Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH METODOLOGI STUDI ISLAM

MODEL PENELITIAN TAFSIR

Dosen pengampu : Tutut Sartika Siregar, S.Ud, M.Ag

Disusun Oleh :
Anda Tumaretta 12330220181
Dian Andini 12330221994
Hanifah Muslim 12330212666

PRODI ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF


KASIM RIAU
2024/2025
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami ucapkan kepada Allah SWT karena telah memberikan kami
kemudahan kepada kami kemudahan dalam membuat makalah ini dengan judul “Metode
Penelitian Tafsir” , Sehingga bisa disajikan dihadapan pembaca dan dosen pengempu mata kuliah
Metodologi Studi Islam sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Sholawat dan salam kita haturkan kepada Rasullah SAW, yang telah memandu kita dari
zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengatahuan seperti yang kita rasakan
pada saat sekarang ini.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Metodologi Studi Islam
Ibuk yang telah memberikan tugas ini kepada masyarakat kami.Semoga tugas yang telah kami
buat bisa menambah wawasan pembaca.

Kami juga meminta maaf dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan,Oleh karena itu
kami mohon bimbingan dari dosen pengampu dan saran kepada teman-teman para pembaca,
semoga makalah yang kami buat bermanfaat bagi teman teman semua terutama kepada diri kami
sendiri.

Pekanbaru, 13 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusalan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................................3
A. Pengertian Agama...................................................................................................................3
B. Latar belakang perlunya manusia pada agama.......................................................................4
C. Tujuan dan Tugas Manusia dalam agama islam.....................................................................6
BAB III.............................................................................................................................................8
PEMBAHASAN...............................................................................................................................8
A. Definisi Metodologi Studi Islam............................................................................................8
B. Urgensi Metodologi Studi Islam.............................................................................................9
C. Tujuan Metodologi Studi Islam............................................................................................10
D. Pendekatan Metodologi Studi Islam.....................................................................................11
BAB IV............................................................................................................................................13
PENUTUP......................................................................................................................................13
A. Kesimpulan...........................................................................................................................13
B. Saran.....................................................................................................................................13
DAFTAR PUSAKA.......................................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Model penelitian Tafsir merupakan metodologi yang digunakan untuk menganalisis dan
menginterprete Al-Qur'an. Latar belakang penelitian Tafsir berasal dari kehendak Allah SWT
untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan sebaik-baiknya. Tafsir Al-Qur'an dilakukan dengan
metode yang tepat dan langkah-langkah yang sistematis, yang akan mampu mendapatkan
kehidayaan Al-Qur'an, ilmu, dan amaliyahnya.
Penelitian Tafsir memiliki banyak manfaat, seperti untuk memahami ayat-ayat Al-Qur'an
dengan lebih baik, mengedukasi masyarakat tentang Al-Qur'an, dan membantu para ulama dalam
menjelaskan Al-Qur'an kepada masyarakat.
Model penelitian Tafsir terdiri dari beberapa corak, yang masing-masing memiliki
karakteristik dan tujuan yang berbeda. Contohnya adalah corak fiqh, yang menerangkan hukum-
hukum yang di istinbatkan dari hukum syara', corak tashawwuf, yang keterangannya cendrung
pada isyarat atau menerangkan arti di balik yang nyata, dan corak falsafi, yang menggunakan
pendekatan filsafat dengan cara merenungkan dan menghayati ayat yang ditafsirkan.
Latar belakang penelitian Tafsir sangat penting untuk memahami konteks, tujuan, dan
manfaat dari penelitian ini. Dengan memahami latar belakang, masyarakat dapat lebih baik
memahami tentang Tafsir dan manfaatnya, serta memperkuat kesadaran dan penganutan Al-
Qur'an.
B. Rumusalan Masalah
A. Jelaskan Pengertian Tafsir dan Fungsinya?
B. Apa Latar Belakang Penulisan Tafsir?
C. Apa Saja Model-Model Penulisan Tafsir?

C. Tujuan Masalah
A. Untuk mengetahui pengertian tafsir dan fungsinya.
B. Untuk mengetahui latar belakang penulisan tafsir.
C. Untuk mengetahui model-model penulisan tafsir.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir
Tafsir berakar dari kata fassara. Muhammad Hin al-Dahabi dalam "Tafsir wa al-
Mufassirun" menerangkan arti etimologi tafsir dengan "al- idhah" (penjelasan) dan "al-bayan"
(keterangan), makna tersebut digambarkan dalam QS. al-Furqan ayat 33:

‫َو اَل َيْأُتْو َن َك ِبَم َث ٍل ِااَّل ِج ْئٰن َك ِب اْلَح ِّق َو َاْح َس َن َتْفِس ْيًر ۗاۗا‬

‫۝‬٣

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang aneh,
melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”
[1067]1.

[1067] Maksudnya: Setiap kali mereka datang kepada Nabi Muhammad s.a.w
membawa suatu hal yang aneh berupa usul dan kecaman, Allah menolaknya dengan suatu
yang benar dan nyata2.

sedangkan dalam kamus yang berlaku tafsir berarti "al-ibahah wa kasyf mugtha"
(menjelaskan atau membuka yang tertutup).3

Sedangkan dalam arti terminologis tafsir, berarti penjelasan tentang kalamullah (Al-
Qur'an) karena itu yang dimaksud dengan ilmu tafsir adalah sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Jalal al-Din al-Suyuti, tertib makiyah dan madaniyah, mukhkam dan mutasyabihat-nya,
nasikh dan mansukh-nya, halal dan haramnya, janji dan ancamannya, perintah dan
larangannya, dan mengenai ungkapan dan perumpamaan.

1
Al-qur’an
2

3
Muhaimin, dkk., Studi Islam Dalam Ragam Dimensi Dan Pendekatan, (Jakarta : KencanaPrenadamedia Group.
2005), hal.106.

2
Menurut Az-Zarkasyi, "Tafsir adalah ilmu untuk memahami Kitabullah yang
diturunkan kepada Muhammad, menerangkan makna- maknanya serta mengeluarkan hukum
dan hikmah-hikmahnya."4

Sedang Abu Hayyan dalam "Bahr al-Muhith" menjelaskan, bahwa Ilmu Tafsir
adalah ilmu yang membahas bagaimana cara mengucapkan lafal-lafal Al-Qur'an,
menerangkan apa yang ditunjukkan dan hukumnya, baik secara fardiyah maupun tersusun,
serta makna yang terkandung dalam susunan kalimatnya5.

Dari definisi di atas tersebut menggambarkan bahwa cakupan Ilmu Tafsir sangat
banyak, yang meliputi berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan penafsiran. Misalnya,
Ilmu-Qira'ah, Ilmu Tashrif, Ilmu I'rob, Ilmu Bayan, Ilmu Badi, ilmu Ma'ani, ilmu Ushul, dan
sebagainya.

Tafsir mempunyai fungsi tersendiri yang tidak kalah pentingnya dengan ilmu-ilmu
lain. Fungsi yang dimaksud mengacu pada asumsi, bahwa dalam Al-Qur'an banyak memakai
ungkapan yang sesuai dengan tingkat kepandaian manusia, dan Al-Qur'an tidak bisa diketahui
maksudnya dengan sekadar mendengarkan, karena itu dibutuhkan tafsir Al-Qur'an untuk
mengeluarkan (istimbath) hukum-hukum dan ilmu pengetahuan yang terkandung di
dalamnya, dengan begitu, maka tafsir berfungsi untuk mengetahui apa yang disyariatkan
Allah kepada hambanya, baik berkaitandengan perintah larangan sebatas kemampuan
manusia, bogitu juga dapadiketahui dengan petunjuk Allah mengenai akidah, ibadah, dan
akhlakagar manusia dapat hidup bahagia dunia akhirat, serta untuk mongetahuisegi
kemukjizatan Al-Qur'an agar dapat menambah kepercayaan kepadanya, dan lebih penting lagi
untuk mengantarkan pelaksanaan ibadahyang lebih baik. Sebab tafsir berarti mencakup upaya
membaca, memahami, dan mengamalkan isi kandungannya.6

B. Latar Belakang Penulisan Tafsir

Tugas utama Nabi Muhammad sebagai utusan Allah adalah menyampaikan (al-tablīgh) wahyu
risalah-Nya. Wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah harus

4
Aunur Rafiq El-Mazni, Pengantar Ilmu Studi Al-Qur’an, (Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 2004), hal.409
5
Ibid,hal.107.
6
Ibid, hal. 107-108.

3
"dipromosikan" kepada umat manusia. Wahyu risalah Allah harus disampaikan sesampai-
sampainya dengan segera terus-menerus, dan tuntas. QS. al-Maidah (5): 67 menyebutkan:

‫۝‬٦ ‫ٰٓيَاُّيَها الَّرُسْو ُل َبِّلْغ َم ٓا ُاْنِز َل ِاَلْيَك ِم ْن َّرِّبَۗك َوِاْن َّلْم َتْفَع ْل َفَم ا َبَّلْغ َت ِرٰس َلَتۗٗه َو ُهّٰللا َيْع ِصُم َك ِم َن الَّناِۗس ِاَّن َهّٰللا اَل َيْهِد ى اْلَقْو َم اْلٰك ِفِرْيَن‬

“Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang kafir.”

[430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.

Penjelasan (bayān) dibutuhkan mengingat bahasa Al-Qur'ān bukan narasi biasa, namun narasi
sastra sehingga pada bentuk semantikal tertentu, Nabi perlu menyampaikan penjelasannya.
Sebenarnya secara literal, bangsa Arab tentunya tidak asing dengan diksi-diksi ayat Al-Qur'an
namun secara konseptual-paradigmatis, maksud dan tujuan dari ayat tersebutakan jelas dan terang
bila dikonfirmasi oleh penjelasan Nabi. Oleh karena itu, tafsir Al-Qur'an dengan sendirinya
muncul pertama kali bersamaan dengan penyampaian risalah (wahyu) oleh Nabi Muhammad
SAW kepada para sahabat, kerabat, dan masyarakatnya.

Dengan penjelasan-penjelasan dari Nabi SAW tersebut, seharusnya tafsir ayat-ayat Al-Qur'an
telah tuntas pada masa Nabi. Namun dalam kenyataannya, tafsir Al-Qur'an justru tumbuh
berkembang setelah Rasulullah mangkat dan terus mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu; dari volume yang sederhana hingga volume tebal berjilid-jilid7

Pada mulanya, usaha penafsiran ayat-ayat Alquran berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas
dan terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti-arti yang terkandung oleh satu kosakata.
Namun, sejalan dengan lajunya perkembangan masyarakat, berkembang dan bertambah besar pula
porsi peranan akal atau ijtihad dalam penafsiran ayat-ayat Alquran, sehingga bermunculanlah
berbagai kitab atau penafsiran yang beraneka ragam coraknya. Keragaman tersebut ditunjang pula
oleh Alquran, yang keadaannya seperti dikatakan oleh 'Abdullah Darraz dalam Al-Naba' Al-
Azhim: "Bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa

7
Syukron Affani, Tafsir Al-Qur'an Dalam Sejarah Perkembangannya, (Jakarta : Kencana, 2019) hal.1-2

4
yang terpancar dari sudut-sudut lain, dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan orang lain
memandangnya, ia akan melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat8."

C. Model-Model Penulisan Tafsir

Dalam kajian kepustakaan dapat dijumpai berbagai hasil penelitian para pakar Alquran
terhadap produk tafsir yang dilakukan generasi terdahulu Masing-masing peneliti telah
mengembangkan model-model penelitian tafsir tersebut lengkap dengan hasil-hasilnya. Berikut
ini akan kita kemukakan beberapa model penafsiran Alquran yang dilakukan para ulama tafsir,
sebagai berikut.

1. Model Quraish Shibab

H.M. Quraish Shihab (lahir tahun 1944) pakar di bidang Tafsir dan Hadis se-Asia
Tenggara, telah banyak melakukan penelitian terhadap berbagai karya ulama terdahulu di bidang
tafsir. Ia, misalnya, telah meneliti tafsir karangan Muhammad Abduh dan H. Rasyid Ridha,
dengan judul Studi Kritis Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang telah
diterbitkan dalam bentuk buku oleh Pustaka Hidayah pada tahun 1994. Model penelitian tafsir
yang dikembangkan oleh H.M. Quraish Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif,
analitis, dan perbandingan. Yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin
produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai literatur tafsir
baik yang bersifat primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang bersangkutan, maupun ulama
lainnya. Data-data yang dihasilkan dari berbagai literatur tersebut kemudian dideskripsikan secara
lengkap serta dianalisis dengan menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan.

Hasil penelitian H.M. Quraish Shihab terhadap Tafsir al-Manar Muhammad Abduh,
misalnya menyatakan bahwa Syaikh Muhammad Abduh (1849- 1909) adalah salah seorang ahli
tafsir yang banyak mengandalkan akal, menganut prinsip tidak menafsirkan ayat-ayat yang
kandungannya tidak terjangkau oleh pikiran manusia, tidak pula ayat-ayat yang samar atau tidak
terperinci dalam Alquran. Ketika menafsirkan firman Allah dalam Alquran surat 101 ayat 6-7
tentang "timbangan amal perbuatan di Hari Kemudian", Abduh menulis "Cara Tuhan dalam

8
Abuddin Nada,
Metodologi Studi Islam (Jakarta : PT. Rajawali pers, 2009) hal.213

5
menimbang amal perbuatan, dan apa yang wajar diterima sebagai balasan pada hari itu, tiada lain
kecuali atas dasar apa yang diketahui oleh-Nya, bukan atas dasar apa yang kita ketahui, maka
hendaklah kita menyerahkan permasalahannya hanya kepada Allah Swt. atas dasar keimanan.
Bahkan, Abduh terkadang tidak menguraikan arti satu kosakata yang tidak jelas dan
menganjurkan untuk tidak perlu membahasnya, sebagaimana sikap yang ditempuh sahabat Umar
bin Khaththab ketika membaca abba dalam surat Abasa (QS 80: 32) yang berbicara tentang aneka
ragam nikmat Tuhan kepada makhluk-makhluk-Nya.

Selanjutnya, dengan tidak memfokuskan pada tokoh tertentu, Quraish Shihab telah
meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama terdahulu. Dari penelitian tersebut
telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang:

(1) periodesasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir,

(2) corak-corak penafsiran,

(3) macam- macam metode penafsiran Alquran,

(4) syarat-syarat dalam menafsirkan Alquran, dan

(5) hubungan tafsir modernisasi.

Menurut hasil penelitian Quraish Shihab, bermacam-macam metodologi tafsir dan


coraknya telah diperkenalkan dan diterapkan oleh pakar-pakar Al-quran. Metode penafsiran
Alquran tersebut secara garis besar dapat dibagi dua bagian yaitu corak ma'tsur (riwayat) dan
corak penalaran. Kedua macam metode ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Corak Ma'tsur (Riwayat)

Kalau kita mengamati metode penafsiran sahabat-sahabat Nabi Saw., ditemukan bahwa
pada dasarnya setelah gagal menemukan penjelasan Nabi Saw, mereka merujuk kepada
penggunaan bahasa dan syair-syair Arab. Cukup banyak contoh yang dapat dikemukakan tentang
hal ini, misalnya Umar ibn Al- Khathab pernah bertanya tentang arti takhawwuf dalam firman
Allah: Auw ya'khuzabum 'ala takhawwuf (QS 16:47). Seorang Arab dari kabilah Huzail
menjelaskan artinya adalah "pengurangan". Arti ini berdasarkan penggunaan bahasa yang
dibuktikan dengan syair pra-Islam. Umar ketika itu puas dan menganjurkan untuk mempelajari
syair-syair tersebut dalam rangka memahami Al-qur’an.

6
Metode Ma'tsur (riwayat) tersebut memiliki keistimewaan antara lain (a) Menekankan
pentingnya bahasa dalam memahami Alquran; (b) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika
menyampaikan pesan-pesannya, (c) Mengikat mufasir dalam bingkai teks ayat-ayat sehingga
membatasinya terjerumus dalam subyektivitas berlebihan. Sedangkan kelemahannya antara lain:
(a) Terjerumusnya sang mufassir ke dalam uraian kebahasaan dan kesusastraan yang bertele-tele
sehingga pesan pokok Alquran menjadi kabur dicelah uraian tersebut. (b) Seringkali konteks
turunnya ayat (uraian asbabul-nuzul) atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat hukum yang
dipahami dari uraian nasih mansukh hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali, sehingga
ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada di tengah-tengah masyarakat
tanpa budaya.

2. Metode Penalaran, Pendekatan dan Corak-coraknya

Banyak cara, pendekatan dan corak tafsir yang mengandalkan nalar, sehingga akan
sangat luas pembahasannya apabila kita bermaksud menelusurinya satu per satu. Untuk itu,
agaknya akan lebih mudah dan efisien, bila bertitik tolak dari pandangan Al-Farmawi yang
membagi metode tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat macam metode, yaitu tahlily,
ijmaly mugarin dan maudhu'iy. Keempat macam metode penafsiran yang bertitik tolak pada
penalaran ini dapat dikemukakan sebagai berikut.

a) Metode Tablily

Metode tablily atau yang dinamai oleh Baqir Al-Shadr sebagai metode tajzi'iy adalah satu
metode tafsir yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-quran dari
berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Alquran sebagaimana tercantum di
dalam mushhaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat ke ayat berikutnya, atau dari surat
ke surat berikutnya dengan mengikuti urutan ayat atau surat sesuai dengan yang termaktub di
dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tajzi'iy/tablily diuraikan.
Yaitu bermula dari kosakata, asbab al-nuzul, munasabat, dan lain-lain yang berkaitan dengan teks
atau kandungan ayat. Setelah semua langkah yang tersebut di atas sudah ditempuh, mufassir
tahlily lalu menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan penjelasannya di atas dan
kemudian ia memberikan penjelasan final mengenai isi dan maksud ayat Al-quran tersebut.

7
Kelebihan metode ini antara lain adanya potensi untuk memperkaya arti kata-kata
melalui usaha penafsiran terhadap kosakata ayat, syair-syair kuno dan kaidah-kaidah ilmu nahwu.
Metode ini walaupun dinilai luas, namun tidak menyelesaikan pokok bahasan, karena seringkali
satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.

Cara penafsiran ayat-ayat dalam Tafsir al-Kasysyaf karangan Al Zamakhsyari dan Tafsir
al-Kabir karangan Al-Razi, biasanya dijadikan sebagai contoh untuk memahami tafsir dengan cara
tablily.

b) Metode Ijmali

Metode ljmali atau disebut juga dengan metode global adalah cara menafsirkan ayat-ayat
Al-quran dengan menunjukkan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global.
Dalam praktiknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily karena itu seringkali
metode ini tidak dibahas secara tersendiri. Dengan metode ini seorang mufassir cukup dengan
menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja.

c) Metode Muqarin

Metode muqarin adalah suatu metode tafsir Alquran yang dilakukan dengan cara
membandingkan ayat Al-quran yang satu dengan lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai
kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda, dan atau yang memiliki redaksi yang
berbeda untuk masalah atau kasus yang sama atau diduga sama, dan atau membandingkan ayat-
ayat Al-quran dengan hadis Nabi Muhammad Saw, yang tampak bertentangan serta
membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran Al-quran.

Sejalan dengan kerangka tersebut di atas, maka prosedur penafsiran dengan cara
mugarin tersebut dilakukan sebagai berikut.

1. Menginventarisasi ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi,


2. Meneliti kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut,
3. Mengadakan penafsiran. Contoh:

١٠ : ‫ األنفال‬. ‫َو َم ا َجَع َلُه ُهَّللا ِإاَّل ُبْش َر ى َوِلَتْطِم يَن ِبِه ُقُلوُبُك ْم َو َم ا الَّنْص ُر ِإاَّل ِم ْن ِع ْنِد ِهَّللا ِإَّن َهَّللا َع ِزيٌز َحِكيٌم‬

١٢٦ : ‫ آل عمران‬. ‫َو َم ا َجَع َلُه ُهَّللا ِإاَّل ُبْش َر ى َلُك ْم َو ِلَتْطَم يَن ُقُلوُبُك ْم ِبِه َو َم ا الَّنْص ُر ِإاَّل ِم ْن ِع ْنِد ِهَّللا اْلَع ِزيِز الحكيم‬

8
Dua ayat tersebut redaksinya kelihatan mirip, bahkan sama-sama menjelaskan
pertolongan Allah kepada kaum Muslimin ketika melawan musuh-musuhnya, namun berbeda
pada hal-hal sebagai berikut. Surat Al-Anfal mendahulukan kata ‫ به‬daripada ‫قلوبكم‬, memakai kata
‫ أن‬Berbicara mengenai perang Badar. Surat Ali 'Imran memakai kata ‫لكم‬, berbicara tentang perang
Uhud. Keterdahuluan kata ‫ به‬dan penambahan kata ‫ ان‬dalam ayat pertama diduga keras sebagai
tauhid terhadap kandungan utama ayat, yakni bantuan dari Allah pada perang Badar, mengingat
perang itu yang pertama, dan jumlah kaum Muslimin sedikit. Dalam perang Uhud, tauhid itu tidak
diperlukan, sebab peng alaman perang sudah ada, dan umat Islam sudah banyak, dan pemakaian
kata di sini menandakan kegembiraan itu hanya bagi sahabat, bukan kegembiraan abadi seperti
kasus ayat pertama.

d) Metode Maudlu'iy

Salah satu pesan Ali bin Abi Thalib adalah: "Ajaklah Al-Quran ia menguraikan
maksudnya". Pesan ini antara lain mengharuskan penafsir merujuk kepada Alquran dalam
rangka menghami kandungannya. Dari sini lahir metode maudhu'ty di mana mufasirnya
berupaya menghimpun ayat-ayat Alquran dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan
atau topik yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisis kan
dungan ayat-ayat tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.

Adanya metode penafsiran dengan cara tematik tersebut, menurut Quraish Shihab
berasal dari Mahmud Syaltout. Dalam hubungan ini Quraish Shihab mengatakan, bahwa pada
bulan Juli 1960, Syaikh Mahmud Syaltout menyusun kitab tafsir berjudul Tafsir Al-Quran al-
Karim, dalam bentuk penerapan ide yang dikemukakan oleh Al-Syatibi (w. 1388 M.) yaitu
bahwa setiap surat, walaupun masalah-masalah yang dikemukakan berbeda, ada satu sentral
yang mengikat dan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda-beda tersebut.
Berdasarkan ide Al-Syatibi tersebut, Syaltout tidak lagi menafsirkan ayat demi ayat, tetapi
membahas surat demi surat, atau bagian-bagian tertentu dalam satu surat, kemudian
merangkainya dengan tema sentral yang terdapat dalam satu surat tersebut.

Namun menurut Quraish Shihab, apa yang ditempuh oleh Syaltout belum
menjadikan pembahasan tentang petunjuk Alquran dipaparkan dalam bentuk menyeluruh,
karena seperti dikemukakan di atas, bahwa satu masalah dapat ditemukan dalam berbagai
surat. Atas dasar ini timbul ide untuk menghimpun semua ayat yang berbicara tentang satu

9
masalah tertentu, kemudian mengaitkan satu dengan yang lain, dan menafsirkan secara utuh
dan menyeluruh. Ide ini di Mesir dikembang kan lebih lanjut oleh Prof. Dr. Sayyid Al-Kumiy
pada akhir tahun enam puluhan. Ide ini pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari metode
maudlu'ry gaya Mahmud Syaltout di atas.

Berdasarkan data tersebut, Quraish Shihab sampai pada kesimpulan bahwa metode
maudlu'iy mempunyai dua pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat dalam Al-
Quran dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema
sentralnya, serta menghubungkan persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam surat
tersebut antara satu dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu surat
tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat Alquran yang membahas satu
masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat Alquran dan yang sedapat mungkin diurut
sesuai dengan urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat
tersebut, guna me- narik petunjuk Alquran secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.

2. Model Abmad

Al-Syarbashi Pada tahun 1985 Ahmad Al-Syarbashi melakukan penelitian tentang


tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif dan analisis sebagaimana halnya
yang dilakukan Quraish Shihab. Sedangkan sumber yang digunakan seperti Ibn Jarir Al-
Thabari, Al-Zamakhsyari, Jalaluddin Al-Suyuthi, Al-Raghib Aepshlahanı, Al-Syatibi, Haji
Khalifah. Hasil penelitiannya itu pertama, mencakup mengenai sejarah penafsiran Al-Quran
yang dibagi ke tiga bidang, pada masa sahabat Nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu
tafsir ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaruan di bidang
tafsir

3. Model Syaikh Muhammad Al-Ghazali

Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir Islam abad modern
yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan, termasuk dalam bidang tafsir Al-
quran. Sebagaimana para peneliti tafsir lainnya, Muhammad Al-Ghazali menempuh cara
penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan berdasar pada
rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu. Salah satu hasil penelitian yang

10
dilakukan oleh Muhammad Al-Ghazali adalah berjudul Berdialog Dengan Al-Qur'an. Dalam
buku tersebut disebutkan macam-macam metode memahami Al-quran, ayat-ayat kauniyah
dalam Al-quran, bagaimana memahami Al-quran, peran ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan
dalam memahami Al-quran.

Tentang macam-macam metode memahami Alquran, Al-Ghazali membaginya ke


dalam metode klasik dan metode modern dalam memahami Alquran. Menurutnya dalam
berbagai kajian tafsir, kita banyak menemukan metode memahami Alquran yang berawal dari
ulama generasi terdahulu. Mereka telah berusaha memahami kandungan Alquran, sehingga
lahirlah apa yang kita kenal dengan metode memahami Alquran." Kajian-kajian ini berkisar
pada usaha-usaha menemukan nilai-nilai sastra, fiqih, kalam, aspek sufistik- filosofisnya,
pendidikan, dan sebagainya.

Berbagai macam metode atau kajian yang dikemukakan Muhammad Al-Ghazali


tersebut oleh ulama lainnya disebut sebagai pendekatan, dan bukan metode. Hal ini terjadi
karena sebagai sebuah disiplin ilmu biasanya memiliki metode. Dalam hubungan ini
Muhammad Al-Ghazali kelihatannya ingin mengatakan bahwa metode yang terdapat dalam
berbagai disiplin ilmu tersebut ingin digunakan dalam memahami Alquran.

4. Model Penelitian Lainnya

Selanjutnya, dijumpai pula penelitian yang dilakukan para ulama terhadap aspek-
aspek tertentu dari Al-quran. Di antaranya ada yang memfokuskan penelitiannya terhadap
kemu'jizatan Alquran, metode-metode, 30 kaidah-kaidah dalam menafsirkan Alquran, 31
kunci-kunci untuk memahami Alquran, serta ada pula yang khusus meneliti mengenai corak
dan arah penafsiran Alquran yang khusus terjadi pada abad keempat.

Tanpa harus mengecilkan jasa besar tafsir yang bercorak leksikografis, corak
penafsiran seperti itu dapat membawa kita kepada pemahaman Alquran yang kurang utuh
karena belum mencerminkan suatu kesatuan pemahaman yang utuh dan terpadu dari ajaran
Alquran yang fundamental. Karya tafsir yang menonjolkan Ijaz umpamanya, akan membuat
kita terpesona akan keindahan bahasa Alquran, tetapi belum dapat menguak nilai-nilai
spiritual dan sosial moral Alquran untuk kehidupan sehari-hari manusia.

11
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
penelitian tafsir melibatkan pendekatan yang berbeda, termasuk pendekatan tafsir,
filosofis, sosiologis, dan linguistik. Metode pengumpulan data menggunakan referensi literatur al-
Qur'an dan Kitab Suci al-Qur'an sebagai kepustakaan utama. Penelitian ini bertujuan mengetahui
makna dan hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat yang menjadi objek kajian. Jenis penelitian
skripsi ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Berdasarkan tujuan utama,
penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian deskriptif, eksploratif, eksplanatif, atau
verifikatif. Kesimpulan penelitian ini adalah untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam
kajian tafsir dan menjadi sumbangsi bagi insan akademik.

B. Saran

Untuk mendapatkan hasil tafsir yang akurat dan benar, ada beberapa saran yang dapat dipatuhi
saat penulisan tafsir:
1. Menggunakan Metode Tafsir yang Terdaftar: Gunakan metode tafsir yang terdaftar dan terbukti
benar, seperti metode tahliliy (analistis), metode mawdhu’iy (tematik), metode ijmaliy (global),
metode muqaran (perbandingan), dan metode mawdhu’iy (tematik) .
2. Menggunakan Kaidah Tafsir: Kaidah tafsir sangat penting untuk menjadi tolak ukur kebenaran.
Tafsir harus mengikuti prinsip kaidah tafsir yang benar.
3. Menggunakan Referensi Terbaik: Tafsir harus menggunakan referensi terbaik, seperti referensi
literatur al-Qur'an dan Kitab Suci al-Qur'an.

12
DAFTAR PUSAKA

Muhaimin. 2014.Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan. Kharisma Putra Utama :
Jakarta
Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. RajaGrafindo Persada: Jakarta
Sami’uddin. 2019. “Fungsi dan Tujuan Kehidupan Manusia”, Jurnal Studi Islam Vol.14, No.2.
Saba, Heru Juabdin. 2016. “Manusia Dalam Perspektif Agama Islam”, Jurnal Pendidikan Islam Vol. 7.

13

Anda mungkin juga menyukai