Anda di halaman 1dari 45

PPOK (Penyakit paru obstruktif kronis) dan

PENYAKIT AKIBAT ROKOK

Kelompok 7
Yanni Puspa Amaranti
Muthiya Harlingga
Prayogi Widi Santoso
Salsabila Nadya
Pokok Bahasan:
1. pengertian penyakit paru obstruktif kronis

2. klasifikasi penyakit paru obstruktif kronis

3. signifikasi penyakit paru obstruktif kronis

4. patofisiologi penyakit paru obstruktif kronis

5. kelompok risiko tinggi penyakit paru obstruktif kronis

6. distribusi geografi penyakit paru obstruktif kronis

7. trens waktu penyakit paru obstruktif kronis

8. faktor risiko penyakit paru obstruktif kronis

9. pencegahan dan pengendalian penyakit paru obstruktif kronis


Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Definisi Disease (GOLD), PPOK adalah penyakit dengan


karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak
sepenuhnya reversible. Keter-batasan saluran napas
PPOK tersebut biasanya progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi di-karenakan bahan yang merugikan
atau gas

Menurut Grace & Borlay Penyakit paru-paru obstrutif


kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paruparu yang
berlangsung lama

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh


hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat
progressif non reversibel atau reversibel parsial. PPOK
terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya
Klasifikasi Penyakit Paru
Obstruktif Kronis

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan Perkumpulan Dokter Paru
Indonesia (PDPI) dan GOLD tahun 2015 sebagai berikut:

Klasifikasi Gejala klinis Spirometri

 Tidak ada gejala waktu


istirahat atau exercise
 Tidak ada gejala waktu
istirahat, tetapi gejala
ringan pada latihan
sedang (misal berjalan
VEP1 ≥80% prediksi (normal
cepat, naik tangga)
PPOK Ringan spirometri)
 Dengan atau tanpa batuk atau
 Dengan atau tanpa VEP1/KVP<70%
produksi sputum.
 Sesak napas derajat
sesak 0 sampai derajat
sesak 1
Lanjutan...

Klasifikasi Gejala klinis Spirometri

 Tidak ada gejala waktu


istirahat, tetapi mulai
terasa pada latihan/kerja
ringan (misal berpakaian)
 Gejala ringan pada
istirahat
 Dengan atau tanpa batuk
VEP1/KVP <70%
PPOK Sedang  Dengan atau tanpa atau
produksi sputum 50%< VEP1 <80% prediksi.
 Sesak napas : derajat
sesak 2 ( sesak timbul
pada saat aktivitas )
Signifikasi Penyakit Paru
Obstetrik
PPOK merupakan Kronik
salah satu penyakit tidak menular
utama, yang agak jarang terekpose karena kurangnya
informasi yang diberikan. Di Amerika Serikat data tahun
2007 menunjukkan bahwa pre-valensi PPOK sebesar
10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan
untuk perempuan 8,5% (SE 5,8)3. Sedangkan mortalitas
menduduki peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu
18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka
kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai
1991. Sedangkan prevalensi PPOK di negara-negara Asia
Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi
terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%).
Indonesia sebagai negara dengan jumlah perokok yang
banyak dipastikan memiliki prevalensi PPOK yang tinggi.
N (Khairani, 2013)
Grafik Persentasi Internasional
Grafik Prevalensi PPOK di
Indonesia, 2013
Bronkitis
Kronis
Patofisiologi
PPOK Emifisema
Patofisiologi Penyakit Paru Obstretrik Kronis
Bronkitis Kronis

Silia dan mukus di bronkus


telah iritasi dikarenakan
paparan rokok dan polutan.

Gagalnya pembersihan
mukosiliar adalah adanya
proliferasi sel globet dan
pergantian epitel yang bersilia
dengan tidak yang bersilia.
Akibatnya makrofag dan
neutrofil berinfiltrasi ke epitel
dan memperkuat tingkat
kerusakan epitel.

Inflamasi yang terjadi pada


bronchitis kronis

Perubahan pada saluran nafas kecil


menyebabkan berkurangnya
ventilasi (V), dimana perfusi (Q)
tetap.
perubahan sputum seperti
meningkatnya volume mukus,
mengental dan perubahan warna.

Terjadi Infesi Berulang


menyebabkan pasien demam tinggi

Menyebabkan keparahan akut pada


status pulmonary dan berkontribusi
secara signifikan pada percepatan
penurunan fungsi pulmonary karena
inflamasi menginduksi fibrosis pada
bronkus dan bronkiolus
2. Emfisema

Secara Selektif Menyerang Bagian


Bronkiolus.

Dinding- Dinding Mulai Berlubang,


Membesar Dan Bergabung Dan
Akhirnya Cenderung Menjadi Satu
Ruang.

Berat Menyerang Pada Bagian Atas


Paru-paru
Tertekannya Jalan Udara Selama
Penghembusan Nafas

Hilangnya dinding alveolar


berakibat pada hilangnya jaringan
kapiler

Penurunan Ventilasi Dan Perfusi,


Lanjutan...

Klasifikasi Gejala klinis Spirometri

 Gejala sedang pada


PPOK Berat waktu istirahat  VEP1/KVP <70%,
 Gejala berat pada saat  VEP1 <30% prediksi
istirahat atau VEP1 > 30 %
 Tanda korpulmonal dengan gagal napas
 Sesak napas derajat kronik
sesak 3 dan 4 dengan
gagal napas kronik
 Eksaserbasi lebih sering
terjadi
 Disertai komplikasi kor
pulmonale atau gagal
jantung kanan
Kelompok Resiko Tinggi Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Menurut Menurut Menurut


Orang Tempat Waktu
1 usia

2 Jenis kelamin

3 Merokok
Menurut
Orang 4 Pendidikan
Riwayat terpajan
5

polusi udara

6 Riwayat infeksi
saluran napas bawah
berulang
Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara-negara
yang memiliki pendapatan rendah dan menengah, di mana
strategi efektif untuk pencegahan dan pengendalian tidak
selalu dilaksanakan atau dapat diakses (WHO, 2017). Pada
tahun 1990, diperkirakan sekitar 120,9 juta kasus PPOK di

Menurut antara penduduk perkotaan (prevalensi 13,2%) dan 106,3

Tempat juta kasus di antara penduduk pedesaan (prevalensi


8,8%). Pada tahun 2010, ada lebih dari 230 juta kasus
PPOK di antara penduduk perkotaan (prevalensi 13,6%)
dan 153,7 juta di antara penduduk pedesaan (prevalensi
9,7%) (Adeloye et al., 2015). Di Indonesia PPOK lebih
tinggi di perdesaan dibanding perkotaan (Kementerian
Kesehatan RI, 2013).
Secara global, diperkirakan bahwa 3,17 juta kematian disebabkan
oleh penyakit pada tahun 2015 (yaitu, 5% dari semua kematian
secara global pada tahun itu). The Global Burden of Disease Study
melaporkan prevalensi 251 juta kasus COPD secara global pada
tahun 2016 (WHO, 2017). Diperkirakan sekitar 227,3 juta kasus PPOK
pada tahun 1990 di antara orang berusia 30 tahun atau lebih, sesuai
Menurut dengan prevalensi global 10,7% dalam kelompok usia ini. Jumlah
Waktu kasus PPOK meningkat menjadi 384 juta pada tahun 2010, dengan
prevalensi global sebesar 11,7% (8,4% -15,0%). Peningkatan sebesar
68,9% ini terutama didorong oleh perubahan demografis global
(Adeloye et al., 2015). Prevalensi PPOK di Indonesia pada tahun 2013
yang tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti
Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan
masing-masing 6,7 persen (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
(Riskesdas, 2013)
Distribusi Geografi Penyakit
Obstruktif Kronik

Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK pada tahun 2012, menyumbang 6%
dari semua kematian secara global (GOLD, 2017). Di seluruh wilayah WHO,
prevalensi tertinggi diperkirakan di Amerika (13,3% pada tahun 1990 dan 15,2%
pada tahun 2010), dan terendah di Asia Tenggara (7,9% pada tahun 1990 dan 9,7%
pada tahun 2010). Persentase peningkatan kasus PPOK antara tahun 1990 dan
2010 adalah yang tertinggi di wilayah Mediterania Timur (118,7%), diikuti oleh
kawasan Afrika (102,1%), sedangkan wilayah Eropa mencatat peningkatan
terendah (22,5%) (Adeloye et al., 2015).
(Riskesdas, 2013)
Trend Waktu Penyakit Paru
Obstruktif Kronis
DUNIA
Pada tahun 1990 PPOK menempati
urutan ke-6 sebagai penyebab utama
kematian di dunia.
Data WHO tahun 2001 menunjukkan angka
mortalitas PPOK adalah 4,8% dan
menduduki urutan ke-4 penyebab kematian
di dunia.
pada tahun 2002 telah menempati urutan
ke-3 setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker (WHO,2002).
AMERIKA SERIKAT
Di Amerika Serikat dibutuhkan dana sekitar 32 juta US$
dalam setahun untuk menanggulangi penyakit ini,
dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan
lebih dari 100 ribu orang meninggal.
INDONESIA
di Indonesia, PPOK adalah salah satu dari 10
penyebab kematian utama.
Hasil survei penyakit tidak menular oleh
Direktorat Jenderal PPM & PL di 5 rumah
sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan
Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukkan PPOK menempati urutan
pertama penyumbang angka kesakitan
(35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker
paru (30%) dan lainnya (2%)
INDONESIA
Menurut RISKESDAS tahun 2013 Prevalensi
PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara
Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah
(8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan
masing- masing 6,7%, sedangkan untuk di
kalimantan timur sendiri sebanyak 2,8 %.
Prevalensi penyakit asma, PPOK, dan
kanker menurut provinsi Indonesia
2013
Faktor Risiko Penyakit Paru
Obstruktif Kronis
Faktor Resiko Utama
PROS Berkembangnya Penyakit

Faktor Paparan Lingkungan

CONS
Faktor Host
Faktor Paparan Lingkungan

Merokok Pekerjaan
04 01

Polusi Udara Infeksi


03 02
Faktor Paparan Host

Usia Jenis Kelamin

04 01

Predisposisi genetik,
Adanya yaitu defisiensi a1
antitripsin (AAT)
gangguan fungsi 03 02

paru
Dari berbagai faktor resiko yang ada, merokok
merupakan faktor resiko utama untuk
COPD/PPOK karena tembakau kronis. Di
Amerika Serikat, 80 sampai 90% kasus PPOK
disebabkan oleh merokok. Paparan asap rokok
diukur dalam paket-tahun, rata-rata jumlah
rokok yang dihisap paket harian dikalikan
dengan jumlah tahun merokok. Tidak semua
perokok akan mengembangkan PPOK, namun
perokok terus menerus memiliki setidaknya
Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Paru Obstruktif
Kronis
Pencegahan penyakit Paru Obstruksi
Kronis menurut five level prevention:

• Pencegahan tahap awal (primordial


prevention)
Pencegahan primordial yaitu upaya
pencegahan pada orang-orang yang
belum ada faktor resiko PPOK, meliputi:
menciptakan lingkungan yang bersih dan
berperilaku hidup sehat seperti tidak
merokok.
PENCEGAHAN 1 Pencegahan Tahap Awal
PENYAKIT (Primordial Prevention)

PARU Pencegahan primer


OBSTRUKSI 2 ( primary prevention
)
KRONIS Pencegahan
MENURUT 3 Sekunder (secondary
FOUR LEVEL Preventive)

PREVENTION 4 Pencegahan Tersier


Pencegahan tahap awal
(primordial prevention)
Pencegahan primordial yaitu upaya
pencegahan pada orang-orang yang
belum ada faktor resiko PPOK,
meliputi: menciptakan lingkungan yang
bersih dan berperilaku hidup sehat
seperti tidak merokok.
Pencegahan primer ( primary
prevention )

Tujuan dari pencegahan primer adalah


untuk mengurangi insidensi penyakit
dengan cara mengendalikan penyebab-
penyebab penyakit dan faktor-faktor
resikonya.
Hal-hal yang perlu dijaga adalah dalam
indikator fungsi paru yang meliputi
Berikut Standar Nilai Kapasitas
Vital Paru :
• Pencengahan primer meliputi:
a) Kebiasaan merokok harus
dihentikan
b)Memakai alat pelindung seperti
masker di tempat kerja (pabrik)
yang terdapat asap mesin, debu.
c)Membuat corong asap di rumah
maupun di tempat kerja (pabrik)
d)Pendidikan tentang bahaya-
Pencegahan Sekunder (secondary
Preventive)
Tujuan pencegahan sekunder adalah untuk mengobati
penderita dan mengurangi akibat-akibat yang lebih serius
dari penyakit yaitu melalui diagnosis dini dan pemberian
pengobatan.
Adapun pencegahan sekunder terhadap penderita PPOK
meliputi:
Uji faal paru untuk menetapkan diagnosis dini PPOK
Uji faal paru dengan menggunakan spirometri berguna
untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan
penyakit dan menentukan prognosa. Pemeriksaan ini
penting untuk memperlihatkan secara obyektif adanya
obstruksi saluran nafas dalam berbagai tingkat.
Spirometri harus digunakan untuk mengukur volume
maksimal udara yang dikeluarkan setelah inspirasi
maksimal, atau disebut forced vital capacity (FVC).
Spirometri juga harus digunakan untuk mengukur
volume udara yang dikeluarkan pada satu detik
pertama pada saat melakukan manuver di atas. Uji faal
paru dapat juga dilakukan dengan uji bronkodilator.
Pencegahan Tersier

Tujuan pencegahan tertier adalah untuk


mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Pencegahan
tertier meliputi:
a) Rehabilitasi Psikis
b) Rehabilitasi Pekerjaan
c) Rehabilitasi Fisik
THANK YOU!
ANY QUESTIONS?

Anda mungkin juga menyukai