Anda di halaman 1dari 10

DEMISTIFIKASI KUNTILANAK

DA L A M KO M I K T E H U T I : K A J I A N
ALIH WAHANA
T E G UH PRASE T YO

Oleh

Ahmad A’rief Rifaldi

1117013000041
Remediasi Cerita Kuntilanak

Menurut Bolter dan Grusin (1999),


remediasi merupakan perubahan media dan
bentuk dari satu media ke media yang lain
(dalam Kattenbelt, 2008: 25)

Kuntilanak, dalam cerita rakyat,


digambarkan sebagai sebuah makhluk
spiritual atau hantu yang berbahaya bagi
manusia karena kematiannya yang tidak
wajar (Wessing, 2006).
Pada 1961, dibuat sebuah film yang berjudul
Kuntilanak, yang bercerita mengenai seorang
gadis yang cara tertawanya menggetarkan bulu
roma

Pada 1974, digarap sebuah film berjudul


Kuntilanak: The Miracle of Love, yang
mengadaptasi cerita rakyat setempat. Film yang
disutradarai oleh Ratno Timoer ini mengadaptasi
folklor yang telah mengendap di memori kolektif
masyarakat mengenai kuntilanak. Kuntilanak di
sini dikisahkan dapat berubah menjadi gadis
cantik, mengganggu masyarakat, dan membalas
dendam kepada laki-laki yang tidak bertanggung
jawab
Pada dekade 1980-an, muncul film Sundel Bolong
(1981) yang yang dibintangi Suzanna dan Putri
Kunti’anak (1987) yang dibintangi oleh Joice Erna

Pada dekade 2000-an, reproduksi dari cerita kuntilanak


kembali muncul dalam film dan prosa. Pada 2006, muncul
sebuah film yang cukup fenomenal yang disutradarai Rizal
Mantovani, berjudul Kuntilanak. Melalui film ini, citra
kuntilanak yang awalnya berbaju putih, berambut panjang,
dan dapat menjelma menjadi gadis cantik, berubah dengan
penggambaran yang sama sekali lain. Kuntilanak dalam film
ini digambarkan bermuka hancur dan keriput, setengah kuda
setengah manusia, berambut putih, serta berperawakan
seperti nenek-nenek. Selain itu, kuntilanak dalam film ini
juga digambarkan sebagai makhluk murni hantu yang dapat
dikendalikan melalui lagu “Lingsir Wengi”
Cerita kuntilanak yang diadaptasi dalam novel dan
cerpen-cerpen :
1. Kuntilanak (adaptasi film Kuntilanak, 2006),
2. Boneka Kuntilanak (2014)
3. Kuntilanak Pondok Indah (2014
4. Kuntilanak Cemen (2012)
5. Kuntilanak Narsis (2012).
Demistifikasi Kuntilanak pada komik Teh Uti

Komik merupakan transformasi bahasa dan


karya sastra. Komik merupakan dongeng atau
sastra disajikan dalam bentuk lain yang tidak
pernah terbayangkan oleh nenek moyang kita
(gambar dan tulisan). Sebagai transformasi karya
sastra, komik juga merupakan fenomena budaya
yang tidak bisa terlepas dari pengalaman
pengarang atau penggubahnya.
Demistifikasi Kuntilanak pada komik Teh Uti

-Bernama The Uti


-Jargon “Teh Uti: Setan Kekinian”, “Teh Uti: Hantu Rumahan”, atau “Teh
Uti: Hantu Baperan
- Merepresentasikan problematika anak muda
-Pohon
-Malam Hari
-Menganggu manusia
-Rasa takut
-Jomblo
-Sundel bolong
-Jomblo

-Baper
-Rasa takut
Kuntilanak dalam komik strip ini diubah menjadi
tidak menyeramkan dan lebih dekat dengan
manusia (menggoyah dikotomi manusia-liyan) ini
mempunyai pesan tersendiri dari setiap ceritanya.
Kecenderungan pesan tersebut merupakan
cerminan, respons, atau kritik terhadap keadaan
sosial-budaya di tempat komik ini dibuat,
Indonesia secara umumnya. Jika, Manny Farber
(2004: 88) pernah menyatakan bahwa umumnya
komik strip merupakan komik yang ditujukan
untuk kelucuan (menertawakan), komik strip Teh
Uti ini tidak hanya mengikuti kecenderungan itu,
tetapi di balik itu menunjukkan wacana yang
menampilkan bahkan mengkritik keadaan
sosialnya, terutama kehidupan anak muda

Anda mungkin juga menyukai