Evaluasi Bioavailabilitas Absolut, Bioekivalensi Tiga
Formulasi Oral Crizotinib, dan Efek Makanan terhadap Farmakokinetik Crizotinib pada Subjek Sehat
Naimatus Sholikhah I1C017010
Septi Dwijayanti Marheni I1C017036 Aqmarina Tamimi I1C017064 Aulia Balqiska I1C017086 Pendahuluan • Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) merupakan persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut. Bioavailabilitas dapat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin. Bioavailabilitas absolut yaitu apabila dibandingkan dengan sediaa intravena yang bioavailabilitasnya 100% dan bioavailabilitas relative yaitu apabila dibandingkan dengan sediaan bukan intravena (Badan POM RI, 2004). • Bioekivalensi merupakan perbandingan bioavailabilitas dari dua atau lebih produk obat. Dua produk atau formulasi yang mengandung zat aktif sama dikatakan bioekivalen jika kecepatan dan jumlah yang diabsorpsi sama (Chereson, 1999) Crizotinib • Crizotinib (Xalkori®) adalah obat yang diadministrasikan secara oral, bersifat selektif, dengan molekul kecil, yang merupakan inhibitor kompetitif ATP terhadap limfoma kinase (ALK) dan faktor transisi epitel mesenkimal/reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) hepatosit tyrosine kinase, dan baru-baru ini telah disetujui sebagai pengobatan untuk kanker paru-paru non-small sel (NSCLC) dengan ALK-positif • Tujuan dari studi bioavailabilitas absolut pada penelitian ini adalah untuk menentukan fraksi crizotinib yang diserap setelah pemberian oral dan untuk memberikan informasi tentang distribusi dan eliminasi crizotinib. Sebuah studi terpisah yang mencakup penilaian bioavailabilitas / bioekivalensi formulasi kapsul relatif terhadap powder in capsule (PIC) klinis dan formulasi immediate-release tablet (IRT) (digunakan untuk data keamanan dan kemanjuran crizotinib) yang dilakukan dengan membandingkan FC komersial dengan formulasi crizotinib lainnya yang digunakan selama pengembangan klinis (PIC dan IRT). Studi ini juga termasuk ke dalam penilaian efek potensial dari makanan tinggi berlemak terhadap parameter farmakokinetik crizotinib dosis tunggal (PK) setelah pemberian formulasi IRT untuk memberikan informasi tentang bagaimana crizotinib sebaiknya harus diberikan. METODE PENELITIAN • Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi protokol (A8081011 & A8081011) dengan dokumetasi permohonan izin informasi telah disetujui oleh Komite Etik Rumah Sakit Erasme di Brussels, Belgia. (Xu et al.,2014) SUBJEK PENELITIAN • Subjek yang terlibat adalah pria atau wanita sehat yang tidak sedang mengandung atau akan melahirkan, berusia diantara 18 sampai 55 tahun, dengan luas permukaan tubuh berukuran 17,5-30,5kg/m2 dan total berat badan adalah >50 kg (110 lb). • Dalam penelitian ini, sebanyak 14 subjek pria terlibat dalam studi A8081010. Sedangkan, sebanyak 36 subjek terlibat dalam studi A8081011 • Subjek yang terlibat juga tidak sedang memiliki riwayat penyakit signifikan, tidak sedang menggunakan obat-obatan, tidak memiliki riwayat konsumsi alkohol berlebih, nilaI QTc < 450 ms, tidak mengonsumsi suplemen dalam waktu 7 atau 5 hari terakhir, sebelumnya tidak mendonasikan darah sejumlah 500mL dalam waktu 56 hari terakhir, tidak mengidap hepatitis B atau C, dan tidak merokok.(Xu et al.,2014) Persyaratan Subyek Berdasarkan parameter bioavailabilitas yang utama, yakni AUC atau luas area dibawah kurva, kadar obat dalam darah terhadap waktu, yang menunjukkan jumlah obat yang masuk peredaran darah sistemik. Untuk desain menyilang 2-way, jumlah subyek yang dibutuhkan ditentukan oleh: a) Perbedaan nilai rata-rata AUC antara produk uji (test= T) dan produk pembanding (reference= R) yang sesuai dengan kriteria bioekivalen, yakni rasio nilai rata-rata geometrik (AUC/AUCR = 1.000 dengan 90% CI= 0.80-1.25) b) Batas kemaknaan α diambil 5% (1-arah) c) Power, yakni probabilitas untuk menerima bioekivalensi dengan benar (diambil 90% 1-arah). Koefisien variasi (coefficient of variation = CV) instrasubyek dari AUC obat yang diteliti diperkirakan dari percobaan pendahuluan, dari studi sebelumnya atau dari data terpublikasi. Dengan ketentuan a), b) dan c) tersebut atas, maka jumlah subyek tergantung dari CV intrasubyek sebagai berikut (umumnya, CV intrasubyek < 20 %); (BPOM,2004) DESAIN PENELITIAN PEMBERIAN
Semua dosis oral crizotinib diberikan dengan 240 mL air.
Tablet dan kapsul diharuskan untuk ditelan utuh tanpa dikunyah. Untuk menguji efek adanya makanan, subyek diharuskan untuk mengkonsumsi makanan tinggi lemak yang disediakan oleh tim peneliti/investigator sebelum pemberian obat. Makanan harus diselesaikan dalam waktu 30 menit, dengan crizotinib FC (Commercial Formulated Capsule) diberikan 30 menit setelah dimulainya makan. Untuk terapi lainnya, subjek berpuasa selama 10 jam sebelum diberikan crizotinib. • Sampel darah ( 3mL untuk Studi A8081010 dan 4mL untuk Studi A8081011) dikumpulkan ke dalam tabung yang sudah dilabel terlebih dahulu secara tepat (baik mengenai sampel dan waktu pengambilan) yang mengandung asam dipotassium ethylenediamineteraacetic. • Untuk pengujian IV (1A, Tabel 1), pengumpulan dilakukan pada waktu ke-0 (predose), dan ke-1, 2, 2.5, 3, 4, 6, 8, 12, 24, 36, 48, 72, 96, dan 144 jam setelah dimulainya infus crizotinib. Untuk semua pengujian oral, pengumpulan dilakukan pada waktu ke-0 (predose), dan 1, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 12, 24, 36, 48, 72, 96, dan 144 jam setelah pemberian dosis oral. • Setelah dikumpulkan, sampel darah harus segera diproses dan dihindarkan dari sinar matahari langsung karena sifat crizotinib yang peka terhadap cahaya. • Konsentrasi plasma crizotinib dan metabolitnya, PF-06260182, ditentukan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (High-Performance Liquid Chromatography/HPLC) dan spektrometri massa, yang keduanya bersifat spesifik, tervalidasi dan sensitif. • Kemudian data dianalisis dengan menggunakan metode non-kompartemental melalui eNCA (v2.2.2, Pfizer internal program, Groton, CT, USA) untuk mengestimasi parameter PK Hasil Bioavailabilitas • Pada studi A8081010, Cmax crizotinib didapati lebih tinggi setelah pemberian 50 mg dosis IV dibandingkan setelah pemberian secara oral (250 mg), sedangkan AUCinf didapati lebih besar nilainya pada pemberian secara oral. • Jika diasumsikan ketika klirens hepatik kondisinya sama antara pemberian secara IV dan oral, maka setelah pemberian IV crizotinib yaitu 0,0343, dibandingkan dengan pemberian oral yaitu 0,148, hal ini dapat Hasil Bioekivalensi • Pada studi A8081011, kadar sistemik crizotinib dan PF-06260182 diobservasi setelah pemberian formulasi IRT, PIC, dan FC dalam keadaan berpuasa. Tabel 4. rangkuman plasma Crizotinib dan PF-06260182 Parameter Farmakokinetika diikuti pemberian tunggal dari 3 formulasi berbeda dari Crizotinib pada keadaan berpuasa (penelitian A8081011)(Xu et al.,2014).
Kadar yang diukur dapat dilakukan dengan beberapa
cara sebagai berikut: a.Kadar yang diukur dalam plasma/ serum biasanya senyawa induk. Jika hal ini tidak mungkin (karena kadarnya terlalu rendah, atau tidak stabil dalam matriks biologik, atau waktu paruhnya terlalu pendek,) maka dalam hal ini diukur metabolit utamanya; b.Pengukuran kadar hasil biotransformasi harus dilakukan jika senyawa induknya berupa prodrug; c.Jika dihasilkan metabolit aktif yang memberikan kontribusi yang bermakna terhadap aktivitas obat secara keseluruhan dan farmakokinetiknya tidak linear, maka kadar keduanya harus diukur, baik senyawa induk maupun metabolit aktifnya, dan dievaluasi secara terpisah; Untuk obat atau metabolit aktifnya yang mempunyai waktu paruh eliminasi (t ½ ) yang panjang (> 24 jam sampel darah harus diambil sampai sedikitnya 72 jam jika variabilitas intrasubyek kecil, atau lebih lama jika variabilitas instra-subyek besar; (BPOM,2004) Tabel 5. Rangkuman plasma Crizotinib dan PF-06260182 Parameter Farmakokinetika diikuti pemberian tunggal dari formulated capsule (FC) Crizotinin pada keadaan berpuasa dan makan (penelitian A8081011).(Xu et al.,2014). . Berdasarkan rasio rata-rata geometrik yang disesuaikan (makan/puasa),
Penurunan yang diamati dalam
crizotinib (Cmax dan AUC) dengan makanan, tidak dianggap Gambar 4. Rata-rata konsentrasi plasma berdasar waktu setelah pemberian dosis bermakna secara klinis ketika oral tunggal crizotinib 250 mg FC dengan atau tanpa kondisi makan dilihat dalam konteks variabilitas antar subyek Tabel 6. Formulasi FC adalah bioekivalen terhadap formulasi IRT dan PIC dengan rasio AUCinf rata-rata 99,6% dan 107% (Test/Reference), dan 90% CI jatuh dalam batas 80-125%, yang menunjukkan bioekivalensi pada kedua kasus Berdasarkan rasio rata-rata geometrik yang disesuaikan (makan / puasa), pemberian crizotinib sebagai FC dengan makanan berlemak tinggi menghasilkan penurunan AUCinf dan Cmax sekitar 14%. EFEK SAMPING
• Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah diare dengan
derajat ringan baik pada studi A8081010 ataupun A8081011, dan lebih dari satu subjek pada perawatan secara IV merasakan nyeri pada tempat kateter. • Semua efek samping yang dialami subjek berada dalam derajat ringan, kecuali terdapat satu yang bersifat derajat sedang, yaitu influenza, yang muncul pada hari ke-13 setelah pemberian terapi secara IV dan masih terus berlangsung hingga pada saat pengumpulan sampel, dimana hal ini dapat dipertimbangkan karena adanya infeksi virus dan bukan karena studi terapi ini Tabel 7. Kejadian efek samping pada studi A8081010 dan A80801011
• Total 19 efek samping kausalitas
yang timbul akibat pengobatan (sebelas dari delapan subjek selama IV pengobatan dan delapan dari lima subyek selama perawatan oral) dilaporkan (Tabel 7). KESIMPULAN • Crizotinib memiliki bioavailabilitas absolut sekitar 43% setelah pemberian dosis p.o. 250 mg dibandingkan dengan pemberian dosis i.v. 50 mg. • Formulasi yang digunakan dalam pengembangan klinis (PIC dan IRT) adalah bioekuivalen dengan bentuk FC yang dipasarkan. Selain itu, temuan ini menunjukkan bahwa ketiga formulasi dapat digunakan secara bergantian dalam pengaturan penelitian klinis. • Meskipun makanan tinggi lemak menghasilkan sedikit penurunan paparan crizotinib, hal tersebut tidak bermakna secara klinis dan crizotinib dapat diberikan tanpa memperhatikan makanan. DAFTAR PUSTAKA Badan POM RI. 2004. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Chereson, R., 1999, Bioavailability, Bioequivalence, and Drug Selection, in Makoid M. C., Vuchetich, P. J., and Banakar, U. V. (Eds.), Basic Pharmacokinetics, 1st Edition, Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5th Edition. Singapore : McGraw-Hill. Xu, H., M. O’Gorman, T. Boutros, N. Brega, C. Kantaridis, W. Tan, dan A. Bello. 2015. Evaluation of Crizotinib Absolute Bioavailability, the Bioequivalence of Three Oral Formulation, and the Effect of Food on Crizotinib Pharmacokinetics in Healthy Subjects. The Journal of Clinical Pharmacology. 55 (1):104-113. TERIMAKASIH