Anda di halaman 1dari 16

Anak Berkebutuhan Khusus

AUTISME
Autisme berasal dari kata auto, yang berarti sendiri.
Penyandang autisme seakan-akan hidup didunianya
sendiri.

Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan


perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi
sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi,
pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa
terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun.
Prilaku autistik digolongkan dalam 2 jenis yaitu:
1. Prilaku yang eksesif (berlebihan)
2. Prilaku yang defisit (berkekurangan)

Ada 3 lokasi diotak yang ternyata mengalami kelainan


neuro-anatomis yaitu:
3. Lobus parietalis
4. Otak kecil (cerebellum)
5. Pada sistem limbik
Karakteristik Autisme
Tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa
sehari-hari,
Hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata,
Mata yang tidak jernih atau tidak bersinar,
Tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang
lain,
Hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan
itu saja yang dia mainkan),
Serasa dia punya dunianya sendiri,
Tidak suka berbicara dengan orang lain,Tidak suka atau tidak bisa
menggoda orang lain.
Selektif berlebihan terhadap rangsangan
Kurangnya motivasi untuk menjelajahi lingkungan baru.
Respon stimulasi diri sehingga mengganggu integrasi sosial.
Respon unik terhadap imbalan, khusus imbalan dari stimulasi diri
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab kelainan autisme,
diantaranya yaitu:
1. Faktor genetika
2. Pada saat kehamilan, faktor pemicu: infeksi (toksoplasmosis,
rubella, candida, dsb), logam berat (Pb, Al, Hg, Cd), zat aditif
(MSG, pengawet, pewarna, dsb), alergi berat, obat-obatan,
jamu peluntur, muntah-muntah hebat (hiperemesis),
pendarahan berat, dll.
3. Pada proses kelahiran yang lama (partus lama) dimana
terjadi gangguan nutrisi dan oksigenasi pada janin,
pemakaian forsep, dll.
4. Sesudah lahir (post partum) misalnya: infeksi ringan-berat
pada bayi, logam berat, MSG, zat pewarna, zat pengawet,
protein susu sapi (kasein) dan protein tepung terigu (gluten).
Tips dan Cara Menangani Anak
Autis
1. Kenali Anak Anda;
2. Ubah Keinginan Anda Terhadap Anak Anda
3. Ubah Lingkungan Tempatnya Berada
4. Pertimbangkan Kemungkinan Sumber Perilaku
5. Hilangkan Input Sensorik Berlebih Untuk Menangani Anak Autis
6. Menyediakan Input Sensorik Untuk Menangani Anak Autis
7. Cari Jalan Keluar Positif Untuk Perilaku Tidak Biasa
8. Nikmati Keberhasilan Anak Anda
9. Kurangi Kekhawatiran Terhadap Opini Orang Lain
10. Temukan Cara Bergembira Bersama
Pendekatan Pembelajaran
Anak autistik dapat dilatih melalui terapi sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan anak antara lain:
Terapi Wicara: Untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat
berbicara lebih baik.
Terapi Okupasi : untuk melatih motorik halus anak.
Terapi Bermain : untuk melatih mengajarkan anak melalui belajar
sambil bermain
Terapi medikamentosa/obat-obatan (drug therapy) : untuk
menenangkan anak melalui pemberian obat-obatan oleh dokter
yang berwenang.
Terapi melalui makan (diet therapy) : untuk mencegah/mengurangi
tingkat gangguan autisme.
Sensory Integration therapy : untuk melatih kepekaan dan kordinasi
daya indra anak autis (pendengaran, penglihatan, perabaan)
Auditory Integration Therapy : untuk melatih kepekaan
pendengaran anak lebih sempurna
Biomedical treatment/therapy : untuk perbaikan dan
kebugaran kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor
yang merusak (dari keracunan logam berat, efek
casomorphine dan gliadorphine, allergen, dsb)
Hydro Therapy : membantu anak autistik untuk
melepaskan energi yang berlebihan pada diri anak
melalui aktifitas di air.
Terapi Musik : untuk melatih auditori anak, menekan
emosi, melatih kontak mata dan konsentrasi.
Keberhasilan terapi tergantung pada beberapa faktor
berikut:

Berat ringannya gejala, tergantung pada seberapa


parahnya gangguan didalam sel otak.
Semakin dini anak mendapat terapi, semakin besar
kemungkinan berhasil.
Semakin banyak informasi yang dia tangkap, semakin
besar peluangnya menjadi anak normal, dan makin
cerdas anak, semakin cepat menangkap hal-hal yang
diajarkan.
Semakin rendah kemampuan bicara dan berbahasa,
semakin lambat anak autis mengalami kemajuan.
Semakin intensif anak autis mendapat terapi akan
semakin baik dan lebih besar kemungkinan mengalami
kemajuan.
Beberapa lembaga pendidikan (sekolah) yang selama ini
menerima anak autis adalah sebagai berikut:

Anak Autis di sekolah Normal dengan Integrasi penuh


Anak Autis di sekolah Khusus
Anak Autis di SLB
Anak Autis hanya menjalani terapi.
Langkah-langkah penerimaan oleh sekolah:

Tentukan jumlah anak autisme yang akan diterima misal, dua


anak dalam satu kelas dan lain-lain.
Lakukan tes untuk melihat kemampuan serta menyaring anak
Setelah tes, wawancara orang tua untuk melihat pola pikirnya,
apa tujuan memasukkan anak ke sekolah.
Buatlah kerangka kerja dan hasil observasi awal.
Susun bagaimana mengatur evaluasi anak dalam hal: siapa yang
bertanggung jawab mengawasi, menerima complain, periode
laporan perkembangan dan lain-lain.
Buatlah kesepakatan antara orang tua dan sekolah bahwa hasil
yang dicapai adalah paling optimal.
Untuk mengintegrasikan anak ini ada hal-hal lain yang
dapat dijadikan pertimbangan:

Seberapa besar gangguan/kekacauan yang dapat


timbul karena anak autis ini.
Berapa persentase dari kurikulum yang dapat
digunakan dan dijangkau oleh anak autis.
Seberapa siap tenaga ahli/guru menangani dan
mengelola kelas yang di dalamnya terdapat anak autis.
beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan
penanganan masalah autisme di Indonesia di antaranya
adalah:
Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia.

Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses


intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat
intervensi bagi anak dengan autisme dibangun
berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin
kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
Belum adanya petunjuk treatment yang formal di
Indonesia.
Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di
deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi
semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan
intervensi yang dihadapi orang tua.
O Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak
dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan
pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka
peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk
masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir
500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk
menyelenggarakan inklusi.

Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah
minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis
yang didukung dengan validitas data secara empirik (
Empirically Validated Treatments/EVT ) dari penanganan-
penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan
penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar
juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun
secara etis tentunya tidak ada orang tua yang
menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu
metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses
pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi
orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment
bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat
dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin
terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai
pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis
maupun praktis dalam proses penanganan masalah
autisme di Indonesia.
TERIMA KASIH^^

Anda mungkin juga menyukai