Anda di halaman 1dari 113

FARMAKOLOGI

PENGERTIAN ANALGETIK
Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan
untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau
obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran.
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit,
sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya
ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu
komponen obat yang kita minum biasanya mengandung
analgesik atau pereda nyeri.
Penyebab sakit/ nyeri.

Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau


peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia
diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung
dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri
adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan
prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang
dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang
dapat menimbulkan efek algesiogenic.
Karakteristik obat Analgetik:

 Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit


 Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang
dan gembira apabila digunakan sebagai mana
mestinya
 Tidak mempengaruhi pernapasan
 Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi
Pembagian Analgetik
Analgetik dibagi menjadi dua yaitu :
1. Analgetik Opoid/Narkotika.
2. Analgetik Non-narkotika.
Analgesik Opoid
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang
memilikisifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini
digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri
seperti pada fractura dan kanker.
Analgesik opioid digunakan untuk mengurangi nyeri sedang
sampai berat, terutama yang pada bagian viseral. Penggunaan
berulang dapat mengakibatkan ketergantungan dan toleransi,
tapi ini bukan alasan tidak digunakannya dalam mengatasi
nyeri pada penyakit terminal. Penggunaan opioid kuat mungkin
sesuai untuk beberapa kasus nyeri kronis non-keganasan;
pengobatan sebaiknya diawasi oleh dokter spesialis dan
kondisi pasien sebaiknya dikaji setiap interval tertentu
Codein
Kodein merupakan prodrug, karena di saluran
pencernaan kodein diubah menjadi bentuk aktifnya,
yakni morfin dan kodeina-6-glukoronida Sekitar 5-10%
kodein akan diubah menjadi morfin, sedangkan sisanya
akan menjadi bentuk yang bebas, atau terkonjugasi dan
membentuk kodeina-6-glukoronida (70%), norkodeina
(10%), hidromorfona (1%). Seperti halnya obat golongan
opiat lainnya, kodein dapat menyebabkan
ketergantungan fisik, namun efek ini relatif sedang bila
dibandingkan dengan senyawa golongan opiat lainnya.
Golongan Sediaan Penyakit/indikasi

Penghilang nyeri golongan opioidTablet: 30 mgPenghilang nyeri opioid potensi rendah untuk nyeri rignan
(analgesik opioid) (fosfat) samapi sedang
Indikasi dan Kontra Indikasi

Indikasi
 Meredakan nyeri hebat, antitusif, diare
Kontraindikasi
 Depresi saluran nafas, penyakit obstruksi paru-paru,
juga pada kondisi dimana hambatan perilistatik harus
dihindari, pada kejang perut.
Dosis Codein
Nyeri ringan sampai sedang, per oral, DEWASA 30-60
mg tiap 4 jam bila perlu, maksimal 240mg/hari; ANAK 1-
12 tahun, 0.5-1 mg/kg tiap 4-6 jam bila perlu; maksimal
240 mg sehari
Efek Samping

Euforia, gatal-gatal, muntah, mual, mengantuk,


miosis, penahanan urine, depresi pernafasan dan
jantung, depresi mental, lemah, gugup, insomnia,
hipotensi, hipersensitif.
Penggunaan jangka panjang mengakibatkan
toleransi ketergantungan.
Pada dosis besar menyebabkan kerusakan hati.
Mekanisme Kerja Codein
Kodein merangsang reseptor susunan saraf pusat (SSP)
yang dapat menyebabkan depresi pernafasan,
vasodilatasi perifer, inhibisi gerak perilistatik usus,
stimulasi kremoreseptor dan penekanan reflek batuk.
Morfin
Morfin merupakan jenis obat yang masuk ke dalam
golongan analgesik opium atau narkotik. Obat ini
digunakan untuk mengatasi rasa sakit yang terbilang
parah dan berkepanjangan atau kronis. Morfin bekerja
pada saraf dan otak sehingga tubuh tidak merasakan
rasa sakit.
Meskipun memiliki manfaat besar, morfin juga dapat
menyebabkan ketergantungan. Risiko ketergantungan
ini bahkan lebih tinggi pada pasien yang di masa lalunya
pernah kecanduan alkohol atau narkoba.
Menghentikan pengobatan morfin yang telah
berlangsung jangka panjang juga tidak bisa sekaligus,
terutama pada pasien yang menggunakan morfin dalam
dosis besar. Hal ini dapat menimbulkan gejala putus
obat seperti kegelisahan, tubuh berkeringat, nyeri otot,
dan mual. Untuk mengatasinya dokter akan mengurangi
dosis secara bertahap hingga pasien benar-benar lepas
dari morfin.
Tentang Morfin

Jenis obat Analgesik opium

Golongan Obat resep

Manfaat Meredakan rasa sakit yang parah

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak

Bentuk obat Tablet, kapsul, cairan yang diminum, dan suntik


Dosis Morfin
Berikut ini adalah dosis awal pemberian morfin bagi orang
dewasa atau bagi yang telah memiliki berat badan lebih dari 50
kilogram.
 Untuk morfin tablet, dosis yang diberikan biasanya berkisar
antara 5-20 mg tiap empat jam sekali. Sedangkan untuk morfin
suntik, dosis yang diberikan biasanya berkisar antara 3-5 mg
tiap empat jam sekali. Dosis akan diberikan sesuai dengan
tingkat keparahan rasa sakit, kondisi pasien. Dosis akan
direvisi secara teratur dan disesuaikan dengan respons tubuh
terhadap obat.
 Mengenai pasien anak-anak, selain mempertimbangkan
tingkat rasa sakit dan kondisi, dosis morfin juga akan
disesuaikan dengan berat badan mereka.
Efek Samping
Sama seperti obat-obat lainnya, morfin berpotensi menyebabkan efek samping.
Beberapa efek samping yang biasa terjadi setelah mengonsumsi analgesik narkotik ini
adalah:
 Mengantuk
 Pusing atau sakit kepala
 Mual
 Sembelit
 Sulit buang air kecil
 Gangguan tidur
 Mulut terasa kering
 Tubuh berkeringat
Biasanya efek samping akan hilang dengan sendirinya setelah tubuh menyesuaikan
dengan pengobatan. Namun jika efek samping tidak kunjung hilang atau justru
memburuk, hubungi dokter yang memberikan resep obat ini sebelum melanjutkan
penggunaan.
Mekanisme Kerja

Berikatan dengan reseptor di sistem saraf pusat,


mempengaruhi persepsi dan respon terhadap nyeri
Pethidin
Petidin merupakan narkotika sintetik derivat fenilpiperidinan dan
terutama berefek terhadap susunan saraf pusat. Mekanisme kerja
petidin menghambat kerja asetilkolin (senyawa yang berperan dalam
munculnya rasa nyeri) yaitu pada sistem saraf serta dapat mengaktifkan
reseptor, terutama pada reseptor µ, dan sebagian kecil pada reseptor
kappa. Penghambatan asetilkolin dilakukan pada saraf pusat dan saraf
tepi sehingga rasa nyeri yang terjadi tidak dirasakan oleh pasien
Efeknya terhadap SSP adalah menimbulkan analgesia, sedasi,
euphoria, dapresi pernafasan serta efek sentral lain. Efek analgesik
petidin timbul aga lebih cepat daripada efek analgetik morfin, yaitu kira-
kira 10 menit, setelah suntikan subkutan atau intramuskular, tetapi
masa kerjanya lebih pendek, yaitu 2–4 jam. Absorbsi petidin melalui
pemberian oral maupun secara suntikan berlangsung dengan baik. Obat
ini mengalami metabolism di hati dan diekskresikan melalui urin
Petidin ( meperidin, demerol ) adalah zat sintetik yang formulanya sangat
berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efek samping
yang mendekati sama. Perbedaan dengan morfin sebagai berikut :
1. Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang lebih
larut dalam air.
2. Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin,
asam meperidinat dan asam normeperidinat. Normeperidin adalah
metabolit yang masih aktif memiliki sifat konvulsi dua kali lipat petidin
tetapi efek analgesinya sudah bekurang 50%. Kurang dari 10% petidin
bentuk asli ditemukan dalam urin.
3. Petidin bersifat seperti atropine menyebabkan kekeringan mulut,
kekaburan pandangan dan takikardia.
4. Seperti morfin ia menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap
sfingter Oddi lebih ringan.
5. Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah
yang tak ada hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v
pada dewasa. Morfin tidak.
6. Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.
Efek samping
 Petidin mampu menimbulkan efek penghilang nyeri yang sangat ampuh
namun petidin juga dapat menimbulkan efek samping yang cukup serius.
Salah satu efek samping yang perlu diperhatikan oleh tenaga medis adalah
ketagihan terhadap obat-obatan golongan narkotik dan timbulnya depresi
pada sistem pernafasan. Efek samping petidin lainnya antara lain: pusing,
merasa lemah, sakit kepala, perubahan suasana hati, agitasi, bingung,
konstipasi, mulut mengering, berkeringat, gangguan penglihatan,
gangguan jantung, mengantuk, mual, muntah, dan gangguan aliran darah.
Penggunaan petidin juga dapat menimbulkan alergi dengan manifestasi
seperti gatal, bengkak dan merah pada daerah suntikan, pembengkakan
pada bibir, wajah, hingga terjadinya kesulitan pernafasan. Apabila
overdosis akan terjadi lemah otot dan gangguan aliran darah akut.
Apabila pasien telah menggunakan petidin dalam jangka waktu lama dan
atau dalam dosis besar, penggunaan petidin tidak boleh langsung
diberhentikan secara tiba-tiba. Hal ini karena akan menyebabkan timbulnya
efek withdraw, dimana akan terjadi gejala putus obat (sakau) seperti
jantung berdebar, denyut nadi cepat, dan pernafasan menjadi tertekan,
nyeri pada seluruh tubuh, rasa tidak nyaman.
Dosis

 Dosis petidin intramuscular 1-2 mg/kgBB (morfin 10x


lebih kuat) dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis intavena
0,2-0,5 mg/kgBB. Petidin subkutan tidak dianjurkan
karena iritasi. Rumus bangun menyerupai lidokain,
sehingga dapat digunakan untuk analgesia spinal
pada pembedahan dengan dosis 1-2 mg/kgBB.
Mekanisme kerja
 Petidin merupakan obat golongan opioid yang memiliki
mekanisme kerja yang hampir sama dengan morfin yaitu pada
sistem saraf dengan menghambat kerja asetilkolin (senyawa
yang berperan dalam munculnya rasa nyeri) serta dapat
mengaktifkan reseptor, tertama pada reseptor mu, dan sebagian
kecil pada reseptor kappa. Penghambatan asetilkolin dilakukan
pada saraf pusat dan saraf tepi sehingga rasa nyeri yang terjadi
tidak dirasakan oleh pasien. Onset petidin termasuk cepat
dimana efek dapat dirasakan setelah 15 menit obat dimasukkan
dan memiliki durasi 2-4 jam. Petidin diindikasikan untuk
penderita nyeri berat dan hebat serta nyeri yang berlangsung
lama (misalnya: nyeri setelah operasi, nyeri karena infeksi saluran
kencing bagian atas, nyeri karena kanker). Petidin lebih efektif
dalam nyeri neuropatik.
Indikasi dan kontra indikasi
Indikasi Nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah

Kontra indikasi Depresi pernafasan akut, alkoholisme akut,


penyakit perut akut, peningkatan tekanan otak atau
cedera kepala
Analgetik Non-Opoid
Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga
sering dikenal dengan istilah Analgetik/Analgetika/Analgesik
Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari
obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat
Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem
susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan
tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat
Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek
ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan
penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Tramadol
Tramadol adalah salah satu obat jenis obat pereda sakit
yang kuat yang digunakan untuk menangani rasa sakit
tingkat sedang hingga berat, misalnya rasa nyeri setelah
operasi. Tramadol memengaruhi reaksi kimia di otak dan
sistem saraf yang pada akhirnya mengurangi sensasi
rasa sakit. Anjuran untuk mengonsumsi tramadol adalah
tiap 4-6 jam sekali, tapi tidak boleh lebih dari 400 mg
dalam satu hari.
Tentang Tramadol
Jenis obat Analgesik opiat

Golongan Obat resep

Manfaat Meredakan rasa sakit tingkat sedang hingga berat

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak di atas umur 12 tahun

Bentuk Kapsul, tablet, obat larut, suntik

Tramadol tersedia dalam berbagai merek dan dapat digunakan


dalam bentuk tablet, kapsul, serta obat larut. Jenis obat ini juga
ada yang bereaksi cepat dan lambat. Penggunaannya harus
sesuai dengan resep dokter.
Dosis Tramadol

Dosis penggunaan tramadol tergantung pada tingkat keparahan rasa sakit yang diderita oleh
pasien. Tetapi konsumsi obat ini tidak boleh melebihi 400 mg dalam durasi 24 jam.
Dosis penggunaan tramadol untuk jangka waktu yang lebih panjang akan diatur oleh dokter
sesuai kondisi kesehatan dan kemajuan pasien. Untuk anak-anak di bawah 12 tahun, dosis dan
penggunaan tramadol akan disesuaikan. Sementara itu, bagi manula yang berusia di atas 75
tahun dianjurkan untuk tidak mengonsumsi tramadol melebihi 300 mg per hari.

Tramadol Dosis dan Frekuensi

Untuk mengurangi rasa sakit dengan cepat 50-100 mg per 4-6 jam
Efek Samping
Sama seperti obat-obat lain, tramadol juga berpotensi
menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang
umum terjadi saat mengonsumsi analgesik ini adalah:
 Pusing dan limbung
 Lelah dan mengantuk
 Mual dan muntah
 Konstipasi dan sulit buang air kecil
 Mulut kering
 Perut kembung
Mekanisme Kerja
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada
reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik
pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga
menghentikan sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri.
Disamping itu tramadol mmenghambat pelepasan
neutrotransmiter dari saraf aferen yang bersifat sensitif
terhadap rangsangan, akibatnya implus nyeri terhambat
Metamizol

Metamizol ialah suatu senyawa yang memiliki efek


analgesik
Indikasi

 Mengatasi nyeri berat akut dan kronis seperti pada


keadaan penyakit reumatik, sakit kepala, sakit gigi
atau adanya tumor, nyeri setelah kecelakaan atau
operasi.
 Mengatasi nyeri berat yang disebabkan spasme otot
polos baik itu akut dan kronis sperti spesme otot
kolik pada saluran pencernaan, saluran empedu ginjal
dan saluran kemih bagian bawah
Efek samping

 Hipersensitivitas.
 Diskrasia darah.
 Demam tinggi.
 Peradangan mulut, hidung tenggorokan juga disekitar
anal dan genital
dosis
 Dewasa: 2 sendok takar (10 ml) setiap 6 - 8 jam.
Maximum 8 sendok takar (40 ml) sehari.

Anak-anak:
Dosis untuk anak diberikan berdasarkan bobot badan sebagai berikut:
16 - 23 kg (kira-kira 4 - 6 thn) : ½ - 1½ sendok takar (drops: 0,5-1,5 mL)
24 - 30 kg (kira-kira 7 - 9 thn) : 1 - 2 sendok takar (drops: 0,8-2 mL)
31 - 45 kg (kira-kira 10 - 12 thn) : 1 - 3 sendok takar (drops: 1-3 mL)
46 - 53 kg (kira-kira 13 - 14 thn) : 1½ - 3½ sendok takar (drops: 1,5-3,5 mL)
Sendok takar = 5 ml

Bayi dan Balita:


Dosis untuk bayi dan balita diberikan berdasarkan bobot badan sebagai berikut:
5 - 8 kg (kira kira 3 - 11 bulan) : drops: 0,05-0,5 mL)
9 - 15 kg (kira kira 1 - 3 tahun) : drops: 0,15-1 mL
Sendok takar = 5 ml

Dewasa dan anak-anak 15 tahun:


Dosis sekali: 2 - 5 ml i.v. atau i.m.
Dosis sehari tidak lebih dari 10 ml.

Pengobatan dalam keadaan emergency untuk keadaan syok anafilaktik:


Suntikkan 1 ml (0,1 mg epinephrine), sambil tekanan darah dan detak jantung dimonitor, perhatikan adanya gangguan ritme jantung, jika
diperlukan dapat diulang.
Kemudian suntikkan Glukokortikoid IV, contohnya 250 mg-1000 mg methylprednisolone, ulangi jika diperlukan.
Dosis ini dianjurkan untuk dewasa dengan bobot badan normal, untuk anak-anak diperlukan pengurangan dosis dan diberikan berdasarkan bobot
badan. Untuk menyeimbangkan cairan tubuh dapat diberikan pengganti cairan tubuh (plasma expander).
Selain itu dilakukan pula pernafasan buatan, inhalasi oksigen dan pemberian antihistamin.
Parasetamol
 Paracetamol adalah derivat p-aminofenol yang
mempunyai sifat antipiretik/analgesic
- Sifat antipiretik disebabkan oleh gugus
aminobenzen dan mekanismenya diduga berdasarkan
efek sentral.
- Sifat analgesik parasetamol dapat menghilangkan
rasa nyeri ringan sampai sedang.
- Sifat antiinflamasinya sangat lemah sehingga
sehingga tindak digunakan sebagai antirematik.
Indikasi

Sebagai antipiretik/analgesik, termasuk bagi pasien


yang tidak tahan asetosal. Sebagai analgesik, misalnya
untuk mengurangi rasa nyeri pada sakit kepala, sakit
gigi, sakit waktu haid dan sakit pada otot.menurunkan
demam pada influenza dan setelah vaksinasi.
Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap parasetamol dan defisiensi


glokose-6-fosfat dehidroganase.tidak boleh digunakan
pada penderita dengan gangguan fungsi hati.
Efek Samping

 Reaksi kulit, darah, & reaksi alergi lain.


Dosis

 Dewasa : 3-4 kali sehari 1-2 tablet.


 Anak-anak : 3-4 kali sehari ½-1 tablet.
Penyajian :Dikonsumsi bersamaan dengan makanan
atau tidak
Jenis: Tablet
Anti Inflemasi Non-Steroid
Obat anti inflamasi non-steroid atau yang lebih dikenal
dengan sebutan NSAID (non steroidal anti-inflammatory
drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun
panas), dan anti inflamasi (anti radang). Istilah
“nonsteroid” digunakan untuk membedakan jenis obat-
obatan ini dengan steroid yang juga memiliki khasiat
serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis
narkotika.
Mekanisme Kerja NSAID

Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambatan


isoenzim COX-1 (cyclooxygenese-1) dan COX-2
(cyclooxyganase-2). Enzim cyclooxygenese ini berperan
dalam memacu pembentukan prostaglandin dan
tromboksan dari arachidonic acid. Prostaglandin
merupakan mulekoul pembawa pesan pada proses
inflamasi (radang)
OBAT ANTI PERADANGAN NON STEROID (NSAID)

 NAMA UMUM - NAMA GENERIK


 Ansaid - Flurbiprofen
 Butazolidin - Phenylbutazon
 Clinoril - Sulindac
 Dolobid - Diflunisal
 Feldene - Piroxicam
 Indocin - Indometahacin
 Lodine - Etodolac
 Meclomen - Meclofenamate
 Motrin - Ibuprofen
 Nalfon - Fenoprofen
 Naprosyn - Naproxen
 Orudis - Ketoprofen
 Ponstel - Mefenamic acid
 Relafen - Nabumetone
 Rimadyl - Carprofen
 Tolectin - Tolmetin
 Toradol - Ketorolac
 Voltaren - Diclofenac
Ketoprofen
Ketoprofen merupakan suatu antiinflamasi non steroid
dengan efek antiinflamasi, analgesik dan antipiretik.
Sebagai anti inflamasi bekerja dengan menghambat
sintesa prostaglandin. Pada pemberian oral kadar
puncak dicapai selama 0,5–2 jam. Waktu paruh eliminasi
pada orang dewasa 3 jam, dan 5 jam pada orang tua
Indikasi

Untuk mengobati gejala-gejala artritis rematoid,


ankilosing spondilitis, gout akut dan osteoartritis serta
kontrol nyeri dan inflamasi akibat operasi ortopedik.
Kontra Indikasi

 Hipersensitif terhadap ketoprofen, aspirin dan AINS


lain.
 Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
Dosis
 Sediaan oral :
Dosis awal yang dianjurkan : 75 mg 3 kali sehari atau
50 mg 4 kali sehari.
Dosis maksimum 300 mg sehari. Sebaiknya digunakan
bersama dengan makanan atau susu.
 Injeksi IM :
50–100 mg tiap 4 jam. Dosis maksimum 200 mg/hari,
tidak lebih dari 3 hari.
Efek Samping

 Mual, muntah, diare, dyspepsia, konstipasi, pusing,


sakit kepala, ulkus peptikum hemoragi perforasi,
kemerahan kulit, gangguan fungsi ginjal dan hati,
nyeri abdomen, konfusi ringan, vertigo, oedema,
insomnia.
 Reaksi hematologi : trombositopenia.
 Bronkospasma dan anafilaksis jarang terjadi.
Interaksi Obat
 Pemakaian bersama dengan warfarin, sulfonilurea
atau hidantoin dapat memperpanjang waktu
protrombin dan perdarahan gastrointestinal.
 Pemakaian bersama dengan metotreksat dilaporkan
menimbulkan interaksi berbahaya, mungkin dengan
menghambat sekresi tubular dari metotreksat.
Mekanisme Kerja

Menghambat sintesa prostaglandin dengan membuat


kerja isoenzim COX-1 dan COX-2
Diclopenac Natrium
Natrium Diclopenac merupakan bagian dari obat non-
steroid yang memiliki fungsi sebagai anti-reumatik, anti
radang dan penurun demam. Obat ini diindikasi untuk
pasien dengan berbagai bentuk radang degeneratif dari
reumatik seperti atritis reumatoid, spondilitis ankilosis,
ostreoatritis, serangan gout (kadar asam urat yang
tinggi) akut, sindrom nyeri pada tulang belakang.
Efek Samping
Efek samping yang memiliki angka kejadian 1-10% meliputi :
1. mual.
2. Muntah.
3. Diare.
4. Kembung.
5. Penurunan nafsu makan.
6. Peningkatan kadar enzim hati.
7. Nyeri kepala.
8. Vertigo.
9. Kemerahan pada kulit.
10. Kulkus peptik.
11. Berdaging pada telinga.
dosis.
Natrium declopenac memiliki 2 sediaan tablet. Yaitu,20 mg dan
50 mg. Tablet harus ditelan seluruhnya dengan cairan, lebih baik
jika diminum sebelum makan, dan tidak boleh dibagi atau
dikunyah.
Dosis Dewasa
 Dosis harian yang direkomendasikan berkisar antara
100-150 mg pada kasus yang lebih ringan dan juga
pada kasus yang membutuhkan terapi jangka
panjang, dosis 75-100 mg per hari biasanya cukup
 Pada kasus dismonerrhea (nyeri mensturasi yang
berat) dosis harian harus disesuaikan dengan kisaran
dosis 50-150 mg (biasanya seratus mg) sebagai dosis
awal, dilanjutkan dengan 50 mg. 3 kali sehari.
 Pada kasus migrane, dosis 50 mg biasa dipakai.
Sebaiknya obat ini diminum dengan air putih. Tidak
menggunakan cairan lain
Dosis Anak

 Dosis pada anak dan dewasa muda biasanya 0,5-2 mg/kg/hari.


Dibagi menjadi 2 sampai 3 kali pemberian tergantung dari
beratnya penyakit. Untuk kasus radang sendi rheumatoid
yang menyerang anak usia muda, dosis dosis harian dapat
mencapai 3 mg/kg/hari.
 Dosis maksimal 150 mg tidak boleh dilampaui. Karena
kekuatan dosis pada sediaan 50 mg, sediaan ini tidak
direkomendasikan untuk digunakan pada anak dan dewasa
muda dibawah 14 tahun. Tablet sediaan 25 mg dapat
digunakan pada kelompok umur ini
Ketorolac
Ketorolac merupakan suatu analgesik non-narkotik.
Obat ini merupakan obat anti-inflmasi nonsteroid yang
menunjukan aktivitas antipiretik yang lemah dan anti
inflamasi. Ketirilac menghambat sintetis prostagandin
dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja
perfer karena tidak mempunyai efek terhadap reseptor
opiat.
Nama kimia ketorolac adalah Benzoyl-2,3-dihydro-1 H-
pyrrolizine-1-carboxylic acid dan 2 amino
2(hydroxymethyl)1,3 propanediol (1:1)
Indikasi
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek
terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur
bedah. Durasi total ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari.
Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera
setelah operasi. Harus diganti ke analgesik alternatif sesegera
mungkin, asalkan terapi ketorolac tidak melebihi 5 hari.
Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat
prabedah obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum
diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan karena
diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis
prostagalndin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.
Kontra Indikasi

 Pasien yang sebelumnya pernah mengalami alergi


dengan obat ini, karena ada kemungkinan sensitivitas
silang.
 Pasien yang menunjukan manifestas alergi serius
akibat pemberian asetosal atau obat anti-inflamasi
non-steroid lain.
 Pasien yang menderita ulkus peptikum aktif.
 Diatesis hemoragik termasuk gangguan koagulasi.
 Sindrom polip nasal lengkap atau parsial, angioedema atau
bronkospasme. Terapi bersamaan dengan ASA dan NSAID
lain. Hipovolemia akibat dehidrasi atau sebab lain. Gangguan
ginjal derajat sedang sampai berat (kreatinin serum >160
mmol/L). Riwayat asma. Pasien pasca operasi dengan risiko
tinggi terjadi perdarahan atau hemostasis inkomplit, pasien
dengan antikoagulan termasuk Heparin dosis rendah (2.500–
5.000 unit setiap 12 jam). Terapi bersamaan dengan
Ospentyfilline, Probenecid atau garam lithium. Selama
kehamilan, persalinan, melahirkan atau laktasi. Anak < 16
tahun. Pasien yang mempunyai riwayat sindrom Steven-
Johnson atau ruam vesikulobulosa. Pemberian neuraksial
(epidural atau intratekal). Pemberian profilaksis sebelum
bedah mayor atau intra-operatif jika hemostasis benar-benar
dibutuhkan karena tingginya risiko perdarahan.
Efek Samping

 Efek samping di bawah ini terjadi pada uji klinis


dengan Ketorolac IM 20 dosis dalam 5 hari.
 Insiden antara 1 hingga 9% :
Saluran cerna : diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal,
nausea.
Susunan Saraf Pusat : sakit kepala, pusing,
mengantuk, berkeringat.
Dosis
Ketorolac ampul ditujukan untuk pemberian injeksi
intramuskular atau bolus intravena. Dosis untuk bolus
intravena harus diberikan selama minimal 15 detik. Ketorolac
ampul tidak boleh diberikan secara epidural atau spinal. Mulai
timbulnya efek analgesia setelah pemberian IV maupun IM
serupa, kira-kira 30 menit, dengan maksimum analgesia
tercapai dalam 1 hingga 2 jam. Durasi median analgesia
umumnya 4 sampai 6 jam. Dosis sebaiknya disesuaikan dengan
keparahan nyeri dan respon pasien. Lamanya terapi :
Pemberian dosis harian multipel yang terus-menerus secara
intramuskular dan intravena tidak boleh lebih dari 2 hari karena
efek samping dapat meningkat pada penggunaan jangka
panjang.
Interaksi obat
 Pemberian Ketorolac bersama dengan Methotrexate harus hati-hati karena beberapa
obat yang menghambat sintesis prostaglandin dilaporkan mengurangi bersihan
Methotrexate, sehingga memungkinkan peningkatan toksisitas Methotrexate.
 Penggunaan bersama NSAID dengan Warfarin dihubungkan dengan perdarahan berat
yang kadang-kadang fatal. Mekanisme interaksi pastinya belum diketahui, namun
mungkin meliputi peningkatan perdarahan dari ulserasi gastrointestinal yang diinduksi
NSAID, atau efek tambahan antikoagulan oleh Warfarin dan penghambatan fungsi
trombosit oleh NSAID. Ketorolac harus digunakan secara kombinasi hanya jika benar-
benar perlu dan pasien tersebut harus dimonitor secara ketat.
 ACE inhibitor karena Ketorolac dapat meningkatkan risiko gangguan ginjal yang
dihubungkan dengan penggunaan ACE inhibitor, terutama pada pasien yang telah
mengalami deplesi volume.
 Ketorolac mengurangi respon diuretik terhadap Furosemide kira-kira 20% pada orang
sehat normovolemik.
 Penggunaan obat dengan aktivitas nefrotoksik harus dihindari bila sedang memakai
Ketorolac misalnya antibiotik aminoglikosida.
 Pernah dilaporkan adanya kasus kejang sporadik selama penggunaan Ketorolac
bersama dengan obat-obat anti-epilepsi.
 Pernah dilaporkan adanya halusinasi bila Ketorolac diberikan pada pasien yang sedang
menggunakan obat psikoaktif.
Mekanisme Aksi
 Menghambat sintesa prostaglandin dengan
menghambat kerja isoenzim COX-1 & COX-3
Etodolac

 Etodolac adalah obat anti inflamasi non steroid untuk


mild-moderate pain, demam, dan radang
Mekanisme kerja
 bekerja dengan menghambat enzim cyclooxygenase
sehingga level prostaglandin menurun. Prostaglandin
bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi
(peradangan)
Dosis

 Dosis : 200-400 mg 3 x sehari (dosis maksimal 1000


mg/hari)
 diminum setelah makan dan diminum dengan air,
untuk mengurangi efek samping pada lambung.
 Satu hal yang perlu diperhatikan, etodolac juga
memiliki efek pengencer darah sehingga hati-hati
penggunaannya pada pasien yang menggunakan
warfarin/coumarin
Asamafenamat/Mefanamic Acid

Asam mefenamat merupakan kelompok antiinflamasi


non steroid (AINS), yang bekerja dengan cara
menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan
tubuh dengan menghambat enzym siklooksigenase
sehingga mempunyai efek analgesik antiinflamasi dan
antipiretik
Indikasi

Dapat menghilangkan nyeri akut dan kronik, ringan


sampai sedang sehubungan dengan sakit kepala, sakit
gigi, dismenore primer, termasuk nyeri karena trauma,
nyeri sendi, nyeri otot, nyeri setelah operasi, nyeri pada
persalinan.
Kontra Indikasi

 Pasien yang hipersensitf terhadap asam mefenamat


 Penderita yang dengan asetosal mengalami
bronkospasme, alergi rinitis dan urtikaria.
 Penderita dengan tukak lambung dan usus.
 Penderita dengan gangguan ginjal yang berat.
Efek Samping

 Pada pencernaan : mual, muntah, diare, dan rasa sakit


pada abdominal,
 Pada sistem hematopoetik : leukopenia, eosinophilia,
trombocytopenia, dan agranulocytopenia,
 Pada sistem saraf : rasa mengantuk, pusing,
penglihatan kabur dan insomnia.
Interaksi Obat

Penggunaan bersamaan dengan antikoagulan oral


dapat memperpanjang prothrombine time.
Dosis

Digunakan melalui mulut (per oral), sebaiknya sewaktu


makan.
Dewasa dan anak >14 tahun :
Dosis awal yang dianjurkan 500 mg, kemudian
dilanjutkan 250 mg tiap 6 jam, sesuai dengan
kebutuhan.
Over Dosis

Jika terjadi overdosis, maka pasien harus dirangsang muntah atau


pasien diberi arang aktif (karbo absorben) untuk menyerap obat.
IbuProfen
 Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam
kelompok antiperadangan non-steroid (nonsteroidal anti-
inflammatory drug) dan digunakan untuk mengurangi rasa
sakit akibat artritis Ibuprofen juga tergolong dalam
kelompok analgesik dan antipiretik Obat ini dijual dengan
merk dagang] Advil, Motrin, Nuprin, dan Brufen
 Ibuprofen diindikasikan sebagai analgesik (pengurang rasa
nyeri) dan antipiretik (penurun panas). Secara umum, obat
ini digunakan untuk mengurangi sakit otot, nyeri haid,
selesma, flu dan sakit selepas pembedahan.
 Nama kimia ibuprofen ialah asam 2-(4-isobutil-fenil)-
propionat.
Mekanisme kerja

 Ibuprofen ada dalam dua enantiomer. Hanya S-ibuprofen


saja yang digunakan sebagai penahan sakit.
 Aktivitas analgesik (penahan rasa sakit) Ibuprofen bekerja
dengan cara menghentikan Enzim Sikloosigenase yang
berimbas pada terhambatnya pula sintesis Prostaglandin
yaitu suatu zat yang bekerja pada ujung-ujung syaraf yang
sakit.
 Aktivitas antipiretik (penurun panas) Ibuprofen bekerja di
hipotalamus dengan meningkatkan vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah) dan aliran darah piretik.
Dosis
Dosis Ibuprofen
Dosis penggunaan ibuprofen tergantung kepada
tingkat keparahan rasa sakit yang diderita pasien.
Jangan melebihi dosis maksimum ibuprofen untuk
orang dewasa yaitu 2.400 mg per 24 jam. Tabel
berikut ini akan menjelaskan dosis-dosis umum
penggunaan ibuprofen bagi dewasa dan anak-anak.
Sebelum mengonsumsi ibuprofen, baca terlebih
dahulu aturan pemakaian yang tertera pada
kemasannya.
Usia Takaran Frekuensi per hari

>12 tahun 200-400 mg 3-4 kali

10-12 tahun 300 mg atau 15 ml 3 kali

7-10 tahun 200 mg atau 10 ml 3 kali

4-7 tahun 150 mg atau 7,5 ml 3 kali

1-4 tahun 100 mg atau 5 ml 3 kali

6-12 bulan 50 mg atau 2,5 ml 3-4 kali

3-6 bulan 50 mg atau 2,5 ml 3 kali


Efek Samping
Tiap obat pasti berpotensi menyebabkan efek samping,
termasuk ibuprofen. Beberapa efek samping yang dapat
terjadi saat mengonsumsi obat ini antara lain:
 Mual dan muntah
 Perut kembung
 Nyeri ulu hati
 Gangguan pencernaan
 Diare atau konstipasi
 Sakit kepala
 Tukak lambung
 Muntah darah
 Tinja berwarna hitam atau disertai darah
Meloxicam

Meloxicam adalah salah satu obat anti inflamasi non-


steroid. Obat ini umumnya digunakan untuk meredakan
gejala-gejala artritis, misalnya inflamasi, pembengkakan,
serta kaku dan nyeri otot. Contoh penyakit artritis yang
biasanya ditangani dengan meloxicam adalah
osteoartritis, artritis reumatoid, dan ankylosing
spondylitis.
Mekanisme Kerja

 Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang


memproduksi prostaglandin, yaitu senyawa yang
dilepas tubuh yang menyebabkan rasa sakit serta
inflamasi. Dengan menghalangi prostaglandin, obat
ini akan mengurangi rasa sakit dan inflamasi.
 Meloxicam hanya dapat mengurangi gejala dan tidak
menyembuhkan artritis.
Tentang Meloxicam

Jenis obat Anti inflamasi non-steroid

Golongan Obat resep

Manfaat Meredakan gejala-gejala artritis

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak di atas 2 tahun

Bentuk Tablet
Dosis Meloxicam

 Dosis meloxicam tergantung kepada kondisi yang


diobati, tingkat keparahan gejala, dan respons tubuh
pasien. Selain itu, pada pasien anak-anak, dosis juga
disesuaikan dengan berat badan.
 Dosis yang umum diberikan untuk orang dewasa
adalah 7,5-15 mg per hari. Dosis maksimal obat ini
adalah 15 mg per hari.
Efek Samping
Semua obat berpotensi menyebabkan efek samping, termasuk
meloxicam. Beberapa efek samping yang umum terjadi saat
mengonsumsi obat ini adalah:
 Mual dan muntah.
 Gangguan pencernaan.
 Sakit kepala.
 Sulit tidur.
 Efek samping ini biasanya akan berkurang seiring penyesuaian tubuh
terhadap obat. Segera hentikan pemakaian obat dan temui dokter
jika Anda mengalami efek samping yang serius, seperti kesulitan
bernapas, tinja berwarna hitam atau berdarah, dan muntah darah.
 Efek samping ini biasanya akan berkurang seiring penyesuaian tubuh
terhadap obat. Segera hentikan pemakaian obat dan temui dokter
jika Anda mengalami efek samping yang serius, seperti kesulitan
bernapas, tinja berwarna hitam atau berdarah, dan muntah darah.
Nabumeton

Nabumetone adalah suatu non steroid antiinflamasi


yang tidak mempunyai sifat asam. Setelah di absobrsi di
saluran pencernaan, nabumetone akan segera
dimetabolisme di hati menjadi metabolit aktif.
indikasi

Osteoartritis, rematoid atritis dan keadaan-keadaan


yang memerlukan terapi dengan preparat anti inflamasi
Kontra Indikasi

 Tukak lambung yang aktif, gangguan fungsi hati yang


berat (misalnya : sirosis hepatitis) pasien yang snsitif
terhadap nabumetone
Dosis
1. Dewasa.
2 tablet 1 gram sekali diminum di malam hari, untuk keadaan
yang berat, gejala-gejala yang menetap dalam keadaan akut,
diberikan penambahan 1-2 tablet 500 mg-1 gram di pagi hari
2. Orang tua.
Pada orang tua yang berusia lanjut, dimana konsentrasi obat
dalam darah akan lebih tinggi, maka dosis jangan melebihi 1
gram/hari. Pada kebanyakan kasus, dosis 500 mg (1 tablet)
sehari, sudah memberikan hasil yang baik.
Efek Samping
Efek samping biasanya jarang terjadi namun efek samping
tersebut adalah :
1. diare.
2. Mual.
3. Kembung.
4. Sembelit.
5. Sakit kepala.
6. Pusing.
7. Gatal.
8. Kemerahan.
9. mengantuk
Anti Inflemasi Steroid

Saat ini penggunaan steroid sebagai terapi penyakit semakin


meluas. Hormon ini tidak hanya diberikan pada seseorang
yang mengalami kekurangan steroid alami dalam tubuhnya
(misalnya penyakit Addison), tetapi juga pada keluhan
asma, alergi, rheumatoid arthritis, gangguan pencernaan
(ulkus), luka radang (inflamasi) pada mata maupun kulit,
hingga mengatasi reaksi autoimun ketika dilakukan
transplantasi jaringan. Oleh karena itu banyak digunakan
bentuk steroid sintesis dalam praktek pengobatan berbagai
penyakit seperti prednison, prednisolon, metilprednisolon,
deksametason, betametason, dan triamsinolon.
Kinerja steroid dalam tubuh menghasilkan beragam
efek sehingga penggunaan steroid dari luar (eksogen)
selain memiliki efek pengobatan juga perlu diperhatikan
efek sampingnya. Hal ini terjadi terutama bila dipakai
dalam jangka waktu yang lama.
Beberapa efek yang umum terjadi saat melakukan
pengobatan dengan steroid eksogen :
 peningkatan tekanan darah (sehingga perlu
diwaspadai pada pasien hipertensi),
 menghambat pertumbuhan pada anak,
 peningkatan berat badan,
 deposit lemak pada wajah (moon face), dan
 osteoporosis.
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi
kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki
sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya
di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor
protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan
membentuk kompleks reseptor steroid. Kompleks ini
mengalami perubahan lalu bergerak menuju nucleus
dan berikatan dengan kromatin.
Dexametason

Dexamethasone merupakan kelompok obat


kortikosteroid. Obat ini bekerja dengan cara mencegah
pelepasan zat-zat di dalam tubuh yang menyebabkan
peradangan.
Dexamethasone digunakan dalam menangani berbagai
kondisi, misalnya penyakit autoimun seperti sarcoidosis dan
lupus, penyakit inflamasi usus seperti ulcerative colitis dan
penyakit Crohn, beberapa penyakit kanker, dan alergi.
Dexamethasone juga digunakan untuk mengatasi mual
dan muntah akibat kemoterapi, mengobati hiperplasia
adrenal kongnital, serta untuk mendiagnosis penyakit
Cushing.
Tentang Dexamethason
Jenis obat Kortikosteroid

Golongan Obat resep

 Mengatasi alergi

 Mengobati inflamasi atau peradangan

 Meredakan pembengkakan otak


Manfaat  Mengatasi edema makula

 Mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi

 Untuk mendiagnosis penyakit Cushing

 Mengatasi hiperplasia adrenal kongenital

Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak

Bentuk obat Tablet, cairan yang diminum, suntik dan infus


Dosis
Dosis dexamethasone akan tergantung pada penyakit
atau gejala yang ditangani. Umumnya, dosis awal yang
akan diresepkan dokter berada di antara 0.75-9 mg per
harinya. Perlu diketahui bahwa dosis dexamethasone
juga akan disesuaikan dengan perkembangan
penyakit/gejala dan respons tubuh pasien terhadap obat
ini. Untuk pengguna anak-anak, berat badan mereka
juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan dosis
dexamethasone. Untuk informasi lebih lengkap,
tanyakan pada dokter.
Dexamethasone dapat menyebabkan efek samping dan bentuk efek
samping tersebut bisa berbeda-beda pada penggunanya. Ada beberapa
efek samping yang mereda seiring dengan tubuh menyesuaikan diri
dengan obat ini.
Beberapa efek samping dexamethasone yang umum adalah:
 Badan terasa lelah atau lemas
 Gangguan pola tidur
 Sakit kepala
 Vertigo
 Keringat berlebihan
 Jerawat
 Kulit kering dan menipis serta gampang memar
 Pertumbuhan rambut yang tidak biasa
 Perubahan suasana hati seperti depresi dan mudah tersinggung
 Mudah haus
 Sering buang air kecil
 Nyeri otot
 Nyeri pada sendi atau/dan tulang
 Sakit perut atau perut terasa kembung
 Rentan terhadap infeksi
METHYLPREDNISOLONE
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja
intermediate yang termasuk kategori adrenokortikoid,
antiinflamasi dan imunosupresan.
 Adrenokortikoid:
Sebagai adrenokortikoid, metilprednisolon berdifusi
melewati membran dan membentuk komplek dengan reseptor
sitoplasmik spesifik. Komplek tersebut kemudian memasuki
inti sel, berikatan dengan DNA, dan menstimulasi rekaman
messenger RNA (mRNA) dan selanjutnya sintesis protein dari
berbagai enzim akan bertanggung jawab pada efek sistemik
adrenokortikoid. Bagaimanapun, obat ini dapat menekan
perekaman mRNA di beberapa sel (contohnya: limfosit).
lanjutan
 Anti-inflamasi (steroidal)
Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan terhadap
proses inflamasi, karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa dipengaruhi
penyebabnya.
Glukokortikoid menghambat akumulasi sel inflamasi, termasuk makrofag
dan leukosit pada lokasi inflamasi. Metilprednisolon juga menghambat
fagositosis, pelepasan enzim lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa
mediator kimia inflamasi. Meskipun mekanisme yang pasti belum diketahui
secara lengkap, kemungkinan efeknya melalui blokade faktor penghambat
makrofag (MIF), menghambat lokalisasi makrofag: reduksi atau dilatasi
permeabilitas kapiler yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada
endotelium kapiler, menghambat pembentukan edema dan migrasi leukosit;
dan meningkatkan sintesis lipomodulin (macrocortin), suatu inhibitor
fosfolipase A2-mediasi pelepasan asam arakhidonat dari membran fosfolipid,
dan hambatan selanjutnya terhadap sintesis asam arakhidonat-mediator
inflamasi derivat (prostaglandin, tromboksan dan leukotrien). Kerja
immunosupresan juga dapat mempengaruhi efek antiinflamasi.
Lanjutan

 Immunosupresan
Mekanisme kerja immunosupresan belum dimengerti secara
lengkap tetapi kemungkinan dengan pencegahan atau
penekanan sel mediasi (hipersensitivitas tertunda) reaksi imun
seperti halnya tindakan yang lebih spesifik yang mempengaruhi
respon imun, Glukokortikoid mengurangi konsentrasi limfosit
timus (T-limfosit), monosit, dan eosinofil. Metilprednisolon juga
menurunkan ikatan immunoglobulin ke reseptor permukaan sel
dan menghambat sintesis dan atau pelepasan interleukin,
sehingga T-limfosit blastogenesis menurun dan mengurangi
perluasan respon immun primer. Glukokortikoid juga dapat
menurunkan lintasan kompleks immun melalui dasar membran,
konsentrasi komponen pelengkap dan immunoglobulin.
Indikasi

 Abnormalitas fungsi adrenokortikal, untuk pengobatan:


 Insufisiensi adrenokortikal akut dan kronik primer:
 Hidrokortison dan kortison lebih dipilih sebagai terapi
pengganti karena aktivitas mineralokortikoidnya yang berarti.
Penggantian sodium dan cairan juga dibutuhkan. Pada
beberapa pasien penggantian mineralokortikoid tambahan juga
mungkin diperlukan.
 Insufisiensi adrenokortikoid sekunder:
 Penggantian dengan glukokortikoid umumnya mencukupi,
mineralokortikoid tidak selalu dibutuhkan.
Dosis
Dewasa
 Secara intramuskular atau intravena, 10-40 mg (base), diulangi sesuai
keperluan.
 Untuk dosis tinggi (pulse terapi): intravena, 30 mg (base) per kg berat
badan diberikan sekurang-kurangnya 30 menit. Dosis dapat diulangi setiap
4-6 jam sesuai kebutuhan.
 Untuk eksaserbasi akut pada sklerosis ganda: intramuskular atau intravena,
160 mg (base) perhari selama satu minggu, diikuti dengan 64 mg setiap hari
selama satu bulan.
 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per
kg berat badan diberikan selama 15 menit, diikuti dengan 45 menit infus, 5,4
mg per kg berat badan per jam, selama 23 jam.
 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan
pneumosistis carinii: intravena, 30 mg (base) dua kali sehari pada hari
pertama sampai kelima, 30 mg sekali sehari pada hari keenam sampai
kesepuluh, 15 mg sekali sehari pada hari ke sebelas sampai dua puluh satu.
Bayi dan anak:
 Insufisiensi adrenokortikal: intramuskular, 117 mikrogram (0,117 mg) (base) per kg berat
badan atau 3,33 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh sehari (dalam dosis
terbagi tiga) setiap hari ke tiga; atau 39 sampai 58,5 mikrogram (0,039 sampai 0,0585
mg) (base) per kg berat badan atau 1,11 sampai 1,66 mg (base) permeter persegi
permukaan tubuh sekali sehari.
 Untuk pengobatan luka tulang punggung akut: intravena, 30 mg (base) per kg berat
badan diberikan selama 15 menit, diikuti selama 45 menit dengan infus 5,4 mg per kg
berat badan per jam, selama 23 jam.
 Indikasi lain: intramuskular, 139-835 mikrogram (0,139-0,835 mg) (base) per kg berat
badan atau 4,16-25 mg (base) permeter persegi permukaan tubuh setiap 12 sampai 24
jam.
 Untuk pengobatan tambahan pada AIDS yang berhubungan dengan pneumosistis
carinii: Anak-anak berusia 13 tahun atau kurang: dosis belum ditentukan secara pasti.
Anak-anak berusia lebih dari 13 tahun: sama dengan dosis dewasa.

Efek Samping
 Insufisiensi adrenokortikal:
Dosis tinggi untuk periode lama dapat terjadi penurunan sekresi endogeneous
kortikosteroid dengan menekan pelepasan kortikotropin pituitary insufisiensi
adrenokortikal sekunder.
 Efek muskuloskeletal:
Nyeri atau lemah otot, penyembuhan luka yang tertunda, dan atropi matriks
protein tulang yang menyebabkan osteoporosis, retak tulang belakang karena
tekanan, nekrosis aseptik pangkal humerat atau femorat, atau retak patologi tulang
panjang.
 Gangguan cairan dan elektrolit:
Retensi sodium yang menimbulkan edema, kekurangan kalium, hipokalemik
alkalosis, hipertensi, serangan jantung kongestif.
 Efek pada mata:
Katarak subkapsular posterior, peningkatan tekanan intra okular, glaukoma,
eksoftalmus.
 Efek endokrin:
Menstruasi yang tidak teratur, timbulnya keadaan cushingoid, hambatan
pertumbuhan pada anak, toleransi glukosa menurun, hiperglikemia, bahaya diabetes
mellitus.
 Efek pada saluran cerna:
Mual, muntah, anoreksia yang berakibat turunnya berat badan, peningkatan selera
makan yang berakibat naiknya berat badan, diare atau konstipasi, distensi abdominal,
pankreatitis, iritasi lambung, ulceratif esofagitis.
 Juga menimbulkan reaktivasi, perforasi, perdarahan dan penyembuhan peptik ulcer
yang tertunda.
 Efek sistem syaraf:
Sakit kepala, vertigo, insomnia, peningkatan aktivitas motor, iskemik neuropati,
abnormalitas EEG, konvulsi.
 Efek dermatologi:
Atropi kulit, jerawat, peningkatan keringat, hirsutisme, eritema fasial, striae, alergi
dermatitis, urtikaria, angiodema.
 Efek samping lain:
Penghentian pemakaian glukokortikoid secara tiba-tiba akan menimbulkan efek
mual, muntah, kehilangan nafsu makan, letargi, sakit kepala, demam, nyeri sendi,
deskuamasi, mialgia, kehilangan berat badan, dan atau hipotensi.
Interaksi Obat
 Enzim penginduksi mikrosom hepatik.
Obat seperti barbiturat, fenitoin dan rifampin yang menginduksi enzim hepatik dapat meningkatkan
metabolisme glukokortikoid, sehingga mungkin diperlukan dosis tambahan atau obat tersebut tidak
diberikan bersamaan.
 Anti inflamasi nonsteroidal.
Pemberian bersamaan dengan obat ulcerogenik seperti indometasin dapat meningkatkan resiko
ulcerasi saluran pencernaan. Aspirin harus diberikan secara hati-hati pada pasien hipotrombinernia.
Meskipun pemberian bersamaan dengan salisilat tidak tampak meningkatkan terjadinya ulcerasi
saluran pencernaan, kemungkinan efek ini harus dipertimbangkan.
 Obat yang mengurangi kalium.
Diuretik yang mengurangi kadar kalium (contoh: thiazida, furosemida, asam etakrinat) dan obat
lainnya yang mengurangi kalium oleh glukokortikoid. Serum kalium harus dimonitor secara seksama
bila pasien diberikan obat bersamaan dengan obat yang mengurangi kalium.
 Bahan antikolinesterase.
Interaksi antara glukokortikoid dan antikolinesterase seperti ambenonium, neostigmin,
ataupyridostigmin dapat menimbulkan kelemahan pada pasien dengan myasthenia gravis. Jika
mungkin, pengobatan antikolinesterase harus dihentikan 24 jam sebelum pemberian awal terapi
glukokortikoid.
 Vaksin dan toksoid.
Karena kortikosteroid menghambat respon antibodi, obat dapat menyebabkan pengurangan respon
toksoid dan vaksin inaktivasi atau hidup.
SESI TANYA
JAWAB
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai