Herpes Zoster
penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang ditandai dengan adanya vesicular yang nyeri di area yang terdapat serabut sensori dari satu atau lebih ganglia posterior. Reaktivasi infeksi virus laten di sel-sel saraf dekat otak ataupun saraf spinal Pasien dengan imunitas yang rendah (leukemia, limfoma) Massa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kurang lebih 1-2 minggu.
pemeriksaan percobaan Tzanck dapat ditemukan sel datia berinti banyak Komplikasi: infeksi, scarring, postherpetic neuralgia Pada beberapa pasien, muncul pula gejala radang lainnya pada mata seperti : conjunctivitis, keratitis, uveitis, dan saraf optik palsies yang kadang-kadang dapat menyebabkan radang mata kronis, dan kehilangan penglihatan. Herpes zoster oticus, juga dikenal sebagai Ramsay Hunt syndrome tipe II, melibatkan telinga. Ia adalah hasil penyebaran virus dari syaraf wajah ke saraf vestibulocochlear. Gejala termasuk kehilangan pendengaran dan vertigo. Terapi: analgetik, kortikosteroid, antivirus dlm 24 jam pertama munculnya vesikel
Herpes simplex
HSV I Herpes Simplex Virus Type I: Oral (genital) HSV II Herpes Simplex Virus Type II: Genital Herpes (sexually and perinataly)
patogenesis
cenderung untuk residif karena sering terjadi persistensi virus Infeksi primer akibat transmisi virus secara langsung melalui jalur neuronal dari perifer ke otak melalui saraf Trigeminus atau Offactorius. Faktor precipitasi adalah penurunan sistim imun host. - Reaktivitas infeksi herpes virus laten dalam otak. - Pada neonatus penyebab terbanyak adalah HSV-2 yang merupakan infeksi dari secret genital yang terinfeksi pada saat persalinan.
Non-primary infection
Newly acquired HSV-1 or HSV-2 infection in an individual previously seropositive to the other virus Symptoms usually milder than primary infection Antibody to new infection may take several weeks to a few months to appear
Types of Infection
Infection Type
First episode, Primary (Type 1 or 2) Lesions/ Symptoms +/Severe, bilateral +/Moderate +/Mild +/Mild, unilateral Type-specific antibody at time of presentation HSV-1 + +/+/+/HSV-2 + + +
Infeksi primer
Characterized by multiple lesions that are more severe, last longer, and have higher titers of virus than recurrent infections Typical lesion progression:
papules vesicles pustules ulcers crusts healed
Often associated with systemic symptoms including fever, headache, malaise, and myalgia Illness lasts 2-4 weeks
Infeksi primer
Numerous, bilateral painful genital lesions; last an average of 11-12 days Local symptoms include pain, itching, dysuria, vaginal or urethral discharge, and tender inguinal adenopathy Median duration of viral shedding detected by culture (from the onset of lesions to the last positive culture) is ~12 days
Infeksi rekuren
Prodromal symptoms are common (localized tingling, irritation) - begin 12-24 hours before lesions Illness lasts 5-10 days
Virus type
Fatigue
Menstruation
Virologic Tests
Viral culture (gold standard)
Preferred test if genital ulcers or other mucocutaneous lesions are present Highly specific (>99%) Sensitivity depends on stage of lesion; declines rapidly as lesions begin to heal Positive more often in primary infection (80%90%) than with recurrences (30%) Cultures should be typed
More sensitive than viral culture; has been used instead of culture in some settings; however PCR tests are not FDAcleared or widely available Preferred test for detecting HSV in spinal fluid
Virologic Tests
(continued)
pengobatan
Pada episode pertama, berikan: - Acyclovir 200mg per oral 5 kali sehari selama 7 hari, atau - Acyclovir 5 mg/kg BB , Intravena tiap 8 jam selama 7 hari ( bila gejala sistemik berat)
Pada episode rekurensi, umumnya tidak perlu diobati karena bisa membaik, namun bila perlu dapat di obati dengan krim asiklovir. Bila pasien dengan gejala berat dan lama, berikan acyclovir 400mg peroral 3 kali sehari, selama 5 hari (episodic). Acyclovir 400 mg orally twice a day selama 1 tahun dengan evaluasi per 3 bulan (suppressive)
nonmedikamentosa
Memberikan pendidikan kepada pasien denga menjelaskan hal-hal sebagai berikut: - Bahaya PMS dan komplikasinya - Pentingnya mematuhi pengobatan yang diberikan - Cara penularan PMS dan perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya - Hindari hubungan seksual sebelum sembuh , dan memakai kondom jika tak dapat menghindari lagi - Cara cara menghindari infeksi PMS di masa dating berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih panjang.
Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi jaringan Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang, klien dapat menunjukkan mekanisme koping spesifik untuk nyeri dan metode untuk mengontrol nyeri secara benar, Intervensi : Kaji nyeri klien dengan menggunakan pendekatan PQRST Kaji kembali faktor yang menurunkan toleransi nyeri Kurangi atau hilangkan faktor yang meningkatkan pengalaman nyeri. Sampaikan pada klien penerimaan perawat tentang responnya terhadap nyeri; akui adanya nyeri, dengarkan dan perhatikan klien saat mengungkapkan nyerinya, sampaikan bahwa mengkaji nyerinya bertujuan untuk lebih memahaminya. Beri informasi atau penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab rasa nyeri. Diskusikan dengan klien tentang penggunaan terapi distraksi relaksasi, imajinasi, dan ajarkan teknik/metode yang dipilih. Jaga kebersihan dan kenyamanan lingkungan sekitar klien. Kolaborasikan dengan tim medis untuk pemberian analgesic Kompres dingin Pantau tanda-tanda vital Kaji kembali respons klien terhadap tindakan penurunan rasa sakit/nyeri.
Gangguan citra tubuh/gambaran diri yang berhubungan dengan perubahan penampilan, sekunder akibat penyakit herpes simplex. Tujuan : Klien mengatakan dan menunjukkan penerimaan atas penampilannya. Klien menunjukkan keinginan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Melakukan pola-pola penanggulangan yang baru. Intervensi : Ciptakan hubungan saling percaya antara klien-perawat. Dorong klien untuk menyatakan perasaannya, terutama tentang cara ia merasakan, berfikir, atau memandang dirinya. Hindari mengkritik Jaga privasi dan lingkungan individu Berikan informasi yang dapat dipercaya dan perjelas informasi yang telah diberikan. Tingkatkan interaksi sosial.Dorong klien untuk melakukan aktivitas Dorong klien dan keluarga untuk menerima keadaan. Beri kesempatan klien untuk berbagi pengalaman dengan orang lain. Lakukan diskusi tentang pentingnya mengkomunikasikan penilaian klien dan oentingnya sistem daya dukungan bagi mereka Dorong klien untuk berbagi rasa, masalah, kekuatiran, dan persepsinya.
Resiko penularan infeksi yang berhubungan dengan pemajanan melalui kontak (langsung, tidak langsung, kontak droplet). Tujuan : Klien menyebutkan perlunya isolasi sampai ia tidak lagi menularkan infeksi. Intervensi : Jelaskan tentang penyakit herpes simpleks, penyebab, cara penularan, dan akibat yang ditimbulkan. Anjurkan klien untuk menghentikan kegitan hubungan seksual selama sakit dan jika perlu menggunakan kondom. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan kegiatan seksual dengan satu orang (satu sama lain saling setia) dan pasangan yang tidak terinfeksi (hubungan seks yang sehat). Lakukan tindakan pencegahan yang sesuai : o Cuci tangan sebelum dan sesudah ke semua klien atau kontak dengan specimen. o Gunakan sarung tangan setiap kali melakukan kontak langsung dengan klien. o Anjurkan klien dan keluarga untuk memisahkan alat-alat mandi klien, dan tidak menggunaknnya bersama (handuk, pakaian, baju dalam, dll). o Kurangi transfer pathogen dengan cara mengisolasi klien selama sakit (karena penyakit ini disebabkan oleh virus yang dapat menular melalui udara)
What Is Dermatitis ?
Dermatitis is the inflammation of the skin caused by factors such as: Allergies Irritants Ultraviolet light Foods Medications Hereditary
Types of Dermatitis
SEBRORRHEIC DERMATITIS
is often found on the oily areas of the body, including the upper chest, back, and face. It also can be on the scalp as dandruff.
of the skin to physical, chemical or biologic agents.it can be primary irrititant (strong acids, alkalis detergents) or allergic (nickel, rubber, plants and topical medications).
ATOPIC DERMATITIS
It is a chronic condition, meaning that it flares up over and over. People suffering from atopic dermatitis may have periods of clear skin and periods of flare-ups, or they may have constant dermatitis. History of asthma or allergic rhinnitis
Atopic dermatitis
Contact dermatitis
Seborrhoic dermatitis
Etiologi
Penyebab belum diketahui dengan pasti, beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab adalah: 1. Alergi obat secara sistemik a. Penisilline dan semisentetiknya b. Sthreptomicine c. Sulfonamida d. Tetrasiklin e. Anti piretik atau analgesik (derifat, salisil/pirazolon, metamizol, metampiron dan paracetamol) f. Kloepromazin g. Karbamazepin h. Kirin Antipirin i. Tegretol 2. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit) 3. Neoplasma dan faktor endokrin 4. Faktor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X) 5. Makanan
Manifestasi klinis
Diawali dengan rasa gatal dan terbakar pada konjungtiva, demam, batuk, nyeri tenggorokan, sakit kepala, malaise, dan myalgia. Serangan eritema yg cepat di kulit dan membran mukosa, mukosa oral, konjungtiva dan genitalia. Pada kasus yg berat dpt mengenai mukosa laring, bronkus dan esofagus Komplikasi sepsis dan keratokonjungtivitis
Manifestasi klinis
1. Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%). Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan mata. Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtifitis kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis purulen, perdarahan, ulkus korena, iritis dan iridosiklitis.
2.
3.
Patogenesis
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi Hipersensitif tipe III Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000: 72). Reaksi Hipersensitif Tipe IV Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya.
penatalaksanaan
Obat-obatan yg tidak esensial dihentikan Kultur jaringan untuk menentukan organisme patogen Pasang infus Kortikosteroid Lindungi kulit dengan topikal agents (antibacterial dan anasthetis) Bila diperlukan antibiotik yang jarang menyebabkan alergi (gentamisin)
Diagnosa keperawatan
Kerusakan integritas kulit (oral, mata, kulit) bd kerusakan epidermal Defisit volume cairan dan elektrolit bd kehilangan cairan melalui kulit g terbuka Hipotermia bd kehilangan panas sekunder skin loss Nyeri akut bd kulit yang terkelupas, lesi oral dan infeksi Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan bd kesulitan menelan
intervensi
Mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa Pertahankan keseimbangan cairan Cegah hipotermia Atasi nyeri Monitor dan kelola resiko komplikasi