Secara umum trauma toraks dapat didefinisikan sebagai suatu trauma yang
mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu
trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam. Peningkatan dalam
pemahaman mekanisme fisiologis yang terlibat, kemajuan dalam modalitas
imaging yang lebih baru, pendekatan invasif yang minimal, dan terapi
farmakologis memberikan kontribusi dalam menurunkan morbiditas dan
mortalitas pada pasien dengan cedera ini (Mattox, et al., 2013; Marc
Eckstein, 2014; Lugo,, et al., 2015).
Di Amerika Serikat penyebab paling umum dari cedera yang menyebabkan
kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimana kematian langsung terjadi sering
disebabkan oleh pecahnya dinding miokard atau aorta toraks. Kematian dini (dalam
30 menit pertama sampai 3 jam) yang diakibatan oleh trauma toraks sering dapat
dicegah, seperti misalnya disebabkan oleh tension Pneumotoraks , tamponade
jantung, sumbatan jalan napas, dan perdarahan yang tidak terkendali. (Saaiq, et al.,
2010; Eckstein & Handerson, 2014; V Shah & Solanki, 2015).
Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan mengalami
cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35% kasus utama, dan 5%
flail chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu menunjukkan tanda klinis yang
jelas dan sering dengan mudah saja diabaikan selama evaluasi awal (Eckstein &
Handerson, 2014)
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma
tumpul 65% dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014).
Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010).
Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan
(impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang,
berputar, dan terguling
Trauma toraks merupakan salah satu penyebab utama kematian sebelum sampai ke rumah sakit
(Death on Arrival)
Trauma thoraks kurang dari 10% yang diisebabkan trauma tumpul, 15 – 30 % dari trauma tembus
yang membutuhkan intervensi operatif (thoracoscopy atau thoracotomy)
Sehingga sangat penting dilakukan penatalaksanaan awal demi mencegah kematian
Sekitar 80% pasien dengan trauma toraks dapat ditangani secara non-operatif
Trauma toraks adalah salah satu penyebab mortalitas yang dapat dicegah dengan diagnosis dan
tatalaksana segera
Immediately life-threatening Potentially life-threatening
primary survey secondary survey
Definitive treatment
◦ Insersi chest tube ke ruang interkosta 5
(biasanya setinggi papilla mammae, pada
bagian anterior dari linea midaksilaris.
Defek pada dinding toraks yang terbuka akan
menimbulkan open pneumothorax
Mekanisme keseimbangan tekanan intratorakal
dan tekanan atmosfer udara dari atmosfer
akan terus berpindah ke intratorakal dalam tiap
respirasi ventilasi efektif terganggu
hipoksia dan hiperkarbia.
Gejala
◦ Pasien akan mengeluh sesak, nyeri dada dan batuk-
batuk.
◦ Udara yang keluar-masuk rongga toraks melalui defek
tersebut menimbulkan bunyi seperti menghisap,
disebut sebagai “sucking chest wound”
Sterile occlusive dressing (temporary)
◦ Ukuran yang cukup besar untuk menutup
seluruh defek pada dinding toraks
◦ Plester tiga sisi flutter-type valve
effect
◦ Insersi chest tube pada lokasi yang jauh
dari defek tersebut
• Adanya udara mediastinal juga menyokong diagnosis Perbaikan tindakan bedah yang
dan dapat diperkuat dengan pemeriksaan kontras atau
dilakukan dalam beberapa jam
esofagoskopi
setelah trauma akan memiliki
prognosis lebih baik.