Anda di halaman 1dari 22

wakalah, Kafalah, Hawalah,Al-

Rahn,Al wadi'ah, Hawalah


A. Al-Wakalah
1. Pengertian Al-Wakalah
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
Dalam bahasa Arab, hal ini dapat dipahami sebagai at-tafwidh. Contoh kalimat “aku
serahkan urusanku kepada Allah” kalimat menyerahkan urusan berarti mewakili
dalam pengertian istilah tersebut. Akan tetapi, yang dimaksud sebagai al-wakalah
dalam pembahasan ini adalah dalam arti pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Akad wakalah adalah akad
perwakilan antara dua pihak, pihak pertama mewakilkan suatu urusan kepada pihak
kedua untuk bertindak atas nama pihak pertama.
Aplikasi wakalah dalam konteks akad tabarru’ dalam perbankan syari’ah berbentuk
jasa pelayanan, dimana bank syari’ah memberikan jasa wakalah, sebagai wakil dari
nasabah sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu (taukil). Dalam
hal ini bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasanya tersebut.
Sebagai contoh bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran tagihan
listrik atau telpon kepada perusahaan listrik atau perusahaan telpon.
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, cetakan ke 8, vol III, hlm. 213.
2.Ketetuan Dasar Hukum dalam Wakalah
• Dasar Hukum dari wakalah adalah Alquran dan Al-hadits, Ijma’ dan qiyas sebagaimana disebutkan dibawah ini.
• Dalam Alquran disebutkan sebagai berikut Dalil Al-Qur’an QS. Al-kahfi/18:19: Salah satu dasar dibolehkannya Wakalah
adalah firman Allah SWT yang berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi:
• Dan demikianlah Kam bangunkan mereka agar mereka saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkata lah salah seorang
diantara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini). Mereka menjawab : Kita berada (disini) sehari atau setengah
hari. Berkata (yang lain lagi). Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (disini). Maka suruhlah salah
seorang diantara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan
yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu dan hendaklah ia berlaku lemah lembut dan jangan lah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seorang pun. (Qs. Al-Kahfi: 18-19)
Islam mensyari’atkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Tidak setiap orangmempunyai kemampuan
atau kesempatan untuk menyelesaikan segala urusan sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu mendelegasikan suatu
pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya. Dikenal pula didalam perbankan, suatu jenis wakalah yang disebut
wakalahtul istishmar, yaitu pelayanan oleh bank untum mengelolah dana investor atas nama investor tersebut (agency
services) dengan bank membebankan fee kepada investor atas jasanya itu tanpa mengaitkan apakah hasil pengelolaan dana
tersebut akan menghasilkan keuntungan atau mengalami kerugian. Misalnya dapat diperjanjikan bahwa bank akan
memperoleh fee pada setiap akhir bulan sebesar 2% atau 3% dari nett asset value dari dana tersebut. Dalam akad dalam
wakalah terjadi dan diakui secara hukum bila dilakukan ijab dan abul.Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan lisan, tulisan
atau perbuatan/ tindakan. Meskipun orang yang mewakilkan telahmelakukan ijab,namun orang yang dituju untuk menerima
perwakilan menolak,maka wakalah semacam ini tidak sah
4. Kebutuhan Terhadap jasa kontrak dan penerapan
Wakalah dalam LKS sebagai Instrumen Perbankan
• Wakalah dalam praktik LKS biasanya terkait dnegan akad lain yang dilakukan oleh nasabah. Misalnya dalam
akad pembiayaan murabahah, pihak LKS mewakilkan kepada nasabah untuk mencari barang yang akan dibeli
dengan pembiayaan tersebut. Begitu juga dalam akad salam, istisna’, ijarah dan akad lainnya yang menuntut
adanya perwakilan pihak LKS oleh nasabah. Selain praktik wakalah diatas, di Lembaga Keuangan Syariah
umumnya ada jenis produk yang menggunakan akad wakalah. Jenis-jenis produk pelayanan jasa yang
menggunakan akad wakalah antara lain L/C (leter of credit), transfer, kliring, RTGS, inkaso dan pembiayaan
gaji. Dalam pelaksanaannya di perbankan syariah akad Wakalah memiliki berbagai bentuk dalam pelayanan
jasa perbankan yang dapat berbentuk sebagai berikut:
• Kiriman uang (transfer), Pelayanan jasa kiriman uang merupakan bentuk pelayanan jasa yang diberikan oleh
bank atas permintaan nasabah untuk mengirimkan sejumlah uang tertentu.
• Wesel Pos/Western Union , Dalam transfer wesel pos / Western Union, uang tunai diberikan secara langsung
dari Al-Muwakkil kepada Al-Wakil, dan Al-Wakil memberikan uangnya secara langsung kepada nasabah yang
dituju. Berikut adalah skema transfer uang dengan Wesel Pos/Western union
• Transfer uang melalui suatu bank
Pada transfer melalui bank, Al-Muwakkil memberikan uangnya secara tunai atau memberi kuasa untuk
mendebet rekeningnya kepada bank yang merupakan Al- Wakil, selanjutnya bank tidak menyerahkan
uang tunai tersebut secara langsung kepada penerima uang, tapi bank mengirimkan uang tersebut
dengan mengkredit rekening penerima. Berikut adalah skema trasfer uang melalui bank.

• Transfer melalui ATM


• Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian untuk mengirimkan uang, tidak secara
langsung uangnya diberikan dari Al-Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam skema ini, Nasabah
Al-Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian meminta bank
untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri.
Yang sangat sering terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan
transfer sendiri melalui mesin ATM.
B. KAFALAH
• Pengertian KAFALAH
Secara Harfiah (literally), kafalah berarti mengambil tanggung jawab
untuk pembayaran suatu hutang atau kehadiran seseorang di muka
sidang pengadilan. Secara hukum (legally), Kafalah adalah pihak
ketiga yang menjadi penjamin atas pembayaran suatu hutang yang
tidak dibayar oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab untuk
membayar hutang.
Sementara itu, menurut ijma’ ulama bahwa para ulama dari berbagai
mazhab/aliran hukum Islam membolehkan akad kafalah ini. Mereka
menilai orang-orang Islam generasi awal mempraktikkan hal ini,
bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dari seorang ulama pun
2.Implementasi atau Penenrapan Kafalah
dalam Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
Kafalah diterapkan di Lembaga Keuangan Syariah, khusus nya Bank Syariah di mana
bank bertindak sebagai penjamin (kafil) dan nasabah sebagai pihak yang di jamin (makful
‘alaih). Dalam hal ini bank mendapat fee atas jaminan yang di berikan kepada nasabah.
Dalam pandangan BMI (Bank Muamalat Indonesia), ada beberapa penerapan konsep
kafalah, pertama kafalah bi al-nafas, merupakan akad memberikan jaminan atas diri.
Sebagai contoh, seorang nasabah yang mendapatkan pembiayaan dengan jaminan nama
baik dan ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik
tidak memegang barang apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat
mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan. Kedua,
kafalah bi al-taslim jenis kafalah ini bisa dilakukan untuk menjamin pengembalian barang
yang disewa ada waktu masa sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat di
laksanakan bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama perusahaan
penyewaan (leasing comanpy). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposit/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu.
Ketiga, kafalah al-munjazah, yaitu jaminan mutlak yang tidak di batasi jangka waktu dan
untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah ini adalah jaminan
dalam bentuk performance bonds (jaminan prestasi)
Dalam mekanisme bank garansi terdapat tiga pihak yang terkait, yaitu bank sebagai penjamin, terjamin (nasabah peminta
jaminan), dan penerima jaminan. Dalam pemberian garansi bank meminta setoran jaminan besar, misal nya 10-30% dari
total nilai objek yang dijamin. Disamping itu, bank memungut provisi dan mengenakan bunga atas jumlah nilai jaminan).
Sebagai contoh, skema berikut dapat menjadi gambaran implementasi akad kafalah dalam lembaga keuangan syariah (LKS).
1. Nasabah mengajukan permohonan penjaminan kepada bank syariah atas suatu pekerjaan yang di laksanankan, dan bank
syariah memberikan penjaminan/ garansi kepada pemberi kerja atas pekerjaan nasabah.
2. Atas garansi yang diberikan oleh bank syariah, maka bank syariah meminta agunan kepada tertanggung atau nasabah.
3. Nasabah wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak antara nasabah dan pemberi kerja.
4. Bila nasabah tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan kontrak, maka bank syariah akan menanggung kerugian.
Kafalah, bank garansi di gubakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan
nasabah untuk menempatkan sejumlah dana fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan
prinsip wadiah. Bank dapat ganti biaya atas jasa yang di berikan
C. HAWALAH
1. Pengertian HAWALAH
Ada yang menyebutkan hawalah dengan hiwalah arti harafiah dari hawalah adalah
pengalihan, pemindahan, perubahan warna kulit ataumemikul sesuatu diatas pundak.
Menurut Ayub, secara harfiah berarti pemindahan sesuatu dari seseorang kepada orang
lain atau dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Secara hukum hawalah adalah
suatu perjanjian dengan mana seorang debitur dibebaskan dari utangnya oleh orang lain
yang bertanggung jawab atas pelunasan utang tersebut dari seorang debitur kepada
debitur lainnya sehingga dengan demikian debitur semula digantikan oleh debitur yang
lain.
Dasar Hukum Hawalah
Perbuatan hawalah dibenarkan dalam Islam berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
Memperlambat pembayaran utang yang dilakukan orang kaya merupakan perbuatan
lalim. Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar utang,
maka hendak lah ia beralih (diterima pengalihan tersebut). (HR. Al-jama’ah dengan lafal
yang berbeda). Disamping itu terdapat kesepakatan ulama (ijma’) yang menyatakan
bahwa tindakan hawalah boleh dilakukan.
2. Implementasi dan Penerapan hawalah Dalam
Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
• Implementasi dalam teknis perbankan merupakan akad pengalihan piutang
nasabah (muhal) kepada bank. Nasabah meminta bantuan bank agar
membayar terlebih dahulu piutangnya atas transaksi yang halal dengan
pihak yang berhutang (muhil). Selanjutnya bank akan menagih kepada
pihak yang berhutang tersebut. Atas bantuan bank membayarkan terlebih
dahulu piutang nasabah, bank dapat membebankan fee jasa penagihan.
Penetapannya dilakukan dengan memperhatikan besar kecilnya risiko tidak
tertagihnya piutang. Akad hawalah dapat memberikan banyak sekali
manfaat dan keuntungannya, diantaranya : Memungkinkan penyelesaian
utang dan piutang dengan cepat dan simultan,
Tersedianya talanagn dana untuk hibah bagi yang membutuhkan, Dapat
menjadi salah satu fee-based income/sumber pendapatan non-
pembiayaan bagi bank syariah
• Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu
supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan usahanya. Bank
mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan hutang. Untuk mengantisipasi
kerugian yang akan timbul bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan
pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan hutang
dengan yang berhutang. Karena kebutuhan supplier akan di likuiditas, maka ia
meminta bank untuk mengalih piutang. Bank akan menerima pembayaran dari
pemilik proyek. Penerapan al-Hawalah di perbankan syariah menemukan
momentumnya pada fungsi bank sebagai jantung perputaran keuangan. Menurut
Mudrajad Kuncoro, dalam bukunya Manajemen Perbankan, menjelaskan fungsi
utama bank adalah :
• Sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan
• Sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk kredit dan
pembiayaan
• Sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.
Al-Ijarah
• 1. Pengertian Al- Ijarah
• Secara terminologi, ada beberapa definisi al-ijarah yang dikemukakan para
ulama fiqh. Menurut ulama Syafi‟iyah, ijarah adalah akad atas suatu
kemanfaatan dengan pengganti. Menurut Hanafiyah bahwa ijarah adalah
akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang di ketahui dan di
sengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan. Sedangkan ulama
Malikiyah dan Hanabilah, ijarah adalah menjadikan milik suatu
kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.
Selain itu ada yang menerjemahkan ijarah sebagai jual beli jasa (upah-
mengupah), yakni mengambil mengambil manfaat tenaga manusia, yang
ada manfaat dari barang. Dalam arti luas, ijarah bermakna suatu akad yang
berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan
dalam jumlah tertentu, hal ini sama artinya dengan menjual manfaat suatu
benda, bukan menjual dari suatu benda itu sendiri.
Penerapan atau Implementasi Al-Ijarah dalam
Lembaga Keungan Syariah (LKS)
• \Ijarah dalam teknis perbankan dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Transaksi ijarah di tandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya
prinsip ijarah sama saja dengan primdip jual beli. Namun perbedaan terletak
pada objek transaksinya. Bila pada objek jual-beli objek transaksinya adalah
barang. Maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
• Pada ahir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada
nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenai al-ijarah al- mutahiyah
bittamlik (sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan).
• Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dan
nasabah.
Implementasi akad ijarah dalam produk pembiayaan perbankan syariah
Dalam ijarah, metode pembayaran dibagi menjadi dua bagian. Pertama, ijarah yang
pembayarannya tergantung pada kinerja objeknya sewa. Jenis pembayaran ini
disebut Ujrah. Kedua, ijarah yang pembayarannya tidak tergantung pada kinerja
objek yang di sewa dalam perfektif fiqih disebut ju’alah. Aturan teknis yang
terkait dengan nasabah adalah nasabah wajib membayar uang sewa. Pembayaran
tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang atau pembebasan utang. Disamping
untuk pembiayaan transaksi sewa menyewa dan sewa beli. Akad ijarah juga
dipergunakan untuk pembiayaan transaksi sewa menyewa multijasa.
Pemberlakuan ijarah dalam jasa, karena jasa merupakan salah satu objek ijarah,
disamping manfaat barang. Perbedaan teknis transaksi ijarah yang objeknya
manfaat dengan ijarah yang objeknya jasa adalah, dalam jasa nasabah tidak
dikenakan kewajiban untuk menjaga kebutuhan objek sewa, dan tidak pula
dibebani tanggumg jawab atas kerusakan objek sewa. Dalam konteks perbakkan
syari’ah, aturan ijarah untuk multijasa adalah bahwa bank selalu pihak yang
menyediakan pembiayaan untuk nasabah yang menggunakan akad ijarah untuk
multijasa dapat memperoleh imabalan jasa
Keterangan skema:
• Nasabah mengajukan pembiyaaan ijarah ke bank syariahBank kemudian memberi/
menyewa barang yang diinginkan oleh nasabah, sebagai objek ijarah, tarif ijarah,
dari suplayer/ penjual / pemilik.
• Setelah dicapai kesepakatan anatara nasabah dengan bank mengenai baranf objek
ijarah, tarif ijarah, periode ijarah, dan biaya pemelihaannya, maka akad ijarah
ditandatangani. Nasabah diwajibkan menyerahkan jaminan yang dimiliki.
• Bank menyerahkan objek ijarah kepada nasabah sesuai akad yang
disepakati. Setelah periode ijarah berakhir, nasabah mengembalikan
objek ijarah tersebut kepada bamk.
• Bila bank membeli objek ijarah tersebut (al-bai’u wal ijarah) setelah
periode ijarah berakhir, objek ijarah tersebut disimpan oleh bank
sebagai aset yang dapat disewakan kembali.
• Bila bank menyewa objek ijarah tersebut (al-ijarah wal ijarah, atau
ijarah paralel) setelah periode ijarah berakhir objek ijarah tersebut
dikembalikan oleh bank kepada penjual atau pemiilknya.
Wadi’ah
1. Pengertian Wadi’ah
Secara etimologi, kata al-wadi’ah berarti menempatkan sesuatu yang
ditempatkan bukan pada pemiliknya untuk dipelihara. Wadi’ah
merupakan simpnan (deposit) barang atau dana kepada pihak lain
yang bukan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadi’ah adalah akad
penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau barang kepada pihak
yang menerima titipan, dengan catatan kapan pun titipan diambil
pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali titipan tersebut
dan yang dititipi menjadi penjamin pengembalian barang titipan.
Penerapan Wadi’ah di Lembaga Keuangan Syari’ah
(LKS)
Dalam penerapannya, produk bank Syariah dengan akad wadiah menerapkan prinsip wadiah yad amanah
dan wadiah yad dhamanah. Terkait dengan kedua produk tersebut, dalam pelaksanaannya perbankkan
Syariah lebih menerapkan prinsip wadiah yad dhamanah. Padahal, akad wadiah yad dhamanah secara
nama tidak ditemukan dalam literatur fikih klasik dan apabila dibedah prinsip ini ditemukan dua akad
yang sifatnya bertentangan namun dipaksakan.Adanya unsur dua akad dalam prinsip wadi’ah yad
dhamanah, karena di dalam praktiknya baik produk Giro Wadi’ah ataupun Tabungan Wadi’ah, bank
meminta pihak penitip (nasabah) memberikan kewenangan kepada pihak bank untuk mengelola
titipan/asetnya, dan bank memiliki hak penuh atas hasil yang diperoleh dari pemanfaatan titipan
nasabah, dengan kata lain bank tidak dikenai tanggungjawab (kewajiban) membagi hasilnya.Padahal,
secara asal di dalam prinsip wadi’ah, pemanfaatan suatu titipan dalam bentuk apapun hukumnya
terlarang, karena apabila telah ada unsur penggunaan oleh pihak yang dititipi maka akadnya pun
berubah. Di dalam fikih, yang demikian dikatakan sebagai prinsip pinjam-meminjam (qard). Melalui
sekilas gambaran seputar prinsip wadiah yad dhamanah yang di dalamnya terkandung unsur wadiah dan
qard, namun lebih layak berlandaskan qard. Jika kita cermati lebih lanjut, dapat diketahui dengan jelas
bahwa wadi’ah yang ada di perbankan syariah bukanlah wadi’ah yang dijelaskan dalam kitab-kitab fiqih.
Wadi’ah perbankan syariah yang saat ini dipraktekkan, lebih relevan dengan hukum dain/piutang, karena
pihak bank memanfaatkan uang nasabah dalam berbagai proyeknya. Sebagaimana nasabah terbebas dari
segala risiko yang terjadi pada dananya. Karena alasan ini, banyak dari ulama kontemporer yang
mengkritisi penamaannya dengan wadi’ah. Dan sebagai gantinya mereka mengusulkan untuk
menggunakan istilah lain, semisal al-hisabal-jari atau yang secara bahasa bermakna account.
Ar-Rahn
1. Pengertian Ar-Rahn adalah menjadikan barang berharga sebagai jaminan utang.
Dengan begitu jaminan tersebut berkaitan erat dengan utang piutang dan timbul
dari padanya. Sebenarnya pemberiaan utang itu merupakan suatu tindakan
kebajikan untuk menolong orang yang sedang dalam keadaan terpaksa dan tidak
mempunyai uang dalam keadaan kontan. Namun untuk ketenangan hati, pemberi
utang memberikan suatu jaminan, bahwa utang itu akan dibayar oleh orang yang
berutang. Untuk maksud itu pemilih uang boleh meminta jaminan dalam bentuk
barang berharga. Hukum meminta jaminan itu adalah mubah berdasarkan
petunjuk Allah dalam Al-qur’an sebagai berikut:

“Apabila kamu dalam perjalanan dan tidak ada orang yang menuliskan utang,
maka hendaklah dengan rungguhan yang diterima ketika itu” (Al-Baqarah: 283)
2. Implementasi atau Penerapan Rahn dalam
Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
• Rahn merupakan produk penunjang sebagai alternatif pegadaian, terutama
untuk membantu nasabah dalam memenuhi kebutuhan insidentilnya yang
mendesak. Terkait dengan rahn dalam praktik perbankan syariah, bank tidak
menarik manfaat apa pun, kecuali biaya pemeliharaan dan keamanan atas barang
yang digadaikan. Akad rahn dapat pula diaplikasikan untuk memenuhi
permintaan bank akan jaminan tambahan atas suatu pemberian fasilitas
pembiayaan kepada nasabah. Kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua
hal berikut, rahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad
tambahan (jaminan atau collateral) terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan ba’i al-murabahah. Bank dapat menahan barang nasabah sebagai
konsekuensi akad tersebut. Di beberapa negara islam termasuk di antaranya
malaysia, akad rahn telah dipakai alternatif dari penggadaian konvensional.
Bedanya dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama anatara biaya rahn dan bunga
pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda,
sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan di muka.
Transaksi gadai menurut syariah haruslah memenuhi rukun dan syarat tertentu gadai syariah, diantaranya :
a. Rukun gadai
• Pelaku, terdiri atas ar-rahin (yang menggadaikan) dan al-murtahin
• (yang menerima gadai)
• Al-Marhun yaitu barang yang digunakan untuk Rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.
• Al-Marhun bih (utang), syarat utang adalah wajib dikembalikan oleh debitur kepada kreditur, utang
tersebut dapat dilunasi dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas (harus spesifik).
• Sighat, Ijab dan Qabul
b. Syarat gadai
• Sighat, dengan syarat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan waktu yang akan datang
• Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum, yang ditandai dengan aqil baligh, berakal sehat dan
mampu melakukan akad.
• Utang (Marhun Bih) mempunyai pengertian bahwa utang adalah kewajiban bagi pihak yang berutang
untuk membayar kepada pihak yang memberi piutang, barang yang dimanfaatkan, jika tidak bermanfaat
maka tidak sah, dan barang tersebut dapat dimanfaatkan.
• Marhun adalah harta yang dipegang oleh Murtahin (penerima gadai) atau wakilnya sebagai jaminan
utang

Anda mungkin juga menyukai