“Apabila kamu dalam perjalanan dan tidak ada orang yang menuliskan utang,
maka hendaklah dengan rungguhan yang diterima ketika itu” (Al-Baqarah: 283)
2. Implementasi atau Penerapan Rahn dalam
Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
• Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian, terutama
untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang
mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak
menarik manfaat apa pun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang
yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi
permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas
pembiayaan kepada nasabah. Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua
hal berikut, rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad
tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai
konsekuensi akad tersebut. Di beberapa negara islam termasuk di antaranya
malaysia, akad rahn telah dipakai alternatif dari penggadaian konvensional.
Bedanya dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama anatara biaya rahn dan bunga
pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda,
sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu gadai syariah, diantaranya :
a. Rukun gadai
• Pelaku, terdiri atas ar-rahin (yang menggadaikan) dan al-murtahin
• (yang menerima gadai)
• Al-Marhun yaitu barang yang digunakan untuk Rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.
• Al-Marhun bih (utang), syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditur, utang
tersebut dapat dilunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas (harus spesifik).
• Sighat, Ijab dan Qabul
b. Syarat gadai
• Sighat, dengan syarat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang
• Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum, yang ditandai dengan aqil baligh, berakal sehat dan
mampu melakukan akad.
• Utang (Marhun Bih) mempunyai pengertian bahwa utang adalah kewajiban bagi pihak yang berutang
untuk membayar kepada pihak yang memberi piutang, barang yang dimanfaatkan, jika tidak bermanfaat
maka tidak sah, dan barang tersebut dapat dimanfaatkan.
• Marhun adalah harta yang dipegang oleh Murtahin (penerima gadai) atau wakilnya sebagai jaminan
utang