Bentuk Stakeholder.
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu,
stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu:
a. Stakeholder Utama (Primer) Stakeholder utama merupakan stakeholder yang
memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan
proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan
keputusan.
Contohnya :
Masyarakat dan tokoh masyarakat, masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni
masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena
dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari
proyek ini. Sedangkan tokoh masyarakat adalah anggota masyarakat yang oleh
masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi
masyarakat. Di sisi lain, stakeholders utama adalah juga pihak manajer Publik yakni
lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi
suatu keputusan.
c. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki
kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan.
Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai
levelnya, legislatif dan instansi. Stakeholder kunci untuk suatu
keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
Yang termasuk dalam stakeholder kunci yaitu :
Pemerintah Kabupaten
DPR Kabupaten
Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh
manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara
cepat. Namun, stereotipe dapat berupa prasangka positif dan juga negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan
untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif.
Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya
dikarang-karang. Berbagai disiplin ilmu memiliki pendapat yang berbeda mengenai asal mula stereotipe:
psikolog menekankan pada pengalaman dengan suatu kelompok, pola komunikasi tentang kelompok tersebut,
dan konflik antarkelompok. Sosiolog menekankan pada hubungan di antara kelompok dan posisi kelompokkelompok dalam tatanan sosial. Para humanis berorientasi psikoanalisis (mis. Sander Gilman) menekankan
bahwa stereotipe secara definisi tidak pernah akurat, namun merupakan penonjolan ketakutan seseorang
kepada orang lainnya, tanpa mempedulikan kenyataan yang sebenarnya. Walaupun jarang sekali stereotipe itu
sepenuhnya akurat, namun beberapa penelitian statistik menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus stereotipe
sesuai dengan fakta terukur. PRASANGKA (Prejudice). Secara terminologi, prasangka (prejudice) merupakan
kata yang berasal dari bahasa Latin.Prae berarti sebelum dan Judicium berarti keputusan (Hogg, 2002).
Prasangka adalah sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang semata-mata didasarkan
pada keanggotaan mereka dalam kelompok (Baron & Byrne, 1991).
John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori.
Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
berkenaan dengan kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang dijadikan
pedoman korporasi yang bersangkutan.
Mekanisme pengawasan tersebut berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan dari monitoring dan evaluasi yang
dilakukan sebelumnya. Monitoring da evaluasi terhadap tingkah laku anggota suatu perusahaan atau organisasi
pada dasarnya harus dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan secara berkesinambugan. Monitoring yang
dilakuka sifatnya berjangka pendek sedangkan evaluasi terhadap tingkah laku anggota perusahaan berkaitan
dengan kebudayaan yang berlaku dilakukan dalam jangka panjang.
Hal dari evaluasi tersebut menjadi audit sosial.Pengawasa terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada
dasarnya untuk menciptakan kinerja karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses
berjalannya perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai peran yang sesuai
dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya perusahaan yang bersangkutan. Oleh karena
itu, untuk mendeteksi apakah budaya perusaaan telah menjadi bagian dalam pengetahuan budaya para
karyawannya dilakukan audit sosal dan sekaligus merencanakan apa aja yang harus dilakukan oleh perusahaan
untuk menguatkan nilai-nilai yang ada agar para karyawan sebagai anggota perusahaan tidak memunculkan
pengetahuan budaya yang dimilikinya di luar lingkungan perusahaan.
Dalam kehdupan komunitas atau komunitas secara umum, mekanismne pengawasan terhadap tindakan anggotaanggota komunitas biasanya berupa larangan-larangan dan sanksi-sanksi sosial yang terimplementasi di dalam
atura adat. Sehingga tam[pak bahwa kebudayaan menjadi sebuah pedoman bagi berjalannya sebuah proses
kehidupan komunitas atau komunitas. Tindaka karyawan berkenaan dengan perannya dalam pranata sosial
perusahaan dapat menen tukan keberlangsungan aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA
org/wiki/Stereotipe
https://id.wikipedia.org/wiki/Stigma_sosial
https://id.wikipedia.org/wiki/Prasangka
http://widiandroid.blogspot.co.id/2012/10/tanggung-jawab-sosi
al-perusahaan.html
http://iqbal-sikumbang.blogspot.co.id/2012/11/bab-5-tanggungjawab-sosial-perusahaan.html
http://fayua.blogspot.co.id/2012/10/tanggung-jawab-sosial.html
http://notcupz.blogspot.co.id/2011/06/tanggung-jawab-sosial-p
erusahaan.html
http://sitinukomalasarioktaviani.blogspot.co.id/2015/12/hubu