Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN

DRIYARKARA

Resti Rachmadani

(13144600260)

Nur Wahyuningsih

(13144600262

Faridatun Sholihah

(13144600278)

A7-13

Riwayat Nicolaus Driyarkara


Nicolaus Driyarkara dilahirkan di Pegunungan Menoreh, tepatnya di Desa Kedunggubah
(kurang lebih 8 km sebelah timur Purworejo, Kedu), Jawa Tengah, pada 13 Juni 1913. Ia
diberi nama Soehirman, tetapi biasa dipanggil Djenthu yang berarti kekar dan gemuk. Baru
waktu masuk Girisonta tahun 1935, ketika memulai hidup baru dalam Serikat Jesus, ia
mengambil nama Driyarkara. Ia dilahirkan sebagai anak bungsu dari keluarga Atmasendjaja.
Driyarkara memiliki seorang kakak laki-laki dan dua orang kakak perempuan.
Pada 11 Februari 1967, Driyarkara dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya dan dimakamkan di
Tanah Abang, Jakarta. Beberapa tahun kemudian jasad Driyarkara dipindahkan ke Girisonta
di Desa Karangjati dekat kota kecil Ungaran, di Jawa Tengah dan dimakamkan kembali di
antara-rekan-rekan Jesuit lainnya. Di sana pada tahun 1935, ia memulai hidupnya sebagai
novis atau semacam cantrik selama dua tahun, menjalani latihan-latihan dan mengalami
tempaan-tempaan. Setelah lulus dari latihan dan tempaan ini ia secara resmi dinyatakan
menjadi anggota Serikat Jesus atau Jesuit. Ia datang dalam kesederhanaan dan kembali
untuk menetap selama-lamanya dalam kesederhanaan pula.

Pemikiran Driyarkara tentang Pendidikan


Driyarkara mengusulkan agar sejak pendidikan dasar sampai
tingkat selanjutnya tidak diberlakukan adanya diskriminasi yang
merendahkan martabat pribumi. Driyarkara menginginkan sistem
pendidikan nasional yang adil yang memperlakukan setiap peserta
didik sebagai manusia yang bermartabat.
Rumusan hakikat pendidikan Driyarkara secara sepintas dapat
dikategorikan sebagai rumusan klasik. Esensi rumusan klasik ini
terkait dengan tujuan pendidikan yang menyatakan terbentuknya
manusia dewasa susila. Tujuan pendidikan umum ini bermakna
positif karena menandaskan segi personalistik pendidikan.

Pendidikan adalah Kegiatan


Fundamental
Pendidikan adalah kegiatan yang fundamental atau asasi dalam
kehidupan manusia. Kehidupan dan pendidikan merupakan dua konsep
yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan bukan suatu tindakan yang dapat
dipisahkan dengan hidup bersama. Kegiatan mendidik tidak dapat
dipahami lepas dari bersama dengan sesama.
Menurut Driyarakara, perbuatan fundamental terkait dengan
perbuatan yang menyentuh akar kehidupan sehingga mengubah dan
menentukan hidup manusia. Sikap fundamental mengubah, menentukan,
membangun hidup manusia, baik hidupnya sendiri maupun hidup sesama.

Kesatuan Tritunggal Bapak-IbuAnak


Pendidikan dalam keluarga dapat didefinisikan sebagai
hidup bersama dalam kesatuan tritunggal bapak-ibu-anak,
dimana terjadi pemanusiaan anak, dengan mana dia berproses
untuk akhirnya memanusiakan sendiri sebagai manusia
purnawan.
Peran orang tua sangat besar dalam proses hominisasi dan
humanisasi seorang anak. Dari pengalaman hidup nyata, peran
orang tua yang sungguh mencintai anak mereka, sangat
menentukan penghayatan karakter anak-anak mereka.

Peran Sekolah dalam Pembentukan


Karakter Anak
Peran pendidikan sekolah juga sangat penting dalam ikut
mengembangkan karakter anak. Guru sangat berperan dalam pendidikan di
sekolah formal. Dalam pengertian Driyarkara, pendidikan di sekolah juga
akan berjalan baik, bila guru memang punya perhatian dan cinta seperti
orang tua.
Driyarkara juga menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses
pembudayaan. Orang muda dibantu untuk masuk budaya yang baik
sehingga berkembang menjadi pribadi yang berbudaya, yang dapat
menghargai orang lain, hidup bersama orang lain, dan juga melakukan nilainilai baik yang disadarinya

Pendidikan Sebagai Proses


Hominisasi dan Humanisasi
Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda (homanisasi).
Manusia muda perlu dibantu sedemikian rupa sehingga ia bisa
berdiri,bergerak, bersikap, bertindak, dan berpikir sebagai
manusia yang rasional; serta dibimbing dan diteladani supaya
menjadi homo yang human (manusia yang manusiawi), yakni manusia
yang berakhlak dan berbudaya lebih tinggi (humanisasi).
Proses homonisasi (pemanusiaan) bertujuan membantu manusia
muda menjadi tahu dan mau bertindak sebagai manusia.
Proses
humanisasi
(pemanusiawian)
membudayakan hati dan budaya manusia.

bertujuan

untuk

Gagasan Driyarkara tentang pendidikan sebagai pemanusiaan


manusia muda lewat proses hominisasi dan humanisasi dengan jelas
menegaskan esensi pendidikan sebagi suatu aktivitas yang harus
membantu perkembangan manusia muda untuk tidak menjadi insan
individualistis (hanya memikirkan kepentingan diri sendiri) melainkan
insan yang humanis.
Jadi pendidikan sebagai proses hominisasi, humanisasi dan divisinasi
merupakan proses untuk memfasilitasi manusia muda agar memiliki
kesatuan diantara budi (competece) dan hati (conscience) untuk dapat
merasakan keperihatian orang lain (compassion) sebagai keprihatian
Allah sendiri.

Hakikat Manusia dan Implikasinya


terhadap Pendidikan
1.Manusia
pendidikan

sebagai

makluk

jasmani-rohani

dan

implikasi

pada

Driyarkara berpandangan bahwa manusia jasmani sekaligus makhluk


rohani. Sifat jasmani dan rohani ini tampak jelas bahwa manusia itu
berbadan dan sekaligus berjiwa. Hakikat manusia yang berjiwa memberi
fokus pada cipta, rasa, karsa.
Integrasi manusia sebagai bhineka tunggal ika yaitu jasmani-rohani
ini akan berimplikasi pada guru dan praktik pendidikan dalam memandang
manusia.

2. Manusia sebagai makhluk individual-sosial dan implikasinya bagi pendidikan

Setiap manusia sebagai individu adalah pribadi yang berdiri sendiri yang
unik yang mempunyai ciri atau identitias yang berbeda dengan manausia lain.
Berdiri sendiri maksudnya adalah tidak dapat lebur dalam keterkaitannya dengan
yang lain.
Masing-masing manusia sebagai aku atau orang perorangan memang bisa
berdiri-sendri tidak tergantung dengan yang lain, tetapi justru pemenuhan diri
sebagai manusia seutuhnya baru berkembang dan mendapat pemenuhan jika
manusia per orang ini ada bersama aku-aku yang lain (to exist ia always to
coexist).
Pandangan manusia sebagai makhluk individu-sosial berimplikasi dalam
pendidikan, untuk itu peserta didik perlu dibantu untuk menyadari kewajiban dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara serta dibantu mempersiapkan diri
sebaik-baiknya untuk dapat memberi darma baktinya bagi kepentingan bangsa dan
negaranya. Semangat nasionalisme, cinta pada tanah air, bela negara memang
pantas ditumbuhkan dalam diri peserta didik.

3. Manusia sebagai makhluk menyejarah dan implikasinya pada


pendidikan
Secara hakiki manusia memiliki kesejarahannya masing-masing,
sehingga tidak ada satu pun manusia di dunia ini yang memiliki masa
lalu, masa kini, dan masa yang akan datang sama dengan manusia lain.
Implikasi manusia yang menyejarah bagi pendidikan dapat
diuraikan sebagai berikut.
Pendidikan dikembangkan mendasarkan pada fakta-fakta masa
lalu, baik perseorang mau pun sebagai bangsa dari peserta didik,
Pendidikan berkaitan dengan kebebasan eksistensial,
Perlunya pendidikan
peserta didik.

mengacu

pada

dinamika

perkembangan

4. Manusia adalah makhluk bebas dan implikasinya pada pendidikan


Pandangan Driyarkara tentang manusia sebagai makhluk bebas dikaitkan
dengan pandangan eksistensi manusia. Manusia sebagai makhluk bebas
diartikan sebagai manusia adalah merdeka. Driyarkara mengatakan merdeka
memiliki dua anasir, yaitu anasir pikiran dan anasir kemauan.
Pandangan manusia sebagai makhluk bebas memiliki implikasi dalam
pendidikan juga disampaikan oleh sebagai berikut:
Tujuan akhir pendidikan adalah kebebasan,
Peserta didik adalah subjek pendidikan,
Pandangan manusia sebagai makhluk bebas akan berimplikasi pada
praksis pendidikan.

TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai