Anda di halaman 1dari 22

TUGAS BESAR TEKNIK PENCAHAYAAN

TF4032 – TEKNIK PENCAHAYAAN

Oleh Kelompok 3:
Prabu Asshidiq 13320024
Priananda Farizka Anugrah 13320082
Shalahudin Pasha Hanugh 13320086

PROGRAM STUDI TEKNIK FISIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1

1.3 Tujuan................................................................................................... 1

BAB II STUDI LITERATUR .............................................................................. 2

2.1 Fluks Cahaya, Illuminansi, dan luminansi ........................................... 2

2.1.1 Fluks Cahaya ............................................................................ 2

2.1.2 Iluminansi ................................................................................. 2

2.1.3 Luminansi ................................................................................. 3

2.2 Distribusi Intensitas Cahaya ................................................................. 4

2.3 CCT ...................................................................................................... 5

2.4 CRI Ra .................................................................................................. 5

2.5 UGR ..................................................................................................... 6

2.6 Intensitas Daya Elektrik Luminer per Luas Lantai .............................. 6

3.1 Deskripsi Ruangan ............................................................................... 8

3.2 Karakterisasi Cahaya pada Ruangan .................................................... 9

3.3 Desain dan Simulasi Ruangan .............................................................. 9

3.4 Studi Standar Nasional Indonesia ........................................................ 9

3.5 Analisis dan Evaluasi ......................................................................... 11

3.5.1 Spesifikasi Luminer yang Digunakan .................................... 11

3.5.2 Iluminansi Rata-Rata pada Objek yang Menjadi Fokus Utama


................................................................................................ 13

i
3.5.3 Iluminansi rata-rata pada dinding ........................................... 15

3.5.4 Iluminansi rata-rata pada langit-langit ................................... 16

3.5.5 Unified Glare Rating (UGR) .................................................. 17

4.1 Kesimpulan......................................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 19

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan lembaga pendidikan tinggi yang dianggap
sebagai kebanggaan bangsa, yang berperan penting dalam mempersiapkan mahasiswanya
untuk menghadapi tantangan di dunia kerja. ITB menyediakan ruang kelas sebagai
lingkungan tempat penyampaian ilmu pengetahuan oleh para dosen kepada mahasiswa.
Upaya maksimal dilakukan untuk memastikan bahwa ruangan kelas tersebut memberikan
tingkat kenyamanan yang optimal, sehingga mahasiswa dapat memperoleh wawasan
dengan efisien. Salah satu aspek kenyamanan yang menjadi adalah pencahayaan, yang
memiliki beragam fungsi yang relevan menurut prinsip-prinsip teori.
Jurusan Teknik Fisika di ITB memiliki kelompok keahlian khusus dalam bidang fisika
bangunan, yang bertujuan menyediakan pemahaman teoritis dan keterampilan teknis
yang baik terkait dengan desain bangunan. Dalam konteks fisika bangunan, faktor-faktor
seperti pencahayaan, akustik, dan termal dianggap sebagai elemen-elemen kunci untuk
menciptakan ruangan yang nyaman. Laporan ini akan terutama difokuskan pada aspek
desain yang optimal untuk memastikan pencahayaan yang efektif dalam ruangan kelas.
Penting untuk diakui bahwa pencahayaan bukanlah hanya elemen estetika, tetapi juga
memiliki dampak signifikan pada proses pembelajaran. Jurusan Teknik Fisika di ITB,
melalui kelompok keahlian fisika bangunan, memahami bahwa pencahayaan yang baik
bukan hanya sekadar penerangan ruangan, tetapi juga dapat memengaruhi konsentrasi
dan pemahaman siswa. Selain itu, pencahayaan yang baik dapat membantu memperjelas
materi yang disampaikan oleh pengajar. Lalu saat pembelajaran, terlibat faktor psikologis
karena pencahayaan yang baik akan menciptakan atmosfer positif dan memengaruhi
suasana hati siswa menjadi lebih baik serta memberikan motivasi kepada para mahasiswa.
Oleh karena itu, penekanan pada desain ruangan kelas yang memastikan pencahayaan
yang optimal menjadi suatu keharusan.
1.2 Rumusan Masalah

• Jenis dan spesifikasi lampu yang terstandar pada sistem pencahayaan


• Desain dan simulasi ruangan beserta perhitungannya
• Intensitas daya elektrik luminer per luas lantai menurut sistem yang tersimulasi
1.3 Tujuan

• Mengetahui jenis dan spesifikasi lampu yang terstandar pada sistem pencahayaan
• Mendesain dan menyimulasi ruangan beserta perhitungannya
• Menghitung daya elektrik luminer per luas lantai menurut sistem yang tersimulasi

1
BAB II STUDI LITERATUR

2.1 Fluks Cahaya, Illuminansi, dan luminansi

Dalam Teknik Pencahayahaan terdapat beberapa indikator


2.1.1 Fluks Cahaya

Fluks Cahaya, yang memiliki satuan lumen (lm) adalah total output cahaya dari suatu
sumber Cahaya dalam berbagai arah. Fluks Cahaya dihitung dari fluks radiasi dengan
evaluasi dari efisiensi pencahayan mata manusia. Secara prinsip fluks radiasi dapat
dispesifikasikan sebagai energi yang teremisikan dalam unit watt, akan tetapi apabila hal
ini dilakukan maka efek optical dari sumber cahaya tidak dapat dideskripsikan secara
cukup. Hal ini dikarenakan, radiasi yang dipancarkan berada dalam satuan yang tidak
dapat dihubungkan dengan keseluruhan rentang frekuensi sehingga spectral sensitivitas
mata tidak dapat diperhitungkan.

Dengan memasukkan sensitivitas spectral mata maka fluks cahaya didapatkan. Fluks
radiasi dari 1W yang diradiasikan pada sensitivitas spektral mata maksimal (555nm,
fotopik) maka menghasilkan fluks Cahaya sebesar 683lm. Akan tetapi fluks radiasi yang
sama apabila berada dalam rentang frekuensi yang lebih rendah maka akan menghasilakn
fluks Cahaya yang lebih rendah menurut kurva V λ.

Gambar 2.1.1 Kurva V λ


2.1.2 Iluminansi

Iluminansi (E) mendeskripsikan jumlah Cahaya pada suatu permukaan, atau lebih
tepatnya rasio dari fluks cahaya dengan ukuran permukaan. Satuan yang digunakan oleh
iluminansi adalah lux(lx). Lux didefinisikan sebagai jumlah lumen per meter kubik. (1lx
= 1lm/𝑚2 ). Iluminansi juga didasarkan law of distance fotometrik.

2
Iluminansi dan luminansi merukapan dua parameter fotometrik yang penting dalam
desain pencahayaan. Keduanya menghitungkan kurva sensitifitas kecerahan dari mata
manusia. Apabila sebuah permukaan putih dan hitman diberi iluminansi dengan intensitas
yang sama maka kedua permukaan memiliki iluminansi yang sama akan tetapi
permukaan putih akan memiliki luminansi yang lebih tinggi karena permukaan putih
merfleksikan cahaya yang lebih bannyak, hal ini karena luminansi merupakan jumlah
refleksi cahaya pada suatu permukaan.

Pada iluminansi terdapat iluminansi nominal (𝐸𝑚 atau 𝐸𝑎𝑣 ) yang merupakan indikasi dari
rata rata iluminansi pada suatu permukaan, sedankan point illuminance (𝐸𝑝 ) merupakan
iluminansi pada suatu titik. Kita dapat menghitung iluminansi disetiap titik individual di
ruang. Cahaya tidak langsung tidak diperhitungkan akan tetapi dapat dimasukkan.
Menghituung iluminansi setiap titik menjadi salah satu faktor utama dalam desain
pencahayaan.

Gambar 2.1.2 Gambaran Iluminansi

2.1.3 Luminansi

Luminansi menjelaskan kecerahan Cahaya yang diterima oleh mata manusia dari suatu
permukaan baik itu sumber Cahaya, transmisi Cahaya, ataupun refleksi, memancarkan
Cahaya. Luminansi didefinisikan sebagai rasio dari intensitas Cahaya (l) kepada area
yang diproyeksikan tegak lurus dengan arah observasi. Unit fotometrik yang digunakan
adalah candela permeter kubik (𝑐𝑑/𝑚2 ).

Iluminansi (E) adalah Cahaya yang mengenai permukaan, luminansi (L) merupakan
Cahaya yang terpancarkan dari permukaan. Cahaya bisa terpancar dari permukaannya
sendiri, namun juga bisa direfleksikan atau ditransmisikan dari suatu permukaan.
Contohnya adalah diffuse reflecting dan diffuse transmitting. Untuk material yang bisa
melakukan kedua refleksi tersebut, luminansi bisa dihitung dari iluminansi dan factor
refleksi.

3
Gambar 2.1.3 Gambaran luminansi

Maka dari itu luminansi membentuk dari basis pencahayaan yang dirasakan; akan tetapi
secara aktualnya masih terinfluence dari keadaan adaptasi mata, rasio kontras sekeliling,
dan juga konten informasi yang terlihat pada permukaan. Luminansi merupakan satu
satunya parameter fotometrik yang dirasakan langsung oleh mata manusia.

2.2 Distribusi Intensitas Cahaya

Distribusi intensitas cahaya adalah pengukuran intensitas cahaya dari suatu sumber
cahaya yang mengukur pendistribusian radiasi fluks cahaya dalam semua arah. Hal ini
dilakukan menggunakan goniophometer. Distribusi intensitas cahaya dipresentasikan
dalam grafik kurva. Asumsi yang digunakan adalah sumber cahaya disuspensikan di
tengah suatu ruangan dan sumber cahaya dapat memancarkan fluks cahaya kepada semua
arah. Jarak dari kontur kurva distribusi intensitas cahaya dari tengah sumber cahaya
memberikan informasi mengenai intesitas cahaya kepada setiap arah. Kontur tiga dimensi
ini dipotong dalam dua plana vertical untuk simplifikasi representasi dua dimensi. Berikut
adalah contoh kurva distribusi intensitas cahaya

Gambar 2.2.1 Grafik Kurva Distribusi Intensitas Cahaya

4
2.3 CCT

Correlated Colour Temperature diturunkan dari Colour Temperature dimana Colour


Temperature dideskripsikan sebagai “temperatur dari Radiator Planckian dimana
radiasinya memiliki kromasitas yang sama dengan stimulus.” Radiator Planckian
merupakan radiator yang merupakan sebuah objek teoritis yang mengabsorbsi semua
kejadian radiasi elektromagnetik dari permukaan dan memancarkan cahaya karena panas
yang timbul akibat radiasi yang terserap. Definisi ini sangat jarang bisa digunakan karena
sangat jarang sumber cahaya yang memancarkan warna yang sama persus dengan
Radiator Planckian yang dimaksud,, karena ini definisi ini tidak dapat digunakan oleh
sumber cahaya artificial maupun natural karena tidak bisa diberikan colour temperatures.

Maka dari itu, CCT di ciptakan untuk menjadi pengganti dari Colour Tempreatures
sebagai metrik yang mendakati.CCT digunakan ketika kromasitas dari suatu sumber
cahaya memiliki kromasitas yang mendekati namun tidak persis berada di locus
Planckian. Unit yang digunakan oleh CCT adalah Kelvin (K). CCT dihitung dengan
mengkalkulasikan perbedaan kromasitas antara sumber tes dari CIE dengan Planckian
Locus pada diagram kromasitas CIE 1960 (u,v). Terdapatat metode kalkulasi dari CCT
dengan metode yang paling akurat merupakan metode McCamy; yang merupakan fungsi
polynomial yang menginkorporasikan koordinat kromasitas CIE 1931 (x,y) sebagai
(𝑥−𝑥𝑒)
variabel dimana 𝑛 = , 𝑥𝑒 = 0.3320, 𝑑𝑎𝑛 𝑦𝑒 = 0.1858. Rumusnya adalah sebagai
(𝑦−𝑦𝑒)
berikut.

𝑇𝑐𝑝 = −449𝑛3 + 3525𝑛2 − 6823.3𝑛 + 5520.33


Perlu diingat bahwa CCT hanya dapat digunakan secara nominal pada sumber cahaya
putih, yaitu sumber cahaya yang memiliki kromasitas yang mendekati Planckian lotus.
CIE merekomendasikan mengkalkulasi CCT ketika perbedaan kromasitasnya adalah
sebagai berikut.

2 2
∆𝑢′ 𝑣 ′ = [(𝑢′ 𝑡 − 𝑢′ 𝑝 ) + 4/9 (𝑣 ′𝑡 − 𝑣 ′𝑝 ) ]1⁄2 = 0.05

Atau lebih kecil, dimana 𝑢′ 𝑡 dan 𝑣 ′𝑡 adalah koordinat dari sumber tes, dan 𝑢′ 𝑝 dan 𝑣 ′𝑝
adalah koordinat Planckian.

2.4 CRI Ra

Pada tahun 1974 CIE (International Commission on Illumination atau Commission


internationale de l'éclairage) mendefinisikan CRI atau color rendering index untuk
mengkategorikan sumber cahaya. Index ini mendeskripsikan kapabilitas dari suatu
illuminant untuk mereproduksi warna dari suatu objek dibanding dengan illuminant

5
referensi milik CIE, dari sini maka dapat dihitung bagaimana manusia melihat warna
dengan sumber cahaya yang tertentu.

CRI dari sumber cahaya dihitung menggunakan 14 warna Munsell sebagai sampel. Warna
warna ini diiluminansikan menggunakan sumber cahaya yang memiliki CCT yang sama
untuk mendapatkan nilai tristimulus CIEXYZ. Pada bagian ini kita akan lebih fokus
kepada General Colour Rendering Index yang di lambangkan dengan Ra. untuk CRI yang
general digunakan 8 warna Munsell.

Kalkulasi yang digunakan untuk CRI General adalah rata rata dari 8 CRI Special (Ri) dari
sampel warna CIE-1974 nomor 1-8 (warna Munsell). Berikut adalah kalkulasinya.
8
1
𝑅𝑎 = ∑ 𝑅𝑖
8
𝑖=1
2.5 UGR

UGR atau Unified Glare Rating adalah rating ketidaknyamanan silau dari instalasi
cahaya. Dengan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

Dimana
• 𝐿𝑏 adalah luminansi latar belakang (cd/m2)
• L adalah luminansi dari bagian terang dari sumber cahaya dalam arah mata
pengamat (cd/m2)
• ω adalah derajat dari bagian terang dari setiap sumber cahaya pada mata
pengamat
• 𝑝 adalah indeks posisi Guth dari setiap sumber cahaya yang berelasi kepada
perpindahan dari pengamatan.

2.6 Intensitas Daya Elektrik Luminer per Luas Lantai

Intensitas daya Elektrik Luminer adalah total daya elektrik seluruh lampu per luas bidang
kerja. Rumus yang digunakan untuk menghitung hal ini adalah sebagai berikut.

6
N lampuWlampu
Wel /A =
A
N lampuΦlampu
=
A
Satuan yang digunakan oleh Intensitas Daya Elektrik adalah Watt permeter kubik (W/m2).
Untuk Intensitas Daya Elektrik terdapat standar yang harus dipenuhi menurut SNI 03-
6575-2001. Berikut adalah tabel daya pencahayaan maksimum untuk beberapa jenis
ruangan berdasarkan SNI 03-6575-2001.

Table 2.6.1 Tabel Daya Pencahayaan Maksimum

7
BAB III ISI

3.1 Deskripsi Ruangan

Gambar 3.1 Ruangan GKUB 9124


Ruangan yang dipilih adalah Gedung Kuliah Umum Barat 9124 yang merupakan kelas
untuk banyak fakultas di kawasan barat ITB. Terlihat di Gambar 3.1 bahwa terdapat
penerangan dari lampu dan cahaya alami namun terdapat ketidak-merataan pada daerah
tertentu seperti pada sisi selatan kursi mahasiswa dan ceiling. Kemudian warna lantai
pada ruangan tersebut tidak begitu reflektif atau terlalu gelap yang membuat cahaya
ruangan tidak begitu terang.

Gambar 3.2 Dimensi Ruangan GKUB 9124


Diatas merupakan dimensi ruangan yang berguna untuk desain dan simulasi ruangan
menggunakan aplikasi DIALux. Untuk memperbaiki ruangan secara desain pencahayaan,
akan digunakan referensi tersebut.

8
Gambar 3.3 Referensi Desain Pencahayaan
Ruangan referensi pada Gambar 3.3 menggunakan tiga jenis lampu yaitu LED downlight,
LED TL, dan LED indirect light. Ketiga lampu tersebut akan bekerja sama untuk
mencapai pencahayaan yang baik bagi suatu ruangan.
3.2 Karakterisasi Cahaya pada Ruangan

3.3 Desain dan Simulasi Ruangan

3.4 Studi Standar Nasional Indonesia

Densitas daya lampu maksimum dapat dilakukan dengan dua metode yaitu (SNI
6197/2020):
1. Metode bangunan yang disederhanakan
a. Metode bangungan yang sederhanakan adalah untuk menghitung densitas
daya lampu maksimum untuk sistem pencahayaan interior dan eksterior
b. Digunakan untuk menghitung konsumsi energi lampu dengan luas lantai kotor
(gross) untuk setiap jenis ruangan.
c. Nilai rerata densitas daya lampu bangunan tersebut merupakan nilai rerata dari
gabungan jenis ruangan.

Bangunan Gedung Sekolah Densitas Daya


Lampu Maksimum
(Watt/m2)

Seluruh ruanga bengunan Gedung sekolah kecuali ruang 7,53


parker, garasi, tangga dan koridor

Ruang kelas, ruang kantor, ruang konferen, ruang rapat, 7,53


perpustakaan, Gudang dan ruang istirahat

9
Ruang olah raga dan kafetaria 7,53

Kamar kecil 7,53

Tangga dan koridor pada bangunan Gedung sekolah dan 7,53


garasi parker

Garasi parkir 1,40

1. Metode ruang demi ruang


a. Metoda perhitungan yang nilai akhirnya adalah fleksibel sesuai bentuk dan
volume ruangan
b. Setiap ‘ruang’ merupakan ruang dengan pembatas (partisi seinggi 80%), dan
dapat dibagi lagi menjadi bagian ruangan yang lebih kecil
c. Area yang dihitung adalah area netto, dengan garis tengah dinding (interior)
atau permukaan luar (eksterior)
d. Nilai densitas daya lampu dapat bertambah bila ada interior tambahan atau
ketinggian ruangan dan dikoreksi berdasarkan indeks ruang (K)

2.5 𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑟𝑜𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑥 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑔𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛


𝐾= 𝐿𝑢𝑎𝑟 𝑟𝑢𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

Dengan,
K = Indeks ruang
Tinggi rongga ruangan = tinggi pemasangan luminer – tinggi bidang kerja
e. Jika ketinggian ruangan lebih besar dari jenis ambar RCR yang tercantum di
ASHRAE, peningkatan LPD sebesar 20% untuk ruang itu masih
diperbolehkan
f. Untuk ruang koridor/transisi, pernambahan nilai densitas daya lampu
diperbolehkan untuk ruang dengan lebar kurang dari 2,5 m dengan
mengabaikan faktor RCR

Lembaga Pendidikan Densitas Daya


Lampu Maksimum
(Watt/m2)

Ruang kelas 11,95

Ruang baca perpustakaan 10,33

Laboratorium 12,16

Ruang praktek komputer 10,12

Ruang laboratoriun bahasa 11,84

Ruang guru 7,53

10
Ruang olahraga 10,66

Ruang gambar 13,67

Ruang Auditorium 6,57

Lobby 9,04

Tangga 5,27

Kantin 4,31

Karena hanya menghitung densitas daya lampu ruangan GKUB 9124 maka akan
digunakan metode bangunan yang disederhanakan.
Perhitungan lampu LED downlight:
33 𝑤𝑎𝑡𝑡 𝑥 16 𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢 = 528 𝑤𝑎𝑡𝑡
Perhitungan lampu LED TL:
37,5 𝑤𝑎𝑡𝑡 𝑥 4 𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢 = 150 𝑤𝑎𝑡𝑡
Luas alas ruangan:
𝐴 = 69,12 𝑚2
Densitas daya lampu ruangan:
678
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 = = 6,8 𝑤𝑎𝑡𝑡/𝑚2
69,12
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia terhadap ruang kelas yaitu maksimal densitas
daya lampu ruangan sebesar 7,53 watt/m2 nilai densitas daya lampu ruangan GKUB 9124
sudah memenuhi standar.
3.5 Analisis dan Evaluasi

Dilakukan simulasi pada ruang kelas GKUB 9124 menggunakan perangkat lunak
DIALux Evo sehingga didapat nilai-nilai iluminansi dan UGR. Simulasi dilakukan
dengan mengikutkan dampak sinar matahari dengan kondisi overcast sky dikarenakan
adanya bangunan lain di depan ruang kelas GKUB 9124 dan pohon-pohon di sekitar
ruang kelasnya.
3.5.1 Spesifikasi Luminer yang Digunakan

Terdapat 2 luminer yang digunakan pada ruang kelas GKUB 9124 nanti, pertama adalah
lampu downlight dengan spesifikasi berikut.

11
Gambar 3.4 Spesifikasi lampu downlight
Lampu downlight nantinya akan dipasang di langit-langit sebagai penerang utama dari
ruang kelas. Lalu, lampu kedua yang dipakai ialah lampu TL dengan spesifikasi sebagai
berikut.

12
Gambar 3.5 Spesifikasi lampu TL
Lampu TL nantinya akan digunakan untuk menerangkan papan tulis sebagai objek yang
menjadi fokus utama.
3.5.2 Iluminansi Rata-Rata pada Objek yang Menjadi Fokus Utama

Pada ruang kelas GKUB 9124, objek-objek yang menjadi fokus utama ialah meja
mahasiswa, papan tulis, dan dinding proyeksi dari projector. Berikut target yang ingin
dicapai untuk objek-objek yang menjadi fokus utama.

13
Tabel 3.1 Target iluminansi rata-rata pada objek yang menjadi fokus utama

Setelah dilakukan simulasi, didapat nilai iluminansi rata-rata untuk meja mahasiswa
sebagai berikut.

Gambar 3.6 Nilai iluminansi rata-rata pada meja mahasiswa


Didapat nilai iluminansi rata-rata sebesar 556 lx yang mana hasil tersebut sesuai dengan
target yang ada pada Tabel 3.1, yaitu sekitar 500 hingga 750 lx. Lalu didapat juga nilai
iluminansi rata-rata pada dinding projector sebagai berikut.

Gambar 3.7 Nilai iluminansi rata-rata pada dinding projector

14
Sesuai pada Tabel 3.1, nilai iluminansi dinding minimal ialah sebesar 150 lx yang mana
hasil simulasi yang didapatkan bernilai 286 lx. Objek terakhir yang menjadi fokus utama
ialah papan tulis, berikut hasil simulasinya.

Gambar 3.8 Iluminansi rata-rata pada papan tulis


Papan tulis memiliki nilai iluminansi rata-rata paling besar di antara objek fokus lain
lantaran menjadi fokus paling utama mahasiswa ketika menjalani kegiatan ajar-mengajar.
Dengan nilai iluminansi paling tinggi, objek tersebut akan lebih menjadi fokus utama
dibanding objek lain yang memiliki nilai iluminani lebih kecil.
3.5.3 Iluminansi rata-rata pada dinding

Berdasarkan target iluminansi rata-rata dinding pada Tabel 3.1, yaitu sebesar 150 lx,
didapat hasil simulasi sebagai berikut untuk dinding belakang.

Gambar 3.9 Iluminansi rata-rata pada dinding belakang


Berikut hasil simulasi yang didapat untuk dinding samping.

15
Gambar 3.10 Iluminansi rata-rata pada dinding samping
Dinding-dinding yang ada pada ruangan kelas sudah memenuhi target yang ingin dicapai.
3.5.4 Iluminansi rata-rata pada langit-langit

Sama seperti dinding, target yang ingin dicapai pada langit-langit ialah sebesar 150 lx.
Berikut hasil simulasi yang didapat.

Gambar 3.11 Iluminansi rata-rata pada langit-langit


Didapat nilai sebesar 206 lx sehingga target sudah tercapai.

16
3.5.5 Unified Glare Rating (UGR)

Dilakukan simulasi untuk pengukuran nilai UGR pada salah satu titik. Berikut hasil yang
didapat.

Gambar 3.12 Nilai UGR


Dengan target yang ingin dicapai kurang dari 19, maka hasil yang didapat sudah tercapai.

17
Bab IV

4.1 Kesimpulan

• Digunakan 2 jenis luminer yang berbeda, yaitu lampu downlight untuk


penerangan utama pada langit-langit dan lampu TL untuk papan tulis.
• Telah dimodelkan dan disimulasikan ruangan kelas GKUB 9124 dan didapatkan
nilai iluminansi serta UGR sesuai target referensi.
• Didapat densitas sebesar 6,8 watt/m2 pada ruangan simulasi GKUB 9124, yang
mana nilai tersebut masih di bawah batas maksimum rekomendasi niali densitas
pada ruangan kelas.

18
DAFTAR PUSTAKA

Durmus, D. (2021). Correlated color temperature: Use and limitations. Lighting Research
& Technology.
Geisler-Moroder, D. (2009). Color-rendering indices in global illumination methods.
Journal of Electronic Imaging.
ERCO. (2022). Photometry [White paper].
CIE 13.3-1995
Durmus, D. (2021). Correlated color temperature: Use and limitations. Lighting Research
& Technology.
CIE DS 021.1/E:2007
EN 13032-1: 2004

19

Anda mungkin juga menyukai