Anda di halaman 1dari 38

ASMA

Farmakoterapi Terapan

Disusun oleh :

Irma Suryani (3351191063)


Siti Hajar (3351191068)
Siska Aisha Irwan (3351191073)
Dyan Bintari (3351191080)
Meylinda Constinova (3351191084)
Rinda Asri Septiani (3351191089)
Tita Andriana (3351191094)
POKOK BAHASAN
Studi Kasus
9 1 Definisi

Terminologi
8 2 Prevalensi
Medik Asthma

3 Patofisiologi
Interaksi Obat 7
Pengobatan pada 6 5 4
Kondisi Khusus Faktor Resiko
Penanganan farmakologi
& non farmakologi
DEFINISI

Asma berasal dari kata asthma. Kata


ini berasal dari bahasa Yunani yang
memiliki arti sulit bernafas.

Asma adalah gangguan inflamasi


kronik jalan udara yang melibatkan
peran banyak sel dan komponennya.
PREVALENSI
Angka kejadian asma di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
mencapai 4,5%. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005 mencatat 225.000 orang meninggal
karena asma, dan menurut Kementrian Kesehatan RI tahun 2011 Penyakit asma masuk dalam
sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia dengan angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit asma diperkirakan akan meningkat sebesar 20% pada 10 tahun
mendatang, jika tidak terkontrol dengan baik.

Prevalensi asma di Indonesia adalah 4,5% dari populasi, dengan jumlah kumulatif kasus asma
sekitar 11.179.032. Asma berpengaruh pada disabilitas dan kematian dini terutama pada anak usia
10-14 tahun dan orang tua usia 75-79 tahun. Di luar usia tersebut kematian dini berkurang, namun
lebih banyak memberikan efek disabilitas. Saat ini, asma termasuk dalam 14 besar penyakit yang
menyebabkan disabilitas di seluruh dunia.

Prevalensi asma di Indonesia mencapai 4,5% atau setara dengan 11,8 juta pasien. Sementara itu,
prevalensi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) mencapai 3,7% setara dengan 9,7 juta jiwa. Hanya
29% dari populasi penderita dewasa penyakit asma yang dirawat, sisanya tidak terawat atau
terawatt sebagian.
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
PATOFISIOLOGI
GEJALA

Lebih dari satu gejala berikut: mengi,


1
sesak napas, batuk, dada terasa berat,
terutama pada orang dewasa.

2 Gejala sering memburuk malam hari


atau menjelang pagi.

3 Gejala bervariasi dari waktu ke waktu


dan intensitasnya.

4 Ada faktor pencetus (GINA, 2014).


DIAGNOSIS

Diagnosis asma yang tepat sangatlah


penting, sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi
(wheezing) dan/atau batuk kronik
berulang merupakan awal untuk
menegakkan diagnosis. (Kemenkes RI,
2008)
DIAGNOSIS

01 ANAMNESIS
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:

• Apakah ada batuk yang berulang terutama pada • Apakah gejala-gejala tersebut diatas berkurang
malam hari menjelang dini hari ? atau hilang setelah pemberian obat pelega
• Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa (bronkodilator) ?
berat atau batuk setelah terpajan alergen atau • Apakah ada batuk, mengi, sesak didada jika terjadi
polutan ? perubahan musim/cuaca atau suhu yang ekstrim
• Apakah pada waktu pasien mengalami salesma (tiba-tiba) ?
(common cold) merasakan sesak didada dan • Apakah ada penyakit alergi lainnya (rhinitis,
salesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau dermatitis atopi, konjunktivis alergi) ?
lebih) ? • Apakah ada keluarga (kakek/nenek/orang tua,
• Apakah ada mengi atau rasa berat didada atau batuk anak, saudara kandung, saudara sepupu ada yang
setelah melakukan aktifitas atau olah raga ? menderita asma atau alergi ?
DIAGNOSIS

02 PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan.
Tanda-tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien
asma tidak didapatkan mengi diluar serangan. Pada asma yang sangat berat mengi dapat tidak
terdengar (silent chest) biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal
sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
• Inspeksi
• Palpasi
• Perkusi
• Puskultasi
DIAGNOSIS

03 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer.
 Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peek flow rate meter.
 Uji reversibilitas dengan bronkodilator.
 Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
 Uji alergi (tes tusuk kulit / skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
 Foto toraks, penyakit ini digunakan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
DIAGNOSIS BANDING
ANAK DEWASA
• Rinosinusitis
• Refluks gastroesofageal • Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)

• Infeksi respiratorik bawah viral berulang • Bronkhitis kronik


• Displasia bronkopulmoner • Gagal jantung kongestif
• Tuberkulosis • Batuk kronik akibat lain-lain
• Malformasi kogenital yang menyebabkan • Disfungsi laring
penyempitan saluran respiratorik intratorakal • Obstruksi mekanis
• Aspirasi benda asing
• Emboli paru
• Sindrom dyskinesia silier primer
• Defisiensi imun
• Penyakit jantung bawaan
FAKTOR RESIKO
Respiratory infection Emotions Family History
Respiratory Syncytial Virus (RSV), Kegelisahan, stress, tertawa. Jika seseorang memiliki orang tua dengan
asma, maka orang tersebut tiga sampai
Rhinovirus, Influenza, Parainfluenza,
enam kali lebih mungkin terserang asma
Mycoplasma pneumonia. Drugs/preservatives daripada orang yang tidak memiliki orang
Aspirin, NSAID (COX inhibitor), sulfat, tua dengan asma.
benzalkonium klorida,
Allergens β-bloker non selektif.
Serbuk sari (rumput, pohon), tungau, Smoking
bulu binatang, kecoak, spora jamur. Asap rokok mengiritasi
Exercise
saluran pernafasan.
Olahraga berlebihan.
Environment Obesity
Air dingin, kabut, sulfur dioxide, Occupational stimuli Anak-anak dan orang dewasa
nitrogen diokside, asap tembakau, yang kelebihan berat badan atau
Tepung, jerami, rempah, dll.
asap kayu. obesitas memiliki risiko lebih
besar terkena asma.
MANIFESTASI KLINIK
ASMA PARAH AKUT
ASMA KRONIK
 Asma tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi
 Ditandai dengan dispnea yang disertai dengan
keadaan akut ketika inflamasi.
bengek.
 Edema saluran udara dan akumulasi mukus
 Pasien dapat mengeluhkan sempit dada, batuk
berlebihan. Pasien mungkin mengalami
(terutama malam hari), atau bunyi saat
kecemasan dan mengeluhkan dispnea parah,
bernafas.
napas pendek, sesak napas, atau rasa terbakar.
 Hal ini dapat terjadi saat latihan fisik tapi dapat
 Penyempitan saluran udara yang serius yang
terjadi secara spontan atau berhubungan
tidak responsif terhadap terapi bronkodilator
dengan alergen tertentu.
biasa.
ASMA KRONIK
1. Mempertahankan aktivitas dan fungsi paru-
paru normal.
2. Mencegah gejala kronis yang mengganggu.
3. Mencegah memburuknya asma secara
berulang dan meminimalisasi kebutuhan
untuk masuk ICU atau rawat inap.
4. Menyediakan farmakoterapi optimum.

TERAPI TUJUAN
TERAPI
ASMA PARAH AKUT
1. Perbaikan Hipoksemia signifikan.
2. Pembalikan tempat penutupan saluran
udara.
3. Pengurangan kecenderungan penutupan
aliran udara yang parah timbul kembali.
4. Pengembangan rencana aksi tertulis jika
keadaan memburuk.
PENANGANAN
FARMAKOLOGI

TUJUAN :

MEDIKASI ASMA Mengatasi dan


Mencegah Gejala
Obstruksi Jalan Napas

PELEGA PENGONTROL
PENANGANAN
FARMAKOLOGI
Untuk dilatasi jalan napas Tidak memperbaiki
melalui relaksasi otot polos. inflamasi jalan napas atau
menurunkan
hiperesponsif jalan napas.

Memperbaiki dan atau TERAPI PELEGA  Agonis beta2 kerja singkat


menghambat bronkokontriksi  Kortikosteroid sistemik
yang berkaitan dengan gejala  Antikolinergik
akut seperti mengi, rasa berat di  Aminofilin
dada dan batuk.  Adrenalin

MEKANISME CONTOH OBAT


PENANGANAN
FARMAKOLOGI
Medikasi asma jangka
panjang untuk
mengontrol asma
Diberikan setiap hari untuk
Contoh:
mencapai dan mempertahankan
 Kortikosteroid inhalasi
keadaan asma terkontrol pada
 Kortikosteroid sistemik
asma persisten
 Methyl xanthin
 Agonis beta 2 kerja lama
 Leukotrien modifier
 Nedokromil sodium
 dll

TERAPI PENGONGTROL
Klasifikasi Keparahan : Ciri Klinis Sebelum Penanganan Pengobatan yang Diperlukan untuk Pemeliharaan Kontrol Jangka Panjang

3
Gejala/Siang PEF atau FEV1
Pengobatan Sehari-hari
Gejala/Malam Variabilitas PEF
LANGKAH 4 Kontinyu <60%
Parah Sering >30% Pengobatan utama
Persisten - Dosis tinggi inhalasi kortikosteroid, dan
- Inhalasi β2 agonis kerja panjang, dan jika diperlukan
- Kortikossteroid tablet atau sirup (2 mg/kg/hari, tidak boleh melebihi 60mg/hari). (Pemakaian berulang dapat mereduksi
kortikosteroid sistemik dan untuk pemeliharaan gunakan kortikosteroid dosis tinggi)
Setiap hari >60 % - <80%
Pengobatan Utama
LANGKAH 3 >1 malam/minggu 20-30%
Dosis rendah-menengah inhalasi kortikosteroid dan inhalasi β2 agonis kerja panjang
Sedang
Alternatif Pengobatan
Persisten
- Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang, atau
- Dosis rendah sampai tinggi inhalasi kortikosteroid dan salah satu modifikasi leukotrien atau teofilin

Jika dibutuhkan (khususnya pada pasien dengan eksaserbasi parah


Pengobatan Utama
-Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan ditambahkan inhalasi β2 agonis kerja panjang
Alternatif Pengobatan
-Meningkatkan inhalasi kortikosteroid dengan range dosis sedang dan ditambahkan salah sat modifikasi leukotrien atau
teofilin
LANGKAH 2 >2/mgg tapi >80%
Ringan <1x/hari 20-30% Pengobatan Utama
Persisten >2 malam/minggu Dosis rendah inhalasi kortikosteroid
Alternatif Pengobatan
Kromolin, Leukotrien, Nedokromil, atau Teofilin lepas lambat dengan konsentrasi serum 5-15 µg/ml

LANGKAH 1 ≤2 hari/minggu ≥80 % - Tidak dibutuhkan pengobatan harian


Ringan ≤2 malam/bulan <20 % - Eksaserbasi akan terjadi dalam waktu lama dengan fungsi paru normal dan tidak ada gejala. Direkomendasikan
Terkadang kortikosteroid sistemik.

Penanganan 1. Bronkodilator kerja pendek : Inhalasi β2 agonis kerja pendek 2-4 hirupan digunakan pada yang masih gejala
cepat semua 2. Intensitas pengobatan akan tergantung pada parahnya eksaserbasi : Mulai pengobatan pada interval 20 menit atau menggunakan nebulizer tunggal, jika diperlukan
pasien 3. Penggunaan β2 agonis kerja pendek/cepat lebih dari 2 kali/minggu pada asma berselang/intermiten (setiap hari atau peningkatan penggunaan asma yang
persisten), mengindikasikan diperlukannya peningkatan atau terapi kontrol jangka panjang.
PENANGANAN
FARMAKOLOGI
METILXANTIN
KORTIKOSTEROID
Teofilin menghasilkan bronkodilatasi dengan
Kortikosteroid meningkatkan jumlah reseptor menginhibisi fosfodiesterase, yang juga dapat
β2-adrenergik dan meningkatkan respon menghasilkan antiinflamasi dan aktivitas
reseptor terhadap stimulasi β2-adrenergik, nonbronkodilatasi lain melalui penurunan
yang mengakibatkan penurunan produksi pelepasan mediator sel mast, penurunan
mukus dan hipersekresi, mengurangi pelepasan protein dasar eosinophil, penurunan
hiperresponsivitas bronkus, serta mencegah proliferasi limfosit T, penurunan pelepasan sitokin
dan mengembalikan perbaikan jalur nafas. sel T, dan penurunan eksudasi plasma. Teofilin juga
menginhibisi permeabilitas vaskuler, meningkatkan
klirens mukosiliar, dan memperkuat kontraksi
diafragma yang kelelahan
PENANGANAN
FARMAKOLOGI
KROMOLIN NATRIUM
ANTIKOLINERGIK dan
Bekerja dengan memblok efek bronkokontriksi
NEDOKROMIL SODIUM
dari asetilkolin pada reseptor muskarinik M3 Menginhibisi respon terhadap paparan alergen
yang terdapat pada otot polos saluran napas dan bronkospasme di induksi latihan tetapi
tidak menyebabkan bronkodilatasi. Kedua obat
Contoh: ini diindikasikan untuk profilaksis asma
persisten ringan pada anak dan dewasa. Efektif
Ipratropium dan Tiotropium Bromida
jika dihirup. Kromolin obat pilihan kedua untuk
pencegahan bronkospasme yg diinduksi latihan
fisik dan dapat digunakan bersama agonis ß2
PENANGANAN
FARMAKOLOGI

MODIFIKATOR LEUKOTRIEN AGONIS β2


Stimulasi reseptor β2 → mengaktivasi adenil
Merupakan antagonis reseptor leukotrien siklase → peningkatan AMP Siklik intaseluler →
lokal yang mengurangi proinflamasi dan efek relaksasi otot polos, stabilisasi membran sel
bronkokonstriksi leukotrien D4. Tidak mast, dan stimulasi otot skelet.
digunakan pada kondisi akut parah dan
diminum secara teratur, bahkan pada periode Agonis β2 kerja singkat:
bebas gejala. Zileuton merupakan inhibitor Fenoterol, Prokaterol, Salbutamol, Terbutaline,
leukotrien sintesis, tapi penggunaannya Pributerol
terbatas karena frekuensi pemberian tinggi.
Agonis β2 kerja lama:
Contoh: Zafirlukast dan montelukast Formoterol dan Salmeterol
PENANGANAN
FARMAKOLOGI

OMALIZUMAB
Merupakan antibodi anti-IgE yang digunakan untuk pengobatan
asma yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh kortikosteroid
hirup dosis tinggi. Dosis ditentukan berdasarkan IgE serum total
dasar(IU/mL) dan BB pasien(kg), diberikan subkutan dengan interval
2 atau 4 minggu.
PENANGANAN
NON FARMAKOLOGI
Menjaga dari faktor-faktor Pola hidup sehat
yang dapat memicu serangan.

Mengedukasi pada pasien


mengenai penyakit asma (secara Pemberian oksigen
umum dan pola penyakit) (jika perlu)

Pengukuran peak flow meter

meningkatkan kepatuhan
(compliance) dan kemampuan
penanganan mandiri
PENGOBATAN KONDISI
KHUSUS
Derajat Gambaran Klinis Pengobatan Yang Dibutuhkan Untuk
Sebelum Terapi Atau
Terapi Asma Penyakit Control Control Memelihara Efek Jangka Panjang

Untuk
Tahap 1 ≤2 hari dalam 1 Minggu • Tidak diperlukan pengobatan harian.
intermitten ≤2 malam dalam 1 bulan • Bila terjadi serangan asma berat dianjurkan pemberian kortikosteroid
IBU HAMIL ≥ 80%
≤ 20%
sistemik
untuk jangka waktu singkat.
• Pelega cepat → Bronkodilator kerja singkat : 2-4 semprot β-2 agonis
inhalasi kerja
singkat, untuk mengatasi gejala semua pasien.
• Intensitas terapi tergantung pada berat serangan, jika intensitasnya lebih
dari 3 pengobatan dalam interval waktu 20 menit atau memerlukan terapi
inhalasi, maka dianjurkan pemberian kortikosteroid sistemik.
• Penggunaan β-2 agonis inhalasi kerja singkat lebih dari 2 kali dalam 1
minggu pada asma intermitten (setiap hari atau kebutuhan inhaler yang
meningkat pada asma persisten) menandakan peningkatan kebutuhan
terapi kontrol jangka lama.
PENGOBATAN KONDISI
KHUSUS
Derajat Gambaran Klinis Pengobatan Yang Dibutuhkan Untuk
Sebelum Terapi Atau
Penyakit Control Memelihara Efek Jangka Panjang
Terapi Asma
Control
Tahap 2 >2 hari dalam1 minggu • Terapi yang dianjurkan :
Untuk persisten tetapi < setiap hari Kortikosteroid inhalasi dosis rendah
ringan >2 malam dalam • Terapi alternatif :
1 bulan Antagonis reseptor leukotrien, atau Teofilin lepas lambat sampai

IBU HAMIL ≥80%


20%-30%
kadar serum 5-12 mcg/Ml

Tahap 3 setiap hari 1 malam dlm 1 • Terapi yang dianjurkan :


persisten minggu Kortikosteroid inhalasi dosis rendah, dan β-2 Agonis inhalasi kerja
sedang <60% - <80% lama atau :
>30% 1. Kortikosteroid inhalasi dosis sedang, jika perlu ( terutama
pada pasien serangan berat berulang)
2. Kortikosteroid inhalasi dosis sedang dan β-2 Agonis inhalasi
kerja lama.
• Terapi alternatif :
1. Kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan Teofilin atau
antagonis reseptor leukotrien, jika perlu
2. Kortikosteroid inhalasi dosis sedang dan Teofilin atau
antagonis reseptor Leukotrien.
PENGOBATAN KONDISI
KHUSUS
Terapi Asma Derajat Gambaran Klinis
Sebelum Terapi Atau
Pengobatan Yang Dibutuhkan Untuk

Untuk Penyakit Control Control Memelihara Efek Jangka Panjang

IBU HAMIL Tahap 4


Persisten
Gejala harian
Gejala malam
Pengobatan harian :
Terapi yang dianjurkan :
Berat Terus menerus 1. Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, dan β-2 Agonis inhalasi
Sering kerja lama, dan jika perlu Kortikosteroid tablet atau
APE atau VEP1 sirup (2mg/kg/hari, tidak>60mg/hari)
Variabilitas APE
≤ 60% Terapi alternatif :
>30% 1. Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, dan Teofilin lepas lambat
sampai kadar serum 5-12mcg/mL
PENGOBATAN KONDISI
KHUSUS
Terapi Asma
Selama

LAKTASI
INTERAKSI OBAT

1
Epinefrin / Terbutalin
VS
Obat Asma
VS 2
stimulan lain β - bloker

 Bekerja sinergis meningkatan rangsang di SSP  β - bloker mempunyai mekanisme antagonis di reseptor β.
 Terjadi takikardia, tremor, agitasi, gelisah, palpitasi  β - bloker selektif hanya bekerja di reseptor β1 di jantung,
jantung, demam, hilangnya koordinasi otot, sedangkan β - bloker non selektif bekerja antagonis pada
pernafasan cepat dan dangkal, insomnia. reseptor β1 di jantung dan β2 di bronkus.

 Stimulan lain : Amfetamin, Antidepresan MAOI,  Saluran bronkus tidak akan terdilatasi

Kafein, Sediaan flu/batuk, Pil pelangsing  Menurunkan efek obat asma


 β - bloker selektif : Atenolol, Esmolol, Metoprolol
 β - bloker non selektif : Propranolol , Labetalol
INTERAKSI OBAT

3
Epinefrin
VS
Obat Asma
VS 4
Antipsikosis Obat Antihipertensi

 Meningkatkan efek obat asma  Antihipertensi bekerja dengan menurunkan tekanan darah
perifer dan vasodilatasi pembuluh darah; menghambat
 Kenaikan tekanan darah yang berbahaya enzym ACE, sebagai vasodilator (α2-bloker)

 Antipsikosis : Compazin, Proklorperazin,


Haloperidol, Loksapin  Epinefrin mempunyai efek meningkatkan tekanan darah
melalui aktivasi adrenoseptor - β1 jantung yang terjadi
setelah pelepasan atau pemberian Epinefrin.

 Menurunkan efek dari obat antihipertensi


 Tekanan darah tetap tinggi
INTERAKSI OBAT

5
Epinefrin
VS
Obat Asma
VS 6
Antidepressan Simetidin

 Menurunkan metabolisme obat asma sehingga kadar


 Simetidin akan menurunkan metabolisme zat lain di
obat asma meningkat. hati.
 Meningkatkan efek obat asma.
 Simetidin akan menurunkan metabolisme obat asma,
 Terjadi aritmia jantung / kenaikan tekanan darah yang konsentrasi obat asma di plasma akan tinggi.
berbahaya.
 Efek samping obat asma akan meningkat.
 Antidepressan siklik : Doksepin, Desipramin,
Nortriptilin, Imipramin,
Amitriptilin.
INTERAKSI OBAT

7
Obat Asma
VS
Obat Asma
VS 8
Eritromisin Antidiabetes

 Epinefrin meningkatkan glikogenolisis di hepar dan otot


 Eritromisin akan menghambat P-glikoprotein
rangka, menghambat sekresi insulin melalui aktivasi
sehingga menghambat reflux zat lain. adrenoseptor – α (lebih dominan dibanding peningkatan
sekresi insulin melalui aktivasi adrenoseptor - β2). Pada
 Eritromisin akan meningkatkan konsentrasi obat asma glikogenolisis, glikogen didegradasi berturut-turut
di plasma. dengan 3 enzim, glikogen fosforilase, glukosidase,
fosfoglukomutase, menjadi glukosa. Akibatnya kadar
 Efek obat asma akan meningkat. gula darah tetap tinggi.
 Menurunkan efek obat antidiabetes
 Efek samping meningkat.
 Kadar gula darah tetap tinggi
 Antidiabetes : Klorpropamid, Tolazalamid,
Tolbutamid, Insulin
INTERAKSI OBAT
Obat Asma
9 VS
Alupurinol

 Alupurinol bekerja menghambat kerja enzym xantin


oksidase (menghambat pembentukan xanthin menjadi
asam urat).
 Alupurinol akan meningkatkan kadar xanthin (teofilin
adalah turunan xanthin).
 Efek obat asma akan meningkat.
 Efek samping meningkat.
STUDI KASUS

Nn. Tetin (30 thn) datang dengan keluhan napasnya


sesak sewaktu bangun pagi dan sudah terjadi 3 hari
berturut-turut sehingga tidak dapat beraktifitas dengan
normal.
Pasien mengalami batuk dan penumpukan sekret ketika
menjelang malam disaat suhu dingin. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan hasil : rongga dada
simetris, retraksi dinding dada (+), suara napas pasien
terdengar adanya mengi, resonan pada perkusi dinding
dada, dan sputum berwarna putih kental.
STUDI KASUS
Subjective Objective

S O
Sesak nafas selama 3 hari Tanda vital :
dan terjadi penumpukan Tekanan darah : 140/90 mmhg
Pernafasan : 37 kali / menit
secret yang terjadi jika suhu
Nadi : 110 kali/ menit
dingin. Pola nafas : cepat dalam
Batuk : Iya
Suhu tubuh : 37˚C

Assesment Planning

A P
Berdasarkan diagnosis dokter Terapi farmakologi
pasien mengalami asma  Infus RL 20 tetes/menit +
bronkial (preresisten sedang). aminofilin 1 ampul
 Injeksi metilpredisolon 1 vial (125
mg/ ml)
Dari hasil pemeriksaan tanda  Nebulizer inhalasi combivent
vital pasien, (ipratropium bromide and
pernafasan : 37 kali/ menit albuterol sulfate)
(dewasa normal : 16 - 20 kali/  GG
menit)  Atenolol
Terapi non farmakologi
Pemasangan 02 (canul nasal)
DAFTAR PUSTAKA
Baxter, Karen (Ed.). (2013). Stockley's Drug Interactions: 9th Edition UK: Pharmaceutical Press.
Elin, Yuliana., Retnosari, A., Joseph. L. S., I, Ketut, Adayana., Adji, Prayitno., Kusnandar. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penebitan
Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. 2019
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
Sukandar, Elin Yulinah., Ayuningtyas, Dhyan Kusuma, 2008, Obat pada Kehamilan dan Menyusui, Isfi
Penerbitan, Jakarta Barat.
Team Medical Mini Notes. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makassar : MMN Publishing
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai