Anda di halaman 1dari 49

Narasumber:

Dr. Juniati V.P, Sp.M

Disusun oleh:
Rr.Pramita Ines Parmawati
IDENTITAS PASIEN
 Nama : MF
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 9 Tahun
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Bekasi
ANAMNESA
Auto dan Alloanamnesis tanggal : 25
September 2015
 Keluhan Utama : Mata kanan buram
sejak 3 tahun yang lalu namun saat ini hanya
kontrol.
 Keluhan Tambahan : Pasien sering
memicingkan mata dan mengedipkan mata
berulang apabila penglihatan kurang jelas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien laki-laki, sembilan tahun, datang ke poli mata
RSPAD, diantar ibunya yang mengeluh mata kanan tidak
focus apabila pasien belajar, membaca atau bermain ibu
mengeluh mata pasien sering dipicingkan dan dikedip-
kedipkan apabila pasien sedang membaca. Keluhan ini
berlangsung sejak pasien masuk sekolah dasar saat ini
pasien telah diberikan kacamata ukuran S – 450 C – 300
untuk mata kanan, dan S – 500 C – 400 untuk mata kiri.
 Mata kanan pasien tidak terasa nyeri bila ditekan, dan
tidak terlihat hiperemis. Adanya trauma pada mata dan
atau kepala disangkal oleh ibunya. Mual dan muntah,
terasa sakit kepala juga disangkal. Pasien tidak menderita
diabetes meletus, serta tidak memiliki riwayat hipertensi
pasien juga tidak dalam pengobatan TBC dan atau
malaria.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Hipertensi : disangkal
 DM : disangkal
 Trauma Mata : disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada


Status Generalis :
 Kesadaran Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
Tanda – tanda Vital
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 84 X / menit
 Suhu : 36,7°C
 Pernafasan : 18 x / menit
 Kepala : Normocephal
 THT : Tidak ada kelainan
 Leher : Tidak ada pembesaran KGB
 Jantung / Paru-paru : Tidak ada kelainan
 Abdomen : Tidak ada kelainan
 Visus
Keterangan OD OS
Tajam 5/6 5/6
Penglihatan
Koreksi S – 450 C – 300 S – 500 C – 400
Addisi - -
Distansia pupil 58/56
Kacamata lama - -
 Kedudukan Bola Mata

Keterangan OD OS
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

Endoftalmus Tidak ada Tidak ada

Deviasi Tidak ada Tidak ada

Gerakan Normal ke Normal ke


bola mata segala arah segala arah
 Supra Silia

Keterangan OD OS

Warna Hitam Hitam

Letak Simetris Simetris


 Konjungtiva Palpebra Superior dan Inferior
Keterangan OD OS
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fissura Palpebra 8 mm 8 mm
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
 Konjungtiva Tarsalis Superior dan Inferior

Keterangan OD OS
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemia Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
 Konjungtiva Bulbi
Keterangan OD OS
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan Tidak ada Tidak ada
subkonjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Tidak ada Tidak ada
Pigmentosus
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada
 Sistem Lakrimalis
Keterangan OD OS
Punctum Lakrimal Terbuka Terbuka
Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan

 Sklera
Keterangan OD OS
Warna Putih Putih
Ikterik - -
 Kornea
Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 9 mm 9 mm
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus Senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Placido Regular Regular
 Bilik mata depan

Keterangan OD OS
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall - -
 Iris
Keterangan OD OS
Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
 Pupil

Keterangan OD OS
Letak Di Tengah Di Tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langsung Positif Positif

Refleks cahaya tidak Positif Positif


langsung
 Lensa
Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Di tengah Di tengah
Shadow tes Negatif Negatif

 Badan Kaca

Keterangan OD OS
Kejernihan Jernih Jernih
 Fundus Okuli
Keterangan OD O
Reflex fundus + +
Papil
Bentuk Bulat Bulat
Batas Tegas Tegas
Warna Kuning Kuning
kemerahan kemerahan
Makula lutea
Refleks Tidak terlihat Tidak terlihat
Edema Tidak terlhat Tidak terlihat
Retina
Perdarahan + +
CD Ratio 0,3 0,3
Ratio AV 1:3 1:3
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
 Palpasi
Keteranga OD OS
n
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli Normal /palpasi Normal /palpasi
(palpasi)
Non Contact 15,9 15,9
Tonometri
Tonometri Schiotz 15,9 15,9
 Kampus Visi

Keteranga OD OS
n
Tes Konfrontasi Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
 Pasien laki-laki, 9 tahun datang ke polimata RSPAD
diantar ibunya, yang mengeluh mata kanan tidak
focus, dan sering bergulir kebawah apabila pasien
belajar, membaca atau bermain ibu mengeluh mata
pasien sering dipicingkan dan dikedip-kedipkan
apabila pasien sedang membaca. Keluhan ini
berlangsung sejak pasien masuk sekolah dasar saat ini
pasien telah diberikan kacamata ukuran S – 450 C – 300
untuk mata kanan, dan S – 500 C – 400 untuk mata kiri.
Pada pemeriksaan fisik dan status generalis dalam
batas normal.
 Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan :
 Tajam penglihatan OD 5/6 OS 5/6
 Koreksi OD dengan S – 450 C – 300, OS S – 500 C – 400
DIAGNOSA KERJA
Ambliopia ophthalmic dextra
 ANJURAN PEMERIKSAAN
Kontrol setiap 3 bulan

PENATALAKSANAAN
Teruskan pemakaian kacamata, dengan
ditambah oklusi pada matakiri (mata yang
sehat) selama 2,5 jam sehari, saat sedang
beraktifitas.
PROGNOSIS
OD OS
 Ad Vitam : Ad Bonam Ad
Bonam
 Ad Functionam : Dubia ad Bonam Ad
Bonam
 Ad Sanationam : Ad Bonam Ad
Bonam
 Ambliopia  Ambliopia berasal dari bahasa
Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia
(penglihatan). Dikenal juga dengan “lazy eye”
atau mata malas

 Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2010.h. 233-79.
Prevalensi amblyopia di Amerika Serikat sulit
untuk ditaksir dan berbeda pada tiap
literatur, berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak
yang sehat sampai 4 – 5,3 % pada anak
dengan problema mata. Hampir seluruh data
mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan
populasi menderita amblyopia.

 Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2011.h.3-8.
 Wijana N. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Abadi Tegal, 1993.h.17-214.
 Gunawan W. Gangguan penglihatan pada anak karena ambliopia dan penanganannya. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2007.h.1-27.
Ambliopia seharusnya tidak dilihat dari
masalah mata saja, tetapi juga kelainan di
otak akibat rangsangan visual abnormal
selama periode sensitif perkembangan
penglihatan. Penelitian pada hewan, bila ada
pola distorsi pada retina dan strabismus pada
perkembangan penglihatan awal, bisa
mengakibatkan kerusakan struktural dan
fungsional nukleus genikulatum lateral dan
korteks striata.
Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Ukrida, 2011.h.3-33.
 Penyebab tersering mata
malas
 Menyebabkan mata juling
menjadi kurang berfungsi 
fungsi penglihatan mata
yang juling menjadi turun
atau hilang

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI, 2010.
 Disebabkan karena mata minus/plus/silinder yang berbeda jauh antara mata kanan
dan mata kiri
 Bayangan yang diterima menjadi lebih kabur pada satu mata  kebingungan pada
otak  otak memilih melihat melalui 1 mata  mata yang lain terabaikan 
melihat hanya dengan 1 mata
 Rabun jauh pada satu matal lebih dari – 6 Dioptri
 Rabun dekat dan silinder pada 1 mata +1,50 Dioptri  ambliopia ringan
 Rabun dekat pada 1 mata lebih dari +3 Dioptri  ambliopia berat

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
3. Ambliopia Ametropia
 Mata dengan hipermetropia dan astigmat sering
memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa
akomodasi tidak pernah melihat objek dengan
baik dan jelas. Pada ambliopia ametropik,
terjadi penurunan tajam penglihatan bilateral
dengan kelainan refraksi bilateral yang berat
pada anak yang tidak dikoreksi (biasanya
hipermetropia atau astigmat).
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
 Disebut juga ambliopia ex
anopsia atau disuse
amblyopia.Ambliopia ini
disebabkan hilangnya
kemampuan melihat bentuk
karena kekeruhan media
refraksi (kornea keruh,
katarak, perdarahan vitreus)
atau ptosis sejak lahir atau
terlambat diatasi.
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, 2010.
5. Ambliopia Intoksikasi
 Intoksikasi yang disebabkan pemakaian
tembakau, alkohol, timah atau bahan toksik
lainnya dapat mengakibatkan
ambliopia.Biasanya terjadi neuritis optik toksik
akibat keracunan disertai terdapat tanda-tanda
lapang pandangan yang berubah-rubah.
Hilangnya tajam penglihatan sentral bilateral,
yang diduga akibat keracunan metilalkohol,
yang dapat juga terjadi akibat gizi buruk.
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
Tanda ambliopia dapat dilihat dari kebiasaan
sehari-hari penderita dalam melihat sebuah
objek. Tanda-tanda tersebut meliputi:
1. Memicing-micingkan mata
2. Memiringkan kepala untuk melihat objek
3. Duduk terlalu dekat dengan objek
4. Menutup sebelah mata saat membaca
5. Mata terasa lelah
6. Memanfaatkan telunjuk saat membaca
7. Peka terhadap cahaya
8. Sering mengeluh sakit kepala
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
Gejala:

 Hilangnya sensitivitas kontras


 Menurunnya tajam penglihatan terutama pada
fenomena crowding
 Hilangnya sensitivitas kontras
 Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
 Anisokoria
 Tidak mempengaruhi penglihatan mata
 Daya akomodasi menurun
 ERG dan EEG penderita ambliopia selalu normal
yang berarti tidak terdapat kelainan organik
pada retina maupun korteks serebri.
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
 Diagnosis dibangun berdasar adanya bukti visus turun dengan tidak
diketemukannya kelainan fisik setelah kelainan-kelainan lain diatasi.
Misalnya kelainan refraksi sudah dikoreksi, katarak kongenital sudah
dioperasi, dan lain-lain.
 Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus
kita tanyakan dan harus dijawab dengan lengkap, yaitu:8
 1.Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti
strabismus, anisometropia)
 2.Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
 3.Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
 4.Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
 Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam
membuat prognosisnya tabel berikut.

Leske MC, Hawkins BS. Screening: relationship to diagnosis and therapy in Duane’s clinical ophthalmology. USA: Lippincott
William & Wilkins, 2004 .
JELEK – SEDANG SEDANG - BAIK BAIK – SEMPURNA
Onset Anomali Lahir – usia 2 tahun 2 – 4 tahun 4 – 7 tahun
Ambliogenik

Onset Terapi > 3 tahun 1 – 3 tahun ≤ 1 tahun


Minus Onset
Anomali

Bentuk dan Koreksi optikal, Koreksi optikal dan Koreksi optikal penuh dan
Keberhasilan kemajuan tajam Patching, kemajuan Patching, kemajuan tajam
dari Terapi penglihatan minimal tajam penglihatan penglihatan signifikan.
Awal sedang Latihan akomodasi, koordinasi
mata, tangan, dan fiksasi
Adanya streosepsis dan
alternasi.

Kepatuhan Tidak sampai dengan Lumayan sampai Cukup sampai dengansangat


kurang dengancukup patut
Pemeriksaan pada ambliopia meliputi:
 Uji Tajam Penglihatan
 Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit
untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun
linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang
terisolasi, maka penderita diminta membaca
kartu Snellen sampai huruf terkecil yang dibuka
satu persatu atau yang diisolasi, kemudian
isolasi huruf dibuka dan pasien disuruh melihat
sebaris huruf yang sama.
Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2010.
2. Uji Filter Densitas Netral
 Dasar uji adalah diketahuinya bahwa pada mata
yang ambliopia secara fisiologik berada dalam
keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada
mata ambliopia dilakukan uji penglihatan
dengan intensitas sinar yang direndahkan
(memakai filter densiti netral) tidak akan terjadi
penurunan tajam penglihatan.
Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2010.
3. Uji Worth’s Four Dot
 Uji untuk melihat penglihatan binokular,
adanya fusi, korespondensi retina abnormal,
supresi pada satu mata dan juling.Penderita
memakai kaca mata dengan filter merah
pada mata kanan dan filter biru mata kiri dan
melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna
merah, 2 hijau 1 putih.
Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2010.
Ambliopia merupakan kelainan yang
reversibel dan akibatnya tergantung pada
saat mulai dan lamanya.
Bila ambliopia ini ditemukan pada usia di bawah
6 tahun maka masih dapat dilakukan latihan
untuk perbaikan penglihatan. Penatalaksanaan
ambliopia meliputi langkah – langkah berikut:1,2
 Menghilangkan (bila mungkin) semua
penghalang penglihatan seperti katarak.
 Koreksi kelainan refraksi.
 Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah
dengan membatasi penggunaan mata yang
lebih baik.
Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2010.
Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
Oklusi
 Terapi oklusi merupakan cara yang paling
efektif, yang keberhasilannya baik dan cepat,
dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full
time) atau paruh waktu (part-time).

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
 1.Oklusi Full Time
 Pengertian oklusi full- time pada mata yang
lebih baik adalah oklusi setiap saat kecuali 1
jam waktu berjaga (occlusion for all or allbut
one waking hour). Arti ini sangat penting
dalam penatalaksanaan ambliopia dengan
cara penggunaan mata yang “rusak”.

 Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
 2.Oklusi Part-time
 Oklusi part-timeadalah oklusi selama 1-6 jam
per hari, akan memberi hasil sama dengan
oklusi full-time. Durasi interval buka dan
tutup patch-nya tergantung dari derajat
ambliopia.

Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010.
 Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia
memungkinkan untuk terjadinya ambliopia pada
mata yang baik.Oklusi full-time adalah yang
paling beresiko tinggi dan harus dipantau
dengan ketat, terutama pada anak balita.Follow-
up pertama setelah pemberian oklusi dilakukan
setelah 1 minggu pada bayi dan 1 minggu per
tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk
anak usia 4 tahun). Pada oklusi part-time dan
degradasi optikal, observasinya tidak perlu
sesering oklusi full-time, tapi follow-up reguler
tetap penting.
Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury. Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2010.
 Sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan
setelah terapi oklusi pertama setelah 1 tahun.7
Bila penatalaksanaan dimulai sebelum usia 5
tahun, visus normal dapat tercapai. Hal ini
semakin berkurang seiring dengan pertambahan
usia. Masa sensitif dimana amblyopia bisa
disembuhkan s/d 8 tahun pada strabismus dan
s/d 12 tahun pada anisometropi.
Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2012
 Skrining untuk mencari penyebab ambliopia harus
dilakukanoleh dokter. Pada anak-anak yang
mempunyai risiko untuk ambliopia harus diskrining
setiap tahun selama periodeperkembangan sistem
penglihatan anak yaitu mulai lahir sampai umur 6-8
tahun.
 Orangtua juga harus peka kalau melihat anaknya ada
masalah dengan penglihatan.Perlunya penapisan
rutin karena biasanya kondisi-kondisi ini tidak
disadari.Selain itu, perlu mengeliminasi kondisi-
kondisi yang menyebabkan ambliopia dengan
tindakan medis.
Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada, 2012
 Ambilopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak
mencapai optimal sesuai dengan usia dan intelegensinya walaupun
sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Pada ambliopia terjadi penurunan
tajam penglihatan unilateral atau bilateral disebabkan karena kehilangan
pengenalan bentuk, interaksi binokular abnormal atau keduanya, dimana
tidak ditemukan kausa organik pada pemeriksaan fisik mata dan pada
kasus yang keadaan baik sehingga dapat dikembalikan fungsinya dengan
pengobatan.
 Studi mengenai insidens dan prevalensi secara khusus jarang dilakukan.
Insidens dan prevalensi ambliopia pada anak-anak di Amerika berkisar
1% hingga 5%, tergantung pada populasi yag diteliti dan kriteria definisi
ambliopia yang dipakai (AAO, Sect 6, 2004; AAO, Sect 13, 2004; Kemper
et al, 2006). Hasil penelitian mengenai Ambliopia diYogyakarta pada
tahun 2002 disebutkan bahwa anisometropia merupakan penyebab
Ambliopia terbanyak yaitu sebesar 44,4%.
 Klasifikasi ambliopia dibagi ke dalam beberapa kategori denga
nama yang sesuai denga penyebabnya yaitu ambliopia strabismik,
fiksasi eksentrik, ambliopia anisometropik, ambilopia isometropia
dan ambilopia deprivasi.
 Ambliopia tidak dapat sembuh dengan sendirinya, dan ambliopia
yang tidak diterapi dapat menyebabkan gagguan penglihatan
permanen. Jika nantinya pada mata yang baik itu timbul suatu
penyakit ataupun trauma maka penderita akan bergantung pada
penglihatan buruk mata yang ambliopia.
 Hampir seluruh ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel
dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan
ambliopia atau yang berisko ambliopia hendaknya dapat
diidentifikasi pada umur dini dimana prognosis keberhasilan terapi
akan lebih baik.
 Susanto D, penyunting. Oftalmologi umum Vaughan & Asbury.
Edisi ke-17. Jakarta: EGC, 2010. h. 233-79.
 Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2010.h.1-9, 245-54.
 Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan dasar mata.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2011.h.3-8.
 Morosidi SA, Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Ukrida, 2011.h.3-33.
 Wijana N. Ilmu penyakit mata. Jakarta: Abadi Tegal, 1993.h.17-
214.
 Gunawan W. Gangguan penglihatan pada anak karena ambliopia
dan penanganannya. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, 2007.h.1-27.
 Suhardjo, Hartono. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, 2012. h.219-21.
 Leske MC, Hawkins BS. Screening: relationship to diagnosis and
therapy in Duane’s clinical ophthalmology. USA: Lippincott
William & Wilkins, 2004.

Anda mungkin juga menyukai