Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

DEFINISI
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial, bersifat progresif, biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik. PPOK adalah penyakit yang umum, dapat dicegah,
dan dapat ditangani, yang memiliki karakteristik gejala pernapasan yang menetap dan
keterbatasan aliran udara, dikarenakan abnormalitas saluran napas dan/atau alveolus yang
biasanya disebabkan oleh pajanan gas atau partikel berbahaya

ETIOLOGI
Faktor risiko PPOK di seluruh dunia yang paling banyak ditemui adalah merokok
tembakau. Selain jenis tembakau, (misalnya pipa, cerutu, dan ganja) juga merupakan faktor
risiko PPOK. PPOK tidak hanya berisiko bagi perokok aktif saja namun juga bisa berisiko bagi
perokok pasif yang terkenan pajanan asap rokok.
Selain itu faktor - faktor yang berpengaruh pada perjalanan dan perburukan PPOK antara lain:
1. Faktor genetik
2. Usia & jenis kelamin
3. Pertumbuhan dan perkembangan paru
4. Pajanan terhadap partikel, gas berbahaya
5. Faktor sosial ekonomi
6. Asma dan hipereaktivitas saluran napas
7. Bronkitis kronis
8. Infeksi berulang di saluran napas (GOLD, 2017)

Berdasarkan penelitian Oemiati (2013) menyatakan bahwa faktor risiko utama PPOK antara lain
merokok, polutan indoor, outdoor dan polutan di tempat kerja, selain itu ada juga faktor risiko
lain yaitu genetik, gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik. Data Riskesdas
2013 berdasarkan karakteristik terlihat prevalensi PPOK semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan
(3,3%) dan mulai meningkat pada kelompok usia ≥ 25 tahun. Prevalensi PPOK lebih tinggi di
perdesaan (4,5%) dibanding perkotaan (3,0%) dan cenderung lebih tinggi pada masyarakat
dengan pendidikan rendah (7,9%) dan kuintil indeks kepemilikan terbawah (7,0%).

EPIDEMIOLOGI
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular utama, yang agak jarang terekpose
karena kurangnya informasi yang diberikan. Prevalensi global PPOK pada tahun 2015 sekitar
11,7%, meningkat 44,2% dari tahun 1990, dan menyebabkan kematian pada 3,2 juta orang di
2015, meningkat 11,6% dari tahun 1990. Sedangkan prevalensi PPOK di Indonesia menurut
Riskesdas 2013 adalah 3,7% (pria 4,2%, perempuan 3,3%). Hasil survei penyakit tidak menular
oleh Ditjen PPM & PL di 5 RS provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan
Sumatera Selatan) pada tahun 2004 menunjukkan bahwa PPOK merupakan penyumbang angka
kesakitan terbesar (35%), diikuti oleh asma bronkial (33%), kanker paru (30%), dan lainnya
(2%).3 Prevalensi PPOK terus meningkat dengan bertambahnya prevalensi perokok dan populasi
usia lanjut, serta peningkatan polusi udara. Sedangkan berdasarkan hasil SUSENAS (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2001, 54,5% penduduk laki-laki dan 1,2% penduduk perempuan
adalah perokok, dan sebagian besar anggota rumah tangga adalah perokok pasif. Sedangkan
jumlah perokok yang berisiko PPOK atau kanker paru adalah sebesar 20-25%.

GEJALA KLINIS
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut American Thoracic
Society (ATS) 4 penggolongan PPOK berdasarkan derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan,
sedang, berat dan sangat berat.
Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut :
a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala
ringan. Serta pengukuran spirometri menunjukkan nilai VEP1 ≥ 50 %
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang sama usia karena sesak napas, atau harus
berhenti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala
berat Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu atau sesak napas
saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 skala sangat berat. Pada penderita
PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan fungsional sangat berat serta membutuhkan
perawatan teratur dan spesialis respirasi

Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005
maka PPOK dikelompokkan ke dalam :
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa produksi sputum
dan dengan sesak napas derajad nol sampai satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya
menunjukkan VEP1 ≥ 80% prediksi (normal) dan VEP1/KVP < 70 %
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk. Dengan atau produksi
sputum dan sesak napas dengan derajad dua. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me
nunjukkan VEP1 ≥ 70% dan VEP1/KVP < 80% prediksi
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad tiga atau empat dengan
gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum
atau gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP1/KVP < 70 %,
VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini ditunjukkan
dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan kriteria hipoksemia dengan normokapnia
atau hipoksemia dengan hiperkapnia.
PPOK memiliki tanda dan gejala yang khas yaitu batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung
meningkat dan maksimal pada malam hari dan menandakan adanya pengumpulan sekresi
semalam sebelumnya. Batuk produktif pada awal intermiten dan kemudian terjadi hampir setiap
hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal,
kuning, bahkan terkadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik
(Mulyono, 2000).
PENCEGAHAN
1. Menghentikan kebiasaan merokok dan selalu jauhi asap rokok
2. Menghindari paparan debu, asap, polusi, atau polutan lain, terutama bila Anda bertempat
tinggal atau bekerja di lingkungan dengan kualitas udara yang buruk
3. Menjalani vaksinasi flu dan vaksinasi pneumokokus untuk mencegah dan mengurangi
risiko infeksi pada saluran pernapasan dan paru-paru
4. Menerapkan gaya hidup sehat dengan rutin berolahraga, mengonsumsi makanan bergizi
seimbang, dan cukup minum air putih (sekitar 8 gelas per hari)

DIAGNOSA
Anamnesis gejala PPOK seperti sesak napas, peningkatan usaha bernapas, rasa berat saat
bernapas, atau gasping, batuk - biasanya kronik (dengan atau tanpa disertai dahak), mudah lelah,
dan terganggunya aktivitas fisik. Pada pemeriksaan fisik tahap awal, bisa tidak ditemukan
kelainan, namun pada PPOK berat, dapat ditemukan mengi dan ekspirasi memanjang. Selain itu,
bisa ditemukan tanda hiperinflasi seperti barrel chest, sianosis, kontraksi otot-otot aksesori
pernapasan, pursed lips breathing, serta tanda-tanda penyakit kronik (muscle wasting, kehilangan
berat badan, berkurangnya jaringan lemak) yang merupakan tanda progresivitas PPOK.

TERAPI FARMAKOLOGI DAN NON FARMAKOLOGI

TERAPI FARMOKOLOGI
Terapi Farmakologi Terapi farmakologi digunakan untuk mengurangi gejala, menurunkan
frekuensi dan tingkat keparahan eksaserbasi, serta memperbaiki toleransi terhadap latihan fisik
dan status Kesehatan. Hingga saat ini, belum ada bukti uji klinik yang menyimpulkan bahwa
obat-obat yang tersedia untuk PPOK dapat memodifikasi penurunan fungsi paru jangka panjang.
Pemilihan obat dalam setiap golongan obat tergantung ketersediaan dan biaya, respons klinis,
dan efek samping. Setiap terapi memerlukan regimen individual terkait keparahan, limitasi aliran
udara, dan tingkat keparahan eksaserbasi
Terapi farmakologis yang mungkin bermanfaat untuk pasien PPOK adalah golongan beta 2
agonis, golongan antikolinergik, golongan methylxanthines, kortikosteroid, mukolitik, dan
antibiotik.

a. Golongan Beta 2 Agonis

Bronkhodilator bekerja dengan melebarkan jalan nafas sehingga dapat menurunkan resistensi
jalan nafas. Contohnya : albutamol , FenoterolLevalbuterolTerbutaline

b. Golongan Antikolinergik

Golongan antikolinergik bekerja dengan memblok efek bronkhokonstriktor dari Asetilkoline


pada reseptor M2 Muskarinik yang terdapat di otot polos saluran nafas. Contohnya
Tiotropium, Umeclidinium

c. Golongan Methylxanthines

Jenis obat yang paling sering dipakai dari golongan ini adalah teofilin.

d. Kombinasi Obat Bronkodilator

Kombinasi dari obat bronchodilator dengan mekanisme dan durasi kerja yang berbeda dapat
meningkatkan efek bronkodilatasi yang lebih lama.

e. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik juga dapat diberikan pada pasien dengan eksaserbasi akut. Pilihan
yang biasa digunakan adalah metil-prednisolon atau prednison.

f. Mukolitik

Mukolitik dapat diberikan untuk mengurangi kekentalan dan mempermudah pengeluaran


sputum. Penggunaan carbocysteine dan N-acetylcysteine diketahui dapat mengurangi
eksaserbasi.

g. Antibiotik

Terapi antibiotik empiris dapat diberikan pada pasien PPOK eksaserbasi akut (peningkatan
sesak, batuk dan produksi sputum) dan adanya bukti suatu proses infeksi yang ditandai
dengan demam, peningkatan leukosit atau gambaran infiltrat pada foto thoraks.
Pilihan antibiotik lini pertama adalah makrolid dan amoxicillin atau makrolid. Sedangkan untuk
lini kedua dapat digunakan amoxicillin clavulanate, sefalosporin, dan kuinolon.

TERAPI NON FARAMKOLOGI


a. Edukasi
Edukasi diutamakan agas pasien berhenti merokok. edukasi tentang jenis obat yang
dikonsumsi, cara penggunaan, waktu dan dosis pemakaian obat yang tepat

b. Rehabilitasi
Rehabilitasi ditujukan untuk memperbaiki gejala sesak nafas dan toleransi aktifitas fisik.

c. Gizi
Tujuan pemberian gizi untuk pasien PPOK adalah
Prinsip Diet untuk penderita PPOK
1. Energi Kalori cukup 20-35 kkal/kgBB/ hari, untuk memenuhi kebutuhan energi
dikarenakan peningkatan kinerja pernapasan. Selain itu mengurangi resiko
terjadinya malnutrisi yang merupakan faktor penyulit utama. Penurunan BB terjadi
karena adanya gejala lemah, dyspnea, dan rasa mual, nafas mulut kronis dan nafsu makan
turun. Energi juga diperlukan untuk membantu otot-otot pernapasan beregenerasi. Oleh
karena pemberian energi adekuat sesuai dengan intensitas dan frequensi
terapi olahraga sangat diperlukan untuk meringankan kerja saluran nafas.
Mempertahankan kebutuhan energi yang seimbang diperlukan untuk
menjaga protein veisceral maupun protein somatic. Lebih bagus jika dilakukan
pengukuran indirect calorimetry sehingga tidak akan terjadi kelebihan zat gizi. Pemberian
energi rata rata 140 % dari BMR sangat baik untuk mencegah terjadinya
kehilangan protein pada pasien PPOK yang dirawat di RS (American Dietetic
Assosiation, 2010)
2. Protein : protein diberikan 1.2 s/d 1.7 g/kg BB/hari. Hal ini diperlukan memenuhi
kebutuhan tubuh, memelihara dan mempertahan kekuatan otot pernafasan dan
mendukung fungsi immun serta mencegah terjadi wasting pada lean body mass /otot.
Keseimbangan ratio protein (15 sd 20% total kalori) dengan lemak (30% sd 45% total
kalori) dan CHO 40 s/d 55% total kalori sangat penting untuk menjaga kesesuaian RQ
dari penggunaan metabolismnya.
3. Lemak tinggi yaitu 30 s/d 45 dari total energi, karbohidrat meningkatkan pengambilan
oksigen dan menghasilkan karbondioksida yang cukup tinggi. Pemberian KH 30-35%
dapat menghindari terjadinya sesak dan ketosis
4. Vitamin dan mineral: Kecukupan vitamin dan mineral juga perlu diperhatikan pada
pasien PPOK. Kesehatan saluran nafas sangat dipengaruhi oleh antioksidan. Vitamin
antioksidan seperti vitamin C, vitamin A, vitamin E dan betakaroten, perlu diperhatiakn
apalagi kalau perokok. Beberapa studi menyatakan bahwa perokok mempunyai
kandungan vitamin antioksidan dalam darah rendah. Penelitian lebih lanjut tentang ini
nampak perlu dilakukan. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah nilai fosfat dalam
darah. Fosfat merupakan salah satu zat gizi yang berperan dalam subtesis adenosine tri
phosphate (ATP) dan 2, 3 diphosphoglycerate (DPG) yang kedua ini merupakan bagian
kritis dari fungsi pernafasan. Penggunaan obat corticosteroid, diuretic dan bronchodilator
berhubungan dengan hipophosphathamia dan berkontribusi terhadap deplesi simpanan
phosphate. Serum fosfat sebaiknya tetap dipantau pada pasien dengan
gangguan pernapasan dan gagal paru untuk melihat tingkat kecukupannya.
5. Kalsium dan magnesium dibutuhkan juga untuk memelihara kontraksi dan
relaksasi otot pernafasan. Anjuran konsumsi mineral sesuai dengan AKG, khusus untuk
kalsium, vitamin D dan vitamin K bisa diatas AKG sebagai contoh kalsium 1200-1500
g/hari dan 400 IU vitamin D karena pada PPOK terjadi defisiensi serum 25-
hydroxyvitamin D dan pemberian obat glukortikosteroid pada pasien PPOK dapat
mengurangi penyerapan kalsium dan meningkatkan pengeluaran urin, sehingga
meningkatkan kadar hormon paratiroid dan peleburan tulang. Pemeriksaan Densitas
mineral tulang sebaiknya diukur secara berkala bagi pasien yang menerima obat
glukokorticoid >7.5 mg prednisone/perhari. Pasien dengan cor pulmonale ada penahanan
cairan perlu pembatasan cairan dan natrium namun harus disesuaikan dengan obat
diuretika yang diberikan dan asupan kalium perlu ditingkatkan.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahan makanan yang diberikan adalah bahan makanan
yang mudah dicerna, rendah serat dan tidak mengandung gas karena pada pasien ini sering
mengalami kembung. Bentuk dan pemberian makanan dapat disesuaikan dengan kondisi pasien
bisa oral, enteral, parenteral , maupun gabungannya. Makan porsi kecil tapi sering lebih dari 3x
dapat menghindari rasa mual dan begah.

PATOGENESA
Patologi PPOK Perubahan patologi pada pasien PPOK menurut The Global Initiative for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease 2017 antara lain:
1. Inflamasi kronis, dengan peningkatan jumlah sel radang di paru
2. Perubahan stuktur saluran napas, akibat luka dan perbaikan yang berulang kali.

Patogenesis PPOK Inflamasi yang terjadi pada saluran napas pasien PPOK sebagai respons
peradangan terhadap iritan kronis, seperti asap rokok. Inflamasi paru tetap bertahan setelah
berhenti merokok Mekanisme patogenesis meliputi:
1. Oxidative stress
2. Ketidakseimbangan Protease – antiprotease
3. Inflammatory cells: di beberapa pasien terdapat peningkatan eosinophil, Th2 atau ILC2,
terutama jika terjadi bersamaan dengan asma.
4. Mediator inflamasi

Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon inflamasi normal akibat
iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum dimengerti,
kemungkinan disebabkan faktor genetik.Beberapa pasien menderita PPOK tanpa merokok,
respon inflamasi pada pasien ini belum diketahui.Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif
dan kelebihan proteinase.Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan patologis
PPOK
Sel inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang melibatkan neutrofil,
makrofag, dan limfosit.Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel
struktural dalam saluran napas dan parenkim paru-paru. Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme
penguatan penting dalam PPOK.Biomarker stres oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-
isoprostan) meningkat dalam dahak, kondensat hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada
pasien PPOK.Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang dihasilkan
oleh asap rokok dan partikulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi
( seperti makrofag dan neutrophil ) diaktifkan. Mungkin juga ada penurunan antioksidan
endogen pada pasien PPOK.Stres oksidatif memiliki beberapa konsekuensi yang merugikan di
paru, termasuk aktivasi gen inflamasi, inaktivasi antiproteases, stimulasi sekresi lendir, dan
stimulasi eksudasi plasma meningkat. Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di
saluran napas proksimal, saluran napas perifer, parenkim dan vascular paru.Perubahan patologis
akibat inflamasi kronis terjadi karena peningkatan sel inflamasi kronis di berbagai bagian paru
yang menimbulkan kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang.
Secara umum, perubahan inflamasi dan struktural saluran napas akan tetap berlangsung sesuai
dengan beratnya penyakit walaupun sudah berhenti merokok
PEMERIKASAAN PENUNJANG
Kemenkes RI (2013) menyebutkan pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menunjang
diagnosis PPOK ialah sebagai berikut:

1. Spirometri adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara obyektif


kapasitas/fungsi paru (ventilasi) pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang digunakan
disebut spirometer
2. Radiologi (Rontgen Thoraks)
3. Bila eksaserbasi akut: analisis gas darah, DPL, Sputum gram, Kultur MOR.

National Health Service (NHS, 2017) juga menyebutkan beberapa tes diagnostik pada PPOK
seperti berikut ini:

1) Spirometri

Spirometri dapat membantu untuk melihat seberapa baik paru-paru dapat bekerja. Spirometer
mengukur dua hal yaitu volume udara yang biasa dihirup dalam satu detik dan jumlah udara
yang keluar. Bacaan dibandingkan dengan hasil normal berdasarkan usia, yang memperlihatkan
adanya aliran udara yang terhambat.

2)  Chest X-ray

X-ray dada dapat digunakan untuk menemukan masalah di paru-paru yang dapat menyebabkan
gejala yang serupa dengan PPOK. Masalah yang bisa muncul pada sinar X termasuk infeksi dada
dan kanker paru-paru, meski hal ini tidak selalu muncul.

3) Tes Darah

Tes darah dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala yang
serupa dengan PPOK, seperti kadar zat besi rendah (anemia) dan konsentrasi sel darah merah
yang tinggi dalam darah (polisitemia). Terkadang tes darah juga dapat dilakukan untuk
memeriksa kekurangan alpha-1-antitrypsin yang merupakan masalah genetik langka yang
meningkatkan risiko PPOK.
4) Test lebih lanjut:

 Electrocardiogram (ECG): Untuk mengukur aktivitas listrik jantung.


 Echocardiogram: pemeriksaan ultrasonografi jantung.
 Peak flow test: tes pernapasan yang mengukur seberapa cepat bisa bernafas, yang
dapat membantu mengurangi asma.
 Blood oxygen test: alat untuk mengukur kadar oksigen dalam darah.
 Computerised Tomography (CT) scan: pemindaian terperinci yang dapat
membantu mengidentifikasi masalah di paru-paru.
 Sampel dahak (Phlegm sample): diuji untuk memeriksa tanda-tanda infeksi dada.

PROGNOSA
Prognosis dari PPOK cukup buruk, karena PPOK tidak dapat disembuhkan secara permanen,
30% penderita dengan sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu satu tahun, 95%
meninggal dalam waktu 10 tahun. Ini terjadi oleh karena kegagalan napas, pneumonia, aritmia
jantung atau emboli paru (Tomas, 2008).

KOMPLIKASI
Dampak PPOK Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK merupakan keluhan utamanya
yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya. Selain itu inflamasi sistemik, penurunan berat
badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan
manifestasi sistemik pasien PPOK. Sesak napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan
menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, cemas dan akhirnya frustasi.
Gejala ini merupakan penyebab utama pasien PPOK mengurangi aktivitas fisiknya untuk
menghindari sesak napasnya. Penurunan massa sel tubuh mencapai >40% dari metabolisme
jaringan lunak (tissue) secara aktif merupakan manifestasi sistemik yang penting pada PPOK.
Massa lemak bebas yang hilang akan mempengaruhi proses pernafasan, fungsi otot perifer dan
ststus kesehatan. Penurunan berat badan memberikan efek negatif pada prognosis pasien
PPOK32 . PPOK merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang diakibatkan
oleh proses inflamasi sistemik dan jantung merupakan salah satu organ yang sangat dipengaruhi
oleh progresitas PPOK33 . PPOK merupakan penyebab utama hipertensi pulmoner dan
korpulmonal yang memberikan kontribusi 80 – 90% dari seluruh kasus penyakit
paru.34Hipertensi pulmoner pada PPOK terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap
pembuluh darah intrapulmoner. Hipertensi pulmoner pada PPOK biasanya disertai curah jantung
normal dan insidens hipertensi pulmoner diperkirakan 2 – 6 per 1.000 kasus. Osteoposrosis yang
terjadi pada pasien PPOK disebabkan faktor seperti malnutrisi yang menetap, merokok,
penggunaan steroid dan inflamasi sistemik

Komplikasi
1. Gagal jantung Keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi
kebutuhan metabolisme tubuh. Terutama gagal jantung kanan akibat penyakit paru, harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.
2. Asidosis Respiratory Adalah penyakit yang dapat timbul karena terjadi peningkatan nilai
PaCO2 (hiperkapnia). Biasanya timbul dengan gejala nyeri kepala/ pusing, lesu, dan leleh.
3. Hipoxemia Merupakan penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi
oksigen
TABEL PERBANDINGAN
PPOK TBC DIFTERI
Definisi PPOK adalah
penyakit paru kronik
yang ditandai oleh
hambatan aliran
udara di saluran
napas yang bersifat
progresif
nonreversible atau
reversible parsial,
Gejala klinis memiliki tanda dan
gejala yang khas
yaitu batuk dan
ekspektorasi, dimana
cenderung meningkat
dan maksimal pada
malam hari dan
menandakan adanya
pengumpulan sekresi
semalam sebelumnya.
Batuk produktif pada
awal intermiten dan
kemudian terjadi
hampir setiap hari
seiring waktu.
penyebab merokok, polutan
indoor, outdoor dan
polutan di tempat
kerja, selain itu ada
juga faktor risiko lain
yaitu genetik, gender,
usia, konsumsi
alkohol dan kurang
aktivitas fisik

Anda mungkin juga menyukai