Anda di halaman 1dari 87

REKAYASA HIDROLOGI

PENDAHULUAN

• Pengertian Hidrologi : ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan


gerakan air di alam ini meliputi berbagai bentuk air dan perubahan-
perubahan bentuknya.
• Jumlah air di planet bumi : 1400 x 1015 m3.
• Air laut/asin : 97 %
• Air tawar : 3 %
• 24 % berupa air tanah
• 0,3 % terdapat di danau-danau
• 0,065 % sebagai butir-butir air atau lengas tanah
• 0,035 % ada di atmosfir berupa awan, kabut, embun, hujan dll
• 0,03 % berupa air hujan
• Jumlah air tawar yang dapat digunakan langsung oleh manusia sangat
terbatas
Daur/Siklus Hidrologi
• Daur/Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian
jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presifitasi lain
dan akhirnya mengalir ke laut kembali.
• Skema daur hidrologi dapat digambarkan sebagai berikut :
Proses daur hidrologi

• Air laut menguap karena adanya radiasi matahari, dan awan yang
terjadi oleh uap air, bergerak di atas daratan karena didesak oleh angin
• Presifitasi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap air akibat
desakan angin dapat berbentuk hujan atau salju yang jatuh ke tanah
membentuk limpasan (run off) yang mengalir kembali ke laut
• Beberapa diantaranya masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak
terus ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone)
• Air dalam daerah ini bergerak perlahan-lahan melewati akwifer masuk
ke sungai atau kadang-kadang langsung ke laut
• Ada empat macam proses dalam daur hidrologi :
– Presifitasi
– Evaporasi dan transpirasi
– Infiltrasi dan perkolasi
– Limpasan permukaan (surface runoff) dan limpasan air tanah (subsurface
runoff)
• 75 % terdapat di kutub (salju)
Fungsi Hidrologi dalam Rekayasa Sipil

• Pembuatan bendung pengelak


• Bila seorang kontraktor membuat bendung pengelak, maka
ahli hidrologinya akan menyarankan untuk membangun pada
ketinggian tertentu sehingga hanya akan dilampaui pada kala
ulang tertentu
• Merencanakan jalan yang melewati bangunan
persilangan (gorong-gorong, jembatan, talang, sipon
dll) perlu diperhatikan dimensi bangunan tersebut.
• Irigasi
• Dalam merencanakan bangunan irigasi perlu diperhatikan kebutuhan
air irigasi, ketersediaan air sungai, debit banjir dll.
EVAPORASI DAN EVAPOTRANSPIRASI

• Faktor-faktor meteorologi yang mempengaruhi evaporasi :


• Radiasi matahari
• Perubahan dari keadaan cair menjadi gas memerlukan input energi
berupa panas laten untuk evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif
jika ada penyinaran langsung dari matahari.
• Angin
• Agar proses evaporasi berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti
dengan udara kering. Pergantian ini dimungkinkan jika ada angin.
Jadi kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses
evaporasi.
• Kelembaban udara (humaditas) relatif
• Jika kelembaban udara naik, kemampuan menyerap uap air akan
berkurang sehingga laju evaporasi akan menurun
• Suhu (temperatur)
• Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi akan
berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan jika suhu udara dan
tanah rendah.
TRANSPIRASI

• Proses pengangkutan air dari daerah perakaran


(rootzone) suatu tanaman dan diangkut sampai ke daun
dengan membawa karbondioksida (CO2) dan menguap
ke atmosfir
• Evapotranspirasi : proses penguapan dari seluruh tubuh
air, tanah, tumbuh-tumbuhan dan permukaan bumi
seperti es dan salju serta transpirasi dari vegetasi.
• Jumlah air yang hilang dari tanah oleh evapotranspirasi
tergantung :
• Adanya persediaan air yang cukup (hujan dll)
• Faktor-faktor iklim ( suhu, kelembaban, dll)
• Tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut
PENGUKURAN EVAPORASI DAN EVAPOTRANSPIRASI

• Atmometer : alat untuk mengukur evaporasi dari permukaan basah


yang dibakukan (standardized wet surface).
• Macam-macam atmometer :
– Atmometer Piche : terdiri atas gelas yang diberi skala, bagian bawahnya
diisi dengan air. Diantara gelas berskala dan bagian bawahnya diberi
sehelai kertas filter yang ditekan terhadap suatu piringan (disk)

- Atmometer Livingstone
• Merupakan bola porselin berpori diisi dengan air untuk memberikan muka
evaporasi.
Panci Evaporasi

• Dibuat untuk meniru (stimulate) kondisi evaporasi permukaan air bebas


• Panci evaporasi dapat dipasang :
– Di atas permukaan tanah - Ditanam dalam tanah

– Mengambang di air
Prinsip Pengukuran Penguapan
• Penguapan diukur dengan panci penguapan Type “A” yang merupakan standar
pengukuran yang disarankan untuk digunakan oleh World Meteriological
Organization.
• Penguapan netto diperoleh dengan cara menambah dan mengambil air dari
panci penguapan yang berbentuk silinder dengan tujuan agar muka air didalam
tabung penenang tetap sama tinggi dengan “ titik tinggi pedoman” (fixed
point).
Alat-Alat dan Bahan
• Tangki penguapan Type “A” merupakan suatu wadah yang berbentuk silinder
yang memiliki tinggi 25 cm, diameter dalam 120.7 cm.
• Terbuat dari besi yang digalvanisir atau baja monel yang dilengkapi dengan
tabung penenang yang terbuat dari pipa besi diameter 3 inci dengan tinggi 20
cm .
• Didalamnya diisi besi runcing untuk menentukan titik tinggi pedoman dalam
mengukur posisi air didalam panci penguapan.
• Dalam panci penguapan diisi air hingga mencapai ketinggian 5 cm di bawah
bibir panci (rim) dan diharuskan tidak boleh lebih dari 7,5 cm di bawah bibir
panci (rim).
• Panci penguapan ini diletakkan di atas punggung kayu dengan ketinggian 15
cm dari dasar tanah dengan tujuan untuk memberikan sirkulasi udara di bawah
panci.
Gambar Panci Evaporasi
1
Mengukur radiasi Matahari

• Pada stasiun pencatat meteorologi dilengkapi dengan radiometer untuk


mengukur gelombang pendek radiasi yang masuk dari
matahari/angkasa dan radiasi netto yang dipantulkan.
• Radiasi yang dipantulkan merupakan penjumlahan dari radiasi
gelombang pendek dan gelombang panjang

Mengukur Kecepatan Angin


• Kecepatan angin diukur dengan anemometer, sedang arah angin
dengan kipas (wind vane)
• Rumus empiris antara kecepatan angin dengan ketinggian :
(u/uo)=(z/zo)0,15
Dimana :
uo = kecepatan angin pada ketinggian zo
u = kecepatan angin pada ketinggian z yang lebih besar dari z o
z = standar baru ketinggian alat = 2 m
Mengukur Kelembaban Udara

• Udara dapat menyerap air dalam bentuk uap air


• Makin tinggi suhu udara makin banyak uap air yang dapat diserap
• Uap air menghasilkan tekanan yang besarnya 1 bar = 10 5 N/m2
• Kelembaban relatif dirumuskan :
h = ea / es
• Tekanan uap udara (ea) pada suhu t dicari dengan rumus :
(es – ea) = (t – tw)
Dimana :
• Es = tekanan uap jenuh (tergantung suhu, ada tabelnya)
• Tw = suhu bola basah
• T = suhu bola kering
  = konstanta psychrometer, = 0,66 (e dalam milibar) = 0,485 (e dalam
mm Hg)
Mengukur suhu
• Suhu dicatat dengan termometer yang ditempatkan dalam sangkar
yang diberi ventelasi dan diletakkan 1,2 m di atas permukaan tanah
MENAKSIR EVAPOTRANSPIRASI DENGAN RUMUS EMPIRIS

Metode Thornwaite
• Metode ini dikembangkan di Amerika Serikat di daerah beriklim sedang.
• Langkah-langkah perhitungan dengan metode ini adalah : 1, 51
12
T 
1. Dari data temperatur udara ( C/bulan)
0 I    
m 1  5 

2. Hitung indeks panas tahunan (I) dengan persamaan :


3. Hitung koefisien (a), yang besarnya tergantung lokasi analisis dengan persamaan :
a = (675 . 10-9)I3 – (771 . 10-7)I2 + (179 . 10-4).I + 0.492
4. Hitung besarnya evapotranspirasi (cm/bulan) untuk garis lintang 0 0 dengan
a

ET0  o   1.62
persamaan 0 10 . T 
 I 

5. Hitung besar evapotranspirasi (cm/bulan) untuk garis lintang lokasi pengamatan dengan
persamaan : ET0 = c . ET0 (00)
Dimana :
ET0 = Evapotranspirasi (cm/bulan)
T = Temperatur udara (0C/bulan)
I = Indeks panas tahunan
• a dan c = Koefisisien yang tergantung pada lokasi studi
Metode Blaney-Criddle

Langkah-langkah perhitungan dengan metode ini adalah 1.


Dari data temperatur rata-rata (0C/bulan)
2. Hitung nilai (p) dengan persamaan :
P = j / J . 100
• 3. Hitung evapotranspirasi dengan persamaan :
• ETo = P (0.46 T + 8.13)
dimana :
j = rata-rata lamanya waktu siang hari untuk bulan tertentu
J = jumlah waktu lamanya siang dalam setahun
T = temperatur rata-rata (0C/bulan)
P = koefisien
Metode Penman Modifikasi

Prosedur perhitungan metode Penman-modifikasi :


1. Data yang dibutuhkan :
a) Temperatur udara (oC)
b) Kelembaban udara relatif. (%).
c) Kecepatan angin (m/dt)
d) Durasi matahari
e) Menentukan elevasi daerah dan tekanan atmosfir.
2. Menentukan fungsi kecepatan angin, F(u) = 0,27 (1 + U/100)

3. Menentukan defisit tekanan uap


a) Tekanan uap jenuh (es)
Tekanan uap jenuh diperoleh berdasarkan fungsi temperatur udara yang terjadi
b) Menentukan tekanan uap aktual, ea = es . (RH/100)

c) Menentukan defisit tekanan uap (e s – ea).


4. Menentukan faktor koefisien yang tergantung dari temperatur dan radiasi
(W).
5. Menentukan Radiasi netto (Rn), Rn = Rns – Rnl

(a) Rns = (1- α). Rs → α = 0,25


dimana :
Rs = (0,25 + 0,5. n/N). Ra
Ra ditentukan berdasarkan tabel
N ditentukan berdasarkan tabel
n = N x Lama penyinaran
(b) Rnl = f(T) . f (es) . f (n/N)
dimana :
f (T) , ditentukan berdasarkan tabel
f (ed) = 0,34 – 0,044 . ea^0,5
f (n/N) = 0,1 + 0,9 . n/N
6. Menentukan faktor koreksi akibat iklim siang dan malam (C)
Faktor koreksi C ditentukan berdasarkan tabel
7. Menentukan evapotranspirasi
ETo = C (W . Rn + (1 – W) . f (u). (ed – ea))
dimana :
f (u) = fungsi kecepatan angin
f (T) = efek temperatur
f(n/N)= rasio penyinaran aktual terhadap penyinaran maksimum
es = tekanan uap jenuh
ea = tekanan uap aktual
RH = kelembaban relatif
W = koefisien yang tergantung dari temperatur dan radiasi
Rn = radiasi netto
Rn1 =radiasi bersih gelombang panjang
Rns = radiasi bersih gelombang pendek
Rs = intensitas radiasi matahari
α = albedo
Contoh Perhitungan Penman Modifikasi
PRESIPITASI

Bentuk-bentuk presipitasi :
1. Hujan : bentuk yang paling penting
2. Embun : Hasil kondensasi di permukaan tanah dan tumbuh-tumbuhan
3. Kondensasi di atas lapisan es
4. Kabut : Partikel-partikel air diendapkan di atas permukaan tanah dan
tumbuh-tumbuhan
5. Salju dan es

Unsur-unsur hujan :
1. Intensitas (i) : tinggi air persatuan waktu, mm/jam, cm/jam dll
2. Lama (durasi : lamanya curah hujan, menit, jam
3. Tinggi hujan (d) : banyaknya hujan , mm, cm
4. Frekuensi : kala ulang/return period
5. Luas : luas geografi curah hujan
Pengukuran Curah Hujan

1. Penakar Hujan
a. Penakar hujan biasa, terdiri atas corong dan penampung yang
diletakkan pada ketinggian tertentu

b. Penakar hujan rata tanah


c. Penakar hujan Inggris, kombinasi antara penakar hujan biasa dan
penakar hujan rata tanah

d. Interim Refference Precipitation Gauge


Penakar ini dilengkapi perisai Nipher untuk mengurangi pengaruh
turbulensi angin.
2. Pencatat hujan
• Pencatat hujan dapat bekerja secara otomatis sehingga pencatatan tinggi hujan
dapat dilakukan setiap saat.

• Hujan yang tertangkap oleh corong 1 tercurah kedalam penampung 2. Dengan


terisinya penampung 2, pelampung 3 akan terangkat. Penampung 3
dihubungkan dengan alat penulis yang dapat membuat grafik pada drum
pencatat 4 yang diputar dengan pertolongan pegas jam. Jika pencatatannya
menjadi d = 10 mm, air dalam penampung akan tersedot keluar oleh sifon 5
sehingga penampung menjadi kosong yang sekaligus membawa alat penulis
ke posisi nol.
Syarat Pemasangan alat Pengukur hujan
• Tinggi corong di atas permukaan tanah harus sedemikian sehingga
pengaruh angin sekecil mungkin
• Pengukur hujan harus diletakkan minimal 4 kali tinggi rintangan
(bangunan, pohon dll) yang terdekat
• Harus dilindungi terhadap gangguan dari luar (orang, binatang)
• Diusahakan dengan dengan tenaga pengamat
• Syarat-syarat teknis alat terpenuhi
• Syarat-syarat yang menyangkut kerapatan jaringan

Lengkung Massa Ganda


Nonhomogenitas data disebabkan oleh :
• Perubahan mendadak pada sistim lingkungan hidrolis (pembangunan
gedung, pohon dsb)
• Pemindahan alat pengukur
• Perubahan cara pengukuran (alat baru, metode baru)
Menentukan hujan daerah

• Pengukuran yang diperoleh dari masing-masing pengukur hujan


merupakan data hujan lokal (point rainfall)
• Cara menentukan curah hujan daerah :
a. Cara Tinggi Rata-rata (aritmetic mean)
Mengambil harga rata-rata hitung dari penakaran curah hujan
Ri = 1/x (R1 + R2 + .....+ Rx)
Apabila pos penakar hujan terbagi merata pada areal tersebut dan hasil
penakaran tidak menyimpang jauh dari harga rata-rata seluruh pos
penakar

R1

R3 R2
b. Cara Thiessen
• Masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan
menggambarkan garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara
dua pos penakar.
• Ri =(A1.R1 + A2. R2 + ........+Ax.Rx)/(A1 + A2 + ....... + Ax)

A1
A3 R1
R3 A2
R2

Dimana :
Ri = curah hujan daerah (mm)
R1, R2, ..Rx = curah hujan ditiap titik pengamatan dan x adalah jumlah titik pengamatan
A1, A2, Ax = luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan, km2
c. Cara Isohiet

P e ta Is o h ie t d ig a m b a r p a d a p e ta to p o g ra fi d e n g a n in te rv a l 1 0 s a m p a i 2 0 m m
b e rd a s a rk a n d a ta c u ra h h u ja n p a d a tia p titik p e n g a m a ta n d i d a la m d a n s e k ita r d a e ra h y a n g
d im a k s u d . L u a s b a g ia n d a e ra h a n ta ra d u a g a ris Is o h ie t y a n g b e rd e k a ta n d iu k u r d e n g a n
p la n im e te r. D e m ik ia n p u la h a rg a ra ta -ra ta d a ri g a ris -g a ris Is o h ie t y a n g b e rd e k a ta n y a n g
te rm a s u k b a g ia n -b a g ia n d a e ra h te rs e b u t d a p a t d ih itu n g . S e h in g g a c u ra h h u ja n d a e ra h
d a p a t d ih itu n g d e n g a n ru m u s :
R  R R  R 3 R x 1  R
A1 ( 1 2
)  A 2 ( 2
)  ..  A x ( x
)
R i = 2 2 2
A 1  A 2  ..  A x

D im a n a :
R i = c u ra h h u ja n d a e ra h (m m )
A 1, A 2, A x = lu a s b a g ia n -b a g ia n a n ta ra g a ris Is o h ie t (k m 2)
R 1, R 2, R x = C u r a h h u ja n p a d a Is o h y e t 0 ,1 ,2 ,… ,x (m m )
R 2
R 1 g a ris Is o h ie t
A 2 A 3

A 1
R 3
CARA PENENTUAN HUJAN DAERAH HARIAN MAX

1. TENTUKAN DI SALAH SATU POS HUJAN SAAT


TERJADINYA HUJAN MAKSIMUM
2. PADA SAAT YANG SAMA TENTUKAN BESARNYA
PADA POS HUJAN YANG LAIN
3. DENGAN METODE THIESSEN/ARITMATIK MEAN
TENTUKAN BESARNYA HUJAN DAERAH
4. TENTUKAN BESARNYA HUJAN MAX PADA POS
YANG LAIN
5. BERULANG PADA LANGKAH KE-2 DAN KE-3
6. HUJAN DAERAH MAKSIMUM DIPEROLEH DARI
HUJAN DAERAH YANG TERBESAR SETIAP
TAHUN
Uji Abnormalitas data
• Maksud uji abnormalitas adalah untuk memperkirakan adanya curah
hujan yang abnormal dengan cara memeriksa data maksimum dan
minimum.
• Prosedur perhitungannya adalah :
1
.D
at
adi
ra
nk
i
ngd
ar
ike
ci
lkeb
es
ar
,si
ngk
i
rka
nni
la
it
er
be
sa
rda
nte
r
kec
i
lke
mu
di
an
d
i
lo
ga
r
it
mak
a
n.
2
.Me
ng
hi
tu
ng
ha
rg
ax
od
en
ga
np
er
sa
ma
an
:

L
o
gx=i log
x
o
n

3
.Me
ng
hi
tu
ng
ha
rg
ab
,d
en
ga
np
er
sa
ma
an
:

b= bi
m

D
i
man
a:
2
x.x x
b
i=s t o
2
xox
st
x

n
m
= :a
ng
ka
bu
la
t(
di
bul
at
kan
ked
e
si
mal
ter
de
ka
t
)
10
Lanjutan Uji Abnormalitas
4 . M e n g h itu n g h a rg a X o, d e n g a n p e rs a m a a n :
x 
Xo= 
log i  b
n
2
5 . M e n g h itu n g h a rg a X o , d e n g a n p e rsa m a a n :
 log  x  2
X =  2 i  b
n

6 . M e n g h itu n g d e ra ja t s ta n d a r d e v ia s i (S x), d e n g a n p e rs a m a a n :
S x = X 2
 X o 2

7 . M e n e n tu k a n h a rg a b a ta s u n tu k p e n y in g k ira n (  0)
 0 = 1 – ( 1 -  0 ) 1 /n
8 . M e n e n tu k a n la ju a b n o rm a lita s (  )
N ila i la ju a b n o rm a lita s (  ) d a p a t d ite n tu k a n d a ri ta b e l.. C a ra p e rh itu n g a n h a rg a
a b n o rm a l, b e rd a s a rk a n n ila i   y a n g d ip e ro le h u n tu k h a rg a a b n o rm a l (x ) y a n g
d ip e rik s a .
Lanjutan Uji Abnormalitas Data

9. Membandingkan laju abnormalitas () dengan harga batas untuk penyingkiran (0 ):
Jika laju abnormalitas () dari harga yang diperiksa (x) tidak lebih kecil dari
harga batas untuk penyingkiran (0 ), maka harga yang diperiksa (x) tidak dapat
disingkirkan.
Tabel. Cara perhitungan harga abnormal
 (%) F T  0,182 Log10(x-11,83) x-11,87 x

0,05 99,95 2000 3,720 0,6770 2,7519 564,8 576,7


0,25 99,75 400 3,099 0,5640 2,6389 435,4 447,3
0,50 99,50 200 2,816 0,5125 2,5874 386,7 398,6
1,25 98,75 80 2,419 0,4403 2,5152 327,5 339,4
2,50 97,50 40 2,096 0,3815 2,4564 286,0 297,9
5,00 95,00 20 1,743 0,3172 2,3921 246,7 258,6
12,50 87,50 8 1,206 0,2195 2,2944 197,0 208,9
25,00 75,00 4 0,702 0,1278 2,2027 159,5 171,4
Keterangan

x0 = data setelah diranking (mm)


n = jumlah data yang digolongkan
x = data yang diuji (mm)
0 = laju resiko, biasanya diambil 5%
Sx = derajat standar deviasi
 = laju abnormalitas
0 = harga batas untuk penyingkiran
xs = data terbesar
xt = data terkecil
b = harga limit bawah
Contoh Perhitungan Uji Abnormalitas data

Uji Abnormalitas data hujan


Untuk uji abnormalitas, terlebih dahulu data curah hujan yang ada diranking dari
data terbesar kedata terkecil.
Tabel. Data curah hujan harian maksimum berdasarkan ranking
Rangking Tahun Curah hujan (xi), mm
1. 2000 250,7
2. 1995 242,7
3. 1992 236,8
4. 1991 164,5
5. 1998 150,0
6. 1989 148,4
7. 1988 131,8
8. 1996 129,3
9. 1990 123,4
10. 1999 116,0
11. 1997 90,7
12. 1994 76,0
13. 1993 55,7
Lanjutan

D a la m p e r h itu n g a n u j i a b n o r m a lita s , d a ta te r b e s a r d a n d a ta te r k e c il u n tu k s e m e n ta r a d is in g k ir k a n .
T a b e l U j i a b n o r m a lita s d a ta c u r a h h u j a n

Ranking xi Log xi xi + b Log(xi + b) {Log(xi + b)}2


1 242.7 2.3851 258.8511 2.4130 5.8228
2 236.8 2.3744 252.9511 2.4030 5.7746
3 164.5 2.2162 180.6511 2.2568 5.0933
4 150 2.1761 166.1511 2.2205 4.9306
5 148.4 2.1714 164.5511 2.2163 4.9120
6 131.8 2.1199 147.9511 2.1701 4.7094
7 129.3 2.1116 145.4511 2.1627 4.6773
8 123.4 2.0913 139.5511 2.1447 4.5999
9 116 2.0645 132.1511 2.1211 4.4989
10 90.7 1.9576 106.8511 2.0288 4.1159
11 76 1.8808 92.1511 1.9645 3.8593
Jumlah 23.5489 24.1016 52.9941
Lanjutan
 lo g x o = 2 3 ,5 4 8 9
n
lo g x o = 1 /n  i 1
lo g x i = 2 3 ,5 4 8 9 / 1 1 = 2 ,1 4 0 8

x o = 1 3 8 ,2 9 4 4
2 x o = 2 7 6 ,5 8 8 9
2
x o = 1 9 1 2 5 ,3 4 0 8

x x s . x t
s x s + x x t t ( x s . x t) - x o 2 2 x o - ( x s + x t) b i
2 4 2 .7 7 6 1 8 4 4 5 .2 3 1 8 .7 -6 8 0 .1 4 0 8 -4 2 .1 1 1 2 1 6 .1 5 1 1
m = n /1 0 = 1 1 /1 0 = 1 ,1  1 ,0

2
x s .x t  x o  6 8 0 ,1 4 0 8
b i = = = 1 6 ,1 5 1 1
2 x o  x s  x t   4 2 ,1 2
bi 1 6 ,1 5 1
b  = = 1 6 ,1 5 1 1
m 1

 lo g x i  b  2 4 ,1 0 1 6
X o = = = 2 ,1 9 1 1
n 1

X 2
=
  lo g  x i  b  2
=
5 2 ,9 4 1
= 4 ,8 1 7 7
n 1

S x = X 2
  Xo 2 = 4 ,8 1 7  2 ,1 9 1 2
= 0 ,1 3 0 0
Lanjutan
Perhitungan uji abnormalitas
a. Untuk data terbesar (X = 250,7)
log (250,7 + 16,1511) = log (138,2944 + 16,1511)   . 0,1300
2,4263 = 2,1888   . 0,1300
0,2375 =  . 0,1300
 = 1,8269
b. Untuk data terkecil (X = 55,7)
log (55,7 + 16,1511) = log (138,2944 + 16,1511)   . 0,1300
1,8564 = 2,1888   . 0,1300
- 0,3324 = -  . 0,1300
 = 2,5569
Lanjutan
c. Harga batas untuk penyingkiran
0 = 1 – (1 -  0)1/n = 1- (1- 0,05) 1/11 = 0,4652 %
d. Laju abnormalitas ()
Berdasarkan tabel cara perhitungan harga abnormalitas , dengan cara interpolasi
untuk  = 1,8269 diperoleh  = 4,4058 %, dan untuk  = 2,5569 diperoleh
 = 0,9895 %.
e. Bandingkan laju abnormalitas ()dengan harga batas untuk penyingkiran (0 ).
Untuk X = 250,7 mm, diperoleh  = 4,4058 %  0 = 0,4652 %
Untuk X = 55,7 mm, diperoleh  = 0,9895 %  0 = 0,4652 %
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, bahwa laju abnormalitas () untuk kedua
harga abnormal (X) yang diperiksa tidak lebih kecil dari harga batas untuk
penyingkiran (0), dengan demikan kedua data yang diperiksa tidak dapat
disingkirkan atau data curah hujan yang diperiksa tersebut dapat dipergunakan
untuk menghitung curah hujan rancangan.
Curah Hujan Rancangan
• Curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dengan kala ulang tertentu.
• Kala ulang/periode ulang/return period : interval waktu rata-rata suatu
peristiwa akan disamai atau dilampaui satu kali.
• Curah hujan rancangan dihitung dengan analisis frekwensi dengan
memperhatikan persyaratannya :
– Dihitung parameter statistiknya (Cs, Cv, Ck). Syarat untuk E.J. Gumbell
Ck = 5,40 dan Cs = 1,14. Sedangkan Log Pearson III harga Cs dan Cv nya
bebas.
– Uji sebaran dengan Chi Square Test dan Smirnov Kolmogorov Test

Pemilihan Distribusi Frekwensi


Prosedur Perhitungan :

1
.
M e
n
gh
i
t
ung
cu
r
ah
hu
j
a
nma
k
si
mu
mr
e
ra
t
ad
en
g
an
p
er
s
ama
a
n:
n
1
x=
o x i
n

i1
Lanjutan Pemilihan Distribusi Frekwensi
2
.Me
ngh
itu
ngs
imp
ang
anb
aku
,de
nga
n p
er
sama
an:
n

 
(x x) i o
S
x= i
1

n1

3
.Me
ngh
itu
ng p
ar
ame
te
r-
par
ame
te
r s
tatis
tik
, y
ang m
elip
uti k
oef
isie
n
s
kew
ne
s/p
eny
imp
ang
an(
C s
),k
oef
isie
nva
ria
ns(
C v
),d
ank
oef
isie
nku
rto
sis(
C k
),
d
eng
anp
er
sama
an:
 x
x
s=
3

C i o


(n1)
(n2)
Sx3

n
2
x
ix4
C
k= o


(n1)
(n2)
(n3)
Sx3

v=Sx
C
x
o

4
.Deng
anm e
liha
tha
rgaCs,C
v,d
anCks e
hin
ggad
apa
tdite
ntu
kand
is
tr
ibu
si
fr
ekue
nsim a
naya
ng a
kand
igu
nak
an.
CONTOH PEMILIHAN DISTRIBUSI FREKWENSI
Lanjutan Pemilihan Dist. Frekwensi
Pengujian Analisis Frekwensi

Plot data hasil pengamatan pada kertas peluang (Gumbel atau


Log Pearson III), dengan tahapan sebagai berikut :
• Data hujan/debit maksimum tiap tahun diranking dari kecil ke besar.
• Hitung peluang dengan persamaan Weibull : P = 100m /(n + 1)
• dimana :
• P = peluang
• m = nomor urut data
• n = jumlah data
• Plot data curah hujan versus peluang.
• Plot persamaan Gumbell atau Log Pearson III (sesuai sebarannya)
• Selanjutnya dilakukan uji kesesuaian distribusi frekwensi
Uji Chi Square
S e te la h d a ta d ip lo t p a d a k e rta s p e lu a n g (G u m b e l a ta u L o g P e a rs o n
III), b a n d in g k a n h a rg a n y a d e n g a n ru m u s b e rik u t

X 2 h i t =    Ef  Of  
2


 Ef 

V = K –3
D im a n a :
X 2h it = h a rg a C h i q u a d ra t h a s il p e rh itu g a n .
Ef = fre k u e n si (b a n ya k n ya p e n g a m a ta n ) yang d ih a ra p k a n
s e s u a i d e n g a n p e m b a g ia n k e la s n y a (g ru p )
O f = fre k u e n s i y a n g te rb a c a p a d a k e la s y a n g s a m a
V = d e ra ja t k e b e b a s a n
K = ju m la h k e la s (g ru p )
N ila i X 2h it y a n g d ip e ro le h d ib a n d in g k a n X 2C r y a n g d a p a t d ip e ro le h
d a ri ta b e l h u b u n g a n a n ta r ta ra f s ig n ifik a n /d e ra ja t n y a ta (  ), d e n g a n
d e ra ja t k e b e b a s a a n (V ) lih a t ta b e l .
Tabel Chi Square
Tabel . Hubungan antara taraf signifikan (), dengan derajat kebebasan (V), untuk
Chi Square test .
Derajat Taraf signifikan / derajat nyata ()
kebebasan (V)
0,20 0,10 0,05 0,01 0,001
1 1,642 2,706 3,841 6,635 10,827
2 3,219 4,605 5,991 9,210 13,815
3 4,642 6,251 7,815 11,345 16,268
4 5,989 7,779 9,488 13,277 18,465
5 7,289 9,236 11,070 15,086 20,517
6 8,558 10,645 12,592 16,812 22,457
7 9,803 12,017 14,067 18,475 24,322
8 11,030 13,362 15,507 20,090 26,425
9 12,242 14,684 16,919 21,666 27,877
10 13,442 15,987 18,307 23,209 29,588
11 14,631 17,275 19,675 24,725 31,264
12 15,812 18,549 21,026 26,217 32,909
13 16,985 19,812 22,362 27,688 34,528
14 18,151 21,064 23,685 29,141 36,123
15 19,311 22,307 24,996 30,578 37,697
16 20,465 23,542 26,296 32,000 39,252
17 21,615 24,769 27,587 33,409 40,790
18 22,760 25,989 28,869 34,805 42,312
19 23,900 27,204 30,144 36,191 43,820
20 25,038 28,412 31,410 37,566 45,315
21 26,171 29,615 32,671 38,932 46,797
22 27,301 30,615 33,924 40,289 48,268
23 28,429 32,007 35,172 41,638 49,728
24 29,553 33,196 36,415 42,980 51,179
25 30,675 34,382 37,652 44,314 52,620
26 31,795 35,536 38,885 45,642 54,052
27 32,912 36,741 40,113 46,963 55,476
28 34,027 37,916 41,337 48,278 56,893
29 35,135 39,087 42,557 49,588 58,302
30 36,250 40,256 43,773 50,892 59,703

Jika diperoleh hasil X2hit < X2Cr, maka hipotesa dapat diterima yaitu sebaran data tersebut dapat
diterima dengan menggunakan agihan frekuensi yang di pilih.
Uji Smirnov Kolmogorov
U ji in i d ila k u k a n d e n g a n m e m b a n d in g k a n d is trib u s i e m p iris d a n te o ritis , s e h in g g a
d ip e ro le h p e rb e d a a n ( ) te rte n tu . P lo ttin g d a ta s a m a d e n g a n la n g k a h -la n g k a h p lo ttin g
p a d a u ji C h i S q u a re , d e n g a n p e rs a m a a n S m irn o v K o lm o g o ro v :
P (max Pe  Pt )   C r, 
A p a b ila h a rg a  m a x y a n g te rb a c a p a d a k e rta s p e lu a n g <  C r y a n g d ip e ro le h d a ri ta b e l
 k r itis ( T a b e l.) u n tu k s u a tu d e r a ja t s ig n if ik a n , m a k a d a p a t d is im p u lk a n b a h w a a g ih a n
fre k u e n s i y a n g d i p ilih d a p a t d ig u n a k a n .
T a b e l . H a rg a k ritis ( C r), u n tu k s u a tu ta ra f s ig n ifik a n p a d a u ji S m irn o v K o lm o g o ro v .
T a ra f s ig n ifik a n , 
N 0 ,2 0 0 ,1 0 0 ,0 5 0 ,0 1

5 0 ,4 5 0 ,5 1 0 ,5 6 0 ,6 7
1 0 0 ,3 2 0 ,3 7 0 ,4 1 0 ,4 9
1 5 0 ,2 7 0 ,3 0 0 ,3 4 0 ,3 6
2 0 0 ,2 3 0 ,2 6 0 ,2 9 0 ,3 6
2 5 0 ,2 1 0 ,2 4 0 ,2 7 0 ,3 2
3 0 0 ,1 9 0 ,2 2 0 ,2 2 0 ,2 9
3 5 0 ,1 8 0 ,2 0 0 ,2 3 0 ,2 7
4 0 0 ,1 7 0 ,1 9 0 ,2 1 0 ,2 5
4 5 0 ,1 6 0 ,1 8 0 ,2 0 0 ,2 4
5 0 0 ,1 5 0 ,1 7 0 ,1 9 0 ,2 3

0 ,5 0 ,5 0 ,5 0 ,5
n > 5 0 1 ,0 7 /(n ) 1 ,2 2 /( n ) 1 ,3 6 /( n ) 1 ,6 3 /( n )
CONTOH UJI SMIRNOV KOLMOGOROV
Lanjutan Uji Smirnov Kolmogorov
CONTOH UJI CHI SQUARE
Lanjutan Chi Square
Hujan Rancangan Metode Gumbell
P ro s e d u r p e rh itu n g a n d a ri m e to d e G u m b e l a d a la h :
1 . M e n g h itu n g c u ra h h u ja n m a k s im u m re ra ta d e n g a n p e rs a m a a n
2 . M e n g h itu n g s im p a n g a n b a k u
3 . M e n g h itu n g n ila i K d e n g a n p e rs a m a a n :
Yt  Yn
K 
Sn

4 . M e n g h itu n g c u ra h h u ja n ra n c a n g a n , d e n g a n p e rs a m a a n G u m b e l :
XT  x o  K.S x

k e te ra n g a n :
X T = c u ra h h u ja n ra n c a n g a n d e n g a n p e rio d e u la n g T ta h u n (m m )
Y t = re d u c e d v a ria te (fu n g s i p e rio d e u la n g )
  Tr  1  
=  ln   ln   , h u b u n g a n in i s e le n g k a p n y a d is a jik a n d a la m ta b e l .
  Tr 

Y n = re d u c e d m e a n y a n g te rg a n tu n g d a ri b e s a rn y a s a m p e l .
S n = re d u c e d s ta n d a rd d e v ia tio n , te rg a n tu n g d a ri b e s a rn y a s a m p e l n .
S x = s im p a n a n b a k u
K = fa k to r p e n y im p a n g a n G u m b e l
x o = c u ra h h u ja n m a k s im u m re ra ta (m m )
Hujan Rancangan Metode Log Pearson III
L a n g k a h -la n g k a h p e rh itu n g a n n y a a d a la h :
1. M e n g u b a h d a ta c u ra h h u ja n n b u a h d a r i x 1 , x 2 , x 3 ,. .. ,x n m e n j a d i b e n t u k . l o g a r i t m a
y a i tu l o g x 1 , l o g x 2 , l o g x 3 ,. .., l o g x n
2. M e n g h itu n g h a rg a re ra ta , d a ri d a ta c u ra h h u ja n y a n g te la h d iu b a h k e d a la m b e n tu k
n
lo g a ritm a d e n g a n p e rs a m a a n : lo g x o = 1  log x i
n i1

3. H itu n g s ta n d a r d e v ia s i, d e n g a n p e rs a m a a n :
n

  log x i  log x o 2
S lo g x = i1

n 1

4. H itu n g k o e fis ie n p e n y im p a n g a n , d e n g a n p e rs a m a a n :
n

  log x i  log x o 3
q lo g x = i1

(n  1) (n  2) (n  3)

5. M e n g h itu n g lo g a ritm a c u ra h h u ja n d e n g a n p e rs a m a a n :
l o g X T = lo g x o + K T r . S l o g x
H a r g a K T r d i p e r o le h d a r i t a b e l h u b u n g a n a n t a r a q l o g X d e n g a n k a l a u l a n g ( T a b e l ) .
6. H itu n g n ila i a n ti lo g d a ri X T , u n tu k m e n d a p a tk a n c u ra h h u ja n ra n c a n g a n d e n g a n k a la
u la n g T ta h u n .
Tabel Gumbell
Tabel . Hubungan antara kala ulang dengan faktor reduksi, Yt
Kala Ulang (Tahun) Faktor Reduksi (Yt)
2 0.3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001

Tabel Simpangan baku tereduksi, Sn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,94 0,96 0,98 0,99 1,00 1,02 1,03 1,04 1,04 1,05
20 1,06 1,06 1,07 1,08 1,08 1,09 1,09 1,10 1,10 1,10
30 1,11 1,11 1,11 1,12 1,12 1,12 1,13 1,13 1,13 1,13
40 1,14 1,14 1,14 1,14 1,14 1,15 1,15 1,15 1,15 1,15
50 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,17 1,17 1,17
60 1,17 1,17 1,17 1,17 1,18 1,18 1,18 1,19 1,18 1,18
70 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,19 1,19 1,19 1,19
80 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,20
90 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20

Tabel .8. Rata-rata tereduksi,Yn


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 n
.495 .499 .503 .507 .510 .512 .515 .518 .520 .522 10
.523 .525 .526 .528 .529 .530 .532 .533 .534 .535 20
.536 .537 .538 .538 .539 .540 .541 .541 .542 .543 30
.543 .544 .544 .545 .545 .546 .546 .547 .547 .548 40
.548 .549 .549 .549 .550 .550 .550 .551 .551 .551 50
.552 .552 .552 .553 .553 .553 .553 .554 .554 .554 60
.554 .555 .555 .555 .555 .555 .556 .556 .556 .556 70
.556 .557 .557 .557 .557 .558 .558 .558 .558 .558 80
.558 .558 .558 .559 .559 .559 .559 .559 .559 .559 90
.560 100
Tabel Log Pearson III
Tabel .. Faktor penyimpangan KTr yang digunakan untuk Log Pearson III
q log x Kala Ulang (T)
Koef. 2 5 10 25 50 100 200 1000
Penyim Kemungkinan terjadinya banjir (%)
pangan 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235
0 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,836 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 1,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 0,995 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
CONTOH HUJAN RANCANGAN METODE LOG
PEARSON III
CONTOH PERHITUNGAN M. GUMBELL
HIDROMETRI

• Hidrometri : ilmu untuk mengukur air atau ilmu untuk mengumpulkan


data dasar bagi analisis hidrologi
• Pengukuran debit tidak dapat dilakukan secara kontinyu, untuk itu
diperlukan hubungan antara tinggi muka air dan debit aliran
• Untuk pengukuran tinggi muka air dan debit aliran syaratnya :
– Sungai yang lurus
– Arus sungai sejajar dan hanya sedikit turbulensi
– Penampang sungai stabil
– Pemilihan yang tepat (program masa depan)
– Mudah didatangi (tidak tergantung cuaca)
– Tidak terpengaruh back water
– Tidak terjadi luapan
– Tidak terganggu tanaman air
Papan Duga dan Pencatat Air otomatis

• Cara mencatat tinggi muka air


• Dengan papan duga (staff gauge)
• Harus diperhatikan :
• Pemasangan papan duga dikaitkan dengan Benchmark (BM)
• Dipasang pada penyangga yang kokoh (pilar jembatan dll)
• Tidak langsung pada arus sungai (kesulitan pembacaan,
sampah)
• Papan duga dapat mencakup pada kondisi air minimum &
maksimum
• Cara pemasangan papan duga :
• Papan duga vertikal
• Papan duga miring
• Papan duga bertingkat
AWLR (Automatic Water Level Record)
Pengukuran Debit

• Cara Pengukuran Debit :


• Pengukuran tidak langsung
• Pelampung
• Pengukuran Langsung
• Cara volumetrik
 Untuk mengukur debit aliran kecil dengan menggunakan
bejana dengan volume tertentu dan mengukur waktu yang
diperlukan untuk mengisi penuh bejana tersebut
• Bangunan pengukur debit
 Bangunan ukur ini dibuat sedemikian rupa sehingga ada
hubungan antara tinggi muka air dengan debit (Romijn,
Cipoleti dll)
HIDROGRAF BANJIR

• Hidrograf : hubungan antara unsur-unsur aliran (tinggi muka air,


debit) dengan waktu
• Aliran dasar (base flow) : debit minimum yang masih ada karena
adanya aliran keluar dari akuifer
• Waktu konsentrasi (time of concentration) : waktu yang diperlukan
oleh air untuk mengalir dari titik terjauh dari suatu DAS sampai di
stasiun pengukuran
• Kurva massa : penyajian secara grafis aliran kumulatif sebagai
fungsi waktu

Hidrograf Limpasan (Run of Hydrograf)


Hidrograf terdiri dari 3 (tiga) komponen :
1. Sisi naik (rising limb, A)
2. Sisi puncak (crest, B)
3. Sisi Resesi (recession limb, C)
Bentuk Ideal Hidrograf

Aliran Dasar (base flow)


Teknik Pemisahan Aliran Dasar :
• Straight line methode : menghubungkan titik dimana limpasan
permukaan mulai terjadi dengan titik pemisah aliran dasar pada
kura resesi
2. Fixed base length method
• Pemisahan dilakukan dengan meneruskan garis resesi dari hidrograf
sebelumnya sampai pada titik bawah puncak hidrograf dan
menghubungkan dengan suatu titik pada kurva resesi yang berjarak T
dari puncak hidrograf dengan T = A0,2
T = dinyatakan dalam hari
A = luas dalam square mil (mil2)
3. Variable slope method
• Aliran dasar akan mulai memberikan sumbangan pada periode resesi
dari harga puncaknya yaitu suatu titik di bawah titik peralihan
(inflection point). Sedangkan kurva deplisinya (deplition curve) yang
terjadi sebelumnya diteruskan sampai di bawah puncak hidrograf
Teori Klasik Hidrograf Satuan

• Hidrograf satuan : suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh


suatu satuan volume hujan efektif yang terbagi rata dalam waktu dan
ruang
• Tiga dalil dalam menghitung hidrograf satuan :
– Dalil I (pertama) :lebar dasar yang konstan
Dalam suatu daerah pengaliran, hidrograf satuan yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang sama durasinya mempunyai lebar dasar yang sama,
tidak tergantung berapa besar intensitasnya.
Dalil II (kedua) : Linieritas)
• Dalam suatu daerah aliran, besarnya limpasan langsung berbanding
lurus terhadap tinggi (d) curah hujan efektif (hujan netto) yang berlaku
bagi semua hujan dengan durasi yang sama

Dalil III (ketiga) : Superposisi


Limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan-hujan efektif yang
berturutan besarnya sama dengan jumlah limpasan yang dihasilkan
oleh masing-masing hujan efektif tersebut dengan memperhatikan
waktu terjadinya
Hidrograf Satuan Sintetik
• Dipergunakan apabila tidak tersedia atau sedikit sekali data suatu
daerah pengaliran sungai.
Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
A d a p u n p e rs a m a a n y a n g d ig u n a k a n d a la m m e n e n tu k a n h id ro g ra f b a n jir
d e n g a n H id ro g ra f S a tu a n S in te tik N a k a y a s u a d a la h :
C. A . Ro
Qp 
3,6  0,3 T p  T 0,3 
D im a n a :
T p = tim e to p e a k (w a k tu d a ri p e rm u la a n h u ja n s a m p a i p u n c a k b a n jir)
(ja m )
Q p = d e b it p u n c a k b a n jir(m 3/d e tik )
R O = h u ja n s a tu a n (m m )
C = k o e fis ie n p e n g a lira n
T 0 ,3 = w a k t u y a n g d i p e r l u k a n o l e h p e n u r u n a n d e b i t d a r i d e b i t p u n c a k
s a m p a i 3 0 % d a ri d e b it p u n c a k (ja m )
Lanjutan
Prosedure perhitungan :
1. Menghitung waktu konsentrasi (tg), berdasarkan panjang sungai (L) :
tg = 0,21 L0,7 ; untuk L < 15 km
tg = 0,4 + 0,058 L ; untuk L > 15 km
2. Menghitung Tp, dengan persamaan :
Tp = tg + 0,8 tr
Dimana besarnya harga tr diambil antara 0,5 tg sampai 1 tg
3. Menghitung T0,3 :
To,3 =  tg
Dimana :
 = untuk daerah pengaliran biasa.
 = 1,5 untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat.
 = 3 untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat.
4. Menentukan debit puncak banjir dengan persamaan di atas
Lanjutan

5 . M e n g h itu n g b a g ia n le n g k u n g n a ik h id ro g ra f, d e n g a n p e rs a m a a n :
 t 
Qa  Qp   2,4
Tp 
 

6 . M e n g h itu n g b a g ia n le n g k u n g tu ru n h id ro g ra f, d e n g a n p e rs a m a a n :
 t Tp 
 
 T 
Q d  0,3 Q p Q d  Q p . 0,3  0,3 

 t  T p  0,5 T 0,3 
 
 1,5 T 0,3 
0,3 Q p  Q d  0,3 2
Q p Q d  Q p . 0,3  

 t  T p  1,5 T 0,3 
 
 2 T 0,3 
0,3 2
Q p  Q d Q d  Q p . 0,3  

d e n g a n m e m b e r ik a n n ila i t ( 1 , 2 , 3 ,...,n ) y a n g m e r u p a k a n fu n g s i d a r i w a k tu , m a k a d a p a t
d ih itu n g Q d 1, Q d 2, d a n Q d 3.
7 . M e n g h itu n g in te n s ita s h u ja n (i) b e rd a s a rk a n k a la u la n g y a n g d ire n c a n a k a n , d e n g a n
p e rsa m a a n :
2 /3
 R   24 
i   24   
 24   t 
Lanjutan

D ari hasil perhitungan tersebut, dapat ditentukan ordinat hidrograf satuan sesuai
dengan kala ulangnya, untuk kem udian digam bar hidrograf satuannya.

0,8 tr tg

lengkung naik lengkung turun

Qa Qp Qd

0,32 Q p
0,3 Qp
t
Tp T 0,3 1,5 T 0,3

Bentuk hidrograf satuan sintetik N akayasu


Contoh Metode HSS Nakayasu

D ik e ta h u i :
2
L u a s d a e ra h a lira n s u n g a i (A ) = 4 5 5 ,9 6 k m
P a n ja n g s u n g a i (L ) = 5 5 ,5 km
L a n g k a h – la n g k a h p e rh itu n g a n :
1 ). M e n g h itu n g w a k tu k o n s e n tra s i
tg = 0 ,4 + 0 ,0 5 8 .L = 0 ,0 4 + 0 ,0 5 8 . 5 5 ,5 = 3 ,6 1 9 ja m
2 ). M e n g h itu n g w a k tu tib a b a n jir
T p = tg + 0 ,8 tr d im a n a : tr = 0 ,5 tg s a m p a i 1 tg
= 3 ,6 1 9 + 0 ,8 . ( 0 ,7 5 . 3 ,6 1 9 ) = 5 ,7 9 0 4 ja m
3 ). M e n g h itu n g w a k tu p e n u ru n a n d e b it s a m p a i 3 0 % d a ri d e b it p u n c a k
T 0 ,3 =  . tg = 2 . 3 ,6 1 9 = 7 ,2 3 8 ja m
4 ). M e n g h itu n g d e b it p u n c a k b a n jir, h a rg a C d ia m b il d a ri ta b e l.d ip e ro le h C = 0 ,3 5
C.A.R
Q p = o

3,6(0,3.T p  T 0, 3 )

= 0,35x455,9 6x1
= 4 ,9 3 9 2 m 3/d t
3,6(0,3x6, 5142  7,238)
Lanjutan
5 ) . M e n g h itu n g b a g ia n le n g k u n g n a ik ( r is in g lim b ) h id r o g r a f
2 , 4
 t 
Q a = Q p 
 T


 p 
2 , 4
 t 
= 4 ,9 3 9 2  
 5,7904 

I n te r v a l : 0  t  T p
0  t  5 ,7 9 0 4 j a m
6 ) . M e n g h itu n g b a g ia n le n g k u n g tu r u n ( d e c r e a s in g lim b )
h id r o g r a f
 t  T p 
 

 
Q d 0 ,3 Q p … … … … … … … … Q d 1 = Q p . 0 ,3  T 0 , 3 

=
 t  5,7904 
 7,238 
 
4,9392.0,3

I n te r v a l : T p  t  ( T 0 ,3 + T p )
5 ,7 9 0 4  t  1 3 ,0 2 8 4 j a m
t = 6 - 1 3 j a m
2
0 ,3 Q p  Q d  0 ,3 Q p … … … … … Q d 2 =
 t  T p  0 ,5 T 0 , 3 
 
 
Q p . 0 ,3  1 ,5 T 0 , 3 
=
 t  2,1714 
 10,857 
 
4,9392.0,3

I n te r v a l : ( T p + T 0 ,3 )  t  ( T p + T 0 ,3 + 1 ,5 T 0 ,3 )
1 3 ,0 2 8 4 j a m  t  2 3 ,8 8 5 4 j a m
t = 1 4 - 2 3 j a m
Lanjutan

7 ). M e n g h itu n g in te n s ita s h u ja n (i)


D ia s u m s ik a n b a h w a h u ja n h a ria n y a n g m e n y e b a b k a n b a n jir te rd is trib u s i s e la m a 5
ja m . M e n u ru t h a s il o b s e v a s i, k e ja d ia n b a n jir d i In d o n e s ia d ia k ib a tk a n o le h h u ja n
5 - 7 ja m (S u m b e r : C a ra m e n g h itu n g d e b it b a n jir ra n c a n g a n D e p a rte m e n
p e k e rja a n u m u m ).

T a b e l H a s il p e rh itu n g a n in te n s ita s h u ja n (I) H id ro g ra f S a tu a n S in te tik N a k a y a s u


In te n s ita s h u ja n (i)
W a k tu
2 5 10 25 50 100
1 4 6 ,8 9 4 4 6 8 ,1 8 8 3 8 2 ,9 7 9 8 1 0 2 ,0 9 4 2 1 1 6 ,6 6 2 7 1 3 1 ,4 5 4 2
2 2 9 ,5 4 1 6 4 2 ,9 5 5 9 5 2 ,2 7 4 0 6 4 ,3 1 5 3 7 3 ,4 9 2 9 8 2 ,8 1 1 0
3 2 2 ,5 4 4 5 3 2 ,7 8 1 5 3 9 ,8 9 2 5 4 9 ,0 8 1 8 5 6 ,0 8 5 6 6 3 ,1 9 6 6
4 1 8 ,6 1 0 1 2 7 ,0 6 0 5 3 2 ,9 3 0 6 4 0 ,5 1 6 1 4 6 ,2 9 7 6 5 2 ,1 6 7 6
5 1 6 ,0 3 7 7 2 3 ,3 2 0 1 2 8 ,3 7 8 7 3 4 ,9 1 5 7 3 9 ,8 9 8 1 4 4 ,9 5 6 7

D e n g a n m e m b e r ik a n n ila i t ( 1 , 2 , 3 , . . .,3 9 ) y a n g m e r u p a k a n f u n g s i d a r i w a k tu , m a k a
d a p a t d ih itu n g Q a , Q d 1 ,Q d 2 , d a n Q d 3 s e r ta o r d in a t h id r ig r a f s a tu a n n y a
Lanjutan
Tabel .29. Hasil perhitungan Ordinat Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu untuk kala ulang 5 tahun
t U (t,1) Akibat hujan (mm/jam)
3 total ket
Jam m /detik 68,1883 42,9559 32,7815 27,0605 23,3201
0 0 0 - - - - 0
1 0,0730 4,9758 0 - - - 4,9758
2 0,3851 26,2623 3,1345 0 - - 29,3969
3 1,0192 69,4948 16,5442 2,3921 0 - 88,4311 Qa
4 2,0328 138,6134 43,7790 12,6256 1,9746 0 196,9926
5 3,4728 236,8041 87,3210 33,4096 10,4222 1,7017 369,6586
5,7904 4,9391 336,7920 149,1773 66,6384 27,5790 8,9816 589,1683
6 4,7699 325,2521 212,1657 113,8436 55,0088 23,7669 730,0370
7 4,0390 275,4098 204,8960 161,9127 93,9758 47,4051 783,5994
8 3,4200 233,2054 173,4973 156,3649 133,6560 80,9859 777,7095
9 2,8959 197,4685 146,9102 132,4032 129,0764 115,1813 721,0396
Qd1
10 2,4522 167,2080 124,3974 112,1135 109,2964 111,2347 624,2499
11 2,0764 141,5847 105,3344 94,9330 92,5476 94,1888 528,5885
12 1,7582 119,8879 89,1928 80,3852 78,3654 79,7551 447,5865
13 1,4888 101,5161 75,5247 68,0668 66,3565 67,5333 378,9974
14 1,3304 90,7173 63,9511 57,6361 56,1879 57,1843 325,6768
15 1,1907 81,1951 57,1483 48,8038 47,5776 48,4213 283,1461
16 1,0658 72,6724 51,1497 43,6123 40,2867 41,0011 248,7222
17 0,9539 65,0442 45,7807 39,0345 36,0012 34,7180 220,5787
18 0,8538 58,2168 40,9753 34,9372 32,2223 31,0249 197,3765
Qd2
19 0,7641 52,1060 36,6743 31,2700 28,8400 27,7683 176,6587
20 0,6839 46,6366 32,8247 27,9877 25,8128 24,8536 158,1155
21 0,6121 41,7414 29,3792 25,0500 23,1033 22,2448 141,5187
22 0,5479 37,3599 26,2954 22,4206 20,6783 19,9099 126,6641
23 0,4904 33,4384 23,5353 20,0672 18,5078 17,8200 113,3686
24 0,4403 30,0238 21,0649 17,9608 16,5651 15,9495 101,5640
25 0,4052 27,6277 18,9138 16,0755 14,8263 14,2753 91,7186
26 0,3728 25,4228 17,4044 14,4339 13,2700 12,7769 83,3081
27 0,3431 23,3940 16,0154 13,2820 11,9149 11,4358 76,0421
28 0,3157 21,5270 14,7373 12,2220 10,9641 10,2680 69,7183
29 0,2905 19,8090 13,5612 11,2466 10,0891 9,4485 64,1544
30 0,2673 18,2282 12,4789 10,3491 9,2839 8,6945 59,0345
31 0,2460 16,7734 11,4830 9,5232 8,5430 8,0006 54,3233 Qd3
32 0,2264 15,4348 10,5666 8,7632 7,8612 7,3621 49,9880
33 0,2083 14,2030 9,7233 8,0638 7,2338 6,7746 45,9986
34 0,1917 13,0696 8,9474 7,4203 6,6565 6,2339 42,3277
35 0,1764 12,0265 8,2333 6,8281 6,1253 5,7364 38,9497
36 0,1623 11,0668 7,5762 6,2832 5,6365 5,2786 35,8413
37 0,1493 10,1836 6,9716 5,7818 5,1867 4,8574 32,9810
38 0,1374 9,3709 6,4152 5,3203 4,7727 4,4697 30,3489
DEBIT BANJIR RANCANGAN

Metode Rasional
Asumsi-asumsi :
1. Debit pengaliran Q yang diakibatkan oleh curah hujan dengan intensitas
tersebut berlangsung selama waktu tiba banjir.
2. Debit aliran maksimum (Qmak) yang diakibatkan oleh curah hujan dengan
intensitas I, dan berlangsung selama waktu tiba banjir, mempunyai hubungan
linier dengan intensitas hujan I.
3. Peluang terjadinya debit maksimum sama dengan peluang terjadinya intensitas
hujan untuk waktu tiba banjir.
4. Koefisien pengaliran yang sama digunakan pada curah hujan untuk setiap
peluang.
5. Koefisien pengaliran yang sama digunakan pada semua curah hujan
yang terjadi di suatu daerah aliran.
Rumus Rasional

Q = 0,278. C.i.A
Dimana :
Q = debit rancangan dengan kala ulang T tahun, m 3/dt
C = koefisien pengaliran
i = intensitas hujan dengan kala ulang T tahun, mm/jam
A = luas daerah pengaliran, km2
Untuk menghitung debit banjir rancangan dengan Metode Rasional
digunakan beberapa komponen yaitu : waktu tiba banjir (Tc),
intensitas curah hujan (i) dan koefisien limpasan (C)
Waktu tiba banjir
Waktu tiba banjir adalah selang waktu antara permulaan hujan dan
saat pada seluruh daerah aliran ikut berperan pada pengaliran sungai
atau waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh di titik terjauh dari
daerah pengaliran untuk mencapai titik yang ditinjau.
Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi
persatuan waktu dimana air tersebut terkonsentransi.
Intensitas hujan berdasarkan persamaan Dr. Mononobe :
2/3
 R 24 24 
i =  24 x t 
 

Dimana :
i = intensitas hujan ( mm/jam)
R 24 = hujan harian maksimum (mm)
t = lama hujan (jam)
Disini hujan harian maksimum dipakai hujan rancangan
berdasarkan kala ulang tertentu, dengan demikian intensitas hujan
yang didapat juga berdasarkan kala ulang tertentu.
Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran adalah suatu besaran yang didasarkan pada


keadaan daerah pengaliran dan karakteristik hujan di daerah
tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya koefisien pengaliran :
• Keadaan hujan
• Luas dan bentuk daerah aliran
• Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
• Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
• Kebasahan tanah
• Suhu dan angin
• Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya.
Metode Weduwen
M e to d e in i d ig u n a k a n u n tu k m e n g h itu n g d e b it b a n jir ra n c a n g a n p a d a D a e ra h A lira n
2
S u n g a i (D A S ) d e n g a n lu a s k u ra n g d a ri 1 0 0 k m
A d a p u n la n g k a h -la n g k a h p e rh itu n g a n n y a a d a la h :
1 . T a k s ir h a rg a tc
2 . M e n g h itu n g k o e fis ie n re d u k s i ( ), d e n g a n p e rs a m a a n :
120  A  t  1 /  t  9 
β 
120  A

3 . M e n g h itu n g c u ra h h u ja n h a ria n m a k s im u m :
R 67,65
Rn  x
240 tc  1,45

4 . M e n e n tu k a n k o e fis ie n p e n g a lira n :
4,10
α  1 
β . Rn  7

5 . M e n e n tu k a n d e b it b a n jir ra n c a n g a n d e n g a n p e rs a m a a n W e d u w e n :
Q  α . β . Rn . A

6 . M e n g h itu n g w a k tu tib a b a n jir :


Tc  0,2 5  L  Q  0,1 25  I  0,2 5
Lanjutan

7. Kontrol nilai tc taksiran dengan nilai Tc hasil perhitungan, jika nilai yang
diperoleh tidak sama, maka perhitungan diulangi (nilai tc ditaksir kembali)
sampai nilai tc taksiran dengan nilai Tc yang diperoleh dari hasil perhitungan
sama.
Keterangan :
Q = debit banjir rancangan dengan periode ulang n tahun, m 3/detik
 = koefisien limpasan
A = luas daerah pengaliran sungai, km2
L = panjang sungai, km
I = kemiringan sungai
R = curah hujan dengan periode ulang n tahun.
 = koefisien reduksi
Tc = waktu konsentrasi (tiba banjir), jam
Rn = curah hujan maksimum, m3/dt/km2
Contoh M. Weduwen
D ik e ta h u i :
2
L u a s d a e ra h a lira n s u n g a i (A ) = 4 5 5 ,9 6 k m
P a n ja n g s u n g a i (L ) = 5 5 ,5 k m
B e d a tin g g i h u lu – h ilir ( H ) = 1 8 2 9 m
1829
K e m irin g a n s u n g a i (I) = = 0 ,0 3 3
5 50

L a n g k a h – la n g k a h p e rh itu n g a n :
1 ) . D i c o b a tc = 1 5 ,3 7 7 6 ja m .
1 20  A  t c  1  /  tc  9 
2 ). β 
120  A

= 120  45 , 96 15,37 6  1  / 15, 37 6  9  = 0 ,7 4 0 2


120  45 , 9 6

R 67, 65
3 ). R n  x
240 tc  1, 45

135, 2670 67, 65


= x = 2 ,2 6 5 8
240 15, 37 6  1 , 45
4, 10
4 ). α  1 
β . Rn  7

4, 10
= 1  = 0 ,5 2 7 5
(0,7402 x 2, 2658)  7

5 ). Q   x  x Rn x A

= 0 ,5 2 7 5 x 0 ,7 4 0 2 x 2 ,2 6 5 8 x 4 5 5 ,9 6 = 4 0 3 ,3 8 8 m 3 /d e tik .
 0,1 25  0 ,2 5
6 ). Tc  0, 25  L  Q  I

 0 ,1 2 5  0 ,2 5
= 0, 25  5 ,5  403, 38  0, 03 = 1 5 ,3 7 7 6 ja m .
7 ). D ip e ro le h tc = T c
Metode Melchior
M e to d e in i d ig u n a k a n u n tu k m e n g h itu n g d e b it b a n jir ra n c a n g a n u n tu k lu a s
D a e ra h A lira n S u n g a i (D A S ) y a n g le b ih b e s a r d a ri 1 0 0 k m 2.
A d a p u n p ro s e d u r p e rh itu n g a n n y a :
1 . L u k is e llip s y a n g m e n g e lilin g i d a e ra h A lira n S u n g a i d e n g a n s u m b u p a n ja n g
( k ir a -k ir a ) 1 ,5 k a li s u m b u p e n d e k d a n h itu n g lu a s n y a d e n g a n r u m u s :
n F = 0 ,2 5 x π x L 1 x L 2
2 . M e n g u k u r lu a s D a e ra h A lira n S u n g a i d e n g a n p la n im e te r (k m 2)
3 . M e n g h itu n g ra ta -ra ta k e m irin g a n d a s a r s u n g a i d e n g a n ru m u s :
H
I =
0,9xL
4 . M e n g h itu n g h a rg a β 1 d e n g a n m e n g g u n a k a n p e rs a m a a n :
1970
n F =  3960  1720. β 1
β 1  0,12
5 . M e n a k s ir b e s a rn y a h u ja n m a k s im u m s e h a ri (R 1 ,m 3 /d e t/k m 2 ) .
6 . M e n g h itu n g b e s a r n y a d e b it ( Q o ) d e n g a n p e rs a m a a n :Q o = β 1 x R 1 x A
Lanjutan
7 . M e n g h itu n g k e c e p a ta n a lir a n ( V ) d e n g a n p e r s a m a a n :
V = 1 ,3 1 x ( Q o x I 2 ) 0 ,2 x ( α /0 ,5 2 ) 0 ,2
8 . M e n g h itu n g w a k tu tib a b a n jir ( T c ) d e n g a n p e r s a m a a n :
10xL
Tc =
36xV

9. M e n e n tu k a n k o e fis ie n β 2 d a r i ta b e l h u b u n g a n T c d a n n F , s e h in g g a k o e fis ie n
r e d u k s i β d a p a t d ih itu n g d e n g a n p e r s a m a a n :
β = β1 x β2
1 0 . M e n g h itu n g h a r g a R T d e n g a n p e r s a m a a n :
10x  xR
RT =
36xTc

1 1 . M e n g o n tr o l n ila i R 1 = R T , jik a n ila in y a tid a k s a m a d iu la n g m e n c o b a n ila i R 1


1 2 . M e n g h itu n g d e b it b a n jir ra n c a n g a n b e rd a sa rk a n k a la u la n g dengan
m e n g g u n a k a n p e rsa m a a n :
αxRxR T xA
QT =
200
Lanjutan
Dimana :
QT = debit banjir rancangan (m3/detik)
 = koefisien pengaliran Melchior berkisar 0.42 – 0.62 dianjurkan menggunakan 0.52
β = koefisien reduksi
R = curah hujan rancangan (m3/detik)
R1 = hujan maksimum sehari (m3/detik/km2)
A = luas daerah pengaliran (km2)
nF = luas elips (km2)
L1 = panjang sumbu besar ellips (km)
L2 = panjang sumbu kecil ellips (km)
L = panjang alur sungai utama (km)
Tc = waktu tiba banjir (jam)
V = kecepatan aliran (m/detik)
I = kemiringan rata-rata dasar sungai ( I = H/0,9 L)
H = beda elepasi antara titik yang dimaksud dan titik pada 0,9 L.
Tabel Presentasi β2 untuk hujan kurang dari 24 jam pada
luas ellips (nF) terhadap hujan makssimum sehari
NF Hujan selama beberapa jam
(km2) 1 2 3 4 5 6 8 10 12 16 20 24
0 44 64 80 89 92 92 93 94 95 96 98 100
10 37 57 70 80 82 84 87 90 91 95 97 100
50 29 45 57 66 70 74 79 83 88 94 96 100
300 20 33 43 52 57 61 69 77 85 93 95 100
? 12 23 32 42 50 54 66 74 83 92 94 100
Contoh Melchior
D ik e ta h u i :
2
L u a s d a e ra h a lira n s u n g a i (A ) = 4 5 5 ,9 6 k m
P a n ja n g s u n g a i (L ) = 5 5 ,5 k m
S u m b u p a n ja n g e llip s (L 1 } = 3 6 k m
S u m b u p e n d e k e llip s (L 2 ) = 2 4 k m
K e m ir in g a n p a d a ja r a k 0 ,9 L (I) = 1 3 2 9 /( 0 ,9 . 5 5 5 0 ) = 0 ,0 2 6 6
K o e fis ie n p e n g a lira n ( ) = 0 ,6 2
L a n g k a h – la n g k a h p e rh itu n g a n :
1 ). M e n g h itu n g lu a s e llip s
2
n F = 0 ,2 5 x  x L 1 x L 2 = 0 ,2 5 x  x 3 6 x 2 4 = 6 7 8 ,2 4 k m
2 ). M e n g h itu n g h a rg a  1

1970
n F =  3960  1720. β 1
β 1  0,12

 1 = 0 ,6 9 1 1
3 ). M e n g h itu n g b e sa rn y a d e b it d e n g a n c a ra m e n c o b a h a rg a c u ra h h u ja n
te rp u s a t m a k s im u m (R ), d ia m b il c o n to h u n tu k k a la u la n g 2 ta h u n , d e n g a n
3 2
R o = 1 ,6 2 9 6 m / d t / k m
3
Q o =  1 x R o x A = 0 ,6 9 1 1 x 1 ,6 2 9 6 x 4 5 5 ,9 6 = 5 1 3 ,5 0 8 6 m / d t
Lanjutan

4 ). M e n g h itu n g k e c e p a ta n a lira n
V = 1 , 3 1 x ( Q x i 2 ) 0 ,2 x (  / 0 , 5 2 ) 0 ,2
= 1 , 3 1 x ( 5 1 3 , 5 0 8 6 x 0 , 0 2 6 6 2 ) 0 ,2 x ( 0 , 6 2 / 0 , 5 2 ) 0 ,2 = 1 , 1 0 8 3 m / d t
5 ). M e n g h itu n g w a k tu tib a b a n jir
10.L 10x55,5
T c = = = 1 3 ,9 1 0 3 ja m
36.V 36x1,1083

6 ). M e n e n tu k a n h a rg a  2 y a n g d id a p a t d a ri ta b e l h u b u n g a n T c d a n n F .U n tu k T c = 1 3 ,9 1 0 3 d a n n F =
2
6 7 8 ,2 4 k m d ip e r o le h  2 = 0 ,8 7 2 9
M a k a h a r g a k o e f is ie n r e d u k s i a d a la h
 =  1 x  2 = 0 ,6 9 1 1 x 0 ,8 7 2 9 = 0 ,6 0 3 3
7 ). M e n g h itu n g h a rg a R T

10x β x R 10x0,6033x 135,2670 3 2


R T = = = 1 ,6 2 9 6 m / dt / km
36xT c 36x13,9103

S e h in g g a d ip e r o le h R o = R T ( n ila i R o y a n g d ip e r o le h in i h a s il d a r i b e b e r a p a k a li c o b a – c o b a )
8 ). M e n g h itu n g d e b it b a n jir ra n c a n g a n d e n g a n k a la u la n g 2 ta h u n
RxR xA
Q 2T = T

200
135,267x0, 62x1,6296x 455,96 3
= = 3 1 1 ,5 8 0 2 m / dt
200
Metode Haspers
P r o s e d u r p e r h itu n g a n n y a a d a la h :
1 . M e n e n tu k a n b e s a rn y a k o e f is ie n p e n g a lir a n :
1  0,012 A 0,7
α 
1  0,075 A 0,7

2 . M e n e n tu k a n k o e f is ie n r e d u k s i :
1 Tc  3,7 . 10   0,4 Tc 
A 0,75
1 x
β Tc 2  15 12

3 . M e n g h itu n g w a k tu tib a b a n jir :


Tc  0,10 . L 0,8 . I  0,3

4 . M e n g h itu n g c u r a h h u ja n m a k s im u m :
r
RT 
3,6 . Tc

D im a n a n ila i r d a p a t d ih itu n g b e r d a s a r k a n n ila i T c :


Tc  R
a ). r  ; b ila T c < 2 ja m
Tc  1  0,0008  260  R  2  Tc 2
Tc . R
b ). r  ; b ila ; 2 ja m < T c < 1 9 j a m
 Tc  1 
c ) . r = 0 ,7 0 7 R ( T c + 1 ) 0 ,5 0 ; b ila ; 1 9 ja m < T c < 3 0 h a r i
5 . M e n g h itu n g d e b it b a n jir r a n c a n g a n b e rd a s a r k a n p e r s a m a a n H a s p e r s :
Q =  .  .R T . A
Contoh M. Haspers
D ik e ta h u i :
L u a s D a e r a h A lir a n S u n g a i (A ) = 4 5 5 ,9 6 k m 2
P a n ja n g s u n g a i ( L ) = 5 5 ,5 km
B e d a tin g g i h u lu – h ilir (  H ) = 1829 m
1829
K e m ir in g a n s u n g a i ( I) = = 0 ,0 3 3
55500

L a n g k a h – la n g k a h P e r h itu n g a n d e b it b a n jir d e n g a n k a la u la n g 2 ta h u n :
1  0,012 A 0,7
1  0,012 (455,96) 0,7
1 ). α  = = 0 ,2 9 0 3
1  0,075 A 0,7
1  0,075 (455,96) 0,7

2 ). Tc  0,10 x L 0,8 x I  0,3 = 0,10 x (55,5) 0,8


x (0,033)  0,3
= 6 ,9 1 6 4 ja m .
Tc x R 6,9164 x 135,267
3 ). r  = = 1 1 8 ,1 8
 Tc  1   6,9164  1 
1 Tc  3,7 .x 10   0,4 Tc  A 0,75 6,9164  3,7 x 10   0,4x6,9164 
455,96 0,75
4 ). 1 x = 1 x
β Tc 2  15 12 6,9164 2  15 12

 = 0 ,5 2 4 7
r 118,18
5 ). RT  = = 4 ,7 4 6 4
3,6 x Tc 3,6 x 6,9164

6 ) . Q =  x  x R T x A = 0 ,2 9 0 3 x 0 ,5 2 4 7 x 4 ,7 4 6 4 x 4 5 5 ,9 6
= 3 2 9 ,5 8 5 2 m 3 /d e tik

Anda mungkin juga menyukai