satu kampung di Merauke dan merupakan tempat
tinggal suku Kanum. Data diambil dengan cara wawancara mendalam
dengan kepala kampung, ketua adat, tetua adat, dan juga salah satu
masyarakat suku Kanum. Selain itu dilakukan observasi juga terhadap
kampung Tomer itu sendiri. Analisis data menggunakan teknik
analisis deskriptif, yang tahapannya adalah reduksi data, penyajian
data, dan diakhiri dengan verifikasi data.
Metode penelitian yang digunakan sejalan dengan kaidah Ekologi
Manusia, dimana sangat membantu peneliti dalam menggambarkan
fakta sejalan dengan kaidah Ekologi Manusia dan mengaitkan pola
perilaku manusia (sistem sosial) yang mengarah pada topik
melestarikan alam (ekosistem). Melalui metode deskriptif kualitatif,
uraian di atas dapat dijabarkan serta penggunaan metode wawancara
dinilai tepat untuk mengungkapkan informasi yang ingin peneliti
temukan. Hal ini didukung oleh pendapat Sukmadinata (2022), yang
mengemukakan bahwa penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada,
baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia, yang lebih
memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar
kegiatan.
Pembahasan Sar merupakan budaya yang pada prinsipnya melarang manusia
untuk mengambil ataupun mengolah hasil alam dari suatu tempat dan
dalam jangka waktu tertentu. Selama sar berlangsung, kemampuan
mahkluk hidup untuk berkembang biak dapat terus terjadi tanpa
gangguan. Hal ini membuat, jumlah individu ataupun populasi di
kawasan tersebut dapat meningkat. Selain itu, hewan maupun
tumbuhan yang hidup di kawasan tersebut dapat tunbuh dengan baik.
Dengan diberlakukannya sar maka terjagalah keseimbangan antara
komponen biotik (hewan dan tumbuhan) dengan komponen abiotik
(tanah, air, udara, suhu, kelembaban). Selama pelaksanaan sar, tidak
ada campur tangan manusia dalam interaksi antara komponen biotik
dan abiotik itu sendiri. Tumbuhan yang ada di kawasan tersebut,
dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat memberikan kesejukan dan
juga menyediakan makanan bagi hewan yang ada disana. Selain itu
tidak akan terjadi pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara,
pencemaran air, maupun pencemaran tanah.
Pelaksanaan budaya sar oleh suku Kanum ini tentunya telah
memenuhi kaidah Ekologi Manusia. Pada budaya sar ini terlihat
bahwa, alam dan manusia memiliki hubungan timbal balik.
Masyarakat suku Kanum mematuhi dan melaksanakan aturan budaya
yang diturunkan oleh nenek moyang mereka terdahulu, terkait dengan
pelestarian lingkungan dan alam mereka. Hal ini bertujuan agar
lingkungan dan alam mereka tetap terjaga sehingga kehidupan mereka
pun akan tetap berlangsung dengan baik. Hal ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Hallatu (2020), yang menyatakan
bahwa “Sar culture which in principle can preserve nature can be
explained in environmental physics. When a place is implemented sar,
all that is in it, both biotic and abiotic components can function
properly. Biotic components, in this case, are plants and animals, can
reproduce well without interference. In addition, the activity of plants
with these animals can also take place well. Abiotic components can
also interact with biotic components properly. If the interactions that
occur are going well, a balance of the environment will be created so
that everything in them can live well”.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, pelaksanaan
budaya sar suku Kanum di Merauke telah menggambarkan kaidah
Ekologi Manusia. Prinsip pelaksaaan sar yang melarang manusia
untuk mengambil ataupun mengolah hasil alam dari suatu tempat
dalam jangka waktu tertentu, ini menjadikan budaya sar sebagai salah
satu cara untuk melestarikan lingkungan., mengurangi efek
pemanasan global, dan juga pencegah terjadinya pencemaran
lingkungan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Palittin (2019), yang mengemukakan bahwa “Indirectly, this sar
culture can be one of the methods to reduce the effects of global
warming. This paper describes the role of sar culture to reduce the
global warming effect through the absorption of carbon dioxide by
the trees. As long as the sar culture is applied, the plants in the area,
can grow and photosynthesize without any disruption. During the
growth period, plants continue to photosynthesize without stopping.
The process of photosynthesis that takes place continuously indicates
that the trees continue to absorb the CO 2 around them. This
continuous absorption indirectly reduces the amount of CO2 in the
earth's surface. It could be an alternative to reduce the effects of
global warming that occured on this day”.
Kekuatan 1. Jurnal ini memberikan implikasi praktis bahwa praktik budaya dan
pengetahuan lokal masyarakat dapat digunakan untuk mengatasi
masalah lingkungan.
2. Jurnal ini membahas isu lingkungan yang relevan, seperti
pelestarian lingkungan dan efek pemanasan global yang
memenuhi kaidah Ekologi Manusia.
3. Metode penelitian yang digunakan memungkinkan peneliti untuk
mendapatkan pemahaman yang mendalam. Pendekatan ini
memungkinkan untuk mendapatkan wawasan yang lebih kaya dan
konstektual.
Kelemahan 1. Penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada kelompok budaya
atau wilayah lain.
2. Penelitian ini membatasi kemampuan untuk membuat penilaian
kuantitatif atau menarik kesimpulan statistik.

DAFTAR PUSTAKA

Hallatu, T. G. R., et al. 2020. Utilization of Sar Culture as Teaching Material on


Environmental Physic. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science. 473
(1). IOP Publishing.

Palittin, I. D., and Hallatu, T. G. R. 2019. Sar: Kanume Tribal Culture in Environmental
Conservation to Reduce Global Warming Effects. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science. 235 (1). IOP Publishing.

Sukmadinata. 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai