Menurut konsep Hindu, manusia pertama disebut Swayambu Manu, dimana kata swayam berarti diri sendiri, bhu berarti menjadi dan kata manu berarti ia yang mempunyai pikiran (manah). Jadi swayambu manu berarti makhluk berpikir yang menjadikan dirinya sendiri yaitu manusia pertama. Kata manu inilah kemudian berkembang menjadi kata manusia (yang berarti mahluk berpikir). Adanya kemampuan berpikir inilah yang membedakan manusia dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Bila tumbuh-tumbuhan mempunyai satu kemampuan yaitu tumbuh dan bergerak (bayu), maka binatang mempunyai kemampuan lebih yaitu bergerak dan berbicara (bayu dan sabda). Sedangkan manusia adalah makhluk yang paling sempurna dari ciptaan Tuhan karena manusia memiliki kemampuan bergerak, berbicara dan berpikir (bayu, sabda, idep). Dengan memiliki pikiran inilah manusia bisa merubah nasibnya dan memperbaiki dirinya, seperti disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya sebagai berikut : Manusah sarwa bhutesu warttate wai cubhacubhe Acubhesu samawistam cubheswewa Wakarayet (Sarasamuscaya 12) ‘Dari demikian banyaknya makhluk hidup yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik dan buruk, kemampuan melebur perbuatan buruk ke dalam perbuatan baik itulah pahalanya menjadi manusia’
‘Karenanya janganlah hendaknya orang bersedih, meskipun tidak kaya
dengan kelahiran menjadi manusia, hendaknya memperbesar hatimu sebab sesungguhnya amat sulit bisa menjelma menjadi manusia meskipun lahir sebagai manusia hina’ Iyam hi yonih prathama yam prapya jagatipate Atmanam cahyate tratum karmabhih cubhalaksanaaih (Sarasamuscaya 1.4)
‘Sebab menjadi manusia sesungguhnya utama karena itu dia dapat
menolong dirinya dari sengsara dengan jalan karma yang baik demikianlah keistimewaan jadi manusia’
Demikianlah keutamaan menjelma menjadi manusia, oleh sebab itu
kitab Sarasamuscaya selalu mengingatkan manusia untuk senantiasa selalu upaya menjaga agar manusia tidak jatuh kemanusiaannya menjadi mahluk yang lebih rendah. Untuk menjaja kemanusiaan manusia, kitab Sarasamuscaya dan kitab Bhagavadgita berulang-ulang kali mengingatkan untuk senantiasa mengendalikan pikiran. Sebab kunci kemanusiaan manusia ada pada pikirannya, jika pikiran manusia tidak dikendalikan, maka manusia akan kehilangan kemanusiaan dan bisa perperilaku seperti binatang atau mahluk lainnya. Disinilah peranan pikiran sangat penting, karena dengan pikiran kita bisa membedakan baik dan buruk, melakukan pembaharuan sehingga bisa memiliki agama, keyakinan, tradisi, dan budaya, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
2. Manusia menurut Purana
Dalam kitab Purana ada beberapa cerita yang mengisahkan keberadaan manusia, walaupun dalam berbagai Purana kisahnya tidak persis sama. Ada kisah yang menceriterakan manusia yang dimulai dengan manusia pertama (Swayambhumanu), ada juga kisah Manu generasi berikutnya. Jika asal-usul manusia dilihat dari segi salah satu purana, dinyatakan bahwa manusia adalah keturunan Manu. Manu dianggap sebagai leluhur dan cikal bakal manusia. Diceritaka bahwa pada suatu hari Manu yang sedang berdoa di tepi sungai Gangga, tiba-tiba didatangi oleh seekor ikan kecil yang sedang diburu oleh seekor ikan besar yang mau memangsanya. Lalu Manu menyelamatkan ikan kecil tersebut. Ikan itu dibawa pulang dan ditaruh didalam sebuah bak kecil di rumahnya, tetapi besoknya ikan itu sudah bertambah besar, sebesar bak di mana ikan itu ditempatkan. Manupun memindahkan ke tempat yang lebih besar lagi, namun esok harinya kejadian yang sama terulang kembali, tempat ikan itu menjadi penuh karena ikan itu bertambah besar dengan cepatnya. Lalu Manu memindahkan ikan itu ke sungai, maka esoknya sungaipun sesak. Akhirnya Manu menggiring ikan itu ke laut. Setelah sampai di laut ikan itu berkata “Aku telah mengambil bentuk ini, untuk datang dan memberi tahu kepadamu, bahwa aku akan menenggelamkan dunia ini. Oleh karena itu buatlah sebuah perahu, taruhlah masing-masing sepasang dari semua jenis binatang dan tumbuh – tumbuhan, bersama keluargamu di dalam perahu itu. Bila air naik maka ikatlah tali dari perahumu sisiripku, bila air telah surut barulah kamu turun kembali ke daratan”. Berdasarkan cerita ini Manu bukanlah manusia yang pertama ada, tetapi adalah manusia yang selamat dari banjir besar dan menjadi nenek moyang manusia sekarang. Dalam ajaran agama lain kita menemukan cerita Nabi Nuh yang mirip dengan cerita Manu tadi. Penciptaan bhuwana alit (mahluk) termasuk manusia menurut pandangan Hindu juga melalui proses evolusi seperti yang sudah disinggung di depan. Hal ini berbeda dengan pandangan agama lain, yang menganggap ada manusia pertama yang bernama Adam. Hindu memang mengenal nama Swayambhu Manu, tetapi tidak ada keterangan yang menunjukkan bahwa nama tersebut menunjuk nama individu. Bahkan, kata swayambhu mengandung makna dia yang menjadikan dirinya sendiri, sehingga hanya cocok ditujukan kepada Tuhan. Penelitian-penelitian ilmiah yang telah dilakukan juga menyimpulkan bahwa umat manusia yang ada sekarang merupakan hasil seleksi alam yang tidak berasal dari satu sumber. Dengan demikian, para ilmuwan tidak menyepakati adanya manusia pertama. Sains modern beranggapan bahwa kehidupan di muka bumi ini bermula dari dalam laut. Laut dianggap sebagai ibu kehidupan. Di lumpur laut purba hidup hewan pertama, yang menjadi nenek moyang kehidupan yang ada saat ini. Hal ini ternyata sinkron dengan perwujudan awatara Wisnu yang secara evolusi yang berawal dari makhluk air (ikan, Matsya Avatara), kemudian berevolusi sebagai makhluk pantai (kura-kura, Kurma Avatara), kemudian beravatar menjadi hewan darat (babi, Varaha Avatara), transisi hewan- manusia (manusia berkepala singa, Narasinga Avatara), makhluk cebol, manusia (Wamana Avatar) , Ramaparasu Avatar, Rama Avatar, Krisna Avatar, Budha Avatar dan Kalki Avatar. Perwujudan awatara-awatara tersebut sejalan dengan alur evolusi dan migrasi habitat dari laut ke daratan. 3. Manusia menurut teori Darwin dan Maharesi Kapila
Menurut teori Darwin yang mengatakan manusia
berasal dari kera, sebagai lanjutan dari evolusi kera. Teori ini didukung oleh sarjana-sarjana berikutnya seperti Dubois yang menemukan Pithecanthropus erectus yaitu makhluk sejenis kera yang sudah bisa berjalan tegak (berdiri). Darwin berpendapat perkembangan rohani manusia sebagai makhluk yang bisa berpikir adalah akibat dari makin sempurnanya bentuk fisik kera tersebut. Tegasnya bentuk fisiklah yang menentukan bentuk pikiran. Sebaliknya Maharesi Kapila dengan teori evolusinya, menjelaskan asal-usul alam semesta ini 2500 tahun sebelum Darwin lahir. Dengan ajaran Samkhyanya yang mengatakan bahwa yang berevolusi bukanlah fisiknya melainkan rohaninya. Peningkatan rohani dari binatang itu, menyebabkan binatang bisa berinkarnasi menjadi manusia, meskipun manusia dalam kwalitas yang lebih rendah. Tegasnya bentuk rohanilah yang memesan bentuk jasmani, bukan sebaliknya. Dewasa ini sangat banyak orang menganut standar ganda dalam menetapkan suatu kebenaran. Sebagai contoh nyata tentang hal ini adalah sikap mereka terhadap teori evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin. Sebagai seorang ilmuwan mereka percaya terhadap teori itu, akan tetapi sebagai penganut agama tertentu mereka tidak percaya terhadap teori evolusi. Dengan demikian akan muncul pandangan bahwa kebenaran agama bisa berbeda dengan kebenaran ilmu pengetahuan, bahkan bertentangan. Kebenaran ganda tersebut selanjutnya dikaitkan dengan struktur otak kanan dan kiri. Apakah memang demikian ? Manusia adalah suatu sistem. Sebagai suatu sistem, dalam dirinya tidak boleh ada pertentangan paham. Jika hal itu terjadi dapat dipastikan akan muncul ketidakseimbangan. 4. Manusia dan Panca Maha Bhuta
Filsafat-filsafat Hindu beranggapan bahwa alam semesta
diciptakan-Nya bukanlah sekali jadi, tetapi melalui proses evolusi (parinama). Proses tersebut dimulai dari penciptaan benih maya (acetana) yang meliputi Panca Tan Matra, yaitu lima benih yang belum berukuran (tanpa dimensi). Benih ini selanjutnya mengalami evolusi dan ukurannya semakin bertambah besar sampai mencapai ukuran atom (paramanu). Selanjutnya paramanu ini mengalami evolusi lebih jauh sampai terbentuk Panca Maha Bhuta, yang menyusun alam semesta yang terdiri dari Brahmanda-Brahmanda sebagai matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet termasuk bumi kita ini. Pandangan Hindu tentang Panca Maha Bhuta sebagai penyusun alam semesta dibenarkan oleh hasil penelitian ilmiah dalam bidang fisika yang dilakukan oleh Albert Einstein dan Satyendra Nath Bose, dimana telah disimpulkan oleh kedua ilmuwan tadi bahwa zat terdiri atas lima wujud, yaitu padat, cair, gas, plasma, dan KBE (Kondensat Bose-Einstein). Manusia terdiri dari unsur –unsur benda materi yang nyata yang disebut Panca Maha Bhuta (lima unsur zat alam) yaitu : Akasa (ether), Bayu (gas/angin), Teja (panas/api), Apah (zat cair) dan Pertiwi (zat padat). Ether (akasa) merupakan bahan pertama (asal) dari unsur-unsur lainnya yang keadaannya begitu halus, tak terlihat oleh mata, tidak dapat dirasakan karena ether hanya memiliki kemampuan suara saja. Gerakan ether bebas tak terbatas dan menembus segala zat, baik zat padat, zat cair dan udara. Dengan perantara ether inilah gelombang radio disalurkan, karena ether merupakan segala asal unsure benda. Maka ether memenuhi dan meresapi segala benda dan memenuhi alam semesta. Unsur kedua dari Panca Maha Bhuta adalah Bayu (angin/gas). Angin tercipta akibat akasa yang digetarkan oleh prana. Angin mempunyai dua sifat yaitu : bisa menghubungkan suara seperti ether dan keberadaan angin itu dapat dirasakan sentuhannya. Angin mempunyai gerakan yang bebas ke segala arah, tetapi tidak bisa menembus benda padat. Unsur ketiga dari Panca Maha Bhuta adalah Teja (panas/api). Api ini memiliki tiga sifat yaitu : suara, sentuhan (rasa) dan bentuk. Bila ada api yang menyala, kita dapat mendengar suaranya api, dapat merasakan sentuhan panasnya api, dan dapat pula melihat bentuknya api. Gerakan api lebih terbatas dari pada gerakan angin, api hanya bisa bergerak kearah vertikal. Unsur keempat dari Panca Maha Bhuta adalah Apah (zat cair). Zat cair mempunyai empat sifat yaitu : kita dapat mendengar suaranya air kalau mengalir, dapat merasakan sentuhan air, dapat melihat bentuknya air dan dapat merasakan rasa air kalau diminum. Gerakan air hanya bisa bergerak kea rah horizontal. Sedangkan unsur kelima dari Panca Maha Bhuta adalah Pertiwi (zat padat). Tanah memiliki kelima sifat yang ada, yaitu : tanah mengeluarkan suara kalau bergerak, dapat dirasakan dengan sentuhan, dapat dilihat bentuknya, dapat dicicipi rasanya dan dapat dicium baunya. Tanah tidak mempunyai kemampuan bergerak sendiri, kalau tidak ada kekuatan lain yang menggerakkan. 5. Terciptanya Manusia Sari-sari dari Panca Maha Bhuta ini menjadi Sad Rasa (enam rasa) yaitu : manis, pahit, asam, asin, pedas dan sepat. Unsur-unsur ini dicampur dengan unsur-unsur lain seperti : Cita, Budhi, Ahangkara, Dasendria, Panca Tan Matra dan Panca Maha Bhuta sehingga menghasilkan dua unsur benih kehidupan makhluk yaitu Swanita (mani wanita/ ovum/ kama bang) dan Sukla (mani laki/ sperma/ kama petak). Pertemuan antara Swanita dan Sukla ini sama dengan pertemuan antara Purusa dan Predhana sehingga lahirlah manusia. Jika Panca Maha Bhuta di Bhuwana Agung (Makrokosmos) membentuk Tri Loka : Bhur, Bhuwah, Swah Loka, maka di Bhuwana Alit (Mikrokosmos) membentuk Tri Carira (tiga lapis badan), yaitu : Sthula Carira (badan kasar), Suksma Carira (badan halus) dan Anta Karana Carira (badan penyebab).
6. Manusia dan Indriya
Manusia mempunyai panca indriya (dalam bahasa Indonesia ditulis indera) yaitu: mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit. Kelima indera ini disebut Panca Karmendriya. Kelima indera tersebut mencapai objek melalui alat indera yang sangat halus yang bernama jnana indriya, yaitu : bunyi, sentuhan, penglihatan, rasa dan bau. Antara karma indriya dan jnana indriya merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Kalau di dunia komputer, hubungan antara karma indriya dengan jnana indriya diibaratkan seperti hubungan antara hardwear (perangkat keras) dengan softwear (perangkat lunak). Tanpa ada indera yang sangat halus ini, maka indera yang kasar akan tidak berfungsi. Untuk menggambarkan peristiwa ini, dapat diberikan beberapa contoh, yaitu : Ada orang yang secara fisik mempunya indera mata, tapi dia tidak mempunyai indera yang sangat halus berupa pengelihatan maka dia dikatakan sebagai orang buta, ada orang yang secara fisik mempunya indera telinga, tapi dia tidak mempunyai indera yang sangat halus berupa pendengaran maka dia dikatakan sebagai orang yang tuli, demikian pula ada orang yang secara fisik mempunyai lidah, tapi dia tidak mampu merasakan apa saja maka dia dikatakan sebagai orang yang sudah mati rasa. Dalam perjalanan hidup manusia, panca indriya (lima indera) itu memegang peranan yang sangat penting, mereka laksana kuda yang menarik keretamu ke tempat tujuan. Namun hanya bila engkau mampu mengendalikan kuda-kuda tersebut, kereta dan pengendaranya bisa selamat. Jika engkau biarkan kuda-kuda itu tidak terkendali, maka sudah pasti kereta dan penumpangnya akan mengalami kecelakaan. Bila alat indriya itu kontak dengan objeknya, barulah engkau akan mengalami kegembiraan atau kesedihan. Untuk lebih mudah memahami pernyataan diatas, maka akan diberikan contoh sebagai berikut : Sekarang ini engkau berada di sini dalam ruangan ini, ini berarti telingamupun berada di sini dalam ruangan ini. Andaikan ada sesuatu yang terjadi di kampung halamanmu, entah itu peristiwa baik atau sebaliknya peristiwa buruk, engkau tidak akan merasa bahagia ataupun merasa sedih, merasa senang ataupun merasa susah selama telingamu tidak mendengar berita itu. Kemudian engkau menerima telepon dan engkau tahu apa yang terjadi di kampung halamanmu. Jika berita yang kau dengar itu berita baik maka engkau akan merasa gembira, tapi sebaliknya jika yang kau dengar itu berita buruk maka engkau akan merasa bersedih. Ada banyak sekali objek indera di dunia ini, tetapi engkau harus menjaga agar alat inderamu tidak berhubungan dengan terlalu banyak objek. Semua objek-objek itu tidak kekal. Berikut ini akan diberikan beberapa contoh tentang binatang atau serangga yang akhirnya menjadi korban, akibat tidak bisa mengendalikan inderanya, misalnya gajah yang badannya besar dapat dijinakkan melalui indera peraba karena gajah terbelenggu akibat sentuhan, ikan yang makan umpan yang diberikan, lalu tertangkap karena terikat pada rasa, lebah yang memasuki kembang karena tertarik oleh baunya, lalu terperangkap pada malam hari ketika daun-daun bunga itu menutup. 7. Makrokosmos dan Mikrokosmos Di dunia ini tidak ada satupun benda yang benar- benar tidak tergantung dengan yang lain atau tidak terpengaruh kepada benda yang lain. Secara kimiawi dibuktikan bahwa semua benda bisa bereaksi jika dipertemukan dengan benda lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita saksikan hubungan antara manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan serta alam sekitarnya, disamping saling tergantung juga saling pengaruh mempengaruhi. Jadi seluruh isi dunia ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang disebut dengan Bhuwana Agung (Makrokosmos). Bentuk mini dari dunia ini adalah tubuh manusia. Didalam tubuh manusia ada sungai (urat nadi), danau, gunung, hutan dan sebagainya. Oleh sebab itu tubuh manusia disebut Bhuwana Alit (Mikrokosmos). Apa yang ada di Bhuwana Agung, pasti ada di Bhuwana Alit. Jika tubuh manusia kita umpamakan makrokosmosnya maka salah satu sel dari tubuh inilah seumpama mikrokosmosnya. Didalam sel itupun ada bentuk mini dari bagian-bagian tubuh manusia. Demikianlah susunannya berjenjang, dimana atom merupakan bagian dari sel, sel merupakan bagian dari tubuh, tubuh merupakan bagian dari dunia, dunia merupakan bagian dari alam semesta dan alam semesta merupakan bagian dari Brahman (Tuhan). Ada sebuah cerita tentang suatu pemogokan yang terjadi di sebuah kerajaan yang bernama “tubuh manusia”. Si Lidah yang tidak bertulang, dia iri hati kepada Si Perut yang gendut. Untuk itu Si Lidah mendatangi Si Kaki dan berkata “Hai, Kaki apakah kamu selama ini tidak sadar bahwa kamu diperalat? Untuk apa kamu berjalan kesana kemari mencari bahan makanan, bukankah untuk Si Perut agar dia menjadi tambah gendut? Bukankah begitu?”. Tanpa berpikir panjang Si Kaki menyahut “Ya, benar”. Si Lidah melanjutkan hasutannya “Oleh karena itu mari kita mogok, tidak mau bekerja lagi buat Si Perut, biar dia tahu rasa kelaparan”. Dan Si Kakipun menyetujui untuk mogok. Setelah itu Si Lidahpun meneruskan hasutannya kepada Si Tangan, Si Mata, Si Telinga dan sebagainya. Dan hampir semuanya menyetujui untuk mogok tidak bekerja. Akhirnya Si Lidah datang kepada Si Jantung, meminta agar mengikuti pemogokan. Maka Si Jantung menjawab “Tidak Lidah, akau tidak mau mogok. Aku bekerja adalah demi tugasku. Aku tidak peduli, entah siapa yang mendapat keuntungan dari pekerjaanku. Aku tidak mau mengkhianati tugasku”. Demikianlah pemogokan telah berjalan kecuali Si Jantung dan Si Paru-Paru yang menolak untuk mogok. Setelah pemogokan berlangsung selama 3 hari, maka mulailah terjadi suatu keganjilan. Si Lidah mulai merasakan lidahnya kaku, Si Kaki tidak sanggup lagi untuk berdiri, Si Tangan mulai gemetar dan seluruh tubuh terasa deman. Semua dari mereka bertanya – tanya, mengapa terjadi kelumpuhan yang begitu hebat. Akhirnya Si Otak sebagai raja cepat-cepat mengadakan rapat kilat dan membentuk Tim Pansus untuk meneliti dan menyelidiki sebab-sebab terjadinya bencana ini. Setelah bekerja Tim Pansus melaporkan kesimpulannya bahwa bencana ini timbul karena ada pemogokan dengan provokator utamanya Si Lidah, sehingga tidak ada makanan yang masuk ke perut, akibatnya Si Darah hanya dapat membagi-bagikan angin dan air saja. Si Otakpun memanggil semuanya untuk bersidang dan Si Otak memberi pengarahan “Saudara-saudara kita semua ini adalah merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Karena itu hentikanlah pemogokan ini. Kita semuanya mempunyai tugas yang berbeda dalam memutar roda kehidupan yang satu. Kita bekerja untuk yang satu, tetapi yang satu ini akan menghidupi kita semua. Lakukan tugas masing-masing dengan penuh cinta kasih, karena saudara adalah salah satu bagian dari roda kehidupan”. Sejak itu seluruh anggota “tubuh manusia” melakukan tugasnya sendiri-sendiri tanpa iri, karena mereka tahu mereka berbuat untuk kepentingan bersama.