Anda di halaman 1dari 60

Spektrofotometri Serapan

Atom (SSA/AAS)

Achmad Wildan, ST., MT.


Pendahuluan
 Teknik analisa dari spektrofotometer
serapan atom (atomic absorption
spectrophotometry, AAS) pertama kali
diperkenalkan oleh Welsh (Australia) pada
tahun 1955
 Merupakan metode yang populer untuk
analisa logam karena di samping relatif
sederhana ia juga selektif dan sangat
sensitif
 Teknik analisis SSA berdasarkan pada
penguraian molekul menjadi atom
(atomisasi) dengan energi dari api atau
arus listrik.
 Sebagian besar atom akan berada pada
ground state, dan sebagian kecil
(tergantung suhu) yang tereksitasi akan
memancarkan cahaya dengan panjang
gelombang yang khas untuk atom
tersebut ketika kembali ke ground state
 Beberapa metode yang sejenis seperti
spektrofotometri emisi nyala (flame
emission spectrofotometry, FES) telah
dikenal lebih dahulu, sedangkan
spektrofotometri fluoresensi atom (atomic
fluorescence spectrophotometry, AFS)
adalah teknik yang baru dan masih dalam
pengembangan
FES
 Nyala dari gas menyebabkan atom-atom dan
molekul-molekul tereksitasi (excited state)
melalui proses kolisi termal dengan komponen
dari gas-gas yang terbakar tersebut.
 Pada waktu mereka kembali ke level energi yang
lebih rendah (lower or ground electronic state),
atom-atom dan molekul-molekul tersebut
memancarkan radiasi yang karakteristik untuk
unsur yang bersangkutan.
 Intensitas dari emisi cahaya ini sebanding
dengan konsentrasi larutan zat yang diperiksa.
AAS
 Radiasi dari sumber cahaya (hollow
cathode lamp) dengan energi yang sesuai
dengan energi yang dibutuhkan oleh
atom-atom dari unsur yang diperiksa
untuk melakukan transisi elektronik,
dipancarkan melalui nyala.
 Pada nyala tersebut, atom-atom dari zat
yang diperiksa akan meresap radiasi tadi
sesuai dengan konsentrasi zat tersebut
yaitu sesuai dengan populasi atom-atom
pada level energi terendah (ground state)
AFS
 Radiasi dari sumber cahaya yang cocok
dipancarkan pada sudut 90o terhadap aksis
optik dari spektrofotometer ke dalam
nyala di mana terdapat uap atom dari
unsur zat yang diperiksa.
 Sebagian dari energi cahaya yang cocok
akan diserap dan segera setelah itu akan
dipancarkan kembali sebagai fluorosensi
yang intensitasnya sebnding dengan
konsentrasi zat yang diperiksa.
PRINSIP DASAR
INSTRUMENTASI AAS DAN FES

AAS

FES
HASIL PEMBACAAN DAN
ANALISA KUANTITATIF
Analisa Kuantitatif dari
AES digunakan dengan
melihat tinggi plot
(kurva) dari spektrum.
Semakin tinggi berarti
semakin besar
konsentrasinya. Untuk
perhitungan dilakukan
permbandingan
terhadap suatu faktor
pembanding dengan
komposisi diketahui
Teori
 Emisi dan Absorbsi pada Nyala
Pada FES, radiasi dipancarkan oleh atom yang
tereksitasi (excited state), sedangkan pada AAS
atom-atom yang meresap energi ada dalam
keadaan pada level energi terendah (ground
state). Pada kondisi ekuilibrium termal,
perbandingan jumlah atom pada level energi
yang lebih tinggi (excited state), Nj, dengan
jumlah atom pada level energi yang terendah
(ground state), No, dinyatakan dengan
persamaan Boltzmann sebagai berikut :

Nj/No = (gj/go) exp (-∆E/kT)


 di mana gj dan go masing-masing adalah
“statistical weight” dari excited state dan
ground state, k adalah tetapan Boltzmann,
T adalah temperatur mutlak dan ∆E
adalah energi eksitasi.
 Populasi atom pada excited state
ditentukan oleh energi dari level energi
tersebut dan oleh temperatur.
Tabel berikut memuat perbandingan dari Nj/No
dari beberapa unsur

Resonance Gj/go ∆E, eV Nj/No


line
2000oK 3000oK

Na 589.0 nm 2 2.10 9.86x10-6 5.88x10-4

Ca 422.7 nm 3 2.93 1.21x10-7 3.69x10-5

Cu 324.8 nm 2 3.82 4.82x10-10 6.65x10-7

Zn 213.9 nm 3 5.80 7.45x10-13 5.50x10-10


 Dari tabel di atas terlihat bahwa populasi
atom yang tereksitasi jauh lebih kecil jika
dibandingkan dengan populasi atom pada
level energi terendah.
 Pada level energi yang lebih tinggi
populasi atom jauh lebih kecil lagi karena
bukan saja energi yang dibutuhkan lebih
besar tetapi terutama disebabkan oleh
kemungkinan transisi yang kecil
 Pengukuran pada FES dan AAS biasanya
dilakukan pada suhu di bawah 3000 oC sehingga
sekian besar dari atom ada pada level energi
terendah.
 Oleh karena itu dinyatakan bahwa AAS tidak
tergantung dari suhu, sedangkan pada FES di
mana jumlah atom yang tereksitasi yang
menentukan intensitas emisi berubah-ubah
secara eksponensial sesuai dengan temperatur.
 Akan tetapi proses pembentukan atom melalui
disosiasi molekul tergantung dari suhu. Oleh
karena itu jumlah atom pada level energi
terendah yang menentukan besarnya resapan
juga akan berubah sesuai dengan temperatur
meskipun perubahan ini tidak seperti pada
emisi.
 Pada dasarnya alat yang sama dapat digunakan
baik untuk pengukuran emisi maupun absorbsi,
meskipun untuk yang kedua dierlukan tambahan
sumber cahaya seperti terlihat pada gambar di
atas.
 Di samping itu juga terdapat perbedaan pada
bentuk (design) dari pembakar (burner) dan
pada AAs radiasi lampu ditahan-diteruskan
berganti-ganti menggunakan “chopper” untuk
membedakannya dengan radiasi yang
dipancarkan oleh nyala api.
PERBEDAAN S.ATOMIK DAN S.MOLEKULER
Spektroskopi Spektroskopi
molekuler atomik
 Spesi: atom
 Spesi: molekul  Metode: flame AAS,
 Metode: Spektroskopi flame AFS, flame AES,
UV/visible dan elektrotermal AAS,
Spektroskopi elektrotermal AFS, dll.
inframerah.  Suhu tinggi karena
diperlukan untuk
 Suhu rendah
proses atomasi
 Fase padat, gas, cair (pelepasan ikatan
kimia)
 Fase gas
 Perbedaan besar lain antara S. Atomik
dengan S. Molekuler terletak pada
spektrumnya. Spektrum s. Atomik jauh
lebih tipis dari spektrum S. Molekulel
karena pada S. Atomik hanya ada getaran
elektronik dan tidak ada getaran
vibrasional
Instrumentasi
 Nebulizer + sistem pembakaran (graphite
furnace)
 Spektrofotometer (monokromator,
detektor, rekorder)
 Sumber cahaya (setiap logam memerlukan
Hollow cathode lamp masing-masing)
Skema alat AAS
Lampu Katoda berongga

Lampu ini merupakan sumber radiasi dengan spektra yang tajam dan
mengemisikan gelombang monokhromatis. Lampu ini terdiri dari katoda
cekung yang silindris yang terbuat dari unsur yang akan ditentukan atau
campurannya (alloy) dan anoda yang terbuat dari tungsten. Elektroda-
elektroda ini berada dalam tabung gelas dengan jendela quartz karena
panjang gelombang emisinya sering berada pada daerah ultraviolet. Tabung
gelas tersebut dibuat bertekanan rendah dan diisi dengan gas inert Ar atau
Ne. Beda voltase yang cukup tinggi dikenakan pada kedua elektroda tersebut
sehingga atom gas pada anoda terionisasi. Ion positif ini dipercepat kearah
katoda dan ketika menabrak katoda menyebabkan beberapa logam pada
katoda terpental dan berubah menjadi uap, Atom yang teruapkan ini, karena
tabrakan dengan ion gas yang berenergi tinggi, tereksitasi ke tingkat energi
elektron yang lebih tinggi; ketika kembali ke keadaan dasar atom-atom
tersebut memancarkan sinar dengan λ yang karakteristik untuk unsur katoda
tersebut. Berkas sinar yang diemisikan bergerak melalui nyala dan berkas
dengan λ tertentu yang dipilih dengan monokromator akan diserap oleh uap
atom yang ada dalam nyala yang berasal dari sampel. Sinar yang diabsorpsi
paling kuat biasanya adalah sinar yang berasal dart transisi elektron ke tingkat
eksitasi terendah. Sinar ini disebut garis resonansi.
Detektor

 Energi yang diteruskan dari sel atom harus diubah ke dalam


bentuk sinyal listrik untuk kemudian diperkuat dan diukur oleh
suatu sistem pemproses data. Proses pengubahan ini dalam
alat SSA dilakukan oleh detektor. Detektor yang biasa
digunakan ialah tabung pengganda foton (photomultiplier
tube), terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat
peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan
elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan
dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan
anoda terdapat dinoda-dinoda yang mampu menggandakan
elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai menuju
anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.
Untuk menambah kinerja alat maka digunakan suatu
mikroprosesor, baik pada instrumen utama maupun pada alat
bantu lain seperti autosampler.
Atomisasi dan Ionisasi

 Pada nyala, atom-atom logam dapat


membentuk molekul dengan atom O dari
komponen gas atau dengan komponen
larutan seperti klor yang berasl dari HCl
 Pada temperatur tertentu bagian dari
atom yang membentuk molekul
tergantung dari kuatnya ikatan kimia dan
konsentrasi.
Prose produksi atom bebas dalam nyala selama
pengukuran dengan AAS
Skema atomisasi pada molekul
 Senyawa metal dalam nyala biasanya berupa molekul
diatomik, misalnya CaO, atau molekul triatomik CaOH.
 Unsur-unsur seperti Na, Cu, Ti, Ag, dan Zn dalam nyala
praktis hanya dalam bentuk atom.
 Metal oksida adalah senyawa yang umum dijumpai pada
nyala yang menggunakan udara, oksigen atau dinitrogen
monooksida sebagai oksidan
 Logam alkali praktis tidak membentuk oksida,
sedangkan logam alkali tanah mudah membentuk
monooksida kecuali bila digunakan nyala yang fuel rich.
 Logam-logam tertentu seperti La, Al, dan Ti membentuk
oksida yang sangat stabil sehingga konsentrasi atom-
atom bebas menjadi sangat kecil, kecuali bila digunakan
nyala panas dari asetilen-dinitrogen monooksida yang
fuel rich.
 Pembentukan molekul akan mengakibatkan adanya latar
belakang berupa radiasi kontinyu sehingga menurunkan
sensitivitas.
 Problem utama pada AAS dan teknik yang
sejenis, adalah pada proses atomisasi
yang menentukan sensivitas dan stabilitas
dari teknik tersebut.
 Untuk mendisosiasikan molekul sampel
menjadi atom, di samping nyala
digunakan juga proses atomisasi elektro-
termal misalnya menggunakan batang
karbon (graphite furnace) terutama bila
jumlah sampel terbatas (mikrosampel)
 Proses atomisasi dapat diterangkan sebagai
berikut.
 Bila larutan zat yang diperiksa disemprotkan ke
dalam nyala sebagai aerosol, maka mula-mula
terjadi proses penguapan pelarut, meninggalkan
partikel garam tersuspensi pada nyala.
 Partikel-partikel ini lalu menguap dan sebagian
atau seluruh uap partikel tersebut akan
terdisosiasi menjadi atom-atom
 Proses ini sebagian mungkin disebabkan oleh
panas dari nyala dan sebagian oleh reduksi dari
spesies yang ada pada nyala
 Proses lain yang juga dapat terjadi pada nyala yaitu
terionisasinya atom-atom sehingga mengakibatkan
menurunnya sensitivitas.
 Logam-logam alkali mempunyai potensial ionisasi yang rendah
(4-5 eV) sehingga pada nyala dengan suhu T 2500 oK, mudah
terionisasi
 Oleh karena spektra dari ion berbeda dengan spektra dari
atom, maka perlu dijaga agar derajat ionisasi ini pada level
yang konstan atau bila mungkin ditiadakan
 Ini dapat dilakukan dengan menurunkan suhu dari nyala atau
dengan menambahkan metal yang mudah terionisasi
(deionizer/radiation buffer), misalnya logam alkali
 Penambahan deionizer akan mempertinggi konsentrasi elektron
pada nyala sehingga akan menggeser keseimbangan berikut ke
kiri
M → M+ + e
Nyala
 Pemilihan pasangan fuel-oksidan sangat
tergantung dari temperatur nyala yang
diperlukan untuk proses atomisasi,
meskipun faktor-faktor yang mereduksi
pembentukan oksida logam juga penting.
 Juga diusahakan agar latar belakang emisi
dari nyala tidak mengganggu analisa
 Pada buku penuntun dari alat yang
dipergunakan biasanya kondisi standar
dari percobaan untuk suatu logam
tertentu sudah dicantumkan
 Temperatur dari berbagai nyala, oK dan
kecepatan terbakarnya (cm/detik) dapat dilihat
pada tabel berikut ini

Bahan bakar Oksida


(fuel)
Udara Dinitrogen
monoioksida
Asetilen 2450(160) 3200(220)

Propana 2200(45) 2900(250)

Hidrogen 2900(380)
Fungsi dari nyala yaitu :
1. Mengubah zat yang diperiksa dari larutan
atau bentuk padat menjadi bentuk gas
penguapan
2. Mengubah molekul dalam bentuk uap
menjadi atom atomisasi
3. Pada FES untuk mengeksitasi uap
atom/molekul sehingga menghasilkan
radiasi emisi
FLAME ATOMIZATION

Nebulization - Pengubahan sampel cairan


menjadi fine spray / aerosol
Desolvation - Padatan atom dicampur dengan
gaseous fuel
Volatilization - Padatan atom dirubah menjadi
uap di dalam flame.
SKEMA ATOMISASI FLAME
 Komponen-komponen dari gas-gas pembentuk nyala
membatasi daerah analisa pada panjang gelombang di
luar daerah resapan atmosfer, yaitu pada panjang
gelombang di atas 210 nm
 Perbandingan dari bahan bakar dan oksidan menentukan
suhu dan komposisi nyala gas yang terjadi
 Bila jumlah oksidan lebih banyak dari bahan bakar maka
nyala yang terjadi disebut oxidising flame dan bila
sebaliknya disebut reducing flame
 Nyala jenis mana yang dipakai tergantung dari sifat
unsur yang diperiksa
 Misalnya unsur-unsur yang cenderung untuk membentuk
oksida yang stabil (Al, Si, Ti, dan La) diperlukan nyala
dengan suhu tinggi dengan lingkungan yang dapat
mereduksi, misalnya nyala asetilen-dinitrogen
monooksida
Jenis-jenis gangguan pada analisa AAS
 Gangguan spektra

 Gangguan fisika

 Gangguan kimia

- bentuk uap
- bentuk padat (condensed phase)
Gangguan spektra
 Gangguan spektra terjadi bila panjang
gelombang (atomic line) dari unsur yang
diperiksa berimpit dengan panjang gelombang
dari atom atau molekul lain yang terdapat dalam
larutan yang diperiksa.
 Gangguan karena berimpitnya panjang
gelombang atom (atomic line overlap) umum
dijumpai pada FES,sedangkan pada AAS
gangguan ini hampir tidak ada karena digunakan
sumber cahaya yang spesifik untuk unsur yang
bersangkutan
 Efek dari emisi nyala pada AAS dapat dicegah dengan
memodulasi sumber cahaya
 Akan tetapi resapan molekuler oleh spesies tertentu
seperti SrO dan Ca(OH)2 dapat mengganggu panjang
gelombang yang lebih pendek dan ini dapat dikurangi
dengan menggunakan nyala yang suhunya lebih tinggi
 Koreksi terhadap resapan molekuler ini dapat
dilakukan pada panjang gelombang dimana tidak
terjadi peresapan atom yaitu yang dekat dengan
resonance line
 Cara yang lebih disukai pada daerah 190 – 320 nm
yaitu dengan menggunakan sumber cahaya kontinyu
(lampu hidrogen atau deuterium)
 Dengan lampu ini yang diukur adalah resapan
molekuler dari unsur tersebut
 Selisih dari kedua pengukuran ini adalah resapan atom
Gangguan Fisika
 Sifat-sifat fisika dari larutan yang diperiksa akan menentukan
intensitas dari resapan atau emisi dari larutan zat yang
diperiksa
 Kekentalan mempengaruhi laju penyemprotan ke dalam nyala
dan ketegangan muka, bobot jenis, kekentalan serta kecepatan
gas menentukan besar butir tetesan
 Oleh karena itu sifat-sifat fisika dari zat yang diperiksa dan
larutan pembanding harus sama
 Efek ini dapat diperbaiki dengan menggunakan pelarut organik
di mana sensivitas dapat dinaikkan sampai 3 atau 5 kali bila
dibandingkan dengan pelarut air
 Ini disebabkan karena pelarut organik mempercepat
penyemprotan (kekentalan rendah), cepat menguap,
mengurangi penurunan suhu nyala, menaikkan kondisi,
mereduksi nyala
Gangguan Kimia
Bentuk Uap
 Gangguan kima biasanya memperkecil populasi
atom pada level energi terendah
 Telah disebutkan bahwa dalam nyala, atom
dalam bentuk uap dapat berkurang karena
terbentuknya senyawa seperti oksida atau
klorida atau karena terbentuknya ion
 Dengan menggunakan nyala yang cocok atau
dengan menambahkan unsur yang lebih mudah
terionisasi dalam jumlah berlebih, gangguan ini
biasanya dapat dikurangi
 Sebagai deionizer biasanya digunakan logam
alkali, misalnya kalium dengan konsentrasi 2000
ppm
Bentuk Padat
 Gangguan ini disebabkan karena terbentuknya
senyawa yang sukar menguap atau sukar
terdisosiasi dalam nyala
 Hal ini terjadi pada nyala ketika pelarut
menguap meninggalkan partikel-partikel padat
 Misalnya, gangguan dari fosfor pada penetapan
kalsium karena terbentuknya kalsium fosfat
 Efek dari gangguan ini dapat ditetapkan dengan
mengukur emisi atau resapan dari satu seri
larutan sampel dengan zat pengganggu dengan
konsentrasi yang berbeda-beda
 Dalam hal tertentu gangguan ini adapat diatasi
dengan mengubah kondisi nyala, misalnya
dengan menambah aliran bahan bakar untuk
memperoleh nyala reduksi sehingga
memperkecil pembentukan oksida yang stabil
 Ada kalanya perlu digunakan nyala dengan suhu
yang lebih tinggi misalnya nyala asetilen –
dinitrogen oksida
 Cara lain untuk mengatasi gangguan ini yaitu
dengan memisahkannya melalui penyarian
selektif atau dengan menambahkan releasing
agent (misalnya La atau Sr pada penetapan ca
untuk mencegah pembentukan kalsium fosfat)
 Hal yang serupa dapat pula dilakukan
dengan mengikat unsur yang diperiksa
dengan membentuk kelat seperti EDTA
 Kompleks yang terjadi di samping
melindungi unsur tersebut dari reaksi yang
tidak dikehendaki, ia juga harus mudah
terurai dalam nyala dan melepaskan unsur
tersebut sebagai atom
Kepekaan dan Batas Deteksi
 Kepekaan (sensitivity)
Pada AAS adalah kosentrasi zat yang diperiksa
dengan absorban sebesar 0,0044 (resapan 1%).
Ini biasanya dinyatakan dengan μg/ml/ 1% abs
(atau μg/g/1% abs)
 Batas Deteksi (Detection limit)
Adalah konsentrasi dari suatu unsur (biasanya
μg/ml) yang menunjukkan absorban sebesar
dua kali noise level (S/N = 2)
ANALISA KUANTITATIF
Penyiapan Sampel
 Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung dari
jenis unsur yang ditetapkan, jenis substrat dari sampel
dan cara atomisasi
 Pada kebanyakan sampel hal ini biasanya tidak dilakukan
menggunakan batang grafit secara elektrotermal karena
pembawa (matriks) dari sampel dihilangkan melalui
proses pengabuan (ashing) sebelum atomisasi
 Pada atomisasi dengan nyala, kebanyakan sampel cair
dapat disemprotkan langsung ke dalam nyala setelah
diencerkan dengan pelarut yang cocok
 Sampel padat biasanya dilarutkan dalam asam tetapi
adakalanya didahului dengan peleburan alkali
 Asam klorida, asam nitrat, dan asam sulfat
biasanya digunakan untuk melarutkan logam-
logam atau logam campur
 Asam nitrat biasanua membentuk senyawa yang
mudah terurai tetapi sukar menguap sehingga ia
lebih disukai daripada asam klorida untuk
pengarangan
 Campuran asam nitrat, asam sulfat, dan asam
perklorat (3:1:1) sangat berguna untuk oksidasi
basah terhadap senyawa-senyaw organik
 Perlu diingat bahwa asam-asam pereaksi
mungkin mengandung pengotoran-pengotoran
logam seperti Cr pada asam nitrat, Pb pada
asam klorida dan Cd pada asam sulfat
 Pelarut organik dapat digunakan untuk
menyari logam-logam secara selektif
setelah pembentukan kompleks dalam
larutan air, lalu sari tersebut dapat
langsung disemprotkan ke dalam nyala
 Pelarut organik yang biasa digunakan
adalah metil isobutil keton (MIBK) dan etil
asetat
Standar
 Larutan sampel dan standar sedapat mungkin
harus sama
 Pereaksi yang digunakan harus bebas dari unsur
yang ditetapkan
 Standar dan sampel harus disimpan dalam botol
plastik polietilen karena beberapa logam
terserap pada permukaan gelas
 Standar dengan konsentrasi rendah (kurang dari
1 ppm), harus dibuat baru dari larutan
persediaan yang lebih pekat untuk menghindari
kesalahan karena adsorbsi
Metode Analisa

1. Teknik Kalibrasi
Penggunaan teknik ini tergantung dari jumlah
sampel, linieritas dari kurva kalibrasi dan
adanya gangguan dari komponen lain dalam
sampel tersebut
- Kurva Kalibrasi
Jika jumlah sampel yang diperiksa banyak,
maka prosedur yang paling sederhana adalah
dengan membuat satu seri larutan standar
yang meliputi daerah konsentrasi tertentu dan
dari sini dibuat kurva kalibrasi
2. Internal Standar
 Variasi aliran bahan bakar-oksidan dan nebulasi,
diimbangi dengan menambahkan sejumlah tertentu
internal standard ke dalam setiap sampel
 Kurva kalibrasi selanjutnya adalah merupakan
hubungan dari perbandingan intensitas emisi
absorban dari unsur yang ditetapkan dengan Internal
standard terhadap konsentrai unsur yang diperiksa
 Sampel yang diperiksa harus bebas dari standar

yang ditambahkan dan standar yang dipilih harus


mempunyai spectral line yang dekat dengan unsur
yang diperiksa dan merupakan transisi yang serupa
 Potensial ionisasinya juga tidak boleh jauh berbeda
dengan unsur yang diperiksa
3. Metode Adisi
 Bila gangguan dari unsur lain pada matrik tidak dapat
dihindarkan, maka metode standar-addition dapat
dipakai asalkan kurva kalibrasi merupakan garis lurus
melalui pusat
 Apabila resapan dari larutan dengan konsentrasi x
adalah Ax dan resapan dari larutan tersebut setelah
ditambahkan standar dengan konsentrasi a adalah Ay,
maka konsentrasi x dapat dihitung sebagai berikut
X = Ax
x+a Ay

 Signal latar belakang harus dikoreksi dan dianjurkan


untuk mencek hasil yang diperoleh dengan penambahan
standar kedua
 Dengan metode ini konsentrasi dari unsur
yang diperiksa juga dapat ditetapkan
dengan menggunakan grafik sebagai
berikut :
 Skala konsentrasi adalah jumlah standar
yang ditambahkan dan konsentrasi dari
unsur yang diperiksa adalah perpotongan
dari ekstrapolasi garis dengan aksis
konsentrasi seperti terlihat pada grafik di
atas
 Penambahan standar biasanya sekitar
setengah sampai dua kali dari konsentrasi
unsur yang diperiksa dan semua larutan
diencerkan hingga diperoleh volume yang
sama.
Data panjang gelombang analisis logam logam
Data panjang gelombang analisis logam-logam
(lanjutan)
Soal

 Sebanyak 10,0 gram sampel kuningan


yang mengandung seng dilarutkan dalam
suatu asam sampai 250,0 ml. Data analisa
baku seng dengan SSA dengan nyala
udara asetilen dan diukur pada panjang
gelombang 213,9 nm diperoleh data
sebagai berikut:
 Konsentrasi(ppm) 0,0 5,0 10,0 15,0
20,0 25,0 30,0
 Absorbansi 0,001 0,073 0,125
0,192 0,285 0,323 0,398

 Jika absorbansi sampel tersebut adalah


0,189, berapakah kadar seng dalam
kuningan tersebut?

Anda mungkin juga menyukai