Anda di halaman 1dari 9

ADINDA PUTRI UTAMI

202010101048

]
H5N1
a) Struktur virus influenza:
o Merupakan virus dgn materi genetik ssRNA, dibagi menjadi 4: Tipe A, B, C,
&D
o protein yang dimiliki virus Influenza Tipe A dibagi menjadi 2:
 Protein Hemagglutinin (H): sub tipe H1 – H18
 Protein Neuraminidase (N): sub tipe N1 – N11
 Avian InfluenzaH5N1

b) Epidemiologi:
 Di Indonesia, kasus infeksi H5N1 pada burung dilaporkan pertama kali tahun
2003, sedangkan pada manusia pada tahun 2005 sebanyak 200 kasus, dengan
168 kematian (CFR 84%). 
 Menurut catatan WHO wilayah Pasifik Barat per 31 Maret 2022, adalah
sebanyak 239 kasus infeksi manusia dengan virus H5N1 sejak Januari
2003 ,dengan kasus fatal mencapai 134 kasus, sehingga case fatality
rate (CFR) mencapai 56%. 
c) Faktor Resiko:
Masa inkubasi virus : ≤7 hari. Sedangkan, transmisi dari manusia ke manusia
umumnya 3‒5 hari. Beberapa faktor risiko tertular virus flu burung, antara lain:
 Riwayat bepergian ke daerah dengan penyakit flu burung yang telah
didokumentasikan pada unggas, burung liar, dan atau manusia dalam 2
minggu terakhir
 Memiliki riwayat paparan langsung seperti menyembelih, membersihkan
bulu, atau mempersiapkan konsumsi unggas yang tampak sakit atau mati
 Konsumsi unggas mentah atau tidak dimasak sempurna
 Kontak (jarak sekitar 2 meter) dengan hewan yang terkonfirmasi
terinfeksi virus flu burung selain unggas atau burung liar, seperti kucing
atau anjing
 Kontak (jarak sekitar 2 meter) dengan seseorang yang dirawat di rumah
sakit atau meninggal karena penyakit pernapasan berat yang tidak dapat
dijelaskan
 Kontak terhadap orang yang kemungkinan atau terkonfirmasi terinfeksi
virus flu burung
 Petugas kesehatan yang merawat pasien terinfeksi virus flu burung
 Petugas laboratorium yang bekerja dengan virus hidup avian influenza
d) Life cycle:
e) Patofisiologi

f) Diagnosis:
 Manifestasi klinis:
 ILI (Influenza Like-Illness), demam tinggi, pneumonia, nyeri dada,
sesak napas, diare, mual muntah, nyeri abdomen, perdarahan dari
hidung/gusi, dpt menyerupai DHF atau infeksi virus lain yg tidak
spesifik
 Paling sering pada hari ke-5  Gejala LRT: Sesak napas, suara serak,
ronchi, produksi sputum biasanya disertai bercak darah
 Klasifikasi Pasien:

g) Derajat Keparahan:
 Grade I: AI tanpa pneumonia
 Grade II: AI dgn pneumonia sedang, tnp gagal napas
 Grade III: AI dgn pneumonia berat dan ARDS
 Grade IV: AI dgn ARDS dan Multiple Organ Failure
h) Tatalaksana:
1. Fasilitas Isolasi:
 petugas harus mematuhi universal precaution dan memakai APD
(disarankan level 3)
 Jika memungkinkan, pasien dirawat pada ruang khusus bertekanan
negatif (HEPA filter)
2. Terapi Oksigen
Menjaga saturasi oksigen > 90% Awal: Non Invasive PPV  2 jam tdk
membaik  IPPV Disarankan Invasif Positive Pressure Ventilation (IPPV)
dengan Endotracheal tube ataupun tracheostomy
3. Terapi Medikamentosa
 Antivirus:Oseltamivir
 Dewasa: 2 x 75mg oral, selama 5 hari - Anak > 1 tahun: 2
mg/KgBB, selama 5 hari
 Pneumonia berat: 2 kali dosis & waktu + Amantadine
 Resisten Oseltamivir: DoC nya adalah Zanamivir
 Antibiotik:
 Jika ditemui pneumonia + dipastikan co-infection bacterial
antibiotik sesuai CAP
 Antipiretik:
 Direkomendasikan paracetamol
 Hindari penggunaan aspirin pd pasien < 18 tahun karena
berisiko sindrom reye
 Kortikosteroid
Masih kontroversi karena bertujuan menurunkan imun .Dipakai jika
sudah ARDS menurunkan inflamasi .Tapi tetap tidak jelas manfaat
klinisnya
 Immunoglobulin intravena(IVIG)
Hanya direkomendasikan jika terbukti ada Haemophagocytosis,
ditandai: Demam tinggi, Splenomegali, Bisitopenia,
Hipertrigliseridemia, Hipofibrinogenemia
4. Terapi Penunjang:
Resusitasi cairan, Vasopressor, Inotropik, Kontrol glukosa darah, Renal
Replacement therapy
5. Pertimbangan Khusus:
 Kehamilan > 36 minggu: terminasi kehamilan + antivirus
 Kehamilan < 36 minggu: antivirus meski berisiko janin mati
HSV
1) Struktur virus HSV
o berukuran besar, berkapsul, dengan selaput nukleus icosahedral, mengandung
162 kapsomer dengan inti asam deoksiribonukleat (DNA).
o Genom virus terdiri atas dua komponen untuk berikatan yaitu komponen L
(panjang) dan S (pendek). Masing-masing komponen dapat berikatan satu
sama lain membentuk empat isomer. Setiap HSV mengandung salah satu dari
keempat isomer tersebut dan masing masing isomer tersebut memiliki
virulensi yang sama terhadap sel penjamu.
o Asam deoksiribonukleat HSV tipe 1 dan 2 umumnya kolinear
o genom kedua virus ini adalah homolog
o Glikoprotein-glikoprotein pada permukaan HSV sebagai perantara perlekatan
dan penetrasinya ke dalam sel penjamu sehingga menrangsang respon imun.

2) Penularan :
melalui kontak langsung dengan pengidap seperti:
 Berhubungan intim atau hubungan seksual tanpa pengaman.
 Melakukan oral seks dengan seseorang yang telah mengalami gejala
herpes (luka di wajah atau daerah kelamin).
 Seorang Ibu penderita herpes yang sedang melakukan proses persalinan.
3) Epidemiologi:
4) Etiologi:
Penyakit ini disebabkan oleh virus HSV (Herpes Simplex Virus). Terdapat 8 jenis
virus yang dapat menyebabkan seseorang terinfeksi. Namun umumnya ada 2 jenis
virus HSV  yang paling banyak menyerang:
 HSV-1 Virus ini yang menyerang daerah oral. Menyebabkan luka atau
benjolan di sekitar mulut dan wajah.  
 HSV-2 Virus HSV ini yang termasuk dalam golongan genital atau
kelamin, dan biasanya muncul di area kelamin bagian luar atau sekitar
anus.
5) Patofisiologi:

6) Gambaran klinis :
Bentuk klinis dapat berupa :
Episode infeksi primer,Episode infeksi rekuren , Asimtomatik.
a. Infeksi Primer
 Vesikel-vesikel berkelompok pada dasar yang eritem → lesi
pustuler/ ulserasi → krusta. Gejala sistemik seperti demam,
malaise, dan gejala toksik akut dapat menyertai timbulnya lesi,
terutama pada infeksi primer.
 Lesi VHS cenderung kambuh dekat lokasi yang sama dengan
distribusi saraf sensoris. Setelah infeksi primer, virus dapat laten
selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
 70-90% infeksi VHS-2 timbul di bawah pinggang.
b. Infeksi Recurent
 Rekuren herpes genitalis hampir seluruhnya disebabkan oleh VHS-
2.
 Gejala klinik infeksi rekuren lebih ringan dan sering diikuti gejala
prodromal nyeri, gatal, kesemutan, terbakar atau parestesia.

c. Infeksi VHS-2 pada kehamilan


 Infeksi VHS-2 pada kehamilan membahayakan janin.
 Manifestasi klinik infeksi HSV pada neonatus pada awal dua
minggu kehidupan. Angka kematian tinggi(>80%) jika tidak
diobati.
 Klinik : pada kulit, mukosa, atau infeksi mata ke ensefalitis,
pneumonitis, infeksi diseminata, dan berakhir dengan kematian.
 Faktor yang meningkatkan risiko penularan dari ibu ke bayi yaitu :
o Tipe infeksi genital pada saat persalinan (risiko tinggi pada
infeksi primer aktif)
o Pecahnya ketuban yang lama
o Persalinan pervaginam
o Tidak adanya antibodi transplasental
7) Diagnosis:
 Anamnesis gejala, Riwayat aktivitas , Riwayat Kesehatan
 Pemeriksaan fisik demam, jenis ruam kulit yang timbul, dan pola
penyebaran ruam tersebut.
 Pemeriksaan penunjang:
o Kultur virus dari vesikel kulit Deteksi dan penentuan tipe
HSV
o PCR Deteksi DNA HSV
o Tes Tzank adanya sel raksasa multinuklear (tidak spesifik
untuk penentuan tipe virus).
o Tes fluoresensi antibodi direk  mendeteksi antibodi terhadap
virus herpes
o Analisa serologis untuk konfirmasi infeksi asimtomatik.
o Enzyme-linked i»ununosorbent assays (ELISA).
o Western blot sangat sensitif dan spesifik tersedia untuk tujuan
penelitian
o Pemeriksaan histopatologik
Menunjukkan degenerasi balon dan degenerasi retikular
epidermis, akantosis, dan vesikel intraepidermal. Badan inklusi
intranuklear, keratinosit raksasa multinuklear, dan vesikel
multilokulardapat juga dijumpai

8) Tatalaksana:
 Asimtomatis : analgetik, kompres
 Antivirus :
Asiklovir 5 x 200 mg/hari, per oral selama 7 hari
Valasiklovir 2 x 500 mg / hari, per oral selama 7 hari
 Anjuran :
Abstinensia bila ada lesi atau
Dengan pemakaian kondom

Anda mungkin juga menyukai