Anda di halaman 1dari 9

Diskresi

Diskresi  Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan Kepolisian yang


bersumber pada asas Kewajiban umum Kepolisian ( Plichtmatigheids beginsel)
yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk
bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri , dalam rangka
kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan
umum.
Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada pasal 18 UU No 2 2002
yaitu “ Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut
penilaiannya sendiri “  , hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang
anggota Polri yang melaksanakan tugasnnya di tengah tengah masyarakat seorang
diri, harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri
apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila
timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.
• Diskresi Polisi dapat pula diartikan sebagai wewenang Pejabat Polisi
untuk memilih bertindak atau tidak bertindak secara legal atau ilegal
dalam menjalankan tugasnya (Davies 1969).
• Diskresi membolehkan seorang Polisi untuk memilih diantara
berbagai peran:
• memelihara ketertiban,
• menegakkan hukum
• melindungi masyarakat,
• taktik (menegakkan Undang-Undang Lalu Lintas dengan berpatroli
atau berjaga pada suatu tempat) ataupun
• tujuan (menilang pelanggar atau menasehatinya) dalam
pelaksanaan tugasnya.
• Oleh karena itu dalam Ilmu Hukum Kepolisian dikenal
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi apabila seorang
anngota kepolisian akan melakukan diskresi yaitu :
Tindakan harus benar benar diperlukan (noodzakelijk
notwendig) atau asas Keperluan.
Tindakan yang diambil harus benar benar untuk
kepentingan tugas kepolisian (zakelijk, sachlich).
Tindakan yang paling tepat untuk mencapai saaran yaitu
hilangnya suatu gangguan atau tidak terjadinya sesuatu
yang dikhawaturkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Diskresi

• Para peneliti telah mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi


keputusan diskresi. Misalnya dalam melakukan penahanan (suatu aspek
penting yang sering diteliti) Black (1980) La Fave (1965), dan Reiss (1971)
mencatat bahwa keturunan, umur, jenis kelamin tersangka sangat
mempengaruhi keputusan untuk menahan atau membebaskan.
Penelitian-penelitian lain memperlihatkan bahwa situasi dan faktor-
faktor interactive memainkan peranan besar dalam keputusan Polisi.
• Sebagai contoh antara lain kehadiran korban dan kesediaan korban
melapor/menuntut, adanya hubungan antara pelaku dan korban
sebelum kejadian; apakah korban merupakan pihak yang memprovakasi
kejadian tersebut; adanya saksi; apakah kejadian tersebut merupakan hal
yang sering terjadi sebelumnya antara kedua pihak; bagaimana sikap
pelaku terhadap Polisi; menghargai atau melecehkan.
• Suatu studi tentang pelanggaran ketentuan mengemudi sambil mabok
(drunk­driving statutes) Meyers (1987) menemukan bahwa kurang lebih
sepertiga anggota/Pejabat Polisi di Amerika setidaknya sekali dalam
setahun memilih tidak menyetop kendaraan yang patut diduga
dikemudikan seorang yang sedang mabuk. Kira-kira seperempat dari
Pejabat Polisi tersebut tidak melakukan penahanan walaupun setelah
kendaraan distop, diketahui pengemudinya dalam keadaan mabuk.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan diskresi tersebut menurut
Maine adalah : !amanya masa dinas anggota, jabatan/pangkat anggota,
pandangan anggota tentang kasus tersebut dibandingkan kasus lainnya
dan tingkat frustrasi anggota tentang tidak efektifnya sistim peradilan
pidana. Dengan demikian bentuk pelanggaran dan keadaan sipelanggar
ikut menentukan keputusan Polisi untuk menggunakan diskresi.
Berbagai masalah dalam penggunaan Diskresi

• J. Goldstein (1960) mencatat bahwa diskresi yang dilakukan Pejabat Polisi


merupakan keputusan-keputusan yang hampir tidak kelihatan. Ini
disebabkan adanya diskresi Pejabat Polisi kebanyakan tidak dipahami dan
dihargai oleh masyarakat karena tidak diakui oleh para pimpinan clan
pejabat-pejabat negara. Penggunaan diskresi oleh anggota juga jarang
sekali diamati secara teliti oleh masyarakat, anggota DPR, Pengadilan, clan
para pimpinan Kepolisian termasuk para penrvira lapangan. Anggota patroli
dan reserse bekerja sendiri atau bersama mitra yang saling mendukung.
Seringnya terjadi situasi dimana korban dan pelapor tidak mau
memperpanjang urusannya dengan Polisi. Adanya situasi dimana
• Pejabat Polisi tidak melakukan penahanan dan tidak membuat laporan atas
kejadian tersebut — yang merupakan hal yang sering -terjadi. Situasi diatas
menyebabkan penggunaan diskresi tidak dapat dievaluasi. Hal ini berakibat
bahwa penggunaan diskresi berpotensi menimbulkan masalah.
• “Inkonsistensi”, adalah salah satu masalah yang terkait dengan diskresi. Diskresi
membolehkan anggota untuk menerapkan perbedaan dalam men angani suatu
peristiwa. Kritik terhadap hal ini adalah kemungkinan terjadinya diskriminasi yaitu
dalam situasi yang sama pelanggar diperlakukan berbeda; karena warna kulit atau
kedudukannya. Contoh lain adalah perlakuan terhadap wanita yang biasanya lebih
lunak daripada terhadap laki-laki.
• “Unpredictability” juga merupakan masalah yang dikaitkan dengan diskresi.
Variasi penerapan hukum oleh Polisi dapat membingungkan masyarakat, sebagai
contoh suatu jalan raya dengan batas.Jcecepatan 55 milefjam dimana pengguna
biasa melaju sampai 65 mileAjam tanpa gangguan Polisi sepanjang tidak
melampaui 68 milefjam. Pada saat petugas yang biasa bertugas cuti dan diganti
anggota lain, timbul masalah karena pada kecepatan 63 milelam para pengguna
jalan ditindak oleh anggota pengganti tersebut. Secara resmi mereka ditindak
karena pelanggaran Undang-Undang La.u Lintas namun sebenarnya mereka
ditindak karena perbedaan standar pribadi antara kedua petugas Polisi.
• Diskriminasi dan inkonsistensi dalam penggunaan diskriminasi
dikritik atas dasar ketidak adilan. Prinsip kesamaan di depan
hukum menyatakan bahwa setiap orang harus diperlakukan sama
bila mereka melakukan perbuatan yang relatif sama. Cohen (1985)
menyatakan bahwa keadilan dapat mempunyai arti yang lain yaitu
“Just Deserts”. Prinsip Just Deserts menyatakan bahwa untuk
diperlakukan adil seseorang harus menerima perlakuan yang
wajar/seharusnya bagi mereka, tanpa melihat apakah perlakuan
tersebut sama dengan yang lain. Pejabat Polisi dapat menerapkan
hal ini secara berbeda kepada orang-orang dalam kasus-kasus
tertentu. Menurut Cohen “The problem of discretion is the
problem of good judgment”.
• Sebagai contoh seorang yang melanggar batas kecepatan karena
mangantar orang yang terluka ke RS seharusnya tidak perlu
ditindak sedangkan orang lain yang melakukan hal yang sama
ditempat yang sama tanpa alasan yang tepat tidak seharusnya
dibebaskan dari penindakan. Hal ini yang harus dipahami Pejabat
Polisi bilamana seseorang harus ditindak atau tidak ditindak.
• “Lack of Accountability” juga merupakan problem dalam penggunaan diskresi.
Sebagian anggota beranggapan bahwa diskresi yang mereka punyai adalah tanpa
batas. Para pimpinan sangat kawatir bahwa perilaku anggota tidak dapat
dikendalikan bila tidak diawasi langsung bahkan kemungkinan menggunakan
tindakan-tindakan ilegal dalam bertugas.
• Brown (1981) mengamati bagaimana petugas-petugas lapangan/bawahan dalam
beberapa hal mempunyai otonomi yang lebih besar dalam pengambilan
keputusan daripada para perwira dan pimpinan.
• Otonomi petugas lapangan dipengaruhi berbagai faktor, sebagian besar tugas-­
tugas bawahan tidak dapat direncanakan dengan teliti karena sifatnya yang selalu
mendadak, seperti mendatangi TKP dan melayani situasi darurat lainnya. Para
supervisor jarang dapat melakukan pengawasan langsung atas pelaksanaan tugas
patroli tersebut.
• Para, reserse dengan pakaian- preman bahkan lebih tidak terlihat oleh para
pimpinannya dan juga oleh masyarakat daripada petugas-petugas berseragam
sehingga akuntabilitas penggunaan waktu dan penanganan kegiatan lebih sulit
dipantau. Sebagai akibatnya dikawatirkan diskresi digunakan sebagai alasan
turunnya kinerja. Dilain pihak diskresi akan digunakan untuk maksud negatif
dengan imbalan uang. Dalam hal ini Sherman (1978) mengidentifikasi diskresi
yang berlebihan sebagai benih tumbuhnya korupsi.

Anda mungkin juga menyukai