Penggolongan Aktiva Produktif (yang sebagian besar
terdiri dari kredit) menurut kualitasnya telah mengalami perubahan. Sebelum Februari 1998, kualitas aktiva produktif dibagi menjadi 4 golongan : Lancar, Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. Perubahan dilakukan sesuai perkembangan kondisi perbankan yang berkaitan juga dengan perlunya pemilihan yang lebih tajam dalam melihat kesehatan bank, serta untuk menentapkan penyisihan cadangan penghapusan aktiva produktif yang memadai untuk menyangga operasi perkreditan bank. Klasifikasi dan Kriteria Penggolongan Kredit 3. Kurang Lancar (Sub Standard) 5. Macet (Loss) • Terdapat tunggakan angsuran pokok dan atau • Terdapat tungakan angsuran 1. Lancar (Pass) bunga yang telah melampaui 90 hari pokok dan atau bunga telah • Pembayaran angsuran pokok dan/ atau • Frekuensi mutasi rekening relatif rendah melampaui 270 hari • Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang • Kerugian operasional ditutup bunga tepat waktu dijanjikan lebih dari 90 hari dengan pinjaman baru • Memiliki mutasi rekening yang aktif • Dari segi hukum maupun • Terdapat indikasi masalah keuangan yang • Bagian dari kredit yang dijamin kondisi pasar, jaminan tidak dihadapi debitur dengan angunan tunai (cash • Dokumentasi pinjaman yang lemah dapat dicairkan pada nilai collateral) wajar. • Terdapat tunggakan angsuran pokok • Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari dan atau bunga yang belum • Terjadi kapitalisasi bunga 2. Dalam Perhatian melampaui 90 hari • Terjadi tunggakan angsuran pokok dan • Kadang-kadang terjadi cerukan atau bunga yang telah melampaui 180 Khusus (Special • Mutasi rekening relatif aktif hari Mention) • Jarang terjadi pelangaran terhadap • Terjadi cerukan yang bersifat permanen kontrak yang diperjanjikan • Didukung oleh pinjaman baru 4. Diragukan (Doubtful) Untuk kredit yang berhasil Kualitas diselamatkan pada waktu penyelamatan dapat Kredit Yang memenuhi kolektibilitas Lancar (pass), selama 6 Diselamatkan bulan sejak penyelamatan, kredit tersebut tinggi- tingginya digolongkan sebagai Kurang Lancar Non Performing Loan (NPL)
Istilah kredit bermasalah sering juga
dipakai untuk kredit macet yang sudah di hapus dari pembukuan bank. Agar tidak menimbulkan kerancuan untuk selanjutnya. Yang dimaksud dengan NPL dalam tulisan ini adalah debitur atau kelompok debitur yang masuk dalam golongan 3,4 dan 5 dari 5 golongan kredit tersebut diatas yaitu debitur yang kurang lancar, diragukan dan macet. Pengaruh NPL Terhadap Operasi Bank Pada posisi neraca bank sebelum ada NPL, kita asumsikan loan (L) sama dengan deposit (D) atau dengan kata lain loan deposit ratio = 1 (LDR 100%). Bunga yang dikenakan terhadap kredit yang diberikan rata-rata diasumsikan sebesar 20%, kredit 100% lancar dan semua kredit membayar bunga. Bunga untuk deposit yang dibayarkan bank diasumsikan rata-rata 12%. Beban overhead bank diasumsikan sebesar 5%. Semua % dihitung dari L atau D yang sesuai asumsi diatas jumlahnya sama. Profit atau keuntungan bank dengan mudah dihitung sebagai berikut : Profit = (20% x L) – (12% x D) – 5% d, karena L = D maka Profit = 3% x D Pengaruh NPL Terhadap Operasi Bank Pada keadaan yang sudah memburuk dimana kalau diasumsikan NPL sudah mencapai 30% x L (dan kondisi ini banyak dialami bank umum bahkan lebih buruk), serta diantara yang 30% tersebut terdapat kredit macet sebesar 10% x L, LDR masih sama (100%) maka perhitungan profit akan seperti berikut : Profit = (70% x (20% x L)) – (12% x D) – 5% x D Profit = 14% x L – 12% x D – 5% x D Profit = -3% x D (minus atau rugi) Pembentukan Cadangan NPL Bank perlu menyisihkan sebagaian pendapatan bank untuk berjaga- jaga agar dapat menutup kerugian yang akan timbul apabila suatu saat kredit yang diberikan bank ternyata mengalami kemacetan. Penyisihan untuk pembentukan cadangan NPL harus dilakukan sesuai aturan yang ditetapkan. Dalam Strandar Akuntansi Keuangan (PSAK No.31), cadangan tersebut disebut sebagai Penyisihan Penghapusan Kredit atau PPK, dan penyajiannya dalam neraca adalah sebagai offcetting account yang muncul sebagai pengurangan dari jumlah kredit yang diberikan pada aktiva bank. Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
1. Cadangan Umum, yang 2. Cadangan khusus untuk
sekurang-kurangnya sebesar kredit yang diberikan, yang 1% (satu perseratus) dari sekurang-kurangnya total aktiva produktif sebagai berikut ini :
Kolektibilitas Kredit PPAP
2.1 Dalam Perhatian Khusus (Special Mention) 5% 2.2 Kurang Lancar (substandard) 15% 2.3 Diragukan (Doubtfull) 50% 2.4 Macet (Loss) 100% Masing-masing telah dikurangi dengan nilai anggunan tunai (cash collateral). Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
3. Cadangan khusus untuk surat berharga, yang
sekurang-kurangnya 100% (serratus per serratus) dari surat berharga yang digolongkan macet. Pengaruh Penghapusan Kredit Macet
Penghapusan kredit macet mempengaruhi terhadap neraca bank. Dengan
penghapusan kredit macet yang bukan lagi merupakan produktif asset, berat jumlah produktif asset dalam akuntansi bank mengecil namun lebih bersih atau lebih produktif. Bank yang baik tidak terpengaurh dengan penghapusan kredit macet karena sudah menyiapkan cadangan yang cukup, malah berdampak positif terhadap operasi bank selanjutnya, bahkan apabila kredit macet yang sudah dihapus bukukan dapat ditagih kembali baik sebagian maupun seluruhnya, maka hasil itu akan meningkatkan kembali cadangan penghapusan kredit atau PPAP bank yang otomatis memperkuat posisi bank. Penanganan NPL
Penjadwalan Ulang Reconditioning Restructuring (Reschedulling) Penggolongan Kredit Menurut Resiko
Exposure kredit dapat pula disusun dan
dikelompokkan berdasarkan tingkatan risiko masing-masig debitur. Kesimpulan berdasarkan profil risiko menunjukkan komposisi kredit menurut risiko dan dari komposisi tersebut menejemen dapat melihat komposisi kualitas kredit dan dapat memutuskan perhatian pengawasan kredit pada kredit high risk, poor quality, dan below average. Penggolongan Kredit Menurut Resiko Kredit juga dikelompokkan menurut kriteria besarnya limit atau sifat umum penerimanya sebagai berikut : • Corporate • Commercial dan • Consumers credit Pengelompokkan seperti itu juga terbaik dengan risiko masing-masing kelompok kredit tersebut, karena risikonya berbeda satu sama lain dapat dikemukakan bahwa : • Kerugian paada consumers exporsures lebih dapat diramalkan, lebih rendah gejolaknya dan kurang berpengaruh pada siklus di bandingkan dengan exposure comercial credit. • Untuk portofolio komersial kredit, kerugian akibat gejolak selama berlangsungnya suatu siklus ekonomi niainya dapat jauh lebih besar. Beberapa Penyebab NPL 1. Penyebab Eksternal a. Pengaruh Makro (Systematic Risk) b. Kecurangan (Operasional Risk / Fraud Risk) 2. Penyebab Internal a. Tidak memiliki pengetahuan, pengalaman dan intergritas (op rasional risk / fraud risk) b. Ingin cepat berkembang (oprational risk) c. Pelanggaran batas wewenang (risiko operasional/frau rsik) d. Pencairan sebelum persyaratan kredit di penuhi (operasional risk/legal risk/reputationa risk)
3. Kombinasi Penyebab Eksternal Dan Interal
a. Intersi yang dilayani (fraud risk) b. Kolusi (fraud risk) c. Plafondering (operasional risk/fraud risk) Usaha Mencegah NPL
Pengelolaan Kredit Harus Orang
Terpilh
Fit and Proper Test Oleh Bank
Indonesia
Benahi Sisdur dan Laksanakan
Secara Konsekuen
Melaksanakan KYC Principle
Contoh Kasus Kredit Macet Perbankan Naik jadi 2,6% Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perbankan nasional mengalami tren peningkatan dalam tiga bulan terakhir. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, rasio kredit macet perbankan perlahan naik dari 2,50 persen pada Juni 2019 menjadi 2,60 persen pada Agustus 2019. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja, menuturkan penyebab peningkatannya adalah kasus gagal bayar kredit sejumlah perusahaan besar yang melibatkan beberapa bank nasional. Penyebab naiknya NPL industri mungkin karena kasus gagal bayar, seperti Krakatau Steel dan Duniatex Group. Seperti diketahui, kegagalan PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST), anggota Duniatex Group, membayar bunga dan pinjaman senilai US$ 11 juta dari pinjaman total sindikasi senilai US$ 260 juta pada Juli lalu menyeret sejumlah bank yang menjadi kreditornya. Contoh Kasus Kredit Macet Perbankan Naik jadi 2,6% Berikutnya adalah persoalan beban keuangan yang mendera perusahaan pelat merah PT Krakatau Steel Tbk akibat menumpuknya utang terhadap enam lembaga keuangan hingga memerlukan restrukturisasi. Hingga Juni 2019, tingkat NPL korporasi BCA tercatat sebesar 1,39%. Adapun Krakatau Steel akhir September lalu akhirnya meneken perjanjian kredit restrukturisasi dengan BCA, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank ICBC Indonesia, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim menuturkan, dengan adanya perjanjian ini, pihaknya akan mendapatkan relaksasi pembayaran utang, termasuk di dalamnya tenor atau jangka waktu pelunasan pinjaman yang menjadi lebih panjang. Analisis : Ke depan, untuk mengantisipasi kredit macet terutama di segmen menengah, perbankan seharusnya mengedepankan pengecekan rekam jejak (track checking). Tujuannya, untuk mengecek keaslian atau keabsahan data debitur. Pengecekan seharusnya dilakukan ke pemasok (supplier) yang selama ini bekerja sama dengan debitur, dan kepada kreditur kredit sebelumnya. Selain itu, pihak bank harus meningkatkan kewaspadaan pegawainya agar tidak hanya mengandalkan data keuangan dari akuntan publik. Bank juga harus lebih selektif dalam memilih kantor akuntan publik yang kredibel. Question :