Anda di halaman 1dari 20

MICROSEISMIC MONITORING OF HARD

ROCK MINE SLOPES


J.Wesseloo & G.J.Sweby
OUTLINE
1. PENDAHULUAN

2. MIKOSEISMIK UNTUK KEMIRINGAN LERENG BATUAN SECARA UMUM

3. PERTIMBANGAN PRAKTIS PENGGUNAAN MIKROSEISMIK UNTUK


MEMANTAU KEMIRINGAN LERENG TAMBANG TERBUKA

4. PENILAIAN SECARA UMUM SEISMISITAS PADA TAMBANG TERBUKA

5. PENILAIAN MIKRSEISMISITAS DI TAMBANG “A” SEHUBUNGAN DENGAN


TEKANAN REZIM UMUM

6. KESIMPULAN
1. PENDAHULUAN
Besarnya kemiringan lereng (slope) pada tambang terbuka, akan bertambah
seiring proses penambangan. Oleh sebab itu, stress pada slope akan
meningkat. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan keselamatan kerja
dan risiko keekonomisan. Dengan survey mikroseismik, dapat diketahui
berbagai informasi mengenai sifat-sifat mekanis dari slope yang diharapkan
dapat meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja pada serangkaian proses
penambangan.
2. MIKORSEISMIK UNTUK KEMIRINGAN LERENG BATUAN
SECARA UMUM
2.1. KEMIRINGAN LERENG BATUAN ALAMI DAN KEMIRINGAN LERENG BATUAN DI TEKNIK
SIPIL
• Penggunaan pemantauan mikroseismik di lereng batuan alami, sipil dan tambang

termotivasi oleh kebutuhan akan peringatan dini mengenai ketidakstabilan lereng.

• Seismisitas yang dihasilkan di dalam massa batuan akan terdeteksi pada strain yang

sangat kecil sehingga akan terdeteksi sebelum pergerakan di permukaan terlihat.

• Telah ada banyak referensi awal penggunaan mikroseismik untuk memantau

kestabian kemiringan lereng diantaranya 1)McCauley, 1976; Hardy, 1981; Hardy dan
Kimble, 1991 2) Ishida et al. (2001) dan Amitrano dkk. (2005)
2. MIKORSEISMIK UNTUK KEMIRINGAN LERENG BATUAN
SECARA UMUM
2.2. KEMIRINGAN LERENG BATUAN TAMBANG
• Referensi pertama aktivitas mikroseismik di tambang terbuka adalah Deza dan Jaén pada tahun 1979. Menurut
Lynch dan Malovichko (2006), pemantauan microseismik telah dilakukan lebih dari 25 lereng terbuka.

• Kemiringan lereng batuan di tambang terbuka sangat penting untuk dipantau dengan tujuan untuk:

• Memelihara kondisi operasional yang aman untuk melindungi personil dan peralatan

• Memberikan pemberitahuan terlebih dahulu dari area yang berpotensi tidak stabil sehingga rencana tambang

dapat dimodifikasi untuk meminimalkan dampak dari ketidakstabilan lereng.

• Memberikan informasi geoteknik untuk menganalisis mekanisme ketidakstabilan lereng yang berkembang,

merancang tindakan rencana perbaikan yang tepat dan melakukan desain lereng selanjutnya.

• Menilai kinerja dari implementasi desain lereng.

• Seismisitas yang dihasilkan di dalam massa batuan akan terdeteksi pada strain yang sangat kecil sehingga akan
terdeteksi sebelum pergerakan di permukaan terlihat.
2. MIKORSEISMIK UNTUK KEMIRINGAN LERENG BATUAN
SECARA UMUM

2.2. KEMIRINGAN LERENG BATUAN TAMBANG

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Kemiringan Lereng

• Geometri lereng (sudut kemiringan lereng, tinggi lereng, lebar jaan pada lereng)

• Struktur geologi (bidang-bidang lemah)

• Mekanika tanah (sudut geser dalam, bobot isi tanah/batuan, kohesi,kadar air tanah)

• Iklim

• Faktor luar (getaran akibat peledakan, beban alat mekanis yang beroperasi, dll)
3. PERTIMBANGAN PRAKTIS PENGGUNAAN MIKROSEIMIK UNTUK
MEMANTAU KEMIRINGAN LERENG TAMBANG TERBUKA
• Penggunaan teknologi monitoring mikroseismik di open pit secara efektif masih menghadapi beberapa
kesulitan.

• Kesulitan pertama adalah lingkungan penambangan open pit yang cepat berubah. Mengakibatkan
perubahan kecil dalam geometri pit yang direncanakan saat pertambangan berlangsung. Sistem
seismiknya kaku dan mungkin, akibatnya, berumur pendek bila dipasang dari lokasi di dalam lubang.
Bahkan perubahan desain kecil dalam geometri pit dapat berdampak negatif terhadap keefektifan
sistem.

• Event yang lebih kecil, dibandingkan dengan lingkungan bawah tanah, perlu diukur di lereng.
Akibatnya, jarak antar-sensor perlu lebih dekat daripada sistem bawah tanah untuk mengukur dan
menemukan event ini.

• Sinyal seismik lemah dan rasio signal to noise rendah. Diskriminasi noise telah menjadi pertimbangan
utama dalam pemantauan emisi akustik struktur geoteknik. Karena berakibat pada event yang
seringkali sulit diolah, sehingga berakibat pada rendahnya keakuratan lokasi yang diinginkan.
3. PERTIMBANGAN PRAKTIS PENGGUNAAN MIKROSEIMIK UNTUK
MEMANTAU KEMIRINGAN LERENG TAMBANG TERBUKA

• Penggalian apapun mengubah medan stres dan menyebabkan redistribusi tekanan yang
terjadi. Di lingkungan bawah tanah penggalian seringkali relatif kecil dan dalam kondisi
terbatas. Perubahan stres yang disebabkan oleh penggalian yang terbatas luasnya dan area
tambang yang berbeda seringkali dipandang independen.

• Setelah menunjukkan beberapa kesulitan yang terkait dengan implementasinya di lingkungan


open pit, penting untuk menyadari nilai teknologinya. Dengan peningkatan umum dalam
kedalaman ekonomi open pit, menjadi sangat penting untuk memahami pengaruh stres dan
proses yang mengatur rekahan pada tegangan rendah, yang pada akhirnya menentukan
perilaku slope batuan di lubang batuan keras yang dalam.
4. PENILAIAN SEISMISITAS SECARA UMUM PADA TAMBANG
TERBUKA
4.1. LINGKUNGAN UNTUK SEISMISITAS
Mikroseismik bisa mendeteksi getaran suara yang dihasilkan dari pecahan pada
massa batuan dan itu hanya dapat digunakan di mana kerusakan pada massa batuan
terjadi sebagai akibat rekahan yang rapuh. Namun, pada tekanan rendah, dekat area
permukaan, batas dimana proses fraktur/pecahan ini akan menghasilkan kegempaan
yang terekam yang umumnya tidak diketahui. Iya atau tidak masa batuan akan
memancarkan seismisitas yang dapat direkam pada akhirnya akan bergantung pada
sifat dan keadaan stres dari massa batuan.
4. PENILAIAN SEISMISITAS SECARA UMUM PADA TAMBANG
TERBUKA
4.2. RESPON MIKROSEISMIK PADA PERTAMBANGAN
Ada korelasi antara aktivitas pertambangan dan aktivitas seismik. Meskipun ada sedikit
keraguan bahwa gelombang tekanan transien dari peledakan menyebabkan beberapa
kerusakan pada massa batuan di dekat permukaan, nampaknya tidak menjadi
penyebab utama gempa mikro pada slope/kemiringan, yang kita anggap sebagai
pertumbuhan patah pada tekanan rendah. terjadi di lereng akibat perubahan tegangan
pseudo-static. Kesimpulan ini juga didukung oleh Lynch dan Malovichko (2006) yang
mengamati peningkatan aktivitas mikroseisme, sekitar dua hari setelah ledakan di
tambang Navachab. Mereka juga melaporkan penurunan pesat dalam seismisitas
setelah pemindahan batu yang tercoreng di ujung lereng di tempat lain di Australia.
• Perbandingan antara aktivitas seismik dan • Peluruhan waktu seismisitas setelah
aktifitas produksi tambang di Navachab mine peledakan untuk produksi (after Cowley,

(modified after Lynch and Malovichko, 2006) 1998). menunjukkan bahwa pembusukan
peristiwa seismik terjadi setelah peledakan
• menunjukkan korelasi kuat antara jumlah
kumulatif kejadian seismik dan jumlah batu yang
dilepas di dasar lubang Navachab sebagai fungsi
waktu
4. PENILAIAN SEISMISITAS SECARA UMUM PADA TAMBANG
TERBUKA
4.3. BESARNYA ‘EVENT’
• Karena lingkungan dengan tekanan rendah, energi yang terkait
dengan kejadian seismik di lingkungan pit terbuka kecil (<20 J)
dibandingkan dengan yang umumnya diukur di lingkungan bawah
tanah (<3 105 J). Gambar tersebut memberikan perbandingan
antara seismisitas yang tercatat dari lingkungan yang berbeda.
• Dalam hal energi yang terkait dengan seismisitas, ada beberapa
tumpang tindih antara tingkat pelepasan energi seismik di
lingkungan lubang terbuka dan tingkat kegempaan yang lebih
rendah yang tercatat di tambang bawah tanah. Peristiwa ini terkait
dengan "popping" dan "cracking" batu di sekitar penggalian, karena
batuan tersebut bereaksi terhadap perubahan tekanan yang baru
dipaksakan.
4. PENILAIAN SEISMISITAS SECARA UMUM PADA TAMBANG
TERBUKA

Gambar tersebut menunjukkan plot besarnya frekuensi


magnitude lokal untuk seismisitas yang tercatat di Tambang A.
Menarik untuk dicatat bahwa nilai b-tinggi (~ 1,2-1,5) di
lingkungan bawah tanah sering dikaitkan dengan seismisitas
akibat perpatahan batuan segar setelah perubahan stres yang
diakibatkan langsung dari peledakan (Legge dan
Spottiswoode, 1987; Hudyma et al., 1995).
4. PENILAIAN SEISMISITAS SECARA UMUM PADA TAMBANG
TERBUKA
4.4. RASIO ENERGI GEMBANG S KE GELOMBANG P

Gambar tersebut menunjukkan distribusi rasio Es to


Ep dari data yang tercatat di Tambang A. Sebagian
besar data berada di bawah 10 dengan rata-rata
serendah 2,2. Sepuluh persen data Mine A memiliki
rasio Es / Ep kurang dari satu yang menunjukkan
perilaku tarik murni.
4. PENILAIAN SEISMISITAS SECARA UMUM PADA TAMBANG
TERBUKA

• Gambar tersebut menunjukkan distribusi rasio Es / Ep dari


lingkungan yang berbeda dibandingkan.
• Perhitungan rasio Es / Ep sampai batas tertentu
bergantung pada sistem seismik. Dengan pengecualian,
data yang dibandingkan disini semuanya diperoleh dari
jenis sistem seismik yang sama.
• Nilai rendah Es / Ep yang tercatat di Mine A sangat
mengindikasikan bahwa microseismicity tidak didominasi
oleh mekanisme fokus geser. Hal ini disebabkan oleh
tegangan rendah dan lingkungan regangan dilatasi umum
dimana fraktur terjadi.
5. PENILAIAN MIKROSEISMISITAS DI TAMBANG “A”
SEHUBUNGAN DENGAN TEKANAN REZIM UMUM
5.1. DISTRIBUSI SEISMISITAS DI TAMBANG “A” SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL

studi distribusi spatio-temporal microseismicity terhambat


oleh
suatu periode waktu sistem yang cukup lama, tampaknya
ada beberapa perubahan spatio-temporal dalam
Distribusi spasial microseismicity pada Mine A seismisitas selama periode yang dipantau.
ditunjukkan pada Gambar 8.
Seismisitas terukur ini konsisten dengan
konsep proses primary brittle
5. PENILAIAN MIKROSEISMISITAS DI TAMBANG “A”
SEHUBUNGAN DENGAN TEKANAN REZIM UMUM
5.2. ANALISA KEADAAN TEGANGAN PADA LOKASI SUMBER SEISMIK DI TAMBANG “A”

Analisis tegangan dilakukan untuk memudahkan pemahaman yang


lebih baik tentang perilaku massa batuan yang terjadi pada
rekaman seismisitas di Tambang A. Meskipun menampilkan
variabilitas yang besar, massa batuannya cukup
kompeten,Perubahan tegangan yang lebih besar terjadi di sisi utara
rangkaian seismik.
Status stres pada masing-masing lokasi seismik pada tanggal
kejadiannya ditunjukkan pada Gambar
6. KESIMPULAN

• Lereng tambang terbuka akan semakin besar nilainya seiring waktu


sehingga terjadi peningkatan ketidakpastian mengenai perilaku mekanik
lereng.
• Pemantauan mikroseismik telah dilakukan di beberapa kemiringan lereng
batuan aami, sipil dan tambang terbuka dengan berbagai tingkat
keberhasilan. Berdasarkan literatur, pemantauan mikroseismik dapat
memberikan wawasan yang berharga.
• Perlu pengembangan hardware dan software untuk noise filtering data
pemantauan mikrseismik.
• Penafsiran parameter sumber seismik untuk kejadian seismik di tambang terbuka

sulit diakukan, perlu penelitian lebih lanjut.

• Seismisitas yang dialami di tambang “A” menunjukkan rasio gelombang-S rendah

terhadap rasio energi gelombang-P dan nilai b tinggi untuk hubungan magnitude-
frekuensi

• Inisiasi fraktur pada tambang “A” terjadi pada tingkat tegangan uniaksial ekuivalen

sekitar 10% dari UCS yang utuh, yang berada di bawah kekuatan massa batuan
yang diharapkan. respon massa batuan yang dipantau di tambang “A” nampak
konsisten dengan model konseptual untuk pengembangan ketidakstabilan di
lereng batuan keras yang disarankan oleh Eberhardt dkk. (2004) dan Stead dkk.
(2007).
KESULITAN DALAM PRAKTIK MIKROSEISMIK :
• Perubahan lingkungan yang cepat pada penambangan open-pit (ekskavasi, perubahan

rencana pit, dsb.)

• Event seismik yang lebih kecil (spacing OP < UM)

• Signal to Noise Ratio yang rendah

• Pengolahan yang sulit

• Sulit melokalisir keberadaan sebenarnya dari suatu event

Anda mungkin juga menyukai