Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

PITYRIASIS ROSEA
Cantik Maharendra Putri
201720401011108
SMF LAB ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN RSUD JOMBANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
Anatomi Kulit
Pityriasis Rosea
Definisi:

Pityriasis rosea adalah sebuah bentuk peradangan akut, erupsi kulit yang pada
awalnya muncul seperti plak bersisik bentuk oval pada badan (herald patch), b
erbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekund
er yang mempunyai gambaran khas, asimtomatik, dan merupakan penyakit kul
it yang dapat sembuh sendiri.
Epidemiologi
Usia 10 – 35 tahun
Jarang terjadi pada bayi, anak usia dini, atau orang tua.
Wanita : Pria 1,5 :1
Tidak dipengaruhi ras / bangsa
Banyak terjadi di musim semi dan musim gugur di daerah beriklim sedang
Etiologi
oTidak diketahui, diduga oleh infeksi virus HHV-6 dan HHV-7.

Dalam suatu penelitian, partikel HHV telah terdeteksi pada 70% pasien penderi
ta pitiriasis rosea. Partikel-partikel virus ini ditemukan dalam jumlah banyak di
antara serat-serat kolagen dan pembuluh-pembuluh darah pada lapisan dermi
s atas dan bawah. Partikel virus ini juga berada selang-seling diantara keratino
sit dekat dengan perbatasan dermal-epidermal

oPitiriasis Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam, misalny
a arsenik, bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat, klonidin,
kaptopril dan ketotifen
Patogenesis
Patogenesis pityriasis rosea masih belum diketahui.

Diduga oleh karena sistemik reaktivasi dari HHV 6 dan HHV 7.


RNA messenger pada HHV 7 dan sedikit HHV 6, serta protein pada HHV 7 da
n sedikit HHV 6 didapatkan pada leukosit-leukosit yang menyebar pada periva
scular pasien pityriasis rosea dan tidak ditemukan pada orang sehat maupun p
asien penyakit peradangan kulit yang lain. DNA HHV 7 dan HHV 6 ditemukan
pada saliva pasien pityriasis rosea yang tidak didapatkan pada infeksi primer H
HV 7 dan HHV 6.
Gambaran Histo PA
Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis Pitiria
sis Rosea dengan gejala atipikal. Pada lapisan epidermis ditemukan adanya para
keratosis fokal, hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan
dan menghilang atau menipisnya lapisan granuler. Sedangkan pada dermis dite
mukan adanya ekstravasasi eritrosit serta beberapa monosit.

Akantosis

Spongiosis Infiltrat
limfohistiosit
Gambaran Klinis
1. Gejala Klasik

Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea dimulai den


gan lesi pertama berupa makula eritematosa
yang berbentuk oval atau anular dengan uku
ran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, ba
gian tengah ditutupi oleh skuama halus dan
bagian tepi mempunyai batas tegas yang dit
utupi oleh skuama tipis yang berasal dari ker
atin yang terlepas yang juga melekat pada k
ulit normal ( skuama collarette ).
Herald Patch
Lesi ini dikenal dengan nama herald patch
skuama

Gambar 2.4 Plak Primer Tipikal ( herald patch )


menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak
Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa malais
e, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan pembengkakan kelenjar
limfe.

Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi sekunder ge
neralisata.

Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi.


Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama dengan lesi primer dengan uku
ran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan aksis panjangnya sejajar deng
an garis kulit dan sejajar dengan kosta sehingga memberikan gambaran Christ
mas tree.
Lesi lain berupa paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejaj
ar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi d
an tersebar perifer.
Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak sekun
der sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree.
2. Gejala Atipikal

Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak sesu
ai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak ditemukannya
herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih bervariasi berup
a urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan vesikuler (Sterling, 2004). Dis
tribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak tangan
dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat diagnosis dari Pitiriasis Rose
a menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan pemeriksaan lanjut
an.
Diagnosis

•Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya erupsi kulit pertama kali
dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal atau
infeksi traktus respiratorius bagian atas harus bisa didiapatkan.
Anamnesis

•Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga kriteria di bawah ini:
•Makula berbentuk oval atau sirkuler.

Pemeriksaan •Skuama menutupi hampir semua lesi.

Fisik •Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.
Diagnosis Banding
1. Sifilis sekunder

Adalah penyakit yang disebabkan oleh Trep


onema pallidum, merupakan lanjutan dari si
filis primer yang timbul setelah 6 bulan tim
bulnya chancre. Gejala klinisnya berupa lesi
kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya non pur
pura, makula, papul, pustul atau kombinasi,
walaupun umumnya makulopapular lebih se
ring muncul disebut makula sifilitika.

Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adala


h sifilis memiliki riwayat primary chancre (
makula eritem yang berkembang menjadi p
apul dan pecah sehingga mengalami ulsera
si di tengah ) berupa tidak ada herald patc
h, limfadenopati, lesi melibatkan telapak tan
gan dan telapak kaki, dari tes laboratorium Sifilis Sekunder
VDRL (+).
2. Tinea korporis

Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh


dermatofit Trichophyton rubrum pada d
aerah muka, tangan, trunkus atau ekstr
emitas. Gejala klinisnya adalah gatal, eri
tema yang berbentuk cincin dengan pi
nggir berskuama dan penyembuhan di
bagian tengah. Perbedaan dengan Pitiri
asis Rosea adalah pada Tinea korporis,
skuama berada di tepi, plak tidak berbe
ntuk oval, dari pemeriksaan penunjang
didapatkan hifa panjang pada pemeriks
aan KOH 10%
Gambar 2.7 Tinea Korporis
3. Dermatitis numuler

Adalah dermatitis yang umumnya terja


di pada dewasa yang ditandai dengan
plak berbatas tegas yang berbentuk koi
n ( numuler ) dan dapat ditutupi oleh k
rusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksi
nya di ekstensor. Perbedaan dengan Pit
iriasis Rosea adalah pada Dermatitis Nu
muler, lesi berbentuk bulat, tidak oval,
papul berukuran milier dan didominasi
vesikel serta tidak berskuama

Dermatitis Numuler
4. Psoriasis gutata

Adalah jenis psoriasis yang ditan


dai dengan eupsi papul di trunk
us bagian superior dan ekstremit
as bagian proksimal. Perbedaan
dengan Pitiriasis Rosea adalah p
ada Psoriasis gutata, aksis panjan
g lesi tidak sejajar dengan garis
kulit, skuama tebal
Psoriasis Gutata
Pemeriksaan Penunjang

•Sebuah spesimen biopsi dapan membantu untuk konfirmasi diagnosis walaupun tidak
memberikan gambaran spesifik, terutama dalam kasus-kasus atipik..
Biopsi

•Karena lesi pada ptiriasis rosea sangat mirip dengan ruam sifilis sekunder, tes VDRL
sering diperlukan.
Tes VDRL

•Pada pemeriksaan mikroskopis dari preparat kalium hidroksida tidak menunjukan adanya
elemen jamur. Seringkali tes KOH dilakukan untuk menyingkirkan Tinea korporis.
KOH
Penatalaksanaan

Umum

• Jaga hygiene dan sanitasi


• Jangan menggaruk
• Mencuci dan membersihkan badan dengan bahan yang lembut
• Mandi dengan sabun yang mengandung moistirizer
• Menjemur dibawah sinar matahari
Khusus
•Topikal
•Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin losion atau 0,25% mentol. Pada
kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal
kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment2 kali sehari ).

•Sistemik
•Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal.Untuk gejala yang berat dengan
serangan akut dapat diberikan kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau asetonid 20-
40 mg yang diberikan secara intramuskuler.
•Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral pernah dilaporkan cukup berhasil pada
penderita Pitiriasis Rosea yang diberikan selama 2 minggu. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73%
dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi.
Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti inflamasi.
•Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis yang dapat diberikan 5x800mg selama 1
minggu. Pemakaian sinar radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa gatal dan
menguranngi lesi.
•Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B (
UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.
Prognosis
Pityriasis rosea adalah kondisi yang jinak dan akan membaik dengan sendirin
ya dalam waktu 2 hingga 3 bulan.

Biasanya pityriasis rosea akan berulang pada 10 % pasien.

Semua pasien dengan pityriasis rosea akan mengalami resolusi spontan yang
sempurna.

Penyakit mungkin dapat berulang, tetapi sangat jarang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai