PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Autisme adalah gangguan perkembangan otak pada anak yang berakibat tidak dapat
berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan keinginannya sehingga
perilaku hubungan dengan orang lain terganggu (Sastra, 2011).
Menurut Global Prevalence of Autism and Other Pervasive Developmental
Disorders disebutkan rata-rata kejadian autistic disorder di Asia Tenggara khususnya
Indonesia adalah sebesar 11.7/ 10.000 anak (Elsabbagh, dkk, 2012).
Permasalahan pada penyandang autisme dibutuhkan penanganan oleh tim ahli dan
beberapa terapi yang dapat dilakukan yaitu terapi wicara, terapi biomedik, terapi
perilaku dan terapi makanan (Rahayu, 2014). Makanan merupakan satu hal yang harus
diperhatikan bagi penyandang autis, karena pengaturan makan dan gizi dapat
meringankan kondisi anak. Pengaturan diet yang disarankan oleh para ahli adalah diet
bebas gluten dan bebas kasein (Kusumayanti, 2011).
Diet GFCF merupakan diet eliminasi dengan menghilangkan semua jenis makanan yang
mengandung gluten (protein yang terkandung pada gandum) dan casein (protein yang
terkandung pada susu) dalam menu makanan (National Institute of Mental Healt, 2010).
Menghindari makanan yang mengandung gluten maupun kasein merupakan salah satu
upaya mengurangi perilaku autis.
Gangguan spektrum autisme yang memengaruhi sistem saraf. Rentang dan keparahan
gejala dapat bervariasi. Gejala umum berupa sulit berkomunikasi, sulit berinteraksi
sosial, minat yang obsesif, dan perilaku repetitif. Pengenalan dini, serta terapi perilaku,
pendidikan, dan keluarga dapat mengurangi gejala dan mendukung pengembangan dan
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ASKEP terori autism?
2. Bagaimana WOC autism?
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan autism.
b. Tujuan Khusus
Menjelaskan konsep dasar keperawatan autism yang terdiri atas pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan intervensi, evaluasi, implementasi dengan baik.
D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan studi kasus dan kepustakaan yang didapat dari buku – buku sumber yang
tersedia serta proses konsultasi kepada dosen pembimbing.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
AUTISM
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama klien, umur (pada autism, paling sering menyerang anak –
anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan,
nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien autis untuk datang ke
rumah sakit adalah sulit berkomunikasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka menjadi
terganggu terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku. Misalnya, pada usia 2-3
tahun, dimasa anak balita lain mulai belajar bicara, anak autis tidak menampakan tanda-
tanda perkembangan bahasa. Kadang ia mengeluarkan suara tanpa arti. Namun anehnya,
sekali-kali ia bisa menirukan kalimat atau nyanyian yang sering didengar.tapi bagi dia,
kalimat ini tidak ada maknanya.banyak kalangan yang harus dilibatkan mulai dari orang
pemahaman dari berbagai pihak terhadap kondisi sang anak menjadi sangat penting,
juga pengetahuan tentang penyakit itu sendiri. Yang terpenting, terapi yang diberikan
kepada setiap anak autisme hendaknya tetap melibatkan peran serta orang tua secara
aktif. Tujuannya agar setiap orang tua merasa memiliki andil atas kemajuan yang
dicapai anak autisma mereka dalam setiap fase terapi. Dengan kata lain, orang tua tidak
hanya memasrahkan perbaikan anak autisme kepada para ahli atau terapis tetapi juga
turut menentukan tingkat perbaikan yang perlu dicapai oleh sianak. Dengan demikian,
akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih kuat antara orang tua dengan anak
autismenya dan hal ini diharapkan akan mendukung perkembangan emosional dan
Mental Lain Menuju Anak Sehat. Jogjakarta. Penerbit : Kata Hati. Purwati, H, Nyimas.
(2009).
http://www.innappni.or.id/index.php?name=News&file=article…