Anda di halaman 1dari 22

Hifema Akibat Trauma

Ratna Silvia S.
102012180
Definisi
• Hifema didefinisikan sebagai keberadaan sel
darah merah di kamera okuli anterior
Etiologi
• Berdasarkan penyebabnya, hifema terbagi
menjadi tiga yakni:
• Hifema traumatik
• Hifema iatrogenik
• Hifema spontan
• Hifema traumatik merupakan jenis yang
tersering, yang merupakan hifema akibat
terjadinya trauma pada bola mata.
• Hifema iatrogenik adalah hifema yang timbul
dan merupakan komplikasi dari proses medis,
seperti proses pembedahan.
• Hifema spontan adalah perdarahan bilik mata
depan akibat adanya proses neovaskularisasi,
neoplasma, maupun adanya gangguan
hematologi.
• adanya kelainan pada segmen posterior mata
(ex. diabetik retinopati) akan mengeluarkan
faktor tumbuh vaskular oleh lapisan kaya
pembuluh darah sehingga dapat
mengakibatkan pembentukan pembuluh
darah baru.
Patofisiologi
• Trauma tumpul yang mengenai mata dapat
menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris,
akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan
perdarahan dalam bilik mata depan.
• Hifema yang terjadi pada grade rendah dalam
beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya
proses homeostatis. Darah dalam bilik mata
depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih
kembali.
Epidemiologi
• Sebagian besar hifema yang terjadi di
masyarakat merupakan hifema grade I,
predisposisi pada laki-laki (sekitar 75%), serta
insidens tertinggi pada usia sekolah
Gejala Klinis
• Pada umumnya pasien mengeluhkan penurunan
tajam penglihatan, sakit kepala, fotofobia, serta
menjelaskan riwayat trauma atau percideraan
pada mata. Percideraan yang dikeluhkan
umumnya diakibatkan oleh benda tumpul
• •
• Tanda yang dapat ditemukan adalah keberadaan
darah yang dapat terlihat melalui kornea.
Klasifikasi

Grade Keberadaan darah di Kamera Okuli Anterior (COA)

1 Kurang dari 1/3

2 1/3 sampai ½

3 Lebih dari ½

4 Total (Penuh)
a.k.a blackball / 8-ball hyphema
Klasifikasi
Penatalaksanaan
• Untuk kasus ringan, penatalaksanaan dapat meliputi
terapi konservatif, seperti:
a. Membatasi aktivitas pasien (sedasi jika diperlukan)
b. Melakukan penutupan mata dengan eye patch atau
eye cover
c. Melakukan elevasi kepala 30-45 derajat
d. Pemberian analgesik, apabila dirasakan nyeri yang
ringan dapat diberikan asetaminofen, atau nyeri yang
cukup berat dapat diberikan kodein
e. Pemantauan berkala (setiap hari) tentang tajam
penglihatan, tekanan intraokular, serta regresi hifema
Penatalaksanaan
• Untuk mengatasi peningkatan TIO, dapat
dilakukan pemberian antiglaukoma topikal,
seperti timolol (antagonis reseptor beta),
latanoprost (analog prostaglandin), serta
brimonidin (agonis reseptor alfa2 tipe perifer).
• Untuk mencegah perdarahan sekunder, dapat
diberikan asam aminokaproat / ACA yang
merupakan agen anti-plasmin, atau bisa juga
dengan steroid.
Indikasi Rawat Inap
• Pasien mengalami hifema derajat II atau lebih,
sebab berpotensi terjadinya perdarahan
sekunder
• Merupakan sickle cell trait
• Terjadi trauma tembus okuli
• Pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan
• Pasien yang memiliki riwayat glaukoma
Indikasi Bedah
• Corneal blood staining
• Riwayat sickle cell trait dengan tekanan intraokular di
atas 24 mmHg lebih dari 24 jam
• Hifema dengan derajat lebih dari 50% COA selama 9
hari atau lebih.
• Hifema total, dengan tekanan intraokular lebih dari 50
mmHg selama 4 hari atau lebih meskipun sudah
mendapatkan terapi medik secara maksimal
• Hifema total atau hifema dengan derajat >75% COA,
dengan tekanan intraokular lebih dari 25 mmHg selama
lebih dari 6 hari meskipun sudah mendapatkan terapi
medik secara maksimal
Komplikasi
1.Glaukoma traumatik
2.Atrofi optik
3.Perdarahan ulang atau perdarahan sekunder
4.Sinekia posterior
5.Sinekia anterior, terutama pada kondisi hifema
yang lebih dari sembilan hari
6.Corneal blood staining, (adanya deposisi dari
hemoglobin dan hemosiderin pada stroma
kornea)
Glaukoma Traumatik
• Perjalanan glaukoma yang terjadi akibat trauma
pada umumnya mengikuti pola sebagai berikut:
• 24 jam
• Peningkatan TIO akut
• Hari 2-6
• Penurunan TIO subnormal
• Hari 7 dst
• Kembalinya TIO ke tingkat normal (atau sedikit
meningkat)
Perdarahan Sekunder
• Perdarahan sekunder umumnya terjadi pada hifema derajat
3 dan 4.
• Perdarahan sekunder disebabkan oleh lisis dan retraksi dari
bekuan darah dan fibrin.
• Keadaan yang menjadi faktor prediksi terjadinya
perdarahan sekunder adalah:
• Sickel cell trait
• Tajam penglihatna saat presentasi <20/200 (6/60)
• Derajat hifema saat presentasi yang lebih dari II
• Ada riwayat penggunaan salisilat (aspirin), antiplatelet
(seperti pada penderita angina pektoris)
• Penanganan hifema yang lebih dari dua puluh empat jam
Prognosis
• Hifema grade I memiliki kemungkinan 80%
untuk mencapai tajam penglihatan minimal
6/12.
• Hifema yang lebih tinggi, yakni grade II
memiliki kemungkinan 60%, sedangkan pada
hifema total kemungkinan tajam penglihatan
minimal 6/12 relatif rendah, yakni sekitar 35%.
Preventif
• Trauma kecelakaan pada mata dapat dicegah
dengan menggunakan peralatan pelindung mata
seperti googles.
• Walaupun trauma mata akibat
pembedahan jarang terjadi, pencegahan dengan
asetazolamid intravena dan manitol perlu
dilakukan apabila terjadi peningkatan TIO atau
pasien dengan anastesi umum. Hal ini diharapkan
bisa mencegah hifema intra dan post-operatif.
Differential Diagnosis
Uveitis Anterior Endoftalmitis
• Proses radang yang • Peradangan berat dalam bola
mengenai uvea bagian mata yang biasa disebabkan oleh
infeksi, dapat terjadi akibat
anterior, yaitu mengenai trauma tembus atau infeksi pada
iris, badan silier, atau tindakan pembedahan yang
kedua-duanya. membuka bola mata.
• Gejala klinisnya adalah • Gambaran klinik rasa sakit yang
nyeri, sakitnya spontan, sangat, kelopak merah dan
bengkak, kelopak sukar dibuka,
sakit kepala di kening yang konjungtiva kemotik dan merah,
menjalar ke temporal, kornea keruh, bilik mata depan
fotofobia,, gangguan visus keruh, penurunan tajam
dan bersifat unilateral. penglihatan dan fotofobia.
Kesimpulan
• Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak
mata, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi penglihatan. Jika trauma yang terjadi cukup kuat, akan
mengakibatkan pembuluh- pembuluh darah dalam bola mata pecah
dan timbul perdarahan dalam bilik mata, yang biasa tampak dari
luar (hifema).
• Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak
mata, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi penglihatan, bahkan bisa mengakibatkan kebutaan.
• Oleh karena itu trauma pada mata membutuhkan perawatan yang
tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang
akan mengakibatkan kebutaan.

Anda mungkin juga menyukai