0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
13 tayangan7 halaman
Resolusi Dewan Keamanan PBB menolak pengakuan Yerusalem Timur sebagai bagian dari Israel dan menekankan larangan akuisisi wilayah melalui kekerasan. Israel tetap mencaplok wilayah ini dan menyatakannya sebagai ibukota, melanggar hukum internasional. Akibat kekerasan Israel terhadap Palestina, Gaza menderita kelaparan dan kegelapan karena blokade suplai.
Resolusi Dewan Keamanan PBB menolak pengakuan Yerusalem Timur sebagai bagian dari Israel dan menekankan larangan akuisisi wilayah melalui kekerasan. Israel tetap mencaplok wilayah ini dan menyatakannya sebagai ibukota, melanggar hukum internasional. Akibat kekerasan Israel terhadap Palestina, Gaza menderita kelaparan dan kegelapan karena blokade suplai.
Resolusi Dewan Keamanan PBB menolak pengakuan Yerusalem Timur sebagai bagian dari Israel dan menekankan larangan akuisisi wilayah melalui kekerasan. Israel tetap mencaplok wilayah ini dan menyatakannya sebagai ibukota, melanggar hukum internasional. Akibat kekerasan Israel terhadap Palestina, Gaza menderita kelaparan dan kegelapan karena blokade suplai.
Timur untuk memenuhi tujuannya, ibukota Israel yang bersatu dan abadi. Sebagai tanggapan, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi 242 yang menekankan pada “tidak dapat diijinkannya akuisisi wilayah oleh perang” dan menyerukan “penarikan tentara Israel dari wilayah-wilayah yang baru-baru ini diduduki dalam konflik baru-baru ini.” Ada banyak resolusi sejak mengutuk pendudukan wilayah Palestina dan setidaknya 7 resolusi DK PBB secara khusus menolak pengakuan Yerusalem Timur sebagai bagian dari Israel. Secara khusus, DK PBB mengeluarkan Resolusi 478 pada tahun 1980 sebagai tanggapan terhadap Knesset Israel yang mengeluarkan Hukum Yerusalem yang meresmikan aneksasi Yerusalem Timur dengan menentukan yurisdiksi Israel atas seluruh Yerusalem dan menyatakannya sebagai ibukota Israel. Dr. Sami Abu Zuhri, Dosen Sejarah di Jamiah Islamiyah Ghaza menyebutkan kekerasan Israel terhadap bangsa Palestina di awal Maret 2008 ini adalah tragedi pembantaian Palestina paling berdarah sejak 1967, karena memakan jumlah korban paling banyak. Selama lima hari Israel menyetop suplai listrik, bensin, dan bantuan kemanusiaan ke Gaza, suatu kekejian yang oleh Amnesty International (2008) disebut sebagai collective punishment (hukuman kolektif). Akibat pemutusan ini, Gaza gelap gulita. Rumah sakit, sekolah, tempat ibadah, hingga perumahan hanya mengandalkan lilin dan alat penerang seadanya. Padahal, di wilayah sesempit 360km2 ini tinggal 1.5 juta rakyat Palestina (1 juta diantaranya adalah pengungsi), dimana hampir 50% diantaranya adalah kaum perempuan dan 48% diantaranya adalah anak-anak berusia kurang dari 14 tahun. 1. Intifada (yang berarti pemberontakan di dalam bahasa Arab) mengacu pada pemberontakan popular akar-rumput yang dilakukan oleh rakyat Palestian pada tahun 1987-1993 (Intifada pertama). Metode-metode aksi massa akar-rumput yang digunakan saat itu (demonstrasi massa, mogok, aksi- aksi perlawanan massa, boikot, dsb) adalah metode-metode yang harus dikembangkan di dalam perjuangan pembebasan Palestina. Pada saat itu para pemuda Palestina secara masif melawan pasukan Israel bukan dengan metode-metode terorisme individual yang digunakan oleh PLO pada saat itu, tetapi justru dengan independen melakukan perlawanan aksi massa. Intifada pertama ini berlangsung spontan dan secara akar rumput, dan ia terjadi di luar kepemimpinan PLO yang tidak menyangka radikalisasi massa. 2. Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam penyelesaian konflik Palestina-Israel. Rakyat mesti disedarkan tentang kepentingan Palestin dan Baitul Maqdis dalam Islam Hanya Para Pihak Yang Dapat menuntaskan knflik ini sepenuhnya dan bila PBB ingin membantu, sebisa mungkin inisiatif yang dilakukan harus benar-benar tidak bias dan tidak membawa kepentingan di luar kedua negara yang berseteru ini