Anda di halaman 1dari 12

Rimantho02's Weblog

Just another WordPress.com weblog Lompat ke isi

Bahaya pestisida terhadap kesehatan manusia


Posted on November 8, 2007 by DINO RIMANTHO

Kita semua terpapar dengan pestisida pada dasarnya yang berketerusan. Makanan yang kita makan, terutama buah dan sayuran segar, mengandung residu pestisida. The National Academy of Sciences (NAS) tahun 1987 mengeluarkan laporan tentang pestisida dalam makanan. Pada dasar data dalam penelitian, resiko potensial yang diberikan oleh pestisida penyebab kanker dalam makanan kita lebih dari sejuta kasus kanker tambahan dalam masyarakat Amerika selama hidup. Karena sekitar 30 macam pestisida karsinogen terdapat dalam makanan kita, dan selama ini belum menyebutkan potensi pemaparan terhadap pestisida karsinogen dalam air minum Jenis Pestisida dan potensi bahaya bagi kesehatan manusia No Jenis Pestisida Jenis Penggunaan Potensi Bahaya Pada Kesehatan Manusia 1 Asefat Insektisida Kanker, mutasi gen, kelainan alat reproduksi 2 Aldikard Insektisida Sangat beracun pada dosis rendah 3 BHC Insektisida Kanker, beracun pada alat reproduksi 4 Kaptan Insektisida Kanker, mutasi gen 5 Karbiral Insektisida Mutasi gen, kerusakan ginjal 6 Klorobensilat Insektisida Kanker, mutasi gen, keracunan alat reproduksi 7 Klorotalonis Fungisida Kanker, keracunan alat reproduksi 8 Klorprofam Herbisida Kanker, mutasi gen, pengaruh kronis 9 Siheksatin Insektisida Karsinogen 10 DDT Insektisida Cacat lahir, pengaruh kronis. Sumber : Pesticide Action Network (PAN) Indonesia Badan yang bekerja sebagai pemantau atas pestisida untuk melindungi konsumen (FDA /The foot and Drug Administration), menyatakan lebih dari 110 pestisida yang berbeda terdeteksi dalam semua makanan ini antara 1982-1985. Dari 25 pestisida yang terdeteksi lebih sering, 9 telah diidentifikasi oleh FDA sebagai penyebab kanker, disamping potensi bahaya lainnya. Pada musim panas 1985, hampir 1000 orang dibebrapa negara bagianWilayah Barat dan Kanada keracunan oleh residu pestisida Temik dalam semangka. Dalam 2-4 jam setelah memakan

semangka yang tercemar, orang akan mengalami rasa mual, muntah, pandangan buram, otot lemah dan gejala lain. (Masih untung), tidak ada yang meninggal, biarpun kebanyakan korban dalam kondisi parah. Masih ditempat yang sama laporan juga menyebutkan adanya serangan gangguan hebat, jantung tak teratur, sejumlah orang dirumah-sakitkan, dan paling kurang 2 bayi lahir mati. Tahun 1986, kira-kira 140 kandang sapi perah di Arkansas, Oklahoma dan Missouri dikarantina karena tercemar oleh pestisida terlarang heptaklor. WHO (World Health Organisation) memperkirakan bahwa setengah juta kasus keracunan pestisida muncul setiap tahunnya, 5000 orang diantaranya berakhir dengan kematian. Pada akhir tahun 1980 dilaporkan bahwa jumlah keracunan pestisida di dunia dapat mencapai satu juta kasus dengan 20.000 kematian per tahun. Dr. Nani Djuangsih dalam penelitiannya tahun 1987 di beberapa desa di Jawa Barat menemukan residu DDT dalam Asi sebanyak 11,1 ppd didaerah Lembang. Demikian pula penelitian muthahir yang dilakukan Dr. Theresia membuktikan masih detemukan turunan DDT sebanyak 0,2736 ppm dalam ASI di daerah Pengalengan. Dampak secara tidak langsung dirasakan oleh manusia, oleh adanya penumpukan pestisida di dalam darah yang berbentuk gangguan metabolisme enzim asetilkolinesterase (AChE), bersifat karsinogenik yang dapat merangsang sistem syaraf menyebabkan parestesia peka terhadap perangsangan, iritabilitas, tremor, terganggunya keseimbangan dan kejang-kejang (Frank C. Lu, 1995). Hasil uji Cholinesterase darah dengan Tintyometer Kit yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur terhadap tenaga pengguna pestisida pada tahun 1999 dari 86 petani yang diperiksa 61,63 % keracunan dan 2000 sebanyak 34,38 % keracunan dari lokasi yang berbeda. Sulistiyono (2002), pada petani Bawang Merah di tiga kecamatan di Kabupaten Nganjuk Jawa Timur, ditemukan petani yang terpapar pestisida kategori berat 5 orang dan ringan 83 kasus dari 192 responden Pestisida dapat merusak keseimbangan ekologi Dinamika pestisida dilingkungan yang membentuk suatu siklus, terutama jenis pestisida yang persisten. Penggunaan pestisida oleh petani dapat tersebar di lingkungan sekitarnya; air permukaan, air tanah, tanah dan tanaman. Sifat mobil yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme non sasaran, kualitas air, kualitas tanah dan udara. Kondisi tanah di Lembang dan Pengalengan Jawa Barat berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Theresia (1993) sudah tercemar pestisida. Di daerah Lembang, contoh tanah yang diambil dari sekitar ladang tomat, kubis, buncis dan wortel, mengandung residu organoklorin yang cukup tinggi. Penggunaan pestisida dan tertinggalnya residu dapat sangat menurunkan populasi hewan tanah. Dibandingkan dengan besarnya kandungan residu pestisida dalam tanah, kandungan pestisida

dalam air memang lebih rendah. Meskipun demikian hasil penelitian membuktikan bahwa telah terjadi pencemaran di lingkungan perairan akibat pestisida. Contohnya ialah kematian 13 orang di Aceh Utara akibat mengkonsumsi tiram (Ostrea culcullata) yang tercemar pestisida. Pencemaran itu menurut Kompas 10 Mei 1993 berasal dari tambak udang yang menggunakan Brestan untuk membunuh siput dan hama yang memakan benur. Lingkungan perairan yang tercemar menyebabkan satwa yang hidup di dalam dan sekitarnya turut tercemar. Ini dapat dibuktikan dari penelitian Dr. Therestia tahun 1993, ia menemukan kandungan Organoklorin dalam tubuh ikan sebanyak 0,0792 ppm di Lembang dan 0,020 ppm di Pengalengan. Selain itu terdapat residu organofosfat sebesar 0,0004-1,1450 ppm di wilayah tersebut. BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) tahun 1982 sudah melaporkan bahwa ikan, udang dan kepiting di Delta Cimanuk Jawa Barat tercemar oleh derivat DDT. Air dan Lumpur tanah liat pun tercemar dengan Diazinon dan Thiodan. Penelitian yang lebih intensif, dilakukan oleh Proyek Penelitian Pengembangan Sumberdaya Air dan Pencemaran Perairan Air Tawar menemukan bahwa semua badan air tawar yang diteliti di Jawa Barat mengandung pestisida dengan jumlah berkisar 0,1-6,0 ppm dari 4 jenis Organofosfat dan 1 karbamat yang dianalisis, dan badan-badan air tawar di bagian Indonesia lainnya, seperti di Sumatera, Sulawesi dan Bali hampir tercemar seluruhnya Peranan pestisida dalam sistem pertanian sudah menjadi dilema yang sangat menarik untuk dikaji. Berpihak pada upaya pemenuhan kebutuhan produksi pangan sejalan dengan peningkatan perumbuhan penduduk Indonesia, maka pada konteks pemenuhan kuantitas produksi pertanian khususnya produk hortikultura pestisida sudah tidak dapat lagi dikesampingkan dalam sistem budidaya pertaniannya. Mengingat penciptaan social culture yang telah tercipta sedemikian rupa oleh pemerintah tahun 1980-an dengan subsidi biaya penggunaan pestisida dan pendewaan pestisida sebagai penyelamat produksi dan investasi petani. Hingga saat ini ketergantungan petani terhadap pestisida semakin tinggi untuk menghasilkan kuantitas dan cosmetic appearance produk, hal ini disebabkan oleh kesimbangan ekologis yang sudah tidak sempurna (populasi hama tinggi musuh alami semakin punah). Di pihak lain penggunaan pestisida membawa bencana yang sangat hebat terhadap kesehatan petani dan konsumen akibat mengkonsumsi produk hortikultura yang mengandung residu pestisida. Menurut WHO setiap setengah juta kasus pestisida terhadap manusia, 5000 diakhiri dengan kematian. Dampak lain yang tidak kalah pentingnya adalah timbulkan pencemaran air, tanah dan udara yang dapat mengganggu sistem kehidupan organisme lainnya di biosfer ini. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1993. Prinsip-prinsip Pemahaman Pengendalian Hama Terpadu. Konsep

Pengendalian Hama Terpadu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Bina Perlindungan Tanaman.B.I. Jakarta Bimas, 1990. Surat Keputusan Menteri Pertanian/Ketua Badan Pengendali BIMAS. Faedah, A. Gayatri, Koesnadi dan Y. Chan, 1993. Awas pestisida Ngendon dalam Makanan Kita. Majalah Terompet (Teropong Masalah Pestisida), Edisi IV Jakarta : Pesticide Action Network (PAN)- Indonesia. Frank C. Lu. 1995, Toksikologi Dasar (Azas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko) Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Kompas, Feb. 1994. Buah Impor Mengandung Pestisida Terlarang Pimentel D.,D. Khan (ed), 1997. Environment Aspects of Cosmetics Satandard Of Foods and Pesticides. Tecniques for Reducing Pesticide Use. New York: John Wiley and Sons Ltd. Riza V.T. dan gayatri. 1994. Ingatlah Bahaya Pestisida Bunga Rampai Residu Pestisida dan Alternatifnya PAN- Indonesia. Smith, R.F. 1978. The Role of Pesticide in the Concept of Managemant, in Pesticide Management in South Eas Asia. Proc. SEA Workshop on Pesticide Management, 1977. Bangkok, Thailland. P. 47 51. Sulistiyono, 2002. Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petani Bawang Merah dalam Penggunaan Pestisida. (Kasus di Kabupaten Nganjuk Propinsi Jawa Timur). Thesis Program Pascasarjana. IPB Sumarwoto, et al. 1978. Residu Pestisida dalam Hasil Pertanian, Seminar Pengendalian Pencemaran Air. Untung K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Jenis-jenis Insektisida Hidup


Januari 27, 2009 oleh plantus Balipost, Senin Kliwon, 12 Juni 2006
Upaya pengendalian vektor untuk memutus siklus hidup nyamuk, sehingga mengurangi kontak antara manusia dengan vektor. Hanya, berbagai upaya tersebut perlu diikuti dengan cara-cara yang ramah lingkungan. Seperti telah dikemukakan salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman antinyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk. Artinya tanaman ini tidak perlu diolah terlebih dulu. Kemampuan jenis tanaman ini sebagai pengusir nyamuk bisa dianggap istimewa. Penyebabnya adalah bau menyengat yang keluar dari tanaman ini. Bau menyengat inilah yang diduga tidak disukai serangga. Penggunaan tanaman ini cukup mudah, yaitu cukup diletakkan di dalam ruangan atau ditanam di pekarangan rumah. Berikut ini beberapa insektisida hidup pengusir nyamuk yang dapat kita gunakan. * Akar wangi (Vertiver zizanoides). Berdasarkan hasil penelitian, pemanfaatan ekstrak akar wangi terbukti efektif untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti dan Anopheles aconitus. Uji toksitas yang dilakukan menunjukkan, ekstrak akar wangi dengan konsentrasi 0,20%, dan 0,25% mampu membunuh larva nyamuk Aedes aegypti kurang lebih dalam waktu dua jam. * Suren (Toona sureni, Merr). Tanaman dari keluarga Meliaceae ini termasuk tanaman tahunan yang berbentuk pohon. Tinggi tanaman bisa mencapai 20 m dan pertumbuhannya tergolong cepat. Suren tumbuh baik di dataran rendah hingga ketinggian 2.000 m dpl. Tanaman ini dapat diperbanyak secara generatif yaitu melalui biji. Daun dan kulit kayunya beraroma cukup tajam. Secara tradisional, petani menggunakan daun suren untuk menghalau hama serangga tanaman. Pohon suren berperan sebagai pengusir serangga (repellant) dan dapat digunakan dalam keadaan hidup. Berdasarkan penelitian, suren memiliki kandungan bahan surenon, surenin dan surenolakton yang berperan sebagai penghambat pertumbuhan, insektisida dan antifeedant (menghambat daya makan) terhadap larva serangga uji ulat sutera. Bahan-bahan tersebut juga terbukti merupakan repellant (pengusir atau penolak) serangga, termasuk nyamuk. Cara penempatan tanaman ini bisa diletakkan di sudut-sudut ruangan dalam rumah, sebagai media untuk mengusir nyamuk. Jumlah tanaman dalam ruangan tergantung luas ruangan. Sementara untuk penempatan di luar rumah/pekarangan sebaiknya diletakkan dekat pintu, jendela atau lubang udara lainnya, sehingga aroma tanaman terbawa angin masuk ke dalam ruangan. * Zodia (Evodia suaveolens, Scheff). Tanaman perdu ini berasal dari keluarga Rutacea. Tinggi tanaman 0,3 2 meter dan panjang daun dewasa 20 30 cm. Bentuk zodia cukup menarik sehingga banyak digunakan sebagai tanaman hias. Zodia berasal dari Papua, namun saat ini sudah banyak tumbuh di Pulau Jawa.

Tanaman ini tumbuh baik di ketinggian 400 1.000 m dpl. Perkembangbiakannya sangat mudah yaitu dengan menggunakan biji. Di daerah asalnya Papua, masyarakat di sana sudah lama menggunakan tanaman ini untuk penghalau serangga, khususnya nyamuk. Zodia memiliki kandungan evodiamine dan rutaecarpine, sehingga menghasilkan aroma yang cukup tajam yang tidak disukai serangga. Selain itu, daun zodia terasa pahit, bisa digunakan sebagai obat tradisional, antara lain untuk menambah stamina tubuh, sementara rebusan kulit batangnya bermanfaat sebagai pereda demam malaria. Kenapa nyamuk takut pada zodia? Tanaman zodia mengandung zat evodiamine dan rutaecarpine. Menurut Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), minyak yang disuling dari daun zodia mengandung linalool 46 persen dan apinene 13,26 persen. Nah, linalool inilah yang berfungsi sebagai pengusir nyamuk. Penelitian menyatakan daun zodia mampu menghalau nyamuk selama 6 jam, dengan daya halau (daya proteksi) sebesar lebih dari 70 persen. Selain efektif mengusir nyamuk, belakangan ini para ilmuwan menemukan khasiat lain dari zodia, misalnya penyembuh sakit kepala, disentri, dan pembunuh sel kanker. Bunganya pun dapat dijadikan obat gosok untuk mengobati masuk angin. Zodia akan mengeluarkan aroma bila daun-daunnya saling menggosok. Letakkan tanaman di sekitar tempat angin masuk dalam ruangan, bisa juga di sudut ruangan tertentu, kemudian tiup dengan kipas angin. Aroma yang cukup wangi pun akan keluar. Namun demikian, kita tetap harus waspada. Seandainya tanaman zodia diletakkan di ruangan yang sempit dan sedikit sirkulasi udara, bisa-bisa orang yang ada di dalamnya pun pusing atau mabuk. Lazimnya, tanaman ini ditanam dalam pot, dan digunakan sebagai tanaman dalam ruangan (indoor plant). Namun, baik juga bisa langsung ditanam di halaman rumah. Bahkan, bisa memberikan kesejukan tersendiri. Tinggi tanaman bila dibiarkan bebas di lapangan bisa mencapai 200 cm. Daunnya sangat cantik, hijau agak kekuningan, pipih panjang tapi lentur, dan menyejukkan mata yang memandang. Tanaman zodia juga cukup mudah diperbanyak, baik melalui stek ranting maupun bijinya. Ketika sudah berbunga dan berbiji, biji zodia akan jatuh dan tumbuh di sekitarnya. Hanya, fase pertumbuhan membutuhkan perhatian tersendiri. Bila langsung kena sinar matahari, bisa-bisa malah mati. Sebaliknya, bila kurang sinar matahari justru pertumbuhannya tidak sehat. Tanaman ini akan tumbuh subur bila dikembangkan di daerah yang cukup dingin. * Geranium (Geranium homeanum, Turez). Tanaman ini merupakan keluarga Geraniaceae, tanaman perdu ini tingginya 20 60 cm. Sebagai tanaman perdu, umur tanaman ini cukup panjang karena mampu bertahan hidup 3 5 tahun. Karena penampilannya yang indah, geranium sering dijadikan tanaman hias yang ditanam dalam pot dan diletakkan di halaman atau dalam rumah. Selain penampilan yang indah, tanaman ini mengeluarkan aroma yang cukup harum. Namun, aroma tersebut tidak disukai serangga. Daun geranium berjumlah tunggal, berwarna hijau, berbulu, berbau harum, tepi bergerigi dan ujungnya tumpul. Batangnya berkayu, berbulu, ketika masih muda berwarna hijau, tetapi setelah tua berwarna kecoklatan. Perkembangbiakan tanaman ini dengan cara stek batang. Geranium memiliki akar tunggang. Caranya, dengan mematahkan batang yang masih muda lalu menancapkannya ke tanah. Geranium memiliki kandungan geraniol dan sitronelol yang merupakan bahan yang berbau menyengat dan harum, sehingga sering digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun mandi. Bahan tersebut bersifat antiseptik dan tidak disukai nyamuk. Kalau zodia lebih banyak ditanam di dalam pot, maka geranium lazim ditanam outdoor, meskipun cara penggunaannya sama, yakni dengan menggoyang-goyang helaian daun, atau tertiup oleh angin maupun kipas angin, lalu

keluar bau wangi yang khas (agak langu). Bau tersebut berasal dari kandungan yang dimiliki geranium, yakni zat citronella. Nah, citronella inilah yang mampu mengusir nyamuk. Tanaman geranium (Pelargonium citrosa) tumbuh merumpun, banyak anakan. Daunnya hijau, berbentuk menjangkar (menyerupai jangkar), tepi daun bergerigi. Batangnya banyak mengandung air. Lazimnya diperbanyak dengan menggunakan stek anakan. Tanaman geranium sekurangkurangnya memiliki tiga varian, yakni Citrosa mosquito fighter, Cirosa queen of lemon, dan Citrosa lady diana. Citrosa mosquito fighter dulu-dulunya cukup mudah ditemukan dikawasan sekitar Bandung dan Sukabumi. Tumbuh liar di seputar sawah dan digunakan oleh orang-orang kampung. Daunnya diambil lalu diselipkan di antara pakaian dalam almari. Khasiatnya mampu mengusir nyamuk dan ngengat, juga memberikan aroma khas. Sekarang, tanaman ini kembali diburu orang, terlebih di zaman dimana pola hidup kembali ke alam makin ngetren. * Selasih (Ocimum spp). Tanaman perdu ini dari keluarga Labiatae. Tanaman ini sangat banyak variasinya dan sering berubah-ubah penampilan, khususnya warna daun jika ditanam di lingkungan yang berbeda-beda. Selasih tumbuh di daerah dengan ketinggian 1 1.100 m dpl. Tempat favoritnya adalah daerah yang teduh dan lembab. Perkembangbiakan selasih adalah dari bijinya. Daya adaptasi tanaman ini dengan lingkungan cukup baik, sehingga mudah tumbuh di hampir semua tempat. Selasih mengandung eugenol, linalool dan geraniol yang dikenal sebagai zat penolak serangga, sehingga zat-zat tersebut juga berfungsi sebagai pengusir nyamuk. Bau daun selasih tercium sangat tajam, bahkan jika tercium agak lama atau disimpan dalam ruangan dapat mengakibatkan rasa mual dan pening. Komponen-komponen utama selasih yang bersifat volatil (menguap) menyebabkan nyamuk enggan mendekati tanaman ini. Biji selasih bermanfaat untuk menurunkan kolesterol, membantu pencernaan, mengobati kram usus dan melancarkan buang air besar. * Lavender (Lavandula latifolia,Chaix). Tanaman yang merupakan keluarga Lamiaceae ini berbentuk seperti semak atau pohon kecil. Daunnya bertulang sejajar, memiliki bunga kecil berwarna ungu kebiruan yang tumbuh di ujung cabang. Aroma bunga tersebut sangat harum mirip kamper, yang tidak disukai serangga. Lavender tumbuh baik di ketinggian 500 1.300 m dpl. Semakin tinggi tempat tumbuhnya, semakin baik kualitas minyaknya. Lavender selain bisa digunakan langsung untuk pengusir nyamuk, bunganya juga menghasilkan minyak yang digunakan sebagai bahan penolak serangga (repellant dan antifeedant), bahkan termasuk bahan yang sering digunakan sebagai lotion antinyamuk. Komposisi utama dalam minyak lavender adalah linalool asetat. Tanaman ini dapat diperbanyak secara stek batang dan biji. Penampilan bunga lavender memang amat menarik. Bunganya berwarna ungu kecil-kecil. Bunga ini mengeluarkan aroma wangi. Bunga ini sering digosok-gosok ke tubuh untuk menghindari gigitan nyamuk. Perbanyakan tanaman lavender (Lavandula angustifolia) biasanya dengan menggunakan bijinya. Biji-biji yang tua dan sehat disemaikan. Bila sudah tumbuh, dipindahkan ke polybag. Ketika tingginya mencapai 15 20 cm, dapat dipindahkan ke dalam pot atau ditanam di halaman rumah. Keberadaan tanaman lavender mengundang para penyuling minyak atsiri untuk menyuling bunganya. Minyak lavender memang sering dipakai sebagai aromaterapi. Bahkan, di beberapa rumah, minyak lavender ini ditempatkan di ruang tamu.

* Serai Wangi (Cymbopogon nardus) Selama ini, serai wangi dipakai untuk bumbu masak dan bahan pencampur jamu. Namun, ternyata serai wangi terutama batang dan daun bisa pula dimanfaatkan sebagai pengusir nyamuk. Pasalnya tanaman serai wangi ini mengandung zat-zat seperti geraniol, metilheptenon, terpen-terpen, terpen-alkohol, asam-asam organik, dan terutama adalah sitronelal. Zat sitronelal ini memiliki sifat racun kontak. Sebagai racun kontak, ia dapat menyebabkan kematian akibat kehilangan cairan secara terus-menerus sehingga tubuh nyamuk kekurangan cairan. Secara sederhana kita dapat membuat ekstrak serai wangi. Caranya, sediakan 1 kg daun dan batang serai wangi, lalu cuci dan tiriskan sampai kering. Masukkan dalam blender, lalu haluskan. Masukkan hasil blenderan ke dalam 250 ml air, lantas rendam selama semalam. Setelah itu, saring dan masukkan ke dalam botol, lalu encerkan dengan aquades. Untuk menggunakannya, tuangkan ekstrak serai wangi ke dalam alat penyemprot, lalu semprotkan ke tempat di mana nyamuk-nyamuk bersembunyi. Tanaman serai wangi tumbuh berumpun dengan tinggi sekitar 50 100 cm. Daun tunggal berjumbai, panjang sampai 1 meter, lebar 1,5 cm, bagian bawahnya agak kasar, tulang daun sejajar. Batang tidak berkayu, berusuk-rusuk pendek, dan berwarna putih. Akarnya serabut. Perbanyakan dilakukan dengan pemisahan stek anakan. Stek diperoleh dengan cara memecah rumpun yang berukuran besar namun tidak beruas. Poting sebagian daun stek atau kurangi hingga 3 5 cm dari pelepah daun. Sebagian akar juga dikurangi dan tinggalkan sekitar 2,5 cm di bawah leher akar. Setelah itu, ditanam di halaman rumah. (iah/berbagai sumber)

Ditulis dalam biopestisida | 4 Komentar

GERBANG PERTANIAN
Insektisida Golongan piretroid sintetik merupakan bahan sintetik kimia dari racun yang terdapat dalam tanaman piretrum. Sampai saat ini golongan insektisida piretroid sintetik mempunyai jenis terbanyak. Mulai dari Deltametrin (Decis, Dellini), Betasiflutrin (Buldok, Betta), Lamdasihalotrin (Matador, Hamador), Alfasipermetrin (Fastac, Faster), Sipermetrin (Sidametrin, Cedrik) dll. Dalam pemasaran pestisida piretroid sintetik juga mempunyai market share yang tertinggi. Berarti golongan insektisida ini sangat disukai petani, Kenapa demikian? Piretroid sintetik mempunyai spektrum yang luas mulai dari ulat, kupu, kumbang, kutu, belalang sampai dengan udang (yach udang) sehingga mudah masuk ke berbagai lini tanaman maupun lini hama. Piretroid sintetik juga mempunyai harga yang relatif murah sehingga sangat terjangkau oleh kantong petani. Selain itu yang sangat disukai petani dari piretroid sintetik adalah efek knokdown (jatuhnya hama setelah terkena pestisida) yang sangat cepat .

Selain mempunyai berbagai kelebihan ternyata piretroid sinetik juga mempunyai kelemahan. Racun pada Piretroid sintetik hanya bersifat kontak sehingga jika dalam aplikasi pestisida tidak mengenai hama dipastikan hama tersebut tidak mati. Kelemahan yang kedua dari piretroid sintetik adalah jika racun ini mengenai hama wereng di pertanaman padi akan mengakibatkan ledakan hama wereng tersebut. Menurut pengalaman penulis dilapangan ketika petani mengendalikan hama wereng di tanaman padinya menggunakan insektisida yang berbahan aktif piretroid sintetik memang sesaat terlihat hama tersebut berkurang. Bahkan imago dari wereng terlihat berjatuhan ketanah. Namun beberapa hari setelah aplikasi insektisida tersebut hama wereng bukannya berkurang justru akan semakin bertambah banyak jumlahnya. Dimungkinkan peristiwa ini terjadi disebabkan karena piretroid sintetik telah membunuh musuh alami dari wereng, sehingga hama tersebut berpotensi meledak populasinya. Ada juga dugaan bahwa insektisida piretroid sintetik bersifat memacu penetasan telur wereng dan memacu perkawinan wereng. Entah mana yang benar hal tersebut harus dibuktikan secara ilmiah. Oleh karena itu pesan saya pada rekan-rekan petani janganlah anda menggunakan insektisida berbahan aktif piretroid sintetik kalau dipertanaman padi anda tidak ingin terjadi serangan hama wereng. Lalu pertanyaannya, apakan ciri-ciri insektisida yang berbahan aktif piretroid sintetik? Jawabnya adalah, baca tulisan bahan aktif pada kemasan insektisida yang mau anda beli jika pada akhiran katanya ada kosa kata (Deltametrin, Betasiflutrin, Alfasipermetrin, Lamdasihalotrin, Sipermetrin dll) berarti dijamin insektisida tersebut pasti golongan piretroid sintetik. Sekian dan trimakasih, smoga bermanfaat. -BY

TRIN

MASPARY-

KUNIA Organic Farming & Research Membangun Pertanian Organik yang Mandiri dan Sejahtera Sabtu, 22 November 2008 Hama dan Insektisida Mikroba Oleh : KABELAN KUNIA*

Artikel ini telah diterbitkan di Harian Sriwijaya Post, Minggu, 15 September 2002 HAMA merupakan salah satu faktor pembatas yang menghambat peningkatan produksi tanaman pertanian. Berbagai jenis organisme pengganggu yang dikenal sebagai hama telah banyak ditemukan di lahan pertanian. Hama pengganggu ini umumnya berupa serangga, seperti belalang, tungau, kumbang, kupu-kupu dan sebagainya. Pada tingkat petani, pengendalian hama pengganggu ini seringkali dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis insektisida kimia yang sesuai untuk hama tertentu. Hal ini dilakukan manakala cara manual maupun cara lainnya kurang efektif mengingat serangan hama yang semakin meluas dan parah hingga dapat merugikan secara ekonomis. Cara pemberantasan hama yang semata-mata hanya didasarkan atas penggunaan insektisida kimia apalagi dilakukan secara berlebihan, dapat menimbulkan berbagai masalah yang tidak diinginkan. Dampak yang muncul misalnya terjadinya resistensi (kekebalan) pada hama sasaran, munculnya hama-hama sekunder, merusak lingkungan bahkan lebih jauh lagi dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan ekosistem. Kemungkinan juga dapat berefek tidak baik bagi kesehatan petani itu sendiri, karena terhirup atau terhisap insektisida tersebut. Banyaknya permasalahan serta dampak negatif yang ditimbulkan terhadap penggunaan insektisida kimia, kiranya upaya terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) yang melibatkan pengendalian serangga pengganggu secara kimiawi, biologis, kultur teknis dan penggunaan varietas resisten terhadap hama tertentu. Pengendalian Biologis Pengendalian biologis merupakan sebuah bentuk pengendalian populasi hama menggunakan organisme untuk mengurangi populasi tumbuhan atau hewan yang merugikan secara ekonomis. Pengendalian biologis merupakan salah satu aspek dari mekanisme pengendalian hama terpadu. Pengendalian secara biologis sesungguhnya sudah terjadi secara alami yang melibatkan adanya mekanisme alam, sehingga dapat berfungsi mengembalikan keseimbangan ekosistem. Di samping aspek keseimbangan ekosistem, penerapan sistem pengendalian biologis dipandang perlu, karena apabila dibandingkan dengan pengendalian secara kimiawi mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya; biaya pemakaian relatif lebih murah, lebih spesifik, sarana pengendalian dapat dikembangkan di lapangan oleh petani dan dapat bersifat permanen. Walaupun demikian bukan berarti pengendalian secara kimiawi tidak penting, karena dalam penerapan pengelolaan hama terpadu, di samping penerapan secara biologis dan kultur teknis, penggunaan insektisida kimiawi juga masih diperlukan secara selektif dengan mempertimbangkan waktu dan cara yang tepat.

Insektisida Mikroba Pengendalian secara biologis dapat menggunakan berbagai organisme, misalnya parasitoid, predator maupun mikroorganisme patogen seperti jamur, bakteri bahkan virus. Banyak mikroorganisme yang telah diisolasi dari serangga hama, tapi hanya beberapa jenis yang terbukti berpotensi dapat dikembangkan sebagai insektisida potensial. Hal ini karena pertimbangan keamanan dan efektivitas dalam mengatasi serangga hama. Dalam tulisan ini penulis sengaja ingin memaparkan mengenai insektisida mikroba yang masih jarang digunakan namun telah banyak tersedia di pasaran. Insektisida mikroba merupakan agen pengendali hama serangga yang menyebabkan penyakit dan pada akhirnya menyebabkan kematian pada serangga hama. Mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan mampu untuk bertahan lama dan membatasi populasi serangga hama untuk periode yang lama. Keuntungan menggunakan insektisida mikroba diantaranya adalah keamanan, karena memiliki derajat spesifisitas yang tinggi. Keuntungan lainnya bahwa relatif kecil terjadinya resistensi (kekebalan) pada serangga hama, sehingga dapat digunakan pada situasi dimana insektisida kimiawi sudah tidak efektif lagi. Di samping itu insektisida mikroba dapat dengan mudah didapatkan di pasaran dan harganya relatif murah dibandingkan dengan insektisida kimia. Walaupun spesifikasi merupakan keuntungan sebagai syarat keamanan, namun hal itu juga merupakan kerugian pada beberapa hama pertanian tertentu, karena hama serangga yang tidak terbunuh oleh insektisida mikroba ini akan terus berkembang dan suatu saat dapat menjadi hama yang potensial. Kerugian lainnya adalah beberapa insektisida mikroba lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti misalnya suhu, kelembaban dan cahaya matahari. Pengetahuan ekologi mikroba dan hama adalah penting untuk kesuksesan penggunaan insektisida mikroba di lapangan. Di samping itu faktor keengganan petani memakai bahan biologi untuk melindungi tanamaan dari serangan hama antara lain karena keterbatasan daya kerja insektisida biologi tersebut. Insektisida biologi kerjanya spesifik, yaitu membunuh serangga jenis tertentu saja. Tidak seperti insektisida kimia yang membasmi dengan cepat, termasuk predator dan parasitoid hama yang sebenarnya bermanfaat karena berfungsi sebagai pengendali populasi hama secara alami (Kompas, 13/11/2001). Syarat apabila akan menggunakan jasad mikroba sebagai sumber pengendalian biologis, yaitu mikroba tersebut harus mempunyai daur hidup yang panjang, mampu mempertahankan virulensinya di lapangan dan terutama tidak patogenik (berbahaya) pada manusia, tanaman, hewan dan serangga berguna lainnya. Berbicara mengenai pengendalian biologis atau bioinsektisida, senantiasa dikaitkan dengan keberhasilan bakteri Bacillus thuringiensis atau sering disingkat Bt, sebagai rajanya bioinsektisida. Selama kurun waktu 30 tahun lebih Bt, bakteri dengan kemampuan sebagai insektisida yang luar biasa dalam mengendalikan hama utama dalam dunia pertanian. Sebagai bioinsektisida, Bt adalah suatu fenomena yang merupakan satu-satunya bakteri

dengan penggunaan dan penyebarannya secara komersial telah berhasil luar biasa, sehingga membuatnya bagaikan monopoli mikroba dalam bisnis pengendalian hama yang bernilai ratusan juta dolar AS. Namun baru-baru ini tim ilmuwan dari laboratorium di Universitas Wisconsin-Madison yang bekerja sama dengan ilmuwan DowElanco di Indianapolis, telah menemukan bakteri baru yang memiliki kemampuan membunuh hama tertentu. Bakteri tersebut adalah Photorhabdus luminescens, mengandung racun yang terbukti ampuh membunuh berbagai serangga mulai dari kecoa sampai kumbang penggerek buah kapas serta mampu menjadi bioinsektisida yang ampuh, aman dan tidak mengganggu lingkungan (Kompas, 1998). Ratusan genera jamur telah dilaporkan dapat menginfeksi serangga hama, beberapa diantaranya adalah : Aspergillus, Beauveria, Cordyceps, Entomophthora, Hirsutella, Isaria, Metarrhizium, Paecilomyces, Septobasidium dan Spicaria. Bahkan beberapa jamur telah dikembangkan secara komersial sebagai insektisida mikroba adalah : Beauveria bassiana dengan nama dagang Boverin, Metharrhizium anisopliae dengan merek dagang Metaquino dan Verticillium leucanii dengan nama dagang Mycotal dan Vertalec. Baculovirus merupakan kelompok virus yang sedang diteliti dan dikembangkan sebagai bioinsektisida untuk memberantas serangga penggerek jagung, kumbang kentang, kutu dan kumbang daun. Salah satu jenis dari Baculovirus adalah virus yang dikenal sebagai NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus). Sebagian besar jenis virus NPV dijumpai sebagai penyebab penyakit pada larva serangga Lepidoptera, Heminoptera, Diptera dan Coleoptera. Sebagai contoh misalnya yang menyerang ulat Grayak (Pseudaletia unipunta) dan hama pada kapas (Heliothis zea). Virus lainnya dari kelompok Baculovirus ini adalah entomopox yang sedang dikembangkan untuk mengurangi laju perkembangan populasi belalang. Penggunaan virus sebagai bioinsektisida untuk pertama kali dimulai sekitar tahun 1960-an untuk mengendalikan hama Trichoplusiani di California. Sampai saat ini penggunaan virus sebagai bioinsektisida semakin berkembang dan makin banyak virus potensial untuk dikembangkan sebagai mikroorganisme yang dapat mengendalikan populasi hama. Pengendalian hama dengan menggunakan musuh alami eksotik, atau musuh alami yang didatangkan dari luar, seringkali menimbulkan masalah tertentu. Permasalahan yang terjadi misalnya, musuh alami tersebut kurang adaptif terhadap lingkungannya yang baru atau belum tentu cocok dengan inang (hama) yang ada, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat mengendalikan hama di lapangan. Oleh karenanya upaya pencarian strain-strain baru mikroba entomopatogen lokal perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan pengendalian serangga hama secara biologis sebagai alternatif pengganti insektisida kimia. *) Kabelan Kunia, M.Si. Staf pada Biotechnology Research Center -ITB,

Anda mungkin juga menyukai