Anda di halaman 1dari 99

INFEKSI BAKTERI PADA KULIT

dr. Ety Apriliana, M.biomed.


Mikrobiota Normal Kulit
• >> Spesies Prpionibacterium
Diphteroids • Obligat anaerob, tumbuh pada folikel rambut (O2 terbatas)
• Pada daerah berminyak seperti

• >> Staphylococcus epidermidis, pada permukaan kulit


• Tumbuh baik pada lingkungan kering pada permukaan kulit
• Menggunakan nutrien di kulit, dapat mencegah kolonisasi
Staphylococci patogen
• Menghasilkan substansi antimikrobial yang dapat menghambat
bakteri Gram positif lainnya, dan membantu keseimbangan
lingkunga pada ekosistem kulit

• Spesies Malassezia merupakan yeast yang tergantung


pada lipid yang terdapat pada kulit manusia sejak
Fungi masa remaja
• Pertumbuhannya pada media di laboratorium
membutuhkan substansi lemak seperti minyak olive
Infeksi Pada
Kulit
Acne vulgaris

Infeksi folikel
Lyme disease
rambut

Rocky
Streptococcal
mountain
impetigo
spotted fever

Staphylococcal
scalded skin
syndrome
Bakteri Penyebab Infeksi Kulit
1. Streptococcus grup A
2. Staphylococcus aureus, termasuk CA-MRSA
Acne Vulgaris
Gejala dan Tanda
• Perbesaran kelenjar sebasea dan peningkatan sekresi sebum
• Epitel folikel rambut menebal dan membentuk gumpalan,
secara bertahap memblok aliran sebum ke permukaan kulit
• Produksi sebum yang terus menerus oleh glandula yang
terinfeksi dapat mendorong material ke permukaan, yang
terlihat sebagi noda hitam
Penyebab :
Propionibacterium acnes
Bakteri ini
kemudian
Sebum terkumpul ketika multiplikasi
glandula terblokir, dan
menjadi jumlah
merupakan sumber
makanan lagi bagi P. acnes lebih banyak pada
sebum yang
terperangkap.

bakteri batang Gram positif yang tumbuh anaerob di dalam dan di sekitar folikel.
Memiliki lipase yang dapat memecah sebum berminyak pada glandula sebasesa
dan menggunakan asam lemak dan gliserol yang dihasilkan sebagai sumber
makanan
Patogenesis

Produk metabolit bakteri yang membelah


menyebabkan respon inflamasi, memanggil
neutrofil dimana enzimnya merusak dinding folikel
yang membesar

Folikel pecah, mengeluarkan isinya ke jaringan


sekitar.

Menyebabkan abses (kumpulan pus yang dikelilingi


oleh jaringan inflamasi. Pus
Folikulitis
DEFINISI
• Folikulitis adalah peradangan bagian distal
folikel rambut yang biasanya hanya mengenai
ostium, tapi dapat meluas sedikit ke
bawahnya.
• Folikulitis secara histologi adalah terdapatnya
sel-sel inflamasi dalam dinding dan ostium
dari folikel rambut, membuat pustul berbasis
folikular.
folikulitis

furunkel

karbunkel
Etiologi
• Folikulitis biasanya disebabkan oleh
Staphylococcus aureus
• Folikulitis dapat juga terjadi sebagai akibat
kontak dengan zat-zat kimia tertentu
Patogenesis
Jaringan terbuka akibat cedera atau trauma luka atau dermatitis

Menjadi port d’enrty dari staphylococcus aureus

S. aureus memiliki kemampuan invasif dan menghasilkan koagulase

Koagulase berperan penting dalam pembentukan abses dengan


pembentukan protombin dan membentuk trombin sekitar

Terbentuknya koagulasi fibrin disekitar lesi menghambat proses


peredaran darah dan mengakumulasi sel-sel inflamasi

Akibatnya sel sekitar menjadi nekrotik dan terbentuk supurasi fokal


atau absses.
Diagnosis
Anamesis Gejala klinis dan
pemeriksaan fisik
• Rasa gatal dan terbakar
1. Riwayat trauma seperti pada daerah rambut
mencukur rambut,
janggut atau waxing. • Predileksinya : wajah, area
janggut, kulit kepala, leher,
2. Riwayat inflamasi karena betis, badan, daerah perut
dermatitis atau acne
vulgaris. Riwayat • Efloresensi :
penekanan karena 1. Tipe makula eritematosa,
penggunaan baju ketat, papul, pustul dan krusta
plaster atau plastik. 2. Ukuran miliar-lentikular
3. Riwayat penggunaan 3. Regio daerah berambut
kortikosteroid topikal
Pemeriksaan penunjang
• Dalam kasus resisten terhadap terapi standar, kultur,
pengecatan gram, KOH, dan biopsi dapat dilakukan.

1. Pewarnaan gram : untuk menunjukan coccus gram positif


2. Kultur bakteri : S. Aureus atau pada kasus folikulitis
berulang dilakukan kultur nasal dan regio perianal untuk
staphylococcus aureus carriage.
3. Kultur jamur : untuk folikulitis dermatofita
4. Kultur viral : untuk folikulitis yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks
5. KOH : untuk diagnosis dermatofita
6. Biopsi : berisi infiltrat, banyak terdapat neutrofil
IMPETIGO
Pendahuluan
• Impetigo adalah infeksi bakteri lokal pada
lapisan superfisial epidermis yang bersifat
akut dan menular
• >> pada anak-anak, terutama yang tinggal di
iklim lembab atau panas
Klasifikasi Impetigo
• Impetigo Non-Bullosa
• Impetigo Bullosa
IMPETIGO NON-BULLOSA
• Disebut juga Impetigo Contagiosa
• 70% dari seluruh kasus Impetigo
• 10% dari seluruh kasus kulit pediatri
(merupakan penyakit infeksi kulit tersering
pada anak-anak)
• Lebih menular dibanding Impetigo Bullosa
Etiologi
• Sthapylococcus aureus (lebih sering di negara
maju)

• group A beta haemolytic streptococci (GABHS;


atau sering juga dsb Streptococcus pyogenes)
(lebih sering di negara berkembang)
Kolonisasi GABHS
• Jika terjadi kontak langsung dg orang2 yg
terinfeksi GABHS
• Kulit intak yg telah terkolonisasi, apbla terjadi
trauma minor sprti abrasi atau gigitan
serangga dpt menjadi lesi impetigo skitar 1-2
minggu kemudian
Patogenesis
Kulit intak resisten terhadap GAHBS dan S
aerus

Kolonisasi bakteri → jika terjadi trauma


atau kerusakan pd permukaan kulit

Proses adhesi: dg bntuan as. teikoat dan


fibronektin (pada kulit intak reseptor
fibronektin tidak ada)

Menjembatani kolonisasi dan invasi bakteri


Gambaran Klinis Impetigo Non-Bullosa
• Lesi mula2 : vesikel kecil atau pustul yang ruptur
digantikan oleh krusta berwarna madu, biasanya <2cm
• Krusta meninggi dengan dasar basah
• Lesi sembuh dg sendiri atau krn terapi antibiotik,
sembuh tanpa scar
• Dapat menyebar dari daerah yang pertama terkena ke
perifer
• Pruritus -> digaruk-> ekskoriasi
• Predileksi: biasanya di wajah (sekitar mulut, hidung),
daerah yang sering terpapar (tangan, kaki)
• Regional adenopati, sering ditemukan
Diagnosis Banding Impetigo Non-
bullosa
IMPETIGO BULLOSA
• Etiologi : Coagulase-positive group II S aureus,
most often phage type 71 , MRSA
• Paling sering terjadi pada bayi dan bayi baru
lahir
• Namun, juga terjadi pada anak-anak dan
dewasa
Patogenesis
S. aureus

Exfoliatif Toxin A dan B (ETA dan ETB) → serine


protease (epidermolytic) yg jg menebabkan SSSS

Protein adhesi : c/ desmoglesin I diikat


dandipecah oleh ET

Menyebabkan kemampuan adhesi sel terganggu


(bentuk lokal)

Terjadi diantara strat. Granulosum dan strat.


Spinosum → terbentuk bula beratap tipis
Gambaran histopatologi

Terpisahnya stratum granulosum dan spinosum, terdapat infiltrasi sel


radang, akantolisis di strat. granulosum
Gambaran klinis Impetigo Bullosa
• Karakteristik dengan terjadinya perubahan cepat dari
vesikel menjadi bula
• Bula : beratap tipis, lembek, transparan, biasanya kurang
dari 3 cm
• Cairan bula : cairan bening, kuning kemudian berubah
keruh dan kuning tua
• Bula mudah ruptur, 1-3 hari, meninggalkan skuama di
sekitar dasar yang basah dan eritem
• Kemudian setelah kering
• Bula pada kulit intak bisa terjadi di intertriginosa, leher,
aksila, lipatan siku, bokong, bisa juga di wajah dan area lain
• Nikolsky sign negatif (sheet-like removal of epidermis by
shearing pressure)
Diagnosis Banding Impetigo Bullosa
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
MIKROBIOLOGI
• Spesimen : eksudat dari lesi kulit
• Sediaan langsung pewarnaan Gram
• Kultur bakteri
• Tes kepekaan

Staph aureus :
• Gram + (kokus muda); Gram – (kokus tua), tidak motil,tidak berspora,
aerob fakultatif
• Fermentasi manitol (stafilokokus lain tidak)
• Tes Koagulase (+)
Strep pyogenes :
• Gram + , kokus, berantai
• Kultur agar darah : daerah beta-hemolitik
• Kultur non-agar darah : Tes katalase (-) ; Tes Koagulase (+)
INFEKSI VIRUS
PADA KULIT
Herpes simplex
• HSV-1 :
– ginggivostomatitis akut, herpes labialis rekuren,
keratokunjungtivitis, encephalitis

• HSV-2 :
– Herpes genital, herpes neonatal, aseptik
meningitis
Penularan
• HSV-2 : kontak seksual  lesi area genital
• Penularan :
– Lesi aktif
– Lesi asimptomatik dapat juga menularkan
Patogenesis dan Imunitas
Replikasi pada kulit atau membran mukosa pada
lokasi awal infeksi

Migrasi up neuron

Laten pada sel ganglia


(HSV-1 : trigeminal, HSV-2 : lumbar dan sacral)
Reaktivasi : inducer (perubahan hormonal,
sunlight, trauma, stress, demam)

migrasi down neuron

replikasi pada kulit

lesi
MANIFESTASI KLINIS
• Infeksi Primer (HSV-1)
– Biasanya terjadi pada anak-anak, sering asimtomatik.
– Manifestasi klinis : demam, sore throat, lesi ulseratif dan
vesikular, ginggivostomatitis, oedema, dan limfadenopati.
– Masa inkubasi 2-12 hari, gejala menghilang dalam 2-3
minggu

• Infeksi primer pada dewasa dengan gejala faringitis


dan sindrom mononukleasis.
• Lesi :
– Vesikel mengandung cairan dengan partikel virus dan sel
debris
– Apabila vesikel ruptur  virus bebas dan dapat menular
– Sel giant multinuklear ditemukan pada dasar lesi

• Imunitas
– Spesifik tipe, beberapa cross proteksi, imunitas inkomplet
– Reinfeksi dan reaktivasi terjadi walaupun terdapat IgG
– Imunitas yang diperantarai sel
VARICELLA
• Varicella = chickenpox, merupakan infeksi
primer
• Rekuren  zoster (shingles)
STRUKTUR
• Struktur dan morfologi identik dengan
herpesvirus, tetapi antigen berbeda
• Hanya memiliki 1 serotipe
• Virus yang sama menyebabkan varicella dan
zoster
• Manusia merupakan hospes alami
• The core region of varicella–zoster virus (VZV)
consists of a linear double-stranded DNA
genome.

• The genome is surrounded by a complex


nucleocapsid composed of 162 capsomeres,
which form the 80–120 nm icosahedron.

• VZV also possesses an amorphous proteinaceous


tegument, which bridges the lipid envelope and
the nucleocapsid.
REPLIKASI
Penempelan virus pada permukaan sel

Entry

Uncoated

Genome DNA masuk nukleus

Konfigurasi genom DNA berubah : linear  sirkular

mRNA virus ditranskripsikan oleh RNA polimerase host  translasi mjd protein
nonstruktural (di sitoplasma) : DNA polimerase dan Thymidine kinase

DNA polimerase mereplikasi genome DNA virus  protein struktural  transport ke


nukleus

Penyusunan virion

Virion mendapat envelope melalui Budding pd membran nukleus

Keluar sel melalui tubulus atau vakuola


TRANSMISI & EPIDEMIOLOGI
• Transmisi melalui droplet respiratori, kontak
langsung dengan lesi
• Sangat menular pada anak-anak

• Terdapat VZV infeksius pada vesikel zoster, dan


dapat ditransmisikan ke anak-anak (melalui
kontak) dan menyebabkan varicella
PATOGENESIS
PATOGENESIS
• A model of the pathogenesis of primary VZV infection.
• T cells within the local lymphoid tissue of the respiratory tract may
become infected by transfer of VZV from its initial site of
inoculation in respiratory epithelial cells.
• T cells may then transport the virus to the skin immediately and
release infectious VZV.
• The remainder of the 10–21-d incubation period appears to be the
interval required for VZV to overcome the innate IFN-α response in
enough epidermal cells to create the typical vesicular lesions
containing cell-free virus at the skin surface.
• The signaling of enhanced IFN-α production in adjacent skin cells
may prevent a rapid, uncontrolled cell–cell spread of VZV.
Secondary “crops” of varicella lesions may result when T cells traffic
through early stage cutaneous lesions become infected and
produce a secondary viremia.
• Intact host immune responses appear to be required to trigger up-
regulation of adhesion molecules, facilitating the clearance of VZV
by adaptive immunity
MANIFESTASI KLINIS
1. Varicella
Masa inkubasi 14-21 hari
Gejala prodromal : demam, malaise
Kemudian muncul bercak papulovaskular
2. Zoster
Berupa vesikel yang nyeri pada saraf sensoris pada
kepala dan badan
Nyeri dapat hilang dalam 1 mgg
Dapat terjadi poszozter neuralgia
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Tzanck smear
BAKTERI PENYEBAB INFEKSI
KULIT
Streptococcus pyogenes
STREPTOCOCCUS
• Sebagian besar fakultatif anaerob
• Beberapa hanya tumbuh lingkungan dengan CO2
tinggi (kapnofilik)
• Kebutuhan nutrisinya kompleks, untuk isolasi
membutuhkan media yang diperkaya dengan darah
atau serum
• Dapat memfermentasi karbohidrat menghasilkan
asam laktat
• Katalase (-)
Tabel 1. Beberapa Streptococcus penting
Organisme Historis
Streptococcus Streptus = pliant, coccus = grain/berry  tampak panjang,
rantai cocci yang fleksibel

S.agalactiae Agalactia = want a milk (mula-mula diisolasi dari


S.mastidis yang dapat mengalami bovine mastidis)

S.anginosus Anginosus = pertaining to angina

S.bovis Bovis, bovine (mulanya berhubungan dengan penyakit


pada sapi)

S.constellatus Constellatus = bertabur bintang, formasi satelit tidak


mengelilingi koloni

S.intermedius Intermedius (keraguan apakah aerob atau anaerob)


S.mitiss Mitis = mild (dugaan yang salah bahwa
menyebabkan infeksi ringan)

S.Mutans Mutans = berubah (coccus yang tampak seperti


batang, terutama ketika pertama kali diisolasi di
kultur)

S.pneumoniae Pneumon =lung

S.pyogenes Pyus, pus (memproduksi pus, terbentuk pus pada


luka)

S.salivarius Salivarius = salivary (ditemukan di saliva)


Tabel 2. Klasifikasi Streptococcus patogen

Klasifikasi Klasifikasi Gambaran


biokimia serologik hemolisis
S.pyogenes A β

S.agalactiae B β, terkadang non-


hemolitik
S.dysgalactiae C,G β

s.anginosus group A,C,F,G, β, terkadang α/non-


nongroupable hemolitik
S.bovis D α, non-hemolitik,
terkadang β
Viridans group Nongroupable α atau non hemolitik

S.pneumoniae nongroupable α
Streptococcus pyogenes
• Species terpenting dari streptococcus group A adalah
Streptococcus pyogenes.
• Menyebabkan berbagai penyakit suppuratif dan
nonsuppuratif
• Merupakan penyebab faringitis yang paling umum
Figure 1. Streptococcus pyogenes.
Left. Gram stain of Streptococcus pyogenes in a clinical specimen.
Right. Colonies of Streptococcus pyogenes on blood agar exhibiting beta (clear)
hemolysis.
Figure 2. Cell surface structure of Streptococcus pyogenes and
secreted products involved in virulence.
PATOGENESIS
• Virulensi Streptococcus group A ditentukan
berdasarkan kemampuan bakteri :
– Menempel pada permukaan sel host
– Invasi ke sel epitel
– Menghindar dari opsonisasi dan fagositosis
– Kemampuan memproduksi sejumlah toksin dan
enzim
Invasi ke sel epitel
• Streptococcus pyogenes dapat melakukan invasi ke
sel epitel
 diperantarai oleh protein M, F dan Ag bakteri
lain

berperan penting dalam menyebabkan :


– infeksi persisten (contoh : recurrent streptococcal
pharyngitis) dan
– invasi ke jaringan yang lebih dalam
Kemampuan memproduksi sejumlah
enzim dan toksin
1. Pyrogenic exotoxin
2. Streptolysins S dan O
3. Streptokinase
4. Deoxiribonuclease
5. C5a peptidase
6. Enzim lain
a. Hyaluronidase
b. Diphosphopyridine nucleotidase (DPNase)
PENYAKIT KLINIS
1. Suppurative Streptococcal disease
– Pharyngitis # Necrotizing fasciitis
– Pyoderma # STSS
– Erysipelas # Penyakit suppurative lain
– Cellulitis # Bacteriemia

2. Nonsuppurative Streptococcal disease


– Rheumatic fever
– Acute glomerulonephritis
Infeksi Suppuratif
• Pharyngitis
 faring dengan eksudat, limfadenopati cervikal

• Scarlet fever
 rash eritem difus dimulai pada dada dan meluas
ke ekstremitas, merupakan komplikasi pharyngitis

• Pyoderma
 infeksi kulit lokal dengan vesikel yang berubah
menjadi pustula, tidak ditemukan penyakit sistemik
Infeksi Suppuratif
• Erysipelas
 infeksi kulit lokal disertai nyeri, inflamasi, pembesaran
limfonodi, dan gejala sistemik

• Cellulitis
 infeksi pada kulit sampai jaringan subkutan

• Necrotizing fasciitis
 infeksi kulit yang dalam sampai terjadi kerusakan otot dan
lapisan lemak
Infeksi Suppuratif
• Streptococcal toxic shock syndrome
 infeksi multiorgan sistemik, bakteriemia,
ditemukan fasciitis

• Penyakit suppuratif lainnya


 sepsis puepuralis, lymphangitis, pneumonia
Infeksi non-suppuratif
• Rheumatic fever
 perubahan inflamatori pada jantung (pancarditis),
sendi (Athralgia sampai artritis), pembuluh darah,
dan jaringan subkutan

• Acute glomerulonephritis
 inflamasi akut glomerulus ginjal dengan edema,
hipertensi, dan proteinuria
FIGURE 3. Pathogenesis of Streptococcus pyogenes infections.
PATOGENESIS DAN GEJALA KLINIK
1. Penyakit yang diakibatkan oleh invasi
2. Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi lokal
oleh S.pyogen dan produknya
3. Endocarditis infekstif
4. Infeksi invasif, STSS, dan scarlet fever
5. Infeksi lain
6. Post-Streptococcal disease
A. Penyakit yang diakibatkan oleh invasi
• Portal of entry menentukan kelainan klinik
• Namun ada juga perluasan infeksi yang difus dan cepat pada jaringan
dan meluas melalui jaringan limfatik dengan supurasi lokal yang
minimal
• Dari limfatik, infeksi dapat meluas ke aliran darah

1. Erysipelas
2. Cellulitis
3. Necrotizing fasciitis (streptococcal gangrene)
4. Puerperal fever
5. Sepsis
1. Erysipelas
– Jika portal of entry  kulit
– Dengan edema masif dan perluasan tepi infeksi yang
cepat

2. Cellulitis
 Akut, infeksi kulit dan jaringan subkutan yang cepat
meluas
 Mengikuti infeksi yang berhubungan dengan trauma,
luka bakar, luka, atau luka insisi pembedahan
 Gejala nyeri, eritema, bengkak, tenderness
3. Necrotizing fasciitis (streptococcal gangrene)
– Infeksi pada jaringan subkutan dan fascia
– Nekrosis pada kulit dan jaringan subkutan meluas cepat

4. Puerperal fever
– Streptococcus masuk ke uterus setelah melahirkan 
puerperal fever

5. Sepsis
– Infeksi pada luka traumatik atau luka bedah dengan
ditemukan streptococcus
B. Penyakit yang diakibatkan oleh
infeksi lokal S.pyogen dan produknya
1. Streptococcal sore throat
– Merupakan infeksi yang paling banyak dijumpai yang
disebabkan oleh S.pyogene
– S.pyogen menempel ke epitel faring melalui lipoteichoic
acid yang melapisi pili permukaan.
– Fibronectin glikoprotein pada sel epitel kemungkinan
merupakan ligand bagi lipoteichoic acid.

2. Streptococcal pyoderma
C. Infective Endocarditis
1. Endocarditis akut
 Pada bakteriemi, streptococcus hemolitik,
pneumococcus atau bakteri lain dapat menyebabkan
kerusakan pada katup baik katup normal atau yang telah
mengalami kerusakan dan menghasilkan Endocarditis
akut

 Pasien dengan katub buatan memiliki resiko lebih tinggi


2. Endocarditis subakut
– Sering terjadi pada kelainan katub (karena
kelainan kongenital atau lesi
atherosklerosis/rheumatik)
– Adanya organisme pada aliran darah  lesi
trombotik  kerusakan endotel  reaksi
inflamasi : fibrin, platelet, sel darah, bakteri 
menempel pada katub
– Gejala klinik :
demam, anemia, lemah, lien >>, fenomena
embolic, heart murmur.
D. Infeksi invasif, STSS, dan scarlet fever

– Pyrogenic exotoxin dan protein M merupakan


superantigen  menstimulasi sel T melalui ikatan
pada kompleks MHC II pada regio Vβ TCR  sel
T yang teraktivasi menghasilkan sitokin yang
menyebabkan shock dan kerusakan jaringan
F. Post-Streptococcal disease
• Setelah infeksi akut, terdapat periode laten 1-4
minggu
• Pada periode laten diperkirakan bahwa infeksi
tidak disebabkan oleh efek langsung dari
bakteri tetapi karena respon hipersensitivitas
1. Glomerulonefritis akut
– Diinisiasi oleh kompleks Ag-Ab pada membran
glomerulus.
– Antigen yang berperan penting adalah pada
membran protoplast streptococcus.

2. Rheumatic fever
– Merupakan sekuele yang paling berbahaya sebab
dapat menyebabkan kerusakan pada otot dan katub
jantung
– Antigen pada membran sel S.pyogen cross-reaksi
dengan antigen jaringan jantung
– Sera dari pasien mengandung antibodi terhadap
antigen tersebut.
S t a p h y l o c o c c u s aureus.
• ♦ Berbentuk coccus Karakteristik
positif Gram
• ♦ Sel berbentuk bulat
• ♦ Berdiameter 0,5- 1,5 µm
• ♦ Morfologi :
• - Membentuk susunan seperti anggur (Yunani =
staphile)
• - Berupa sel tunggal
• - Berpasangan
• - Membentuk rantai pendek ….. Bahan klinik
• ♦ Nonmotile
• ♦ Tidak mengandung endospora
Sifat Sifat Pertumbuhan

• Dapat bersifat aerob maupun anaerob (fakultatif anaerob).


• Pada agar nutrien membentuk koloni khas berwarna keemasan
• Dapat tumbuh pada media yang mengandung kadar garam tinggi
(NaCl 10 %)
• Temperatur:18 º – 40º C
• Terdapat pada kulit dan membran mukosa manusia
• Koloni S. aureus berwarna keemasan karena adanya pigmen
karotenoid yg terbentuk selama masa pertumbuhan

• S aureus satu satunya bakteri yg tumbuh dalam tubuh manusia


yang menghasilkan enzim koagulase (koagulasa positif):
Sifat Sifat Pertumbuhan

• Menghasilkan enzim katalase, koagulase dan faktor penggumpalan


ekstraseluler (clump factor) dan beberapa kuman menghasilkan
kapsul.

• Paling banyak terdapat pada hidung dan mukosa, termasuk orang


sehat membentuk koloni

• Kolonisasi bersifat persisten

• Koloni yg terbentuk pada staf RS umumnya resisten terhadap banyak


antibiotika dan dapat ditularkan secara tidak disengaja kepada pasien

• Infeksi pada pasien juga dapat oleh bakteri yg ada pada tubuhnya
(community strain of MRSA)

• Staphylococcus resisten terhadap banyak antibiotika


1. Staphylococcus aureus
• Merupakan penyebab utama infeksi pada manusia :
infeksi kulit, keracunan makanan s/d infeksi pasca
operasi yang memerlukan pengobatan seumur hidup

2. Staphylococcus epidermidis
• Flora normal pada manusia
• Dapat mengganggu kesehatan manusia (di RS)
• Membentuk biofilm pada permukaan plastik (kateter
vena, kateter untuk makanan/obat)
• Dapat menyebabkan endocarditis
• Bersama S. aureus menyebabkan bakterimia dan sepsis
yg didapat di RS
3. Staphylococcus saprophyticus
• Terdapat dalam lingkungan dan beberapa bagian tubuh
manusia
• Penyebab utama infeksi saluran kemih, terutama pd
wanita dg kegiatan seksual aktif
Gambar Staphylococci
Penyakit yg disebabkan oleh Staphylococcus
Faktor Virulensi
Faktor Virulensi:

• Komponen Struktural
– Kapsul
– Peptidoglikan
– Asam teikhoat
– Protein A

• Toksin
• Sitotoksin:
– Sitotoksin α
– Sitotoksin ß
– Sitotoksin γ
– Sitotoksin δ
– Leukosidin
• Eksfoliatif Toksin (ATA, ETB)
• Enterotoksin (A,E,G,D) ….. Termasuk superantigen
• Toxic Schock Syndrome Toxin 1

• Enzim
– Coagulase
• ► Katalase ………… Merubah H2O2 menjadi H2) + O2
• ► Hialuronidase ….. Hidrolisis as hialuronat pd jaringan konektif, mendorong penyebaran S. aureus dalam jaringan
• ► Fibrinolisin ……… Melarutkan gumpalan fibrin
• ► Lipase …………… Menghidrolisis lipid
• ► Nuklease ……… Menghidrolisis DNA
• ► Penicillinace ….. Menghidrolisis penicilli
Faktor Virulensi:

• Komponen Struktural:
• ► Kapsul

• ► Peptidoglikan

• ► Asam teikhoat

• ► Protein A
Faktor Virulensi:
• Toksin:
• ► Sitotoksin:
• - Sitotoksin α
• - Sitotoksin ß
• - Sitotoksin γ
• - Sitotoksin δ
• - Leukosidin
• ► Eksfoliatif Toksin (ATA, ETB)
• ► Enterotoksin (A,E,G,D) ….. Termasuk superantigen
• ► Toxic Schock Syndrome Toxin 1
Faktor Virulensi:
• Enzim

• ► Coagulase
• ► Katalase ………… Merubah H2O2 menjadi H2) + O2
• ► Hialuronidase ….. Hidrolisis as hialuronat pd jaringan
konektif, mendorong penyebaran S. aureus dalam jaringan
• ► Fibrinolisin ……… Melarutkan gumpalan fibrin
• ► Lipase …………… Menghidrolisis lipid
• ► Nuklease ……… Menghidrolisis DNA
• ► Penicillinace ….. Menghidrolisis penicillin

Anda mungkin juga menyukai