Anda di halaman 1dari 11

HUKUM AGRARIA

(Pertemuan Kedua)

oleh: Anggi Pebrianti, SH, M. Kn.-

Materi Hukum Agraria (semester IV)


1.

Kuliah Pembukaan

2.

Pengertian, Ruang Lingkup, Sejarah Hukum Agraria sebelum Undangundang Nomor 5 Tahun 1950 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan
perkembangannya di Indonesia

3.

Hak- Hak atas Tanah dan kewenangan serta kewajiban pemegang hak atas
tanah

4.

Konversi hak atas tanah

5.

Pendaftaran tanah dan pendaftaran hak atas tanah serta publikasi


pendaftaran tanah

6.

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

7.

UTS

8.

Pemberian dan Perolehan Hak atas tanah

9.

Hak Tanggungan

10.

Satuan Rumah Susun

11.

Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk kepentingan umum

12.

Pencabutan Hak atas Tanah

13.

Landreform

14.

Penatagunaan tanah, pemanfataan tanah kosong dan penertiban,


pendayagunaan serta tindakan terhadap tanah terlantar

15.

Aspek-aspek Religus dalam hukum agraria nasional dan review materi


perkuliahan guna persiapan UAS

16.

UAS

A. Pengertian dan Ruang


Lingkup Hukum Agraria
Hukum Agraria terdiri dari dua kata,
yaitu Hukum dan Agraria.

Hukum adalah norma, kaidah,


atau peraturan baik tertulis
maupun tidak tertulis yang
berlaku dalam masyarakat,
untuk memelihara ketertiban,
keseimbangan dan keserasian
berbagai kepentingan dalam
kehidupan bermasyarakat

Agraria berasal dari kata


ager (latin), akker
(Belanda), Agros
(Yunani) yang berarti
sebidang tanah

Dalam arti sempit agraria adalah hukum yang mengatur


hubungan manusia dengan tanah pada umumnya, sedangkan
dalam arti luas adalah yang kita simpulkan dari Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (Selanjutnya
disebut UUPA dalam Powerpoint ini)

Ruang lingkup pengertian Agraria menurut Undang-undang


adalah bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya (Pasal 1 UUPA) dan disebutkan pula pada
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.-

Ruang lingkup Hukum Agraria meliputi: Hukum Tanah, Hukum Air,


Hukum Kehutanan, Hukum Pertambangan/Bahan Galian, Hukum
Perikanan, dan Hukum Ruang Angkasa

Hukum

tanah sebagian dari hukum agraria, yaitu


hukum yang mengatur hak-hak dan kewajibankewajibans ubyek hukum orang atau badan hukum
atas tanah, cara memperoleh, penyelenggaraan serta
berakhir atau hapusnya hak dan kewajiban atas tanas

B. Corak Hukum Agraria


sebelum lahirnya UUPA

Sebelumnya dibentuknya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


Pokok-Pokok Agraria, diberlakukan hukum yang tertulis dan sebagian
merupakan hukum tidak tertulis.

Hukum yang tertulis merupakan aturan atau kaidah yang bersumber dari
hukum agraria barat yang tersebar dalam perundang-undangan
pemerintah kolonial belanda, sedangkan sebagaian hukum yang tidak
tertulis bersumber pada hukum adat Indonesia sehingga dikatakan
memiliki sifat Dualistis dan pluralistis (beraneka ragam)

1.

Hak-hak atas tanah menurut hukum agraria barat

Hak-hak atas tanah menurut hukum agraria barat, berlaku bagi golongan
Eropa dan yang dipersamakan, diatur dalam BW (Burgerlijk Wekboek)
atau disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, antara lain sebagai
berikut:
a. Eigendomrechts (hak Milik Mutlak)
b. Opstal (Sejenis Hak Guna Bangunan)
c. Erfpacht (sejenis Hak Guna Usaha)
d. Vruchtgebruik (Hak Pakai)

2.

Selain itu ada juga hak milik bagi orang Indonesia asli yang disebut
Agrarisch Eigendomrecht (hak Milik agraria), Hak milik ini diatur
dalam stbl.1872 no 117.
Hak-Hak atas tanah Menurut Hukum Adat
Beberapa hak perseorangan atas tanah memuat hukum adat
adalah:
1. Hak membuka hutan (Ontginningsrecht)
2. Hak milik (Inlands Bezitrecht)
3. Hak Pungut Hasil (Genotrecht)
4. Hak wenang pilih (Voorkeurrecht)
5. Hak Wenang Beli (Naastingsrecht)
6. Hak Pakai (Gebruikrecht)
7. Hak sewa (Hurrecht)

C. Politik Agraria masa Kolonial

Sebelum sampai dengan tahun 1870

a.

Zaman VOC: tidak mengubah struktur penguasaan dan pemilikan tanah

b.

Zaman Daendels: awal dari perubahan struktur penguasaan dan pemilikan atas
tanah

c.

Zaman Raffles: semua tanah dibawah kekuasaan government disebut eigendom


government

d.

Zaman Culturstelsel: Pemaksaan penduduk bangsa Indonesia untuk menanam


tanaman tertentu

Sesudah tahun 1870

Dikeluarkannya Agrarisch Wet pada tahun 1870 yang merupakan pokok penting
dalam hukum agraria

Sesudah tahun 1942

Periode kacau dibidang pemerintahan mengakibatkan kebijakan pemanfaatan


tanah dan penguasaan tanah tidak tertib

Tujuan usaha menunjang kepentingan Jepang

Kerusakan fisik tanah akibat politik bumi hangus dan penggunaan tanah yang
melampaui batas kemampuan.

D. Hukum Agraria pada Masa


Kemerdekaan sampai dengan Tahun 1960

Sejak pengakuan Kedaulatan Indonesia, pemerintah mulai menata


kembali pendudukan tanah-tanah oleh rakyat dengan melakukan
sebagai berikut:

1.

Mendata kembali berapa luas tanah dan jumlah penduduk yang


mengusahakan tanah-tanah perkebunan untuk usaha pertanian

2.

Pendudukan tanah perkebunan yang hampir dialami oleh semua


perusahaan perkebunan lambat laun akan menghambat usaha
pembangunan kembali suatu cabang produksi yang penting bagi
negera serta memperlambat pesatnya kemajuan produksi bahanbahan hasil perkebunan yang sangat diperlukan sebagian tanah
perkebunan terletak didaerah pegunungan sehingga tidak cocok
untuk usaha pertanian, untuk itu perlu ditertibkan

3.

Pemakaian tanah-tanah perkebunan yang berlokasi didaerah


pegunungan tersebut dikuatirkan akan menimbulkan bahya erosi
dan penyerapan air

4.

Pemakaian tanah-tanah oleh rakyat dibeberapa daerah


menimbulakn ketegangan yang membahayakan keamanan dan
ketertiban

E. Penyusunan UUPA

Penyusunan UUPA telah dimulai pada tahun 1948, hal ini


tampak dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden Nomor
16 Tanggal 21 Mei 1948. Berdasarkan Penetapan Presiden
tersebut, dibentuklah suatu panitia Agraria yang
berkedudukan di Ibukota Negara Indonesia pada waktu itu
di Yogyakarta.
1.Panitia
Yogyakarta

3.Panitia
Soewahjo

2. Panitia
Jakarta

4.
Rancangan
Soenarjo

5.
Rancangan
Sadjarwo

F. Tujuan dan Dasar-Dasar


Hukum Agraria Nasional

Hukum Agraria baru diharapkan menganti hukum agraria


yang sebelumnya, yang mana hukum agraria yang baru
harus bersifat nasional (unifikasi), menghilangkan sifat
dualistis dan pluralistis bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tujuan hukum agraria nasional yang tertuang dalam UUPA:


1. Meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria
nasional, yang merupakan alat untuk membawa
kemakmuran, kebahagian, keadilan bagi negara dan rakyat,
dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur
2. meletakan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan dalam hukum agraria
3. meletakan dasar-dasar untuk memberikan kepastian
hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat
Indonesia

Dasar-Dasar
Hukum
Agraria
Nasional

Pertama: Dasar Kenasionalan


(1). Bumi, air dan Ruang Angkasa
(2). Dasar atau asas Penguasaan oleh
Negara
(3).Dasar pengakuan Hak Ulayat
(4). Dasar semua Hak atas Tanah
Mempunyai Fungsi Sosial
(5). Dasar atau Asas yang menyatakan
hanya WNI yang dapat mempunyai Hak
atas Tanah
(6).Dasar atau Asas yang menyatakan
Persamaan bagi setiap WNI
(7). Dasar atau Asas Landreform
(8).Dasar atau Asas Rencana Penggunaan
Tanah

Kedua:
Dasar
Kesatuan
Kesederhanaan Hukum

Ketiga: Dasar Kepastian Hukum

dan

Anda mungkin juga menyukai