Anda di halaman 1dari 33

# Mari kita berdoa sebelum memulai

kegiatan ini agar dirahmati, diridai, dan


diberkati Allah Subhanahu wa-Ta’ala in syaa
Allah……
Aaamiin yaa Rabbal’aalamiin #
KULIAH 10

PRINSIP BIOETIK
 Narasumber: HERRY DARSIM GAFFAR (Pengganti)

 Waktu dan Tempat : Senin, 12 Februari 2018, jam: 09.50 – 11.30,


di Kampus 3 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang/Batu.

 Tujuan Pembelajaran (LO):


1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang konsep-konsep
dasar bioetik dalam pengambilan keputusan dilema etik di bidang
kedokteran dan kesehatan;
2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang perbedaan: etik
dan etika, bioetik dan bioetika;
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etika makro,
etika meso, dan etika mikro;
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang vulnerability;
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang totalitas dan
integritas;
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang confidentiality dan
privacy;
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang equality, justice,
dan equity;
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prinsip double
effects;
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang minus malum dan
summum bonum;
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang ordinary dan
extraordinary;
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang hak untuk hidup
sehat dan hak kesehatan; dan
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang kesejahteraan
umum (common good – bonum comune).
I. Konsep-konsep Dasar Bioetik

 Manusia adalah makhluk multidimensional  kehidupan kompleks


 alternatif solusi dengan pendekatan (strategi, metode,
taktik/teknik) yang variative dan dinamis.

 Untuk itu diperlukan pemahaman yang holistik dan kompre-hensif


dan saling menunjang  interdisipliner dengan perspektif
interkultural demi memperkuat kemanusiaan (Potter, V. R., 1970).

 Muncullah disiplin ilmu baru yang berbasis data biologis dan nilai-
nilai kemanusiaan (dipelopori Fritz Jahr, 1927)  sebagai titik
temu antara etika dengan filsafat (cinta akan kearifan dan
kebijaksanaan)
 Masa kini (“zaman now”): bioetik/bioetika sangat ber-
kembang pesat guna mengiringi dan mengimbangi
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan/sains,
teknologi, dan seni (ipteks) dalam rangka mengelola
alam raya ciptaan-Nya (dengan segala kontraversi dan
kontraproduksinya), dalam rangka mewujudkan tata
kehidupan dan kesejahteraan umat manusia secara
rasional – ilmiah – etis (akal-budi)

 Biologi Molekuler (BIOMOL)


II. Etik dan Etika, Bioetik dan Bioetika

 Etik: Nilai-nilai sikap hidup dan norma-norma perilaku yang


baik dan disepakati oleh individu-individu yang bergabung
dan berinteraksi di dalam sebuah lingkungan selaku warga
masyarakat/komunitas tertentu, kemudian dijadikan se-
bagai tradisi luhur demi menjaga/memelihara marwah/
martabat dan harkatnya, serta lazimnya dijadikan sebagai
kaidah-kaidah tata susila dan pandangan/pedoman hidup
yang baku dalam rangka bersosialisasi  kode etik.

 Etika: Ilmu pengetahuan mengenai etika.


 Bioetik: Integrasi/pemaduan dan sinergisasi/sinkron-
isasi antara hakikat/esensi nilai-nilai kemanusiaan
dengan pengelolaan/manajemen fenomena dina-
mika atas eksistensi dan interaksi kehidupan umat
manusia yang beraktivitas hidup di jagad raya/alam
semesta selaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Kuasa.

 Bioetika: Ilmu pengetahuan mengenai bioetik.


Bioetika mengamanatkan: tujuan akhir ipteks
bukanlah semata-mata demi ipteks itu sendiri,
melainkan demi kesejahteraan/kemaslahatan umat
manusia, sebagai kewajiban untuk menghormati/
menghargai sesama manusia, yakni berupa prinsip
mengutamakan atau menjunjung tinggi martabat
manusia (human dignity), khususnya terhadap yang
memiliki kerentanan (nonmaleficence)
 jangan sampai terjadi crime against humanity.
III. Etika Makro, Etika Meso, dan Etika
Mikro
 Secara umum, batasan serta ruang lingkup dan batas-
batas pembagian ketiga jenis etika tersebut belum
dapat ditegaskan secara konkret dikarenakan bersifat
relatif dan tetap berkembang sesuai dengan: maksud,
tujuan, sasaran, kegunaan/manfaat, dampak/akibat,
dan kepentingan/urgensinya masing-masing.
IV.Vulnerability (Vulnerabilitas =
Kerentanan/Kerawanan)

 Asal kata: Vulnerabilis (bahasa Latin)  vulnerare (kata kerja) = melukai 


vulnus (kata benda) = luka/terlukai  vulnerable (bahasa Inggris sebagai
kata sifat) = rentan, rawan, lemah, rapuh, mudah terserang, terancam
bahaya.

 Sulit membuat definisinya disebabkan menyangkut banyak aspek, seperti:


biologi, kesehatan, sosial, psikologi, ekonomi, manajemen, budaya, politik,
dlsb.

 Bisa berkaitan dengan banyak masalah: disabilitas/difabilitas, degeneratif,


gender, hak asasi manusia, hak-hak sosial, keadilan, pemerataan,
proporsionalitas, kemiskinan, kebodohan, keter-belakangan, dlsb.
 Ada pula berkaitan dengan posisi/kapasitas sesorang
pada satu pihak terhadap pihak lainnya.
Contoh: interaksi pasien – dokter, mahasiswa/siswa –
dosen/guru)  pasien, mahasiswa/siswa sebagai pihak
yang rentan dikarenakan ketergantungan yang sangat
tinggi dan tidak mampu membela/melindungi/memper-
tahankan dirinya atas risiko/potensi sebagai konse-
kuensi negatif yang mungkin terjadi (bisa bervariasi dan
kondisional).
 Situasi vulnerabilitas dapat menimpa seseorang atau
sekelompok orang/warga/komunitas, misalnya: orang
tua (usila/lansia), orang hamil, bayi, anak di bawah
umur, anak sekolah, orang miskin, buruh kasar,
penyandang cacat (disabilitas/difabel), pasien, pe-
sakitan/terdakwa/narapidana, kaum perempuan, kaum
minoritas, dlsb.
 Dewasa ini, kecenderungan masalah vulnerabilitas men-jadi
ranah etika dan hukum yang dikaitkan dengan hak asasi
manusia/hak manusiawi/hak kodratiah ( human rights),
sebagaimana yang tertuang dalam dokumen “Declaration on
Bioethics and Human Rights” (oleh UNESCO tahun 2005).

 Mengapa? Karena dapat dijadikan sebagai sasaran/target


kepentingan tertentu, seperti: dieksploitasi, dipolitisasi, di-
marginalisasi/disingkirkan, teror/persekusi/ bullying (dizha-
limi), difitnah/character assasination (“pengerdilan citra”) yaitu
baik secara fisik, psikologis, maupun secara sosial, bahkan
dikomersialisasi sebagai imbas globalisasi dan modernisasi.
 Salah satu prinsip yang dikembangkan pada
vulnerabilitas dalam rangka hak melindungi diri dan
hak membela diri adalah memberi hak otonomi privasi
berupa informed concent = IC (formal) dan vulnerable
person needs special protection = VPNSP (legal)
 biasanya diterapkan pada uji coba/penelitian yang
menggunakan manusia sebagai subjek ataupun
instrumen/properti yang berpotensi membahayakan
manusia (misalnya uji coba balistik/mesiu/ persen-
jataan/peralatan).
 Walter Reed, dokter angkatan bersenjata, dkk. pada tahun
1900-an melakukan penelitian Yellow Fever Experiment di
Kuba, yakni dengan mencari sukarelawan untuk dibayar
US$100 dan melakukan pelayanan kesehatan sekedarnya
pada imigran miskin.

 Dokter pada pasukan Nazi melakukan percobaan biomedis


pada tawanan perang kamp konsentrasi yang jarang/tidak
diberi makan (sebagai “kelinci percobaan”)
 ekploitasi manusia  kejahatan terhadap kemanusiaan atau
pelanggaran HAM berat.
 Belmont Report (1978) adalah peraturan yang
mensyaratkan riset biomedis yang menggunakan
manusia sebagai subjek penelitian tetapi dengan
prinsip bahwa kesejahteraan manusia harus lebih
diutamakan (dalam proses penelitiannya).

 Dengan asas respect for human vulnerability, yaitu


agar yang kuat melindungi/menjaga yang lemah dan
tidak dibolehkan ada kepentingan untuk memper-
dayakan manusia, sehingga terhindar dari “homo
homini lupus” (manusia menjadi serigala bagi manusia
lainnya).
V. Totalitas dan Integritas

 Mempertahankan (menjaga, melindungi, dan mengem-


bangkan) hidup adalah tugas, kewajiban sekaligus hak
manusia yang paling asasi  tidak boleh merusak dan
membunuhnya apalagi bunuh diri (demikian pula sebaliknya:
dirusak/dibunuh oleh manusia lainnya).

 Mempertahankan hidup tersebut secara totalitas (keseluruhan)


dan secara integritas (keutuhan), sebab dengan totalitas dan
integritas itu, agar manusia dapat mengekspresikan,
mengaktualkan, mengoptimalkan potensi dirinya
(bekerja/beraktivitas sehari-hari secara normal).
 Prinsip totalitas dan integritas (pars pro toto) tidak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya, sehingga bila
ada anggota tubuh yang hilang/dihilangkan (misalnya
akibat kecelakaan ataupun pembedahan) akibat
adanya kerusakan/gangguan/penyakit yang bersifat
permanen, maka (dokter) harus senantiasa
mempertimbangkan segala aspek secara efisien,
efektif, dan indikatif (juga dapat memperhitungkan
kemungkinan efek samping/komplikasinya), serta
potensi daya kerja dan tingkat produktivitas orang
yang bersangkutan tidak boleh dikesampingkan.
 Secara biologis, aktivitas sehari-hari diatur oleh otak
(integritas tubuh), sehingga jika otak telah dinyatakan
mati, maka aktivitas hidup otomatis berhenti secara
keseluruhan (totalitas tubuh)  “total brain death”.

 Dengan demikian, setiap bagian tubuh (integritas


tubuh) tidak boleh mengorbankan seluruh bagian
tubuh (totalitas tubuh)  oleh Aristoteles menyebut
sebagai “totum quam partes, quam esse necesse est”
(bagian tubuh secara natural menyokong seluruh
bagian tubuh, sehingga totalitas menjadi utama).
 “Tangan adalah diriku” bukan “tangan adalah milikku” 
milikku mencerminkan ada dua subjek yakni yang dimiliki
sebagai tangan (integritas) dan pemilik sebagai tubuh/diri
(totalitas).

 Platonisme adalah anggapan manusia terdiri atas badan dan


jiwa, sehingga badan merupakan kurungan/hanyalah wadah
bagi jiwa  terpisah, dan cita-cita manusia sempurna ialah
jiwa meninggalkan badannya.
 Jika demikian, jika jiwa telah meninggalkan badan berarti
bukan lagi manusia tetapi mayat.
Pandangan tersebut telah ditinggalkan dikarenakan manusia
harus dipandang sebagai manusia hidup seutuhnya 
“badan yang menjiwa dan jiwa yang membadan”
 Dalam penerapan/aplikasi prinsip dan asas totalitas dan
integritas dicontohkan pada masalah donor intervivos (kasus
pencangkokan/transplantasi organ/jaringan hidup), maka ada
beberapa persyaratan pokok yang harus dipatuhi, antara
lain:
 ada informed consent, bebas dari komersialisasi, interaksi
pendonor – penerima donor bersifat pro-porsional, harus
organ/jaringan sehat, dilarang mendonorkan organ vital
(otak, jantung, paru, reproduksi, beberapa organ yang hanya
bersifat tunggal/satu buah), kecuali organ yang bersifat
ganda/ dua buah seperti: kornea mata dan ginjal dengan
catatan tidak mengakibatkan fisiologis pendonor terganggu
atau bahkan dapat menyebabkan kematiannya.
VI. Confidentiality dan Privacy
 Confidentiality: Berasal dari bahasa Latin, con = dengan,
fidere = kepercayaan/amanah  adanya relasi
kepercayaan/amanah yang diberikan sese-orang kepada
orang lain dengan harapan dapat dijaga kerahasiaannya.
Artinya: Menjaga kerahasiaan.

 Privacy: Berasal dari Bahasa Latin, privatus (kata


benda)/privare (kata kerja) = menyingkirkan diri 
membiarkan diri sendirian ( the right to be left alone).
Artinya: Hak atas ruang pribadi dan bebas atau tanpa
campur tangan orang lain.
 Confidentiality berkaitan dengan informasi
yang dikumpulkan lalu dijaga kerahasiannya.
 Privacy berkaitan dengan siapa yang boleh
mengakses informasi tersebut.
 Dalam hal demi kepentingan umum, informasi
keduanya dapat dibuka namun sesuai dengan
prosedur standar/formal/baku yang telah
diatur berdasarkan peraturan perundang-
undangan ataupun regulasi internasional
(melalui Pengadilan). Sedangkan privacy harus
berdasarkan persetujuan orang yang
bersangkutan.
VII. Equity, Justice, dan Equality

 Equity: Kesetaraan/kesamaan derajat manusia  bersifat


kualitas.

 Justice: Keadilaan (sesuai proporsi sebenarnya/ber-


imbang/keseimbangan antara hak dengan kewajiban) 
bersifat kuantitas dan kualitas.

 Equality: Kesetimbangan  bersifat kuantitas


VIII. Prinsip Double Effects = Akibat Ganda

 Artinya, kendati niat dan tindakan yang dilakukan telah baik dan
benar namun belum tentu menghasilkan/ berakibat baik dan benar
pula jika tidak dilakukan secara proporsional (Thomas Aquinas).
Bisa dikatakan bahwa hampir semua tindakan (medis) yang
dilakukan tentu perlu mempertimbangkan adanya akibat ganda
tersebut.

 Ada beberapa syarat yang harus dicermati secara saksama


sebelum melakukan suatu tindakan (medis). Inti sarinya, ialah
utamakan manfaat/kemaslahatannya daripada
mudarat/keburukannya.
IX. Minus malum dan Summum bonum

 Minus malum: Minus = kurang, malum = jelek/buruk 


kurang/sedikit jeleknya/buruknya.

 Summum bonum: Summum = lebih, bonum = bagus/baik 


lebih/banyak bagusnya/baiknya.

 Yaitu suatu pilihan atas suatu masalah/kasus yang dihadapi


(khususnya dalam bidang kedokteran), sehingga dapat
terhindar dari hal-hal yang merugikan ataupun dapat menjadi
masalah baru lagi.
X. Ordinary dan Extraordinary
 Ordinary: Sesuatu yang bersifat biasa/layak. Dalam hal
melakukan tindakan (medis) harus mempertim-bangkan hal ini
guna diterapkan kepada pasien/ klien; artinya, masih sanggup
diterima dengan baik oleh pasien/klien sesuai kondisi
kesehatannya.

 Extraordinary: Sesuatu yang bersifat luar biasa/di luar


kelayakan. Dalam hal melakukan tindakan (medis) harus
mempertimbangkan hal ini guna diterapkan kepada
pasien/klien; artinya, jangan memaksakannya bilamana tidak
sanggup diterima dengan baik oleh pasien/klien apalagi jika
kondisi kesehatannya tidak memungkinkan.
XI. Hak untuk Hidup Sehat dan Hak Kesehatan

 Hak untuk Hidup Sehat.

Manusia berhak untuk hidup sehat sebagai hak manusiawi/


asasi/esensial/fundamental yang bersifat universal, namun dalam
bentuk hidup sehat bermutu, yakni dalam derajat kesehatan setinggi-
tingginya/optimal) dan tidak membahayakan atau tidak berpotensi
mengancam dirinya.

Salah satu hal yang membahayakan atau ancaman bagi hak kesehatan
manusia, yaitu penyakit dan pola hidup yang tidak sehat sebagai hak
untuk hidup sehat namun tidak bias dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya disebabkan oleh banyak faktor (internal dan eksternal).
 Dalam penerapan sehari-hari atas hak untuk hidup
sehat mencakup beberapa program kegiatan:
1. pencegahan penyakit (prevensi);
2. penyembuhan penyakit (terapi);
3. perawatan kesehatan (kurasi);
4. pemulihan kesehatan (rehabilitasi);
5. pemeliharaan kesehatan (konservasi); dan
6. peningkatan kesehatan (promosi).
 Hak Kesehatan

Hak kesehatan adalah hak untuk mendapatkan perlindungan


kesehatan dan akses pelayanan kesehatan (yang wajib
diselenggarakan oleh Negara/ Pemerintah).

 Hak kesehatan bagi setiap warga negara:


1. Respecting: menghormati/menghargai;
2. Protecting: melindungi/menghindarkan;
3. Fulfilling: mengupayakan/memenuhi;
4. Availibility: ketersediaan fasilitas;
5. Accessibility: keterjangkauan fasilitas;
6. Acceptability: keterimaan masyarakat;
7. Quality: kualitas/mutu layanan.
XII. Kesejahteran Umum
 Kewajiban mmelihara hidup dan kesehatan.

Manusia mempunyai kewajiban dan tugas guna menjaga,


mempertahankan, dan melindungi dirinya berdasarkan dua prinsip:
hukum kodratiah dan hukum Ilahiah.

 Hukum kodratiah atau hukum alamiah: kecenderungan manusia untuk


melindungi diri dan mencegah atau menghindari diri dari
ancaman/bahaya.

 Hukum Ilahiah atau hukum amanatiah:


kecenderungan manusia untuk mempertahankan, me-ngembangkan,
dan melestarikan diri dan keturunannya.
# Mari kita berdoa untuk menutup
kegiatan perkuliahan ini.........
Aaaamiiin yaa
Rabbal’aaalamiin #

Anda mungkin juga menyukai