Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH RELAKSASI NAFAS

DALAM TERHADAP PENURUNAN


NYERI PADA AN.G DENGAN TYPHOID
ABDOMINALIS DI RUANG KEMUNING
RSUD GUNUNG JATI CIREBON

Di susun oleh
Fauzi Eka Lestari
D0015022
latar belakan
> Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2013, memperkirakan sekitar 17 juta kasus
kematian tiap tahun. Typhoid merupakan penyakit infeksi menahun yang dapat terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan paling rentan terkena thypoid abdominalis banyak terjadi pada
anak usia 3-9 tahun.

> Di indonesia dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia
penyakit Typhoid menduduki peringkat ke-3 dengan jumlah kasus mencapai 41.081 pasien dan 274
diantaranya meninggal

> Menurut data rekamedik di RSUD Gunung Jati tahun 2015 angka kasus typhoid yang di rawat di
Ruang Kemuning RSUD Gunung Jati Cirebon terus bertambah dari bulan Januari sampai bulan
Maret. Jika pada bulan Januari terdapat 35 pasien yang di rawat, dibulan Februari meningkat
menjadi 50 orang. Dalam kurun waktu dua bulan tersebut, sedangkan bulan Maret tercatat 5 pasien
yang masih di rawat di RSUD Gunung Jati Cirebon.

> Penatalaksanaan pada thyphoid abdominalis ditekankan pada upaya farmakologis dan non
farmakologis. Terapi farmakologis yaitu dengan pemberian obat analgesik, pemberian obat
analgesik sebagi pilihan dalam mengurangi rasa nyeri pada pasien. Terapi non farmakologis
dikembangkan sebagai terapi tambahan untuk mengatasi nyeri, seperti: Kompres hangat/dingin,
relaksasi nafas dalam, music, aromatherapy, imajinasi terbimbing, hypnosis (Tamsuri, 2006).
Salah satu tindakan keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri adalah teknik relaksasi nafas dalam
Tujuan Penelitian
Tujuan umum
Tujuan khusus
Manfaat Penelitian
Aplikatif
Keilmuan
Metodelogi
Tinjaua Kasus

An. G (8 tahun) dirawat di ruang kemuning RSUD Gunung Jati


Cirebon pada tanggal 16 februari 2016 dengan diagnose typhoid
abdominalis. Riwayat kesehatan sebelumya dan selama sakit.
An. G mempuyai riwat penyakit typhoid sejak umur 5 tahun, 3x
keluar masuk rumah sakit dengan keluhan yang sama. Pada
tanggal 13 febuari 2016 badan pasien panas, mual-muntah dan
tidak mau makan, orang tua pasien mengira anaknya hanya sakit
biasa. 2 hari sebelumya di bawa ke RS badan An. G panas,
mengigil, mual-muntah, tidak mau makan, makan hanya 3
sendok sehari dan minum 5 gelas sehari, mengeluh sakit pada
bagian perut sebelah kiri, pasien terlihan lemas dan menangis.
Akhirnya orang tua pasien memutuskan membawa anaknya ke
rumah sakit karna takut sakit pada anaknya tambah parah.
Data yang di peroleh saat pengkajian di Ruang Kemuning,
An. G badanya sering panas dengan suhu 37,8 C dan Tanda-
tanda Vital TD: 110/70 mmHg, N: 101x/m, RR: 25x/m, bibir
kering kesadaran kompos metis. Biokimia pada hasil
laboratorium darah pada tanggal 17 febuari 2016 adalah
WBC: 3.17x10^3/ul, RBC: 4.28x10^6/ul, HGB: 11.69 g/dl, PLT:
44x10^30/ul. Sedangkan pemeriksaan hasil imunologi
parameter widal Anti S. Typhi A 1/324, Anti S. Paratyphi B
1/324, Anti S. Paratyphi C hasil 1/324. An .G mengeluh nyeri
perut di sebelah kiri, rasanya seperti di tusuk-tusuk, jika
sering bergerak perut terasa nyeri, keluarga pasien tidak
tahu penyebab dari nyeri perut yang di alami anaknya, skala
nyeri pada pasien 6, An.G nampak menangis menahan rasa
nyerinya. Napsu makan berkurang pasien makan hanya
3sendok sehari dan minum hanya 5 gelas sehari, sering
merasa mual dan ingin muntah, BB pasien 21kg, pasien
terpasang infus RL nampak lemas dan hanya tiduran di bed.
Diagnose keperawatn yang muncul
pada An.G menurut Nanda (2012-
2014) yaitu:

Hipertermi (00007) berhubungan


dengan penyakit typhoid
Nyeri akut (00132 ) berhubungan
dengan agen cidera fisik
Resiko kekurangan volume cairan
(00028) berhubungan dengan
kehilangan cairan aktif
intervensi
Pada intervensi nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik
a. Melakukan pengkajian pada nyeri pasien
dengan menggunakan pqrst, keadaan umun
dan tanda-tanda vital
b. Mengajarkan teknik relaksasi distraksi
c. Melakukan relaksasi nafas dalam
d. memantau tanda-tanda vital
e. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan
obat analgesik
Implementasi hari 1
 Implementasi pada tanggal 20 Febuari 2016 untuk diagnosa nyeri akut
yaitu mengkaji keadaan umum pasien dan TTV pasien dengan respon
pasien,TD: 110/70 mmHg, N: 100x/m, RR: 25x/m, S: 37,7C.

 An.G mengatakan perut di sebelah kiri masih nyeri dengan skala nyeri 5,
pemberian relaksasi nafas dalam dengan respon, ibu pasien mengatakan
anaknya menjadi lebih tenang, tidak uring-uringan saat mempraktekan
teknik nafas dalam dan An.G tampak tidak menagis. Mendemonstrasikan
relaksasi nafas dalam kepada keluarga dan pasien, respon keluarga
mengatakan menjadi lebih paham cara melakukan relaksasi nafas dalam,
keluarga mampu mengajarkan relaksasi nafas dalam kepada An.G.

 Evaluasi pada tanggal 20 Febuari 2016 untuk diagnosa nyeri akut yaitu
nyeri pada pasien berkurang, pasien terlihat lebih tenang, tidak gelisah
setalah melakuakan relaksasi nafas dalam, skala nyeri menjadi 5, TD:
110/70 mmHg, N: 100x/m, RR: 25x/m, S: 37,7C, An.G mampu melakukan
relaksasi nafas dalam secara mandiri,
Implentasi hari 2
Implementasi pada tanggal 21 Febuari 2016 untuk diagnosa nyeri
akut yaitu mengkaji keadaan umum pasien, TTV pasien dengan
respon pasien,TD: 110/70mmHg, N:101x/m, RR:25x/m, S:
37,6C
An.G mengatakan nyeri di perut sebelah kiri masih nyeri, skala
nyeri 4, melakukan relaksasi nafas dalam dengan mandiri. setelah
melakukan relaksasi nafas dalam nyeri pasien berkurang menjadi
4, memberikan obat ranitidin 1,5 mg melalui IV.

Evaluasi pada tanggal 21 Febuari 2016 untuk diagnosa nyeri yaitu


nyeri perut pasien berkurang dengan skala nyeri 4, TD: 110/70mmHg,
N:101x/m, RR:25x/m, S: 37,6C, pasien melakukan relaksasi nafas
dalam, An.G melakukan relaksasi nafas dalam secara mandiri,
Implementasi hari 3
Implementasi pada tanggal 22 Febuari 2016 untuk diagnosa
nyeri akut yaitu mengkaji keadaan umum pasien, TTV pasien
dengan respon pasien,TD: 100/70mmHg, N:103x/m,
RR:25x/m, S: 37,6C An.G mengatakan nyeri di perut sebelah
kiri masih nyeri tapi tidak terlalu nyeri seperti kemarin, skala
nyeri 4, melakukan relaksasi nafas dalam dengan mandiri,
setelah melakukan relaksasi nafas dalam pasien tidak gelisah,
skala nyeri pasien masik 4 akan tetapi keadaan pasien terlihat
lebih tenang dan tidak menangis.
Evaluasi pada tanggal 22 Febuari 2016 untuk diagnosa nyeri akut
yaitu nyeri pada pasien berkurang menjadi 4, pasien terlihat
nampak tenang, tidak gelisah, tidak menangis, TD: 100/70mmHg,
N:103x/m, RR:25x/m, S: 37,60C An.G melakukan relaksasi nafa
dalam secara mandiri.
Analisa Situasi
 Pemberian relaksasi nafas dalam terbukti efektif untuk
meredam nyeri pada An.G dengan perubahan nyeri dari skala
6 menjadi skala 4 dikolaborasikan analgetik (keterolac 15mg)
. Latihan relaksasi nafas dalam, memberikan pengertian
kepada keluarga dan pasien tentang manfaat relaksasi nafas
dalam dengan hasil penurunan nyeri dari skala 6 menjadi
skal 4 dengan An.G beraktifitas tidak merasa nyeri, tidak
gelisah lebih rileks, mulai makan dan minum sendiri.

 Intervensiyang dilakukan untuk mengurangi nyeri abdomen


pada An.G dengan relaksasi nafas dalam. Sebelum dilakukan
relaksasi nafas dalam peneliti mengusahakan agar pasien
tenang dan dalam posisi duduk, setelah itu nmulai mengajari
An.G untuk menarik nafas dari hidung tahan sebentar lalu
pelan-pelan di hembuskan dari mulut, menganjurkan An.G
untuk mengulangi berkali-kali dalam waktu 10 menit hingga
merasa rileks dan merasa nyeri berkurang.
Menurut Zamzarah (2012) menyatakan dengan uji Mann-
Whitney rata-rata tingkat nyeri kelompok kontrol sebelum dan
sesudah penelitaian teknik relaksasi nafas dalam adalah 2,30
dengan standar deviasi 0,483 dan rata-rata tingkat nyeri
kelompok eksperimen sebelum dan seudah pemberian teknik
relaksasi nafas dalam dalah 3,50 dengan standar deviasi
0,527, maka dapat di simpulkan terdapat pengaruh pemberian
teknik nafas dalam terdapat skala nyeri pada pasien.

Menurut Dwi S, (2009) menyatakan dari hasil pengukuran


dengan mengunakan skala nyeri 0-10 didapatkan hasil sebagai
berikut: pengaruh yang signifikan antara pemberian teknik
relaksasi nafas dalam terhadap penurunan persepsi nyeri dan
sudah di buktikan dengan 22 responden dapat menurunkan
tingkat nyeri dengan melakukan relaksasi nafas dalam.
 Hasil penelitian yang di lakukan Eliza Anas (2012)
menyatakan bahwa pemberian teknik relaksasi nafas
dalam untuk menurunkan tingkat nyeri pada pasien
typus abdominalis karena teknik relaksasi nafas dalam
dapat membantu dan mengontrol rasa nyeri pada pasien
dan teknik nafas dalam dapat dipraktekkan dan tidak
menimbulkan efek samping. Mencatat studi yang
menunjukan bahwa 60% sampai 70% pasien dengan
ketengangan nyeri dapat mengurangi nyeri minimal
50% dengan melakukan relaksasi nafas dalam
Alternatiflain untuk menurunkan nyeri
pada anak dengan typhoid abdominalis
selain mengunakan relaksasi nafas dalam
ada beberapa tindakan yaitu:
> Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi
atau membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah
spasme otot dan memberikan rasa hangat pada daerah
tertentu (Uliyah & Hidayat, 2008). Kompres hangat
dapat dilakukan dengan menempelkan kantong karet
yang diisi air hangat atau handuk yang telah direndam
di dalam air hangat, ke bagian tubuh yang nyeri.
Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau
pemijatan. Dampak fisiologis dari kompres hangat
adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot tubuh
lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa
nyeri, dan memperlancar aliran darah (Kompas, 2009).
Tehnik relaksaksi distraksi adalah Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk
memandang embe pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan
inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan
kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan
menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk
berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang ember
ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan
ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan
pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian
tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar
di area nyeri.

Chromotherapy adalah sejenis terapi alami lain yang efektif meredakan nyeri
menggunakan teknik warna. Mereka yang meyakini da berpendapat bahwa asal
muasal dari berbagai penyakit atau kondisi kesehatan dapat di petakan dengan
melihat sebuah warna yang spesifik di dalam sistem tubuh manusia. Cara kerja
adalah dengan menyinarkan warna ketubuh untuk membantu melawan
ketidakseimbangan kesehatan, dan warna biru diyakini mampu memberikan
efek yang segar, rileks, dan menenangkan serta dapat digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri.

Anda mungkin juga menyukai