Anda di halaman 1dari 42

ABSES PAYUDARA

Presentan : dr. Shandy Vama Putra


Pembimbing : DR. dr. Diani Kartini, SpB(K)Onk
Definisi
 Abses:
 Pengumpulan eksudat purulen yang terjebak di
dalam jaringan yang kemudian membentuk
rongga yang secara anatomis sebelumnya tidak
ada dengan jaringan fibrotik di sekitarnya sebagai
respon tubuh terhadap adanya infeksi
 Abses payudara:
 Pengumpulan lokal zat-zat purulen (pus/nanah) di
dalam payudara
 Dapat terjadi pada periode menyusui, akibat
trauma, dan mastitis terinfeksi

Dixon JM. ABC of breast dieases . Breast Infection . BMJ. In Medscape:Overview. Review in Jan 2015
•Batas-batas mammae
Dinding toraks anterior antara ICS
II & VI dan sternal sampai dengan
garis aksilaris media
•Vaskularisasi:
• Perforator A. Mammaria interna
• Perforator A. Intertorakalis
• A. Torakoakromialis
• A. Torakodorsalis
• A. Torakalis lateralis
•KGB regional:
• Aksila -> level I-III
• Supraklavikula
• Infraklavikula
• Mammaria interna
Tipe dan lokasi sering terjadi infeksi payudara

Dixon JM. ABC of breast dieases . Breast Infection . BMJ. In medscape.overview. Review in Jan 2015
Tipe Abses Payudara
• Terjadi saat kehamilan,
Berhubungan menyusui, atau dalam 3 bulan
pertama setelah berhenti
dengan laktasi menyusui.
(puerperal) • Biasa didahului mastitis
• Insidensi 5-11%

• Lokasi di subareola atau


Tidak periareola
berhubungan • Jarang di periferal
dengan laktasi • Sering berhubungan dengan
(non puerperal) merokok (>70%)

Fischer JE. Master Techniques in General Surgery: Breast Surgery. 2011


Organisme Penyebab

 Abses puerperal
 Staphylococcus aureus
 Staphylococcus epidermis
 Mycobacterium tuberkulosis

 Abses non-puerperal
 Staphylococcus aureus
 Streptococcus grup B
 Proteus
 Acinetobacter spp
 Mycobacterium tuberkulosis

Ramakrishman R et al. Int Surg J. 2017;4(7):2143-2147


Patofisiologi Abses Payudara
Puerperal

 Produksi ASI yang tidak dikeluarkan (obstruksi


duktus, frekuensi dan lamanya pemberian yang
kurang, hisapan bayi yang tidak kuat, produksi ASI
berlebih, sakit pada waktu menyusui) merupakan
media yang baik untuk tumbuhnya bakteri
 Infeksi akibat masuknya kuman ke dalam payudara
melalui duktus ke lobulus / melalui hematogen /
dari fissura puting ke sistem limfatik periduktal

Obstet Gynecol Sci.breast disease during pregnancy and lactation. 2013 May;56(3):143-59.
Patofisiologi Abses Payudara
Non Puerperal
 Subareolar (90%)
 Epidermalisasi epitel kolumnar + metaplasia epitel
skuamosa duktus laktiferus  keratinisasi keratin plug
+ debris seluler  obstruksi dan dilatasi duktus
proksimal  ruptur lapisan epitel  konten duktus
terekspos  inflamasi  infiltrasi limfosit periduktus 
media bakteri tumbuh  abses subareolar  fistula
periareolar

 Periferal (10%)
 Berhubungan dengan penyakit yang mendasari seperti
DM, rheumatoid arthritis, penggunaan steroid, mastitis
lobular granulomatosa, dan trauma
Bland K et al. The Breast: Comprehensive Management of Benign and Malignant Diseases. 5th ed. 2017
Abses perifer Abses subareola
Riwayat Tidak ada; pasien
Laktasi, trauma
Sebelumnya biasanya perokok
Payudara bagian
Lokasi Periareolar
perifer
Beberapa spesies aerobik
Bakteri S. aureus
dan anaerobik
Kemungkinan
besar resolusi Rekurensi tinggi setelah
Tatalaksana dengan aspirasi / antibiotik atau insisi
antibiotik atau insisi drainage
drainage
Infeksi Tuberkulosis pada
Payudara
 Insidensi 0,1-0,5%, pada daerah endemik TB mencapai 3-4,5%

 Wanita menyusui memiliki risiko lebih tinggi (↑ suplai darah,


duktus dilatasi)
 Wanita usia muda, antara 21-30 tahun

 Mastitis TB biasa unilateral, jarang pada pria, biasa pada kondisi


imun terganggu
 Bisa primer atau sekunder

 Manifestasi klinis: benjolan (nyeri, batas iregular, terfiksasi ke


kulit, otot, atau dinding dada), nyeri +/-, lokasi di sentral atau
kuadran lateral atas payudara, fistula +/-
 Gejala sistemik (demam, malaise, keringat dingin, berat badan
turun) pada <20% kasus

Sobri FB, Halim ON. Breast tuberculosis in Jakarta: Review of 7 cases. Bali Med J 2018; 3:560-563
 Kaur dkk (2018)
 Pasien wanita, rerata usia 32,5 tahun
 Manifestasi:
 Abses payudara (48,38%)
 Benjolan di payudara (32,25%)
 Benjolan dengan draining sinus multiple dan jaringan
parut (19,25%)

Kaur M et al. Breast tuberculosis: clinical spectrum, diagnostic dilemmas, and management. Int Surg J 2018;5:562-5
 Pendekatan diagnosis
 GOLD STANDARD : kultur M. Tuberculosis
 Deteksi BTA pada hapusan  persentase positif rendah
 PCR TB  angka positif lebih rendah, sensitivitas
rendah
 FNAC (fine needle aspiration citology), ditemukan sel
epiteloid, granuloma, dan nekrosis
 IGRA  tidak dapat membedakan infeksi laten atau
aktif

Sobri FB, Halim ON. Breast tuberculosis in Jakarta: Review of 7 cases. Bali Med J 2018; 3:560-563
Abses Tuberkulosis

 Massa  inflamasi  terbentuk abses, ulserasi


kulit, dan mastitis difus.
 Inflamasi dan abses rekuren, tidak respon
terhadap antibiotik standar dan drainase.
 Tatalaksana: obat anti tuberculosis selama 6
hingga 9 bulan, tindakan operatif (drainase).

Sobri FB, Halim ON. Breast tuberculosis in Jakarta: Review of 7 cases. Bali Med J 2018; 3:560-563
Diagnosis

 Anamnesis
 Pemeriksaan fisik
 USG payudara
 Aspirasi
Anamnesis

• Edema lokal, eritema, kalor/hangat, nyeri


• Riwayat abses sebelumnya pada payudara
• Demam
• Discharge dari puting atau massa
• Sedang menyusui/tidak
• Merokok
Pemeriksaan Fisik
 Eritema lokal, edema, nyeri, bisa terdapat fluktuasi

 Lokasi tersering: areola & periareola

 Perhatikan adanya inversi, retraksi, atau abnormalitas


pada puting lainnya
 Discharge dari putting

 Demam atau limfadenopati aksila


Pemeriksaan Penunjang

 USG mammae
Temuan USG
 Koleksi anekoik / hipoekoik, kebanyakan
multilokular
 Tidak ada vaskularisasi intrinsik
 Penyengatan akustik yang disebabkan konten
cairan
 Tepi ekogenik dan bervaskularisasi
 Massa kistik kompleks tidak tegas dengan
ekogenitas interna yang heterogen.
 Volume pus : d1 x d2 x d3 x 0,52
 D  diameter hipoekoik dalam sentimeter
 Volume dalam mililiter

Anonymous. Breast Abscess. http://sonoworld.com/CaseDetails/Breast_abscess.aspx?ModuleCategoryId=511


Weerakkody, Y. Radswiki et al. Breast Abscess. http://radiopaedia.org/articles/breast-abscess.
Area anekoik dan dinding tebal Lesi hipoekoik dengan
iregular morfologi ireguler

Distefano D et al. Breast abscess: radiological features. ESR 2010


Lesi kompleks dengan tepi tidak Tidak ada vaskularisasi intrinsik
tegas, heterogen, dengan
penyengatan akustik posterior

De Holanda et al. Ultrasound finfings and most common breast diseases during pregnancy and lactation. Radio;
Bras. 2016; 6:389-396
Pseudo-wall (panah) irregular
dengan ekogenitas interna yang Abses multilokulasi dengan koleksi
disebabkan debris atau pus hipoekoik dan debris internal

Mahoney M, Ingram A. Breast emergencies: types, imaging features, management. AJR. 2014; 202:W390-399
Prinsip Pengobatan

 Drainase abses
 Antibiotika adekuat

Bland K et al. The Breast: Comprehensive Management of Benign and Malignant Diseases. 5th ed. 2017
Drainase Abses Payudara

 Suatu tindakan mengeluarkan isi rongga


abses baik dengan jarum ataupun insisi,
baik yang timbul pada periode puerperal
atau non puerperal.
 Indikasi: abses payudara
 Kontra indikasi: tidak ada
 Komplikasi: perdarahan, fistula, kosmetik
1. Drainase dengan jarum
 Abses ukuran < 3 cm  jarum ukuran 14 – 25 gauge dengan
guide USG
 Ulangi dengan interval 2-3 hari
 Angka keberhasilan 54-100%

David et al. Predictors of outcomes in managing breast abscess. Breast J 2018:1-9


2. Drainage insisi
 Abses ukuran > 3 cm
 Bila telah dilakukan aspirasi dan pemberian antibiotik,
namun:
 Gejala memberat
 Ukuran abses tidak berkurang
 Progres lokal (nekrosis kulit, dll)
 Angka rekurensi abses 28%
Persiapan Operasi
 Handschoon, doek & kassa steril
 Povidone iodine
 Anestesi
 Swab kultur
 Scalpel no. 11
 Spuit 50 cc
 Nierbekken
 Tampon (packing strips dengan/tanpa iodoform)
Teknik Operasi
 Tindakan ini bisa dikerjakan dengan
pembiusan lokal/pembiusan umum.
 Disinfeksi payudara dengan povidone
iodine, lapangan operasi dipersempit
dengan doek steril

Bland K et al. The Breast: Comprehensive Management of Benign and Malignant Diseases. 5th ed. 2017
Teknik Operasi (2)
 Dilakukan insisi (sesuai garis langer, pada abses
subareolar, dilakukan insisi batas areolar inferior),
pada daerah paling fluktuasi dengan scalpel no. 11
kemudian diperdalam sampai mencapai abses
 Bila disertai fistula, jalur fistula juga dieksisi

 Pada abses subareola, duktus yang terlibat dieksisi

Bland K et al. The Breast: Comprehensive Management of Benign and Malignant Diseases. 5th ed. 2017
Teknik Operasi (3)
 Evakuasi abses, pemeriksaan kultur dan tes resistensi

 Eksplorasi lokulasi dan tract dengan klem hemostat dan


kuretase ‘dinding’ abses, bila perlu debridement lalu
dicuci dengan larutan Nacl 0,9%

Bland K et al. The Breast: Comprehensive Management of Benign and Malignant Diseases. 5th ed. 2017
 Dinding abses dikirim ke PA  dilakukan
biopsi untuk mencari kemungkinan penyakit
lain
 Pasang packing menggunakan kassa
lembab
 Luka operasi dibiarkan terbuka

Bland K et al. The Breast: Comprehensive Management of Benign and Malignant Diseases. 5th ed. 2017
Ketika kulit di atas menipis atau nekrotik, Bila terdapat kulit nekrotik, maka
prosedur pilihan adalah insisi dan prosedur pilihan adalah eksisi kulit yang
drainase nekrotik, sehingga dapat terjadi drainase
abses

Benign and Malignant Condition of the breast Reynaldo, MD 2013


Drainase pada abses
payudara
Insisi drainase
pada abses payudara
Saat Menyusui?
 Insisi & drainase kecil lanjutkan
menyusui selama tidak
mengganggu “latch on”
 Jika tidak memungkinkan 
pompa
 Mengeluarkan susu
 Meneruskan produksi

 Ekskoriasi  nyeri 
pertimbangkan stop ASI
 Cabergoline 2x2,5mg selama 14
hari

Kataria K R et al. Indian J Surg. 2013;75(6):430-435


 Membandingkan tatalaksana aspirasi dengan insisi
drainase
 Kelompok aspirasi lebih banyak yang mampu kembali
menyusui setelah selesai pengobatan.
 Kegagalan tatalaksana pada kelompok aspirasi 40%.
 Angka komplikasi fistula 3% pada kelompok aspirasi dan
16% pada kelompok insisi drainase.
Antibiotik pilihan
Abses payudara puerperal
Staphylococcus aureus Ciprofloxacin
Cephalexin
Cloxacillin
Cefotaxime
Staphylococcus epidermis Ciprofloxacin
Cefoxitin
Cephalexin
Cloxacillin
Cefotaxime
Eritromisin

*Bila pasien masih menyusui, diberikan golongan penisilin + beta lactamase


inhibitor  cloxacillin, dicloxacillin, flucloxacillin.
* Bila alergi penisilin  eritromisin, clarithromycin, cephalexin, clindamycin

Ramakrishman R et al. Int Surg J. 2017;4(7):2143-2147


Abses payudara non puerperal
Staphylococcus aureus Eritromisin
Cefoxitin
Metisilin
Ciprofloxacin
Cloxacillin
Streptococcus grup B Penicillin
Ampicillin
Eritromisin
Proteus Amikasin
Tobramisin
Cefepime
Netilmycin
Acinetobacter spp Amikasin
Tobramisin
Polimiksin
Meropenem

Ramakrishman R et al. Int Surg J. 2017;4(7):2143-2147


 Abses akut (eritema, fluktuatif, nyeri tekan) 
insisi drainase diikut antibiotik 2 minggu
 Massa indurasi tanpa fluktuasi  antibiotik 2
minggu  Follow up tiap minggu untuk
menilai adanya perbaikan atau progresi gejala

Sabel, Michael S. Essentials of Breast Surgery. Mosby Elsevier. 2009.


Perawatan Pasca Bedah
 Antibiotika dilanjutkan hingga ada hasil kultur 
antibiotik terapeutik
 Irigasi luka dengan saline steril

 Ganti packing 3x/hari atau 2x/hari bila dasar luka jaringan


granulasi yang bersih
 Luka dirawat secara terbuka  penyembuhan
sekunder
 Inflamasi reda dalam 1 minggu  bila tidak, evaluasi dengan
USG

David et al. Predictors of outcomes in managing breast abscess. Breast J 2018:1-9


Proposed algorithm for first radiologic and
clinical follow-up of a patient with a breast abscess.
Proposed algorithm for continued radiologic and
clinical follow-up of the patient with a breast abscess.
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai