Anda di halaman 1dari 28

MANUSIA MENURUT KETUHANAN

1. Hakikat dan Sejarah Keberadaan Manusia


Menurut konsep Hindu, manusia pertama disebut
Swayambu Manu, dimana kata swayam berarti diri
sendiri, bhu berarti menjadi dan kata manu berarti ia
yang mempunyai pikiran (manah). Jadi swayambu
manu berarti makhluk berpikir yang menjadikan
dirinya sendiri yaitu manusia pertama. Kata manu
inilah kemudian berkembang menjadi kata manusia
(yang berarti mahluk berpikir). Adanya kemampuan
berpikir inilah yang membedakan manusia dengan
binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Bila tumbuh-tumbuhan mempunyai satu kemampuan
yaitu tumbuh dan bergerak (bayu), maka binatang
mempunyai kemampuan lebih yaitu bergerak dan
berbicara (bayu dan sabda). Sedangkan manusia adalah
makhluk yang paling sempurna dari ciptaan Tuhan karena
manusia memiliki kemampuan bergerak, berbicara dan
berpikir (bayu, sabda, idep). Dengan memiliki pikiran
inilah manusia bisa merubah nasibnya dan memperbaiki
dirinya, seperti disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya
sebagai berikut :
Manusah sarwa bhutesu warttate wai cubhacubhe
Acubhesu samawistam cubheswewa Wakarayet
(Sarasamuscaya 12)
‘Dari demikian banyaknya makhluk hidup yang dilahirkan sebagai manusia
itu saja yang dapat berbuat baik dan buruk, kemampuan melebur perbuatan
buruk ke dalam perbuatan baik itulah pahalanya menjadi manusia’

Upabhogaih parityaktam natmanama wasadayet


Candalatwepi manusyam sarwwatha tata durlabham
(Sarasamuscaya 1.3)

‘Karenanya janganlah hendaknya orang bersedih, meskipun tidak kaya


dengan kelahiran menjadi manusia, hendaknya memperbesar hatimu sebab
sesungguhnya amat sulit bisa menjelma menjadi manusia meskipun lahir
sebagai manusia hina’
Iyam hi yonih prathama yam prapya jagatipate
Atmanam cahyate tratum karmabhih cubhalaksanaaih
(Sarasamuscaya 1.4)

‘Sebab menjadi manusia sesungguhnya utama karena itu dia dapat


menolong dirinya dari sengsara dengan jalan karma yang baik
demikianlah keistimewaan jadi manusia’

Demikianlah keutamaan menjelma menjadi manusia, oleh sebab itu


kitab Sarasamuscaya selalu mengingatkan manusia untuk senantiasa
selalu upaya menjaga agar manusia tidak jatuh kemanusiaannya menjadi
mahluk yang lebih rendah. Untuk menjaja kemanusiaan manusia, kitab
Sarasamuscaya dan kitab Bhagavadgita berulang-ulang kali
mengingatkan untuk senantiasa mengendalikan pikiran.
Sebab kunci kemanusiaan manusia ada pada pikirannya, jika pikiran
manusia tidak dikendalikan, maka manusia akan kehilangan kemanusiaan dan
bisa perperilaku seperti binatang atau mahluk lainnya. Disinilah peranan
pikiran sangat penting, karena dengan pikiran kita bisa membedakan baik dan
buruk, melakukan pembaharuan sehingga bisa memiliki agama, keyakinan,
tradisi, dan budaya, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

2. Manusia menurut Purana


Dalam kitab Purana ada beberapa cerita yang mengisahkan keberadaan
manusia, walaupun dalam berbagai Purana kisahnya tidak persis sama. Ada
kisah yang menceriterakan manusia yang dimulai dengan manusia pertama
(Swayambhumanu), ada juga kisah Manu generasi berikutnya.
Jika asal-usul manusia dilihat dari segi salah satu
purana, dinyatakan bahwa manusia adalah keturunan
Manu. Manu dianggap sebagai leluhur dan cikal bakal
manusia. Diceritaka bahwa pada suatu hari Manu yang
sedang berdoa di tepi sungai Gangga, tiba-tiba didatangi
oleh seekor ikan kecil yang sedang diburu oleh seekor ikan
besar yang mau memangsanya. Lalu Manu
menyelamatkan ikan kecil tersebut. Ikan itu dibawa pulang
dan ditaruh didalam sebuah bak kecil di rumahnya, tetapi
besoknya ikan itu sudah bertambah besar, sebesar bak di
mana ikan itu ditempatkan. Manupun memindahkan ke
tempat yang lebih besar lagi, namun esok harinya kejadian
yang sama terulang kembali, tempat ikan itu menjadi
penuh karena ikan itu bertambah besar dengan cepatnya.
Lalu Manu memindahkan ikan itu ke sungai, maka esoknya
sungaipun sesak. Akhirnya Manu menggiring ikan itu ke laut.
Setelah sampai di laut ikan itu berkata “Aku telah mengambil
bentuk ini, untuk datang dan memberi tahu kepadamu, bahwa
aku akan menenggelamkan dunia ini. Oleh karena itu buatlah
sebuah perahu, taruhlah masing-masing sepasang dari semua
jenis binatang dan tumbuh – tumbuhan, bersama keluargamu
di dalam perahu itu. Bila air naik maka ikatlah tali dari
perahumu sisiripku, bila air telah surut barulah kamu turun
kembali ke daratan”.
Berdasarkan cerita ini Manu bukanlah manusia yang
pertama ada, tetapi adalah manusia yang selamat dari banjir
besar dan menjadi nenek moyang manusia sekarang. Dalam
ajaran agama lain kita menemukan cerita Nabi Nuh yang mirip
dengan cerita Manu tadi.
Penciptaan bhuwana alit (mahluk) termasuk manusia
menurut pandangan Hindu juga melalui proses evolusi seperti
yang sudah disinggung di depan. Hal ini berbeda dengan
pandangan agama lain, yang menganggap ada manusia
pertama yang bernama Adam. Hindu memang mengenal nama
Swayambhu Manu, tetapi tidak ada keterangan yang
menunjukkan bahwa nama tersebut menunjuk nama individu.
Bahkan, kata swayambhu mengandung makna dia yang
menjadikan dirinya sendiri, sehingga hanya cocok ditujukan
kepada Tuhan.
Penelitian-penelitian ilmiah yang telah dilakukan juga
menyimpulkan bahwa umat manusia yang ada sekarang
merupakan hasil seleksi alam yang tidak berasal dari satu
sumber. Dengan demikian, para ilmuwan tidak menyepakati
adanya manusia pertama.
Sains modern beranggapan bahwa kehidupan di muka
bumi ini bermula dari dalam laut. Laut dianggap sebagai ibu
kehidupan. Di lumpur laut purba hidup hewan pertama,
yang menjadi nenek moyang kehidupan yang ada saat ini.
Hal ini ternyata sinkron dengan perwujudan awatara Wisnu
yang secara evolusi yang berawal dari makhluk air (ikan,
Matsya Avatara), kemudian berevolusi sebagai makhluk
pantai (kura-kura, Kurma Avatara), kemudian beravatar
menjadi hewan darat (babi, Varaha Avatara), transisi hewan-
manusia (manusia berkepala singa, Narasinga Avatara),
makhluk cebol, manusia (Wamana Avatar) , Ramaparasu
Avatar, Rama Avatar, Krisna Avatar, Budha Avatar dan Kalki
Avatar. Perwujudan awatara-awatara tersebut sejalan
dengan alur evolusi dan migrasi habitat dari laut ke daratan.
3. Manusia menurut teori Darwin dan Maharesi
Kapila

Menurut teori Darwin yang mengatakan manusia


berasal dari kera, sebagai lanjutan dari evolusi kera.
Teori ini didukung oleh sarjana-sarjana berikutnya
seperti Dubois yang menemukan Pithecanthropus
erectus yaitu makhluk sejenis kera yang sudah bisa
berjalan tegak (berdiri). Darwin berpendapat
perkembangan rohani manusia sebagai makhluk yang
bisa berpikir adalah akibat dari makin sempurnanya
bentuk fisik kera tersebut. Tegasnya bentuk fisiklah
yang menentukan bentuk pikiran.
Sebaliknya Maharesi Kapila dengan teori evolusinya,
menjelaskan asal-usul alam semesta ini 2500 tahun
sebelum Darwin lahir. Dengan ajaran Samkhyanya yang
mengatakan bahwa yang berevolusi bukanlah fisiknya
melainkan rohaninya. Peningkatan rohani dari binatang
itu, menyebabkan binatang bisa berinkarnasi menjadi
manusia, meskipun manusia dalam kwalitas yang lebih
rendah. Tegasnya bentuk rohanilah yang memesan bentuk
jasmani, bukan sebaliknya.
Dewasa ini sangat banyak orang menganut standar
ganda dalam menetapkan suatu kebenaran. Sebagai
contoh nyata tentang hal ini adalah sikap mereka terhadap
teori evolusi yang dicetuskan oleh Charles Darwin.
Sebagai seorang ilmuwan mereka percaya
terhadap teori itu, akan tetapi sebagai penganut
agama tertentu mereka tidak percaya terhadap teori
evolusi. Dengan demikian akan muncul pandangan
bahwa kebenaran agama bisa berbeda dengan
kebenaran ilmu pengetahuan, bahkan bertentangan.
Kebenaran ganda tersebut selanjutnya dikaitkan
dengan struktur otak kanan dan kiri. Apakah
memang demikian ? Manusia adalah suatu sistem.
Sebagai suatu sistem, dalam dirinya tidak boleh ada
pertentangan paham. Jika hal itu terjadi dapat
dipastikan akan muncul ketidakseimbangan.
4. Manusia dan Panca Maha Bhuta

Filsafat-filsafat Hindu beranggapan bahwa alam semesta


diciptakan-Nya bukanlah sekali jadi, tetapi melalui proses
evolusi (parinama). Proses tersebut dimulai dari penciptaan
benih maya (acetana) yang meliputi Panca Tan Matra, yaitu
lima benih yang belum berukuran (tanpa dimensi). Benih ini
selanjutnya mengalami evolusi dan ukurannya semakin
bertambah besar sampai mencapai ukuran atom (paramanu).
Selanjutnya paramanu ini mengalami evolusi lebih jauh
sampai terbentuk Panca Maha Bhuta, yang menyusun alam
semesta yang terdiri dari Brahmanda-Brahmanda sebagai
matahari, bulan, bintang-bintang, planet-planet termasuk bumi
kita ini.
Pandangan Hindu tentang Panca Maha Bhuta
sebagai penyusun alam semesta dibenarkan oleh hasil
penelitian ilmiah dalam bidang fisika yang dilakukan
oleh Albert Einstein dan Satyendra Nath Bose, dimana
telah disimpulkan oleh kedua ilmuwan tadi bahwa zat
terdiri atas lima wujud, yaitu padat, cair, gas, plasma,
dan KBE (Kondensat Bose-Einstein). Manusia terdiri
dari unsur –unsur benda materi yang nyata yang
disebut Panca Maha Bhuta (lima unsur zat alam) yaitu
: Akasa (ether), Bayu (gas/angin), Teja (panas/api),
Apah (zat cair) dan Pertiwi (zat padat).
Ether (akasa) merupakan bahan pertama (asal) dari
unsur-unsur lainnya yang keadaannya begitu halus, tak
terlihat oleh mata, tidak dapat dirasakan karena ether hanya
memiliki kemampuan suara saja. Gerakan ether bebas tak
terbatas dan menembus segala zat, baik zat padat, zat cair dan
udara. Dengan perantara ether inilah gelombang radio
disalurkan, karena ether merupakan segala asal unsure benda.
Maka ether memenuhi dan meresapi segala benda dan
memenuhi alam semesta.
Unsur kedua dari Panca Maha Bhuta adalah Bayu
(angin/gas). Angin tercipta akibat akasa yang digetarkan oleh
prana. Angin mempunyai dua sifat yaitu : bisa
menghubungkan suara seperti ether dan keberadaan angin itu
dapat dirasakan sentuhannya. Angin mempunyai gerakan
yang bebas ke segala arah, tetapi tidak bisa menembus benda
padat.
Unsur ketiga dari Panca Maha Bhuta adalah Teja
(panas/api). Api ini memiliki tiga sifat yaitu : suara,
sentuhan (rasa) dan bentuk. Bila ada api yang menyala,
kita dapat mendengar suaranya api, dapat merasakan
sentuhan panasnya api, dan dapat pula melihat
bentuknya api. Gerakan api lebih terbatas dari pada
gerakan angin, api hanya bisa bergerak kearah vertikal.
Unsur keempat dari Panca Maha Bhuta adalah Apah
(zat cair). Zat cair mempunyai empat sifat yaitu : kita
dapat mendengar suaranya air kalau mengalir, dapat
merasakan sentuhan air, dapat melihat bentuknya air
dan dapat merasakan rasa air kalau diminum. Gerakan
air hanya bisa bergerak kea rah horizontal.
Sedangkan unsur kelima dari Panca Maha Bhuta adalah Pertiwi
(zat padat). Tanah memiliki kelima sifat yang ada, yaitu : tanah
mengeluarkan suara kalau bergerak, dapat dirasakan dengan
sentuhan, dapat dilihat bentuknya, dapat dicicipi rasanya dan dapat
dicium baunya. Tanah tidak mempunyai kemampuan bergerak
sendiri, kalau tidak ada kekuatan lain yang menggerakkan.
5. Terciptanya Manusia
Sari-sari dari Panca Maha Bhuta ini menjadi Sad Rasa (enam
rasa) yaitu : manis, pahit, asam, asin, pedas dan sepat. Unsur-unsur
ini dicampur dengan unsur-unsur lain seperti : Cita, Budhi,
Ahangkara, Dasendria, Panca Tan Matra dan Panca Maha Bhuta
sehingga menghasilkan dua unsur benih kehidupan makhluk yaitu
Swanita (mani wanita/ ovum/ kama bang) dan Sukla (mani laki/
sperma/ kama petak). Pertemuan antara Swanita dan Sukla ini sama
dengan pertemuan antara Purusa dan Predhana sehingga lahirlah
manusia.
Jika Panca Maha Bhuta di Bhuwana Agung
(Makrokosmos) membentuk Tri Loka : Bhur, Bhuwah, Swah
Loka, maka di Bhuwana Alit (Mikrokosmos) membentuk Tri
Carira (tiga lapis badan), yaitu : Sthula Carira (badan
kasar), Suksma Carira (badan halus) dan Anta Karana
Carira (badan penyebab).

6. Manusia dan Indriya


Manusia mempunyai panca indriya (dalam bahasa
Indonesia ditulis indera) yaitu: mata, telinga, hidung, lidah,
dan kulit. Kelima indera ini disebut Panca Karmendriya.
Kelima indera tersebut mencapai objek melalui alat indera
yang sangat halus yang bernama jnana indriya, yaitu :
bunyi, sentuhan, penglihatan, rasa dan bau.
Antara karma indriya dan jnana indriya merupakan suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan
yang lainnya. Kalau di dunia komputer, hubungan antara karma
indriya dengan jnana indriya diibaratkan seperti hubungan
antara hardwear (perangkat keras) dengan softwear (perangkat
lunak). Tanpa ada indera yang sangat halus ini, maka indera
yang kasar akan tidak berfungsi. Untuk menggambarkan
peristiwa ini, dapat diberikan beberapa contoh, yaitu : Ada
orang yang secara fisik mempunya indera mata, tapi dia tidak
mempunyai indera yang sangat halus berupa pengelihatan maka
dia dikatakan sebagai orang buta, ada orang yang secara fisik
mempunya indera telinga, tapi dia tidak mempunyai indera yang
sangat halus berupa pendengaran maka dia dikatakan sebagai
orang yang tuli, demikian pula ada orang yang secara fisik
mempunyai lidah, tapi dia tidak mampu merasakan apa saja
maka dia dikatakan sebagai orang yang sudah mati rasa.
Dalam perjalanan hidup manusia, panca indriya
(lima indera) itu memegang peranan yang sangat
penting, mereka laksana kuda yang menarik keretamu
ke tempat tujuan. Namun hanya bila engkau mampu
mengendalikan kuda-kuda tersebut, kereta dan
pengendaranya bisa selamat. Jika engkau biarkan
kuda-kuda itu tidak terkendali, maka sudah pasti kereta
dan penumpangnya akan mengalami kecelakaan.
Bila alat indriya itu kontak dengan objeknya,
barulah engkau akan mengalami kegembiraan atau
kesedihan. Untuk lebih mudah memahami pernyataan
diatas, maka akan diberikan contoh sebagai berikut :
Sekarang ini engkau berada di sini dalam ruangan ini,
ini berarti telingamupun berada di sini dalam ruangan
ini. Andaikan ada sesuatu yang terjadi di kampung
halamanmu, entah itu peristiwa baik atau sebaliknya
peristiwa buruk, engkau tidak akan merasa bahagia
ataupun merasa sedih, merasa senang ataupun merasa
susah selama telingamu tidak mendengar berita itu.
Kemudian engkau menerima telepon dan engkau tahu
apa yang terjadi di kampung halamanmu. Jika berita
yang kau dengar itu berita baik maka engkau akan
merasa gembira, tapi sebaliknya jika yang kau dengar
itu berita buruk maka engkau akan merasa bersedih.
Ada banyak sekali objek indera di dunia ini, tetapi
engkau harus menjaga agar alat inderamu tidak
berhubungan dengan terlalu banyak objek. Semua
objek-objek itu tidak kekal.
Berikut ini akan diberikan beberapa contoh tentang
binatang atau serangga yang akhirnya menjadi korban,
akibat tidak bisa mengendalikan inderanya, misalnya
gajah yang badannya besar dapat dijinakkan melalui
indera peraba karena gajah terbelenggu akibat
sentuhan, ikan yang makan umpan yang diberikan,
lalu tertangkap karena terikat pada rasa, lebah yang
memasuki kembang karena tertarik oleh baunya, lalu
terperangkap pada malam hari ketika daun-daun
bunga itu menutup.
7. Makrokosmos dan Mikrokosmos
Di dunia ini tidak ada satupun benda yang benar-
benar tidak tergantung dengan yang lain atau tidak
terpengaruh kepada benda yang lain. Secara kimiawi
dibuktikan bahwa semua benda bisa bereaksi jika
dipertemukan dengan benda lain. Dalam kehidupan
sehari-hari kita saksikan hubungan antara manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan serta alam sekitarnya,
disamping saling tergantung juga saling pengaruh
mempengaruhi. Jadi seluruh isi dunia ini merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang disebut
dengan Bhuwana Agung (Makrokosmos).
Bentuk mini dari dunia ini adalah tubuh manusia.
Didalam tubuh manusia ada sungai (urat nadi), danau,
gunung, hutan dan sebagainya. Oleh sebab itu tubuh
manusia disebut Bhuwana Alit (Mikrokosmos). Apa yang
ada di Bhuwana Agung, pasti ada di Bhuwana Alit.
Jika tubuh manusia kita umpamakan makrokosmosnya
maka salah satu sel dari tubuh inilah seumpama
mikrokosmosnya. Didalam sel itupun ada bentuk mini dari
bagian-bagian tubuh manusia.
Demikianlah susunannya berjenjang, dimana atom
merupakan bagian dari sel, sel merupakan bagian dari
tubuh, tubuh merupakan bagian dari dunia, dunia
merupakan bagian dari alam semesta dan alam semesta
merupakan bagian dari Brahman (Tuhan).
Ada sebuah cerita tentang suatu pemogokan yang
terjadi di sebuah kerajaan yang bernama “tubuh manusia”.
Si Lidah yang tidak bertulang, dia iri hati kepada Si Perut
yang gendut.
Untuk itu Si Lidah mendatangi Si Kaki dan berkata
“Hai, Kaki apakah kamu selama ini tidak sadar bahwa
kamu diperalat? Untuk apa kamu berjalan kesana kemari
mencari bahan makanan, bukankah untuk Si Perut agar dia
menjadi tambah gendut? Bukankah begitu?”. Tanpa
berpikir panjang Si Kaki menyahut “Ya, benar”. Si Lidah
melanjutkan hasutannya “Oleh karena itu mari kita
mogok, tidak mau bekerja lagi buat Si Perut, biar dia tahu
rasa kelaparan”. Dan Si Kakipun menyetujui untuk mogok.
Setelah itu Si Lidahpun meneruskan hasutannya kepada Si
Tangan, Si Mata, Si Telinga dan sebagainya. Dan hampir semuanya
menyetujui untuk mogok tidak bekerja. Akhirnya Si Lidah datang
kepada Si Jantung, meminta agar mengikuti pemogokan. Maka Si
Jantung menjawab “Tidak Lidah, akau tidak mau mogok. Aku
bekerja adalah demi tugasku. Aku tidak peduli, entah siapa yang
mendapat keuntungan dari pekerjaanku. Aku tidak mau
mengkhianati tugasku”.
Demikianlah pemogokan telah berjalan kecuali Si Jantung dan Si
Paru-Paru yang menolak untuk mogok. Setelah pemogokan
berlangsung selama 3 hari, maka mulailah terjadi suatu keganjilan.
Si Lidah mulai merasakan lidahnya kaku, Si Kaki tidak sanggup
lagi untuk berdiri, Si Tangan mulai gemetar dan seluruh tubuh
terasa deman. Semua dari mereka bertanya – tanya, mengapa terjadi
kelumpuhan yang begitu hebat.
Akhirnya Si Otak sebagai raja cepat-cepat
mengadakan rapat kilat dan membentuk Tim Pansus
untuk meneliti dan menyelidiki sebab-sebab terjadinya
bencana ini. Setelah bekerja Tim Pansus melaporkan
kesimpulannya bahwa bencana ini timbul karena ada
pemogokan dengan provokator utamanya Si Lidah,
sehingga tidak ada makanan yang masuk ke perut,
akibatnya Si Darah hanya dapat membagi-bagikan
angin dan air saja. Si Otakpun memanggil semuanya
untuk bersidang dan Si Otak memberi pengarahan
“Saudara-saudara kita semua ini adalah merupakan
kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Karena
itu hentikanlah pemogokan ini. Kita semuanya
mempunyai tugas yang berbeda dalam memutar roda
kehidupan yang satu. Kita bekerja untuk yang satu,
tetapi yang satu ini akan menghidupi kita semua.
Lakukan tugas masing-masing dengan penuh cinta
kasih, karena saudara adalah salah satu bagian dari roda
kehidupan”.
Sejak itu seluruh anggota “tubuh manusia”
melakukan tugasnya sendiri-sendiri tanpa iri, karena
mereka tahu mereka berbuat untuk kepentingan
bersama.

Anda mungkin juga menyukai