Anda di halaman 1dari 20

Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu

(Induced Resistance)

Retno Wulansari
150320180501
Induksi resistensi

Definisi
 Induksi resistensi merupakan peningkatan resistensi pada tanaman
yang rentan, sehubungan dengan stimulus ekstrinsik tanpa perubahan
genom, agen penginduksi dapat bersifat biotik atau abiotik (Schonbeck
dan Steiner, 1997).

 Induksi resistensi merupakan daya peningkatan pertahanan yang


dikembangkan tanaman karena adanya rangsangan yang sesuai.

Dasar pemikiran
• Gen untuk ketahanan atau reaksi pertahanan ada pada semua
tanaman. Gen tersebut tidak diekspresikan sebelum induksi resistensi
diberikan, ekspresi ketahanan baru akan muncul setelah adanya
inokulasi challange (infeksi susulan) pada waktu dan lokasi yang
berbeda.
Ekspresi gen resistensi

Dipengaruhi/dimodifikasi oleh:

• Aksi gen lain Varietas


• Tahap perkembangan jaringan inang (tumbuhan)
• Jenis organ (daun, umbi, batang)
• Lingkungan : suhu
Agen penginduksi ketahanan

Agens penginduksi disebut juga induser, merupakan molekul yang mampu


menstimulasi dan mengaktifkan respon ketahanan tanaman

Berdasarkan kemampuannya untuk memacu respon ketahanan, umum


(general elicitors) dan spesifik (race specific elicitors).

Elisitor umum mampu memicu


Penghalang yang bersifat fisik
respon ketahanan pada
seperti penebalan dinding sel
tanaman inang maupun bukan
melalui lignifikasi.
inang

TMV dan Avr gen yang hanya


Elisitor spesifik hanya menginduksi ketahanan pada
menginduksi ketahanan tanaman tanaman tomat, dan Syringolids-
tertentu acyl glycosides hanya
menginduksi ketahanan kedelai
Agen penginduksi ketahanan

Jenis :

Inducer Biotik dapat berasal dari bakteri, jamur, maupun virus dan
bahan-bahan yang dihasilkan olehnya seperti polimer karbohidrat,
protein, lemak, dan mikotoksin.

Inducer abiotik seperti sinar UV, ion-ion dari logam maupun komponen
atau bahan kimia yang dapat berperan sebagai hormon maupun molekul-
molekul pengkode ketahanan pada tanaman
Tipe ketahanan terinduksi

Sytemic Acquired Resistance (SAR)

Hal ini terjadi karena daya pertahanan


ditingkatkan tidak hanya pada bagian
tanaman yang terinfeksi, tetapi juga
pada jaringan terpisah tempat yang
tidak terinfeksi.
Sytemic Acquired Resistance (SAR)

• Tanaman yang terinfeksi satu


patogen menjadi lebih tahan
terhadap infeksi berikutnya
oleh patogen lain.
• mis. Kacang dan gula bit
yang diinokulasi dengan virus
menunjukkan resistensi yang
lebih besar terhadap patogen
jamur yang menyebabkan
karat dan embun tepung.
• Dalam virus mosaik
tembakau ia menginduksi
resistensi sistemik terhadap
dirinya sendiri tetapi juga
terhadap virus yang tidak
terkait.
Tipe ketahanan terinduksi

Induced Systemic Resistance (ISR)

Interaksi antara tanaman dan patogen


dapat mengarah pada respons yang
kompatibel atau respons yang tidak
kompatibel menimbulkan serangkaian
respons terlokalisasi di dalam dan
sekitar sel inang yang terinfeksi
Induced Systemic Resistance (ISR)

• Respons lokal pada sel di sekitarnya meliputi perubahan komposisi


dinding sel yang dapat menghambat penetrasi patogen.
• Sintesis de novo senyawa anti mikroba seperti phytoalexins dan
protein PR.
• Fitoaleksin terutama merupakan karakteristik respons lokal
sementara protein PR terjadi baik secara lokal maupun secara
sistematis.

Fitoaleksin
senyawa yang bersifat antimikroba dan
diinduksi setelah infeksi ”(Paxton, 1981;
Ebel, 1986; van Etten et al., 1994)

 metabolit sekonder
 berbagai kelompok senyawa:
isoflavonoid, sesquiterpenoid senyawa
fenolik
 terakumulasi di sekitar area nekrosis
Perbedaan antara SAR dan ISR

SAR ISR
Dimediasi SA Dimediasi oleh JA dan etilen

Perubahan besar adalah Peningkatan sensitivitas


ekspresi gen terhadap etilen

Terjadi respon hipersensitif Tidak terjadi respon hipersensitif

Terinduksi oleh inokulasi Terinduksi oleh organisme non-


pathogen yang patogenik patogenik
(SAR), yang diinduksi oleh
paparan jaringan di bawah
atau di atas permukaan tanah
untuk elisitor biotik atau
abiotik, tergantung pada
pensinyalan asam salisilat
(SA) dan menghasilkan
akumulasi protein yang
berhubungan dengan
patogenesis (protein PR).

(ISR), diinduksi oleh paparan


akar terhadap pertumbuhan
tanaman, mempromosikan
rhizobakteri (PGPR) dan
bergantung pada pensinyalan
ISR SAR asam jasmonat (JA) dan
etilena (ET)
Tinjauan mekanisme seluler dari respons stres biotik yang mengarah
pada imunitas bawaan dan resistensi sistemik yang didapat
Contoh studi kasus:

Mekanisme Ketahanan Terinduksi oleh Plant Growth Promotting


Rhizobacteria (PGPR) pada Tanaman Cabai Terinfeksi Cucumber Mosaik
Virus (CMV)
Taufik, M., A. Rahman, A. Wahab, dan S.H. Hidayat

• Pengendalian virus tanaman sukar dilakukan karena virus mudah tersebar melalui
beberapa media seperti bahan tanaman yang diperbanyak secara vegetatif, biji,
dan serangga vektor.

• Untuk meminimalisasi penggunaan insektisida, maka diperlukan alternatif


pengendalian. Alternatif pengendalian yang diusulkan adalah perlakuan benih
cabai dengan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).

• Rizosfer tanaman adalah tempat di mana aktivitas mikroba sangat tinggi. Beberapa
bakteri di zona tersebut dikenal sebagai rhizobacteria.

• Aplikasi PGPR diharapkan dapat menginduksi ketahanan tanaman melalui


mekanisme systemic acquired resistance (SAR).

• Penggunaan PGPR sebagai salah satu agens biokontrol untuk mengendalikan


patogen virus, khususnya pada pertanaman cabai perlu dilakukan.
Metode

• Penyediaan PGPR dan Perlakuan Benih Isolat PGPR yang dipilih dan disiapkan
untuk perlakuan benih ditumbuhkan dalam media Kings’B selama 24 jam. Isolat
yang digunakan adalah kode PG berasal dari kelompok Pseudomonas
fluorescens dan kode BG berasal dari kelompok Bacillus sp. yang merupakan
hasil seleksi pada penelitian sebelumnya.
• Penyemaian Benih Benih cabai yang telah diberi perlakuan dengan PGPR dan
kontrol, selanjutnya ditanam pada baki plastik yang diisi media steril
(tanah+pupuk kandang+arang sekam masing-masing dengan perbandingan
2:1:1).
• Dua minggu setelah semai bibit cabai segera dipindahkan ke polibag ukuran
15x20 cm dengan komposisi sama dengan media semai yang digunakan
sebelumnya.
• Metode Inokulasi Virus secara Mekanis Inokulasi CMV dilakukan 7 hari setelah
aplikasi PGPR dengan cara daun tanaman sumber inokulum CMV digerus dalam
mortar steril.
Hasil

Perlakuan PGPR mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai.


Pengamatan tinggi tanaman cabai mulai dari 1 minggu setelah inokulasi (MSI)
sampai 4 MSI yang berasal dari benih yang diberi perlakuan campuran PG 01
dan BG 25 berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya termasuk kontrol.
Respons tinggi tanaman cabai yang diberi PGPR dan tanpa PGPR (Response of
height chili plant be used by PGPR and without PGPR). 1) tanpa PGPR (kontrol sehat)
(without PGPR (health control)), 2) PGPR (PG 01 dan BG 25) tanpa inokulasi CMV
(PGPR (PG 01 and BG 25) without CMV inoculation), 3) PGPR (PG01+BG25) dan
inokulasi CMV (PGPR (PG 01 + BG 25) and CMV inoculation), 4) PGPR (PG01) dan
inokulasi CMV (PGPR (PG 01) and CMV inoculation), dan 5) PGPR (BG25) dan
inokulasi CMV (PGPR (BG 25) and CMV inoculation)
Peningkatan konsentrasi SA dan peroksidase pada tanaman cabai yang diberi
perlakuan PGPR baik secara tunggal maupun campuran diikuti dengan inokulasi
CMV atau tanpa inokulasi CMV dibandingkan dengan kontrol sehat. Hal ini
membuktikan bahwa tanaman yang diberi PGPR atau terinfeksi CMV mampu
meningkatkan konsentrasi sekunder metabolit seperti SA dan peroksidase sebagai
respons ketahanan terhadap infeksi CMV. T
• Dengan demikian, perlakuan PGPR merupakan alternatif yang cukup
baik untuk digunakan dalam perlindungan tanaman karena PGPR
dapat diaplikasikan pada biji, dicampurkan ke dalam tanah untuk
pembibitan, atau saat pindah tanam.
• Studi ini telah membuktikan bahwa PGPR dapat menjadi alternatif
pengendalian yang mampu melindungi tanaman secara sistemik
terhadap infeksi virus.
• Van Loon et al. (1998) menyimpulkan bahwa keuntungan utama
penggunaan PGPR adalah induksi ketahanan sistemik dapat
dilakukan hanya sekali aplikasi, mekanisme ketahanan alami bekerja
untuk periode yang lama meskipun populasi bakteri penginduksi
semakin lama semakin menurun.
Induksi Resistensi Sistemik terhadap Serangga Herbivora pada
Tanaman oleh Mikroba Tanah yang Bermanfaat

• Mikroorganisme bermanfaat dapat


meningkatkan kesehatan tanaman
• Mobilisasi dari akar ke pucuk
memicu ISR di daun dengan secara
bersamaan
• Mengaktifkan jalur pensinyalan yang
bergantung pada SA, JA, dan ET.
• Jalur pensinyalan ini mengarah pada
ekspresi gen yang mengkode NPR1,
metabolit sekunder, enzim, protein
defensif tanaman, dan senyawa
organik mudah menguap >
• Peningkatan penyerapan nutrisi, dan
produksi metabolit sekunder, enzim,
senyawa organik yang mudah
menguap, dan hormon
pertumbuhan.
• Dapat memicu ISR pada tanaman
terhadap herbivora.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai