Anda di halaman 1dari 27

Metode Titrasi Bebas

Air
Nurul Khasanah (1501034)
Idhadi Putra (1501021)
Muhammad Haikal(1501031)
Sherina Putri (1501043)
Siti Nurjanah (1501046)
Yoni Ardiani Edra (1501056)
Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui
kadar suatu senyawa dalam sampel. berbeda
dengan analisa kualitatif hanya melihat senyawa
yang terkandung dalam sampel. contoh dari analisis
kuantitatif ini adalah titrasi.
Titrasi adalah sebuah metode yang digunakan untuk
menentukan konsentrasi suatu larutan.

Caranya adalah dengan menetesi (menambahi sedikit-sedikit)


larutan yang akan dicari konsentrasinya (analit) dengan sebuah
larutan hasil standarisasi yang sudah diketahui konsentrasi dan
volumenya.
DEFINISI TITRASI BEBAS AIR

Titrasi bebas air adalah suatu titrasi yang tidak


mengunakan air sebagai pelarut, tetapi digunakan
pelarut organik.

Titrasi ini dilakukan pada zat asam atau basa lemah.


Air sebagai medium/pelarut dalam titrasi bersifat amfoter. Dengan
asam bersifat basa dan dengan basa bersifat asam dengan ka=10-7.
dengan demikian terjadi kompetisi dari H+ asal asam dalam bereaksi
dengan OH-. Begitu juga sebaliknya pada titrasi basa dengan asam,
terjadi kompetisi OH- dari air dan OH- dari basa untuk bereaksi H+.

Jadi jelas bahwa asam/basa lemah (pka/pkb>6) tidak dapat dititrasi


dalam pelarut air sebab air menyaingi sifat asam atau basa dari
sampel. Oleh karena itu pelarut air diganti. Untuk titrasi asam lemah
dipakai pelarut yang relative basa dan titrasi basa lemah dipakai
pelarut yang asam.
Dibidang farmasi teknik ini banyak dipakai karena
banyak obat bersifat asam atau basa lemah yang sukar
larut dalam air.
AIR
SYARAT SYARAT TITRASI BEBAS AIR

Senyawa yang sukar / tidak larut dalam air

Tidak mengandung H2O dan CO2

Analit tidak reaktif


Penggunaan pelarut bebas air pada asam basa
sesuai dengan teori asam basa menurut Bronsted
Lowry dimana asam sebagai donor proton dan
basa sebagai penerima proton.
Pada teori asam basa Bronsted Lowry, suatu asam (HB) akan

berdisosiasi dan melepaskan proton (H+) dan basa konjugasi (B-) dan

jika ada basa (B) akan beraksi dengan proton menghasilkan asam

konjugasi (HB+).

HB H+ + B-

asam proton basa konjugasi

H+ + B- HB

Proton basa asam konjugasi


PELARUT

Kekuatan asam dan basa ditentukan oleh kemampuan


pelarut untuk menerima dan melepaskan proton.

Digolongkan berdasarkan kemampuan memberi atau


menerima proton dan bereaksi atau tidaknya dengan
sampel (solute)
Berdasarkan kemampuan memberi atau menerima
proton dibagi menjadi 4, yaitu :

1.Protogenic solvent
2.Protophilic solvent
3.Amphriprotic solvent
4.Aprotict solvent
1. Protogenic Solvent (pelarut protogenik)

Adalah pelarut yang bersifat memberi proton (donor proton)

Jika basa lemah dilarutkan dalam pelarut protogenik maka


kebasaannya akan meningkat

Contoh : asam-asam kuat seperti asam klorida dan asam


sulfat, asam acetat, asam format
2. Protophilic Solvent (pelarut protofilik)

Pelarut yang bersifat dapat menerima proton (penerima proton)

pelarut yang dapat menaikkan ionisasi asam lemah dengan


menggabungkan proton yang dimilikinya.

Pelarut ini biasa digunakan dalam analisis senyawa-senyawa yang


bersifat asam lemah seperti fenol.

Contoh : senyawa yang bersifat basa seperti n-butil amin, piridin,


dimetil formamid, trimetil amin.
3. Amphiprotic Solvent (pelarut amfiprotik)

Adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari


protofilik dan protogenik sehingga pelarut ini dapat
memberi atau menerima poton.

Contoh : air, alkohol, dan asam asetat glasial.


4. Aprotict Solvent (pelarut aprotik)
Pelarut ini tidak menerima maupun memberi proton dan dalam keadaan
ini bersifat netral, hingga tidak bereaksi baik dengan asam maupun
basa.

pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam dan basa-basa.


Termasuk dalam kelompok pelarut ini adalah pelarut-pelarut non polar.

Contoh : benzene, karbon tetraklorida, kloroform, toluen, CCl 4,


hidrokarbon
Dalam memilih pelarut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
yaitu:

1.Sifat asam-basa dari pelarut. Untuk menitrasi basa lemah, maka


dipilih pelarut yang lebih bersifat asam,dan demikian pula
sebaliknya. Misalnya, pada titrasi basa lemah, asam asetat lebih
baik daripada air.
2.Tetapan autoprotolisis dan Tetapan dielektrik
3.Melarutkan zat yang dititrasi dan tidak bereaksi baik dengan zat
yang dititrasi maupun dengan titran.
4.Murah dan mudah pemurniannya jika perlu dan tidak kompleks
5.Hasil titrasi berupa larutan atau kristal
INDIKATOR
Pada titrasi bebas air, indikator bereaksi dengan
H+ atau melepaskan H+ dengan disertai
perubahan warna.
Pemilihan indikator secara empiris menggunakan
potensiometer bersama-sama dengan indikator
visual yang diselidiki dan harus memperlihatkan
perubahan warna yang tajam dekat dengan titik
ekuaivalen
TITRAN

Pada titrasi bebas air, titran yang digunakan dapat bersifat asam atau bersifat basa.
Contoh titran yang bersifat asam adalah asam perklorat, asam p-toluensulfonat,
asam 2,4-dinitrobenzensulfonat. Sedangkan contoh titran yang bersifat basa adalah
tetrabutilamonium hidroksida, natrium asetat, kalium metoksida, dan natrum
aminoetoksida.
Asam perklorat merupakan zat penitrasi basa lemah yang sangat luas pemakaiannya
karena merupakan asam kuat yang mudah diperoleh. Secara komersil biasanya
tersedia sebagai HClO4 72% (b/b) dan sisanya (28%) adalah air. HClO 4 dan H2O
merupakan campuran azeotropis dengan komposisi HClO 4.H2O yang dirumuskan
sebagai H3O+ClO4- (hidronium perklorat).
Basa lemah sering dititrasi dalam larutan asam asetat glasial maka
titrannya adalah asam perklorat 0,1 M dalam pelarut yang sama. Pada
pelaksanaanya karena adanya air dapat mengganggu maka HClO4 72%
dicampur dengan asam asetat kemudian ditambahkan anhidrida asam
asetat dalam jumlah tertentu agar bereaksi dengan air yang diperkirakan
ada. Hasil reaksinya adalah asam asetat.
Basa kuat yang digunakan sebagai titran lebih bervariasi, antara lain:
alkali hidroksida, tetraalkilamonium hidroksida, dan natrium atau kalium
metoksida atau etoksida. Pelarut yang biasa digunakan untuk basa basa
tersebut adalah alkohol dengan massa molekul relatif rendah dan
campuran benzena dengan metanol atau etanol.
MENENTUKAN TITIK AKHIR TITRASI

Titik akhir titrasi bebas air dapat ditentukan dengan metode potensiometri
atau dengan penambahan indikator indikator. Beberapa indikator yang
digunakan untuk titrasi bebas air dapat dilihat pada table berikut :
Zat yang
Pelarut Indikator Perubahan Warna
dititrasi

Basa Asam asetat, asetonitril, DMF Kristal violet Violet biru hijau
Metil violet Violet biru hijau
Metil merah

Asam Benzena, CHCl3, ROH Fenolftalein


Timolftalein
Violet azo
Timol biru

DMF, Piridin, Butilamin Timol biru Kuning biru

Etilendiamin, Butilamin, Piridin, DMF Violet azo Merah biru

Etilendiamin, DMF O nitroanilin Kuning jingga
ALKALIMETRI
ASAM LEMAH
Pelarut yang digunakan dalam titrasi asam lemah
(Alkalimetri) : Ethylenediamine, n-butylamine, morfin
indonesia

Titran yang digunakan : natrium metoksida, litium


metoksida, Kalium metoksida, tetrabutil amonium hidroksida

Indikator yang digunakan : kristal violet, biru timol,


thymolphthalein, O-Nitro anilin titrasi
ACIDIMETRI
BASA LEMAH
Pelarut yang digunakan dalam titrasi basa lemah (Asidimetri) :
pelarut Netral : alkohol, kloroform, benzene, klorobenzena
pelarut asam : asam format, asam asetat glasial, asam propionat

Titran yang digunakan : asam perklorat

Indikator yang digunakan : oracat biru, kristal violet, 1-


naphtholbenzein (basa lemah) metil merah, metil oranye & timol
biru (basa kuat)
KEGUNAAN
Penetapan asam-asam atau basa-basa lemah yang tidak
dapat ditetapkan dengan pelarut air
Penetapan campuran asam-asam atau basa-basa dengan
kekuatan yang berbeda-beda
Penetapan sampel yang sukar larut dalam air
Sedian farmasi seperti tablet, kapsul, salep, dsb dapat
langsung ditetapkan tanpa melalui proses ekstraksi apabila
bahan-bahan pembawanya tidak mengganggu
KEUNTUNGAN

Metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa


yang sangat lemah

Pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga


mampu melarutkan analit-analit organik.
KELEMAHAN
Kebanyakan pelarut organik mempunyai koefisien pemuaian yang
besar, sehingga perubahan suhu mengakibatkan perbedaan volume
titran. Koreksi volume titran dapat dihitung menggunakan rumus:

Vc = V/l + 0,001(t1-t2)
Dimana :
Vc = volume titran setelah dikoreksi
V = volume titran yang diukur
t1 = suhu waktu standarisasi
t2 = suhu waktu titrasi sampel
SEKIAN
DAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai