Anda di halaman 1dari 48

MENUJU TORAJA UNGGUL

Hasil Temu Kangen 2018

Jakarta, 13 Februari 2018


SEBUAH KEPRIHATINAN YANG BERPENGHARAPAN
TERLAHIR DARI KEARIFAN LOKAL,
TENTANG FILOSOFI DAN CARA HIDUP
UNTUK MERAIH KEMBALI

“TORAJA UNGGUL”
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN.

II. PEMETAAN MASALAH


1. Karakter.
2. Pendidikan.
3. Pariwisata.
4. Kamtibmas.

III. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH.

IV. REKOMENDASI IMPLEMENTASI.

V. PENUTUP.
I. PENDAHULUAN
Perbincangan tentang Toraja membawa pikiran atau alam keindahan, penuh berbagai misteri
yang tidaka akan pernahalami, bahkan di  dalamnya tersimpan  berbagai misteri yang tak akan
pernah habis dipergunjingkan baik oleh  kaum awam, terlebih bagi mereka yang memiliki
ketertarikan pada budaya dan wisata. Tidak terlalu keliru bila ada yang berpendapat bahwa “Toraja
adalah sebuah serpihan surga yang jatuh kebumi “, sehingga membuat Toraja menjadi sebuah
impian untuk digapai, sebuah negeri yang dipastikan bukan sebagai  negeri dalam mimpi tetapi
negeri yang  penuh pesona, yang sangat layak direngkuh sebelum ajal menjemput.
Fakta di atas  menempatkan Toraja  pada  satu  sisi menjadi  kebanggaan bagi segenap orang
Toraja baik yang tinggal di Toraja maupun berada di perantauan. Toraja dengan segenap
pesonanya menjadi inspirasi bagi semua orang Toraja untuk berkiprah di berbagai bidang
kehidupan  berbangsa dan  bernegara, bahkan lebih  dari itu mampu membentuk  karakter orang
Toraja  menjadi  pekerja keras, jujur, cerdas, terampil, sopan, berjuang tanpa mengenal menyerah
dan tetap setia pada nilai-nilai adat dan budaya yang telah membesarkan mereka.
Pada sisi lain, fakta  tentang Toraja  yang  digambarkan di atas secara perlahan dan tanpa
disadari oleh sebagian besar orang Toraja, mulai  memudar, seiring dengan kemajuan teknologi
informasi dan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat luas yang semakin tak terbendung.
Berbagai pendapat yang bermunculan dan menilai Toraja tidak lagi memberikan gambaran sebagai
serpihan surga yang tercecer bahkan pada kondisi tertentu tidak lagi memberikan gambaran
sebagai negeri impian, tidak lagi sebagai negeri yang dirindukan untuk  direngkuh sebelum ajal
menjemput.
habis
 Pertanyaannya, “ada apa dengan Toraja?”. Jawaban sederhananya, disana ada
keprihatinan yang mendalam dari sejumlah  anak-anak Toraja  yang sampai saat ini masih tetap
rindu akan sebuah pesona Toraja yang tak terlukiskan. Disana pernah ada kebanggaan tentang
Toraja yang melahirkan sejumlah cerdik pandai, disana pernah ada para pahlawan  yang gagah 
berani yang  melahirkan  sumpah ( basse ) bagi negeri dan warisnya, “MISA’ KADA DIPOTUO,
PANTAN KADA DIPOMATE”, bahkan sampai saat ini para pahlawan itu masih dengan tekun dan
semangat membaktikan diri untuk negerinya dan Indonesia.
Meminjam kata bijak Bapak Jonathan L. Parapak, cendikiawan Toraja yang tidak pernah lelah 
membaktikan diri untuk negerinya Toraja, “disana ada  keprihatinan, tetapi juga ada harapan”,
akankah Toraja akan dibiarkan  tenggelam bersama keprihatinan, ataukah secercah harapan kita
bangkitkan untuk mengembalikan serpihan surga yang hilang?. Jangan berikan beban untuk
menjawab hanya kepada Bapak Parapak, tetapi adalah masyarakat Toraja secara keseluruhan
hendaknya bahu membahu merapatkan barisan untuk menjawab keprihatinan tersebut.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Bupati Tana Toraja dan jajarannya,
Bupati Toraja Utara dengan jajarannya, Anggota DPRD Tana Toraja dan Toraja Utara, Keluarga
Besar Sinode Gereja Toraja, bahkan segenap masyarakat Toraja, baik yang tinggal di Toraja
maupun yang ada di Perantauan, kelompok kecil  Masyarakat Toraja Perantauan di Jakarta
mencoba mengambil bagian secara aktif, sekedar sumbang pikir untuk mencoba mengembalikan
mimpi tentang  Toraja yang penuh pesona, mulai dari adat dan budayanya yang unik, gudangnya
cerdik pandai, bahkan pada ujungnya ada mimpi untuk menghadirkan Toraja sebagai “sebuah
serpihan Surga yang jatuh kebumi”.
Sebagai kelanjutan dari curah pendapat kelompok kecil Masyarakat Toraja Peran
tauan (Toraya Mamali’) yang diadakan pada tanggal 13 Februari 2018 di Jakarta, dicoba untuk
menyampaikan sumbang pikir kepada kedua  Pemerintah Daerah. Penyampaian  sumbang pikir ini
jauh dari maksud mencampuri urusan pemerintahan kedua kabupaten, dan dipastikan tidak ada
niat secuilpun untuk menggurui aparat Pemerintah Daerah kedua kabupaten.Penyampaian
sumbang pikir ini sejatinya merupakan refleksi dari keprihatinan yang dirasakan oleh kelompok
kecil masyarakat Toraja Perantauan yang ada di Jakarta.
Pemahaman terhadap masalah yang dihadapi Toraja yang akan digambarkan dalam tulisan
ini, disadari tidaklah mewakili inti permasalahan yang sesungguhnya, namun  sejauh pengamatan
dan informasi yang dapat diserap oleh segenap  anggota kelompok,dicoba  menyajikan beberapa
permasalahan dan menawarkan solusi yang diharapkan dapat ditindak lanjuti oleh Pemerintah
Daerah kedua kabupaten.

 
    
Secara garis besar materi sumbang pikir yang hendak disampaikan dibatasi pada bidang -
bidang sebagai berikut :

1. Bidang Karakter
2. Bidang Pendidikan
3. Bidang Pariwisata
4. Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

  Bidang lain yang menyentuh langsung  hajat hidup  masyarakat Toraja di kedua
kabupaten bukan tidak penting dan tidak perlu mendapat perhatian. Namun diharapkan sentuhan
kepada keempat bidang yang dikemukakan di atas dapat memberikan
dampak positif bagi upaya yang sedang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah  di
kedua kabupaten.
 

 
II. PEMETAAN MASALAH
II.1. KARAKTER .
Sejak jaman dahulu kala orang Toraja dikenal sebagai pekerja keras, jujur, cerdas,
terampil, sopan, berjuang tanpa mengenal menyerah dan tetap setia pada nilai-nilai adat dan
budaya yang telah membesarkan mereka. Berbagai tulisan mengapresiasi keberadaan orang
Toraja, sehingga identitas tersebut diatas dapat didefinisikan sebagai karakter orang Toraja tempo
doeloe. Cara hidup masyarakat yang penuh dengan kearifan lokal melahirkan kepemimpinan
yang tangguh dan kuat didalam komunitasnya.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai macam persoalan sosial (ketertinggalan,
kemerosotan, pengangguran) yang ada dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Toraja
dewasa ini. Disana-sini timbul pertikaian, pertengkaran, saling mencaci dan saling menyalahkan.
Timbulnya pergeseran pola hidup ke hal-hal yang bersifat pragmatisme, konsumerisme dan
materialisme. Diditambah lagi dengan pudarnya semangat bekerja dan makin maraknya “penyakit
masyarakat”, seperti : judi, narkoba, miras, pornografi, dan lain sebagainya.
Sebagian besar orang Toraja semakin lupa dan bermasa bodoh dalam menyikapi
perkembangan dan kenyataan hidup keseharian masyarakat akhir-akhir ini. Toleransi dan dan
solidaritas sosial didalam masyarakat yang sebelumnya menjadi ciri khas masyarakat Toraja kini
semakin menipis, bahkan tidak ada lagi saling menghargai antara satu dengan yang lain. Hilangnya
karakter orang Toraja “tempo doeloe” sehingga semakin memberikan indikasi bahwa ruang
kemanusiaan orang Toraja semakin hilang dalam kehidupan.
.
Pemimpin didalam masyarakat tidak lagi dapat dijadikan teladan, karena dianggap kurang
memiliki komitmen dan sudah tidak lagi mencirikan kepemimpinan Tempo Doeloe. Sejarah
kepemimpinan
. di Toraja yang diawali dari pemimpin dalam Tongkonan sebagai pusat komunitas,
To Parenge’ dan Ambe’ Tondok yang menjadi pemimpin selain menjadi pioner juga tempat
bertanya karena mereka yang menentukan berbagai kebijakan. Tiga pokok kepemimpinan yang
menjadi karakter pemimpin Toraja yang disebut Bida (Bijak) adalah : Kinaa yang berarti
bijaksana, berhikmat, Sugi’, artinya kaya, mapan dan Barani artinya berani mengambil resiko dan
dalam keadaan darurat mengambil keputusan yang tepat.
Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang seharusnya menjadi basis pembinaan
generasi muda, saat ini mulai melemah. Peran orang tua yang harus dihormati sebagai
pembimbing, pengayon dan pemimpin dalam rumah tangga, kini secara barangsur-angsur mulai
diabaikan, Hal tersebut tentu secara langsung mempengaruhi proses pertumbuhan dan
perkembangan karakter anak , sehingga mereka mulai kehilangan kendali dan jati diri. Timbul
pergeseran pola hidup dikalangan generasi muda yang mengarah pada pergaulan bebas,
perkelahian dan lain sebagainya. Hal ini bila tidak disikapi secara nyata oleh seluruh lapisan
masyarakat, maka dikhawatirkan akan memperlebar Gap of Generation.
Perkembangan Teknologi Informasi yang seharusnya memudahkan komunikasi ,ironisnya
saat ini yang terjadi adalah memperburuk komunikasi dalam Keluarga. Orang tua tidak lagi menjadi
tempat bertanya atau pusat konsultasi bagi anak, namun curahan hati lebih banyak di lakukan
lewat media sosial di dunia maya ketimbang diperbincangkan dalam keluarga didunia nyata. Rasa
egois dan egocentris semakin tinggi, memunculkan internal conflic dan internal cocern.
Gereja dalam tugas panggilan pelayanannya, memiliki peran yang sangat penting dalam
persoalan pembinaan karakater masyarakat. Gereja sebagai institusi yang bersentuhan langsung
karena berada ditengah-tengah masyarakat. Gereja yang mendampingi dan menggembalakan
setiap keluarga yang merupakan inti dari masyarakat. Dengan demikian kualitas karakter
masyarakat akan sangat ditentukan oleh pembinaan dan pelayanan Gereja setempat. Pendeta
kemudian diperhadapkan kepada peran ganda, sebagai gembala jemaat dan sekaligus sebagai
pemimpin masyarakat.
Permasalahan saat ini adalah bahwa seringkali Gereja tidak lagi menjadi institusi yang
dihormati karena kurang menampakkan kenabiannya dalam masyarakat. Banyak jemaat yang
hanya berlomba-lomba membangun fisik, sementara pembangunan spiritualitas kurang
diperhatikan. Banyak kebijakan yang diambil berbenturan langsung dengan masyarakat setempat
tanpa solusi. Pendeta sebagai gembala sidang tidak memberikan contoh yang baik, bahkan sering
dianggap pilih kasih, sehingga memunculkan kubu-kubu dalam jemaat. Kualitas Pendeta dianggap
biasa-biasa saja, karena tidak mau belajar dan mengembangkan diri sendiri.
II.2. PENDIDIKAN .
Sejarah pendidikan di Toraja diawali dengan masuknya para missionaris dari Belanda. Antonie
Aris van de Loosdrecht, missionaris pertama yang diutus oleh Gereformeerde Zendingsbond (GZB)
pada tahun 1913, mengawali pelayanannya di Toraja dengan mendirikan Sekolah Rakyat di
onderafdeeling Rantepao :
 Sa’dan, Balusu, Nanggala, Tondok Litak (1914).
 Pangala’, Baruppu’, Buntao’, Kalambe’, Tondon (1915).
 Madandan, Penanda, Awan (1916).
Tahun 1915, van de Loosdrecht juga bertanggung jawab atas 9 (sembilan) sekolah di
onderafdeeling Makale :
• Sangalla’, Batualu, Randanan, Gandang Batu, Mebali, Rano, Buakayu, Simbuang &
Rembon.
Dibantu oleh para Guru dari Minahasa, Sangihe-Talaud dan Maluku, dan di kemudian
hari Guru dari kalangan orang Toraja.
Sebelumnya telah ada beberapa guru dari luar Toraja yang mengajar di Sekolah Landscape
yang dibuka oleh pemerintah Belanda pada Tahun 1908, a.l. : S.Sipasulta, Pelupesi, Tanamal,
Supit, Tawaluyan dll. Mereka diutus oleh Indische Protestansche Klerk, sebuah lembaga gereja
pemerintah Belanda yang sekarang dikenal sebagai Gereja Protestan Indonesia (GPI).
Selain sebagai Guru, mereka juga memperkenalkan agama Kristen kepada para murid, yang
kemudian menghasilkan “buah bungaran” baptisan sebanyak 20 orang pada 16 Maret 1913 di
Makale. Baptisan pertama dilakukan oleh Pdt. Jonathan Kelling yang melayani sebagai Pendeta
bantu didaerah Bontain ( sekarang daerah Bantaeng).
Pada awalnya Zending menerapkan metode pembelajaran dengan memaksa masyarakat
untuk mengikuti pendidikan. Masyarakat diajari membaca, menulis, berhitung, menggambar dan
pokok-pokok ajaran agama Kristen. Pendidikan merupakan alat paling ampuh untuk
memperkenalkan Injil kepada orang Toraja, bahkan menjadi pintu masuk yang utama.
Pendidikan di Toraja kembali mengalami kemajuan yang pesat sejak tahun 1970an. Hal ini
tidak lepas dari anggapan masyarakat bahwa melalui pendidikan harga diri atau citra keluarga akan
meningkat. Berbekal pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi
terbuka, dengan demikian perekonomian keluarga juga akan menjadi lebih baik. Masyarakat Toraja
sangat menekankan pentingnya pendidikan bagi generasinya.
Namun hal yang memprihatinkan saat ini adalah turunnya mutu pendidikan di Toraja, saat ini
menempati peringkat No. 23. dari 24 Kabupaten di Sulawesi Selatan. Bahkan ironisnya penddiikan
yang dahulunya dimulai oleh para Zending dengan misi Kristiani, sekarang ini semakin sekuler.
Pengelolaan yang kurang efektif dan efisien baik pada sekolah-sekolah Kristen maupun sekolah
Negeri.
Fasilitas pendidikan, baik buku maupun alat peraga yang kurang, khususnya bagi sekolah
yang ada di kampung-kampung. Tidak ada perpuskatakaan yang baik dan bermutu bagi anak-
anak , sehingga minat baca sangat kurang, Internet kurang dimanfaatkan untuk belajar , tetapi
malah digunakan sabagai sarana bermain dan berjudi.
Tingkat kedisiplinan dari anak didik sangat memprihatinkan, banyak yang bolos karena
mengikuti upacara adat, seperti rambu tuka’,rambu solo’ dan terutama tedong silaga. Masih
banyaknya murid yang putus sekolah karena faktor biaya dan pergaulan. Kartu Indonesia Pintar
belum dimanfaatkan secara optimal. Banyaknya anak sekolah yang terlibat dalam peragaulan
bebas, mengkomsumsi LEM dan Narkoba.
Kualitas guru yang terbatas, malas berinovasi dan cenderung hanya terima arahan dari
pimpinan. Distribusi tenaga pengajar tidak merata, Guru lebih banyak terkonsentrasi di kota
(Makale dan Rantepao), Kewibawaan Guru yang semakin menurun, sudah tidak dihormati layaknya
Guru tempo doeloe, banyak murid yang sudah berani melawan Guru.
II.3. PARIWISATA .
Pariwisata Toraja dikenal dengan keindahan alam yang menyejukkan, budaya yang unik
masyarakatnya yang ramah, sopan dan penuh toleransi. Selain itu memiliki rasa kekeluargaan
yang sangat tinggi dan saling tolong menolong yang sudah diterapkan sejak nenek moyang
dahulu kala.
Toraja sudah lebih dikenal melalui pariwisata dan sempat mengalami kemajuan yang
pesat sejak tahun 1970 an, ditandai dengan banyaknya Wisatawan Mancanergara yang berkunjung
ke Toraja, sehingga sempat mengangkat ekonomi rakyat, bahkan berhasil menjadi sumber
pendapatan Daerah. Untuk tingkat Nasional sektor pariwisata sempat menjadi penghasil devisa
terbesar, setelah Minyak dan Gas.
Ada empat jenis objek wisata utama yakni wisata alam, sejarah, seni dan budaya, agro
dan belakangan ini yang paling banyak menarik kunjunan wisatawan adalah religi (rohani).
Hal ini menunjukkan bahwa kondisi pariwisata Toraja memang menarik perhatian banyak kalangan
untuk dikunjungi.

.
Namun kondisi saat ini mengharuskan insan parawisata untuk melakukan reposisi ulang
pariwisata Toraja. Kesiapan masyarakat dalam menerima kunjungan baik wisatawan mancanegara
maupun wisatawan domestik belakangan semakin berkurang . Sikap ramah, bersih dan disipilin
yang menjadi trade mark masyarakat Toraja, sekarang mulai pudar.

Pengelolaan daerah tujuan wisata (destinasi) baik oleh Pemda maupun Swasta, sangat
memprihatinkan, sampah bertebaran dimana-mana, kamar kecil tidak ada, sehingga terkesan
kumuh. Infrastruktur yang tidak memadai, lama tempuh ke Toraja masih belum berhasil
diperpendek, kemudian transportasi lokal yang buruk, karena prasarana jalan menuju objek wisata
yang tidak memadai .

Profesionalisme dalam pelayanan terhadap wisatawan masih perlu ditingkatkan, secara


Khusus pelayanan di Hotel dan Restauran yang belum optimal, hadirnya beberapa hotel berbintang
di Toraja sudah cukup memadai, namun yang menjadi persoalan saat ini, adalah tidak adanya
restoran yang nyaman bagi wisatawan , khususnya bagi yang menginginkan masakan halal.
II.4. KAMTIBMAS .
Munculnya beragam kondisi instabilitas sosial yang melanda Toraja saat ini , seakan
membuktikan kebenaran bahwa penyakit masyarakat terus mewarnai bahkan cenderung
meningkat, seperti judi (sabung ayam, ma’pasilaga tedong), kejahatan dijalanan (street crime),
pemerasan, penganiayaan dan premanisme. Meningkatnya pekerja sex komersial, Narkoba dan
korban HIV/AIDS sungguh sangat memilukan. Tentunya akan sangat berdampak pada
meningkatnya rasa kekhawatiran masyarakat, yang pada akhirnya akan bermuara pada
menurunnya produktivitas.
Kebutuhan akan terwujudnya stabilitas Kamtibmas yang kondusif, tentunya tidak hanya
menjadi kewajiban dari aparat penegak hukum, tetapi partisipasi masyarakat sangat diharapkan.
Untuk itu hubungan yang sinergis antara masyarakat dan Polri dalam menjaga kondisi Kamtibmas
yang stabil merupakan hal yang utama . Tanpa dukungan masyarakat berbagai upaya yang
dilakukan Polri akan sia-sia, khususnya ditengah-tengah berbagai keterbatasan sumber daya yang
dimiliki oleh Polri.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah Kamtibmas, di antaranya :

1. Lapangan kerja semakin sempit, akibatnya angka pengangguran semakin tinggi. Banyaknya
anggota masyarakat yang menganggur berpotensi meningkatnya angka kriminalitas.

2. Ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi sosial dilingkungannya turut mendorong


terjadinya instabilitas sosial. Masyarakat yang seharusnya melaporkan beragam masalah sosial
yang terjadi di lingkungannya, namun justru bersikap diam, akan menyebabkan kondisi
instabilitas tetap tumbuh dan berkembang tanpa bisa di atasi. Ironisnya, banyak anggota
masyarakat yang justru terlibat dalam aktivitas menyimpang tersebut.

3. Hilangnya sikap keteladanan yang seharusnya diberikan oleh pihak-pihak yang memegang
kekuasaan (dalam arti luas). Contoh, korupsi yang dilakukan oleh pejabat publik, tokoh
masyarakat turut serta dalam aktivitas kriminal, tokoh agama yang melindungi para pelaku
kriminal karena pelaku kriminal secara periodik telah membantu aktivitas keagamaan, dan
sebagainya
III. STRATEGI PEMECAHAN MASALAH

Pokok-pokok
persoalan
1. Merosotnya nilai- STRATEGI
STRATEGIPEMECAHAN
PEMECAHAN
nilai moral dan MASALAH
MASALAH::
karakter
•• Karakter
Karakter
masyarakat
KONDISI SAAT INI
2. Mutu pendidikan •• Pendidikan
Pendidikan
Pemetaan Masalah semakin menurun •• Pariwisata
Pariwisata
3. Sektor pariwisata
belum dikelola •• Keamanan
Keamanan&&Ketertiban
Ketertiban
secara optimal Masyarakat
Masyarakat
4. Ketertiban dan
keamanan belum
maksimal
memberikan rasa
aman kepada
masyarakat
Rekomendasi
Implementasi
III.1. KARAKTER .

Tidak dapat dipungkiri bahwa masalah yang dihadapi Toraja saat ini sedemikian kompleks,
memiliki spektrum yang luas, sehingga dalam pemecahannya diperlukan pemahaman yang
konphrehensif mengenai konteks, karena melibatkan seluruh komponen masyarakat, sehingga
lebih tepat bila dikatakan perlu reposisi sang torayan.
Adanya indikasi kuat mengenai hilangnya nilai-nilai luhur yang melekat pada orang Toraja,
seperti kejujuran,kesantunan, dan kebersamaan, menjadi keprihatinan bersama. Oleh karena
itu, harus ada usaha untuk menjadikan nilai-nilai itu kembali menjadi karakter luhur Toraja yang
dibanggakan.
Peran dari Keluarga yang merupakan unit terkecil dari masyarakat, menjadi titik awal dari
pembinaan yang dibutuhkan, karena pembinaan karakter sebenarnya dimulai dari keluarga.
Apabila seorang anak mendapatkan pembinaan karakter yang intens didalam keluarga, akan
membuat dirinya memiliki karakter yang positif dan akan berkembang,mengakar dalam dirinya.
Dengan demikian seorang anak dapat bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma-
norma, etika dan kesusilaan yang ada dalam masyarakat.
Pembinaan melalui Gereja memegang peranan yang sangat penting. Pembinaan
ketahanan Iman terhadap Anak, Remaja, Pemuda, Kaum Ibu, Kaum Bapak, yang sudah
melembaga di dalam Gereja. Karakter merupakan nilai nilai perilaku manusia yang meliputi
seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya, dengan dirinya,
dengan sesama manusia,maupun dengan lingkungannya. Hal tersebut terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat.

Pembinaan masyarakat secara langsung oleh Pemda, dengan membentuk kelas-kelas


inspiratif di kampung-kampung. Melalui pembinaan karakter peserta dibina, dibentuk,
diarahkan dan dibimbing untuk memiliki karakter yang baik, sehingga dirinya dapat
menunjukkan sikap atau perilaku yang baik ketika berkomunikasi dengan orang lain dalam
hidup bermasyarakat . Pembinaan karakter akan menumbuhkan tanggungjawab baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap orang lain, sehingga terbentuk suatu sikap dan tingkah laku
positif dan harmonis dengan lingkungannya.

Memahami peta permasalahan seperti yang telah diidentifikasikan diatas, peran


masyarakat/lembaga adat, Gereja dan Pemda diharapkan bersatu dalam satu tarikan nafas
yang sama untuk mengikatkan diri dalam satu sistem yang kokoh dan selanjutnya disebut
Tallu batu lalikan. Masing-masing unsur memahami perannya sebagai sub-sistem yang tidak
dapat bergerak sendiri tanpa topangan yang lainnya.
Peran Pemda sebagai sub-sistem dari tallu batu lalikan memiliki posisi yang sama
dengan Sub-sistem Masyarakat/Lembaga Adat dan Sub-sistem Gereja/Lembaga Kerohanian.
Kendati demikian peran Pemda diharapkan lebih menonjol sebagai payung dan penggerak serta
sebagai dinamisator terhadap semua kegiatan yang dirintis oleh kedua sub-sistem lainnya.
Peran sebagai penggerak dan dinamisator lebih dimaknai sebagai kegiatan yang sifatnya formal,
antara lain melalui pendidikan dan pengajaran di sekolah pada setiap jenjang. Sekolah harus
didorong sebagai kawah chandra dimuka pembentukan karakter khas Toraja, dengan
menempatkan sekolah sebagai :
1. Wadah pembentukan perilaku siswa untuk menjadi orang sukses, tidak hanya mutu
akademiknya tetapi sekaligus non akademik.
2. Wadah pembentukan karakter siswa, dengan basis pendidikan agama dan budi
pekerti.
3. Wadah pengembangan karakter siswa berdasakan kearifan lokal yang dirancang
sebagai mata pelajaran wajib.

Peran Masyarakat/Lembaga Adat didorong untuk membentuk karakter khas Toraja yang
merupakan warisan leluhur dan selama ini menjiwai keberadaan manusia Toraja antara lain
sebagai pekerja keras, jujur, cerdas, terampil, sopan, berjuang tanpa mengenal menyerah dan
tetap setia pada nilai-nilai adat dan budaya yang telah membesarkan mereka. Revitalisasi peran
dapat dilakukan melalui Kombongan Lembang, Kasiturusan dalam Saroan/Kelompok,
bahkan dalam kehidupan keseharian Tokoh Masyarakat/Lembang diharapakan dapat menjadi
teladan masyarakat lainnya.
Peran serta Gereja dan Lembaga Kerohanian lainnya, dalam pelaksanaannya perlu didorong
untuk lebih diarahkan pada peningkatan mutu karakter Masyarakat Toraja, untuk menghindari
terkait dengan penyakit masyarakat (judi, narkoba, seks bebas, kenakalan remaja).
Pembinaan warga Gereja dilakukan dengan menjadikan Keluarga sebagai basis pelayanan dalam
rangka membentengi terhadap bahaya penyakit masyarakat. Melalui pembinaan kategorial yang
sudah melembaga dalam Gereja maupun lembaga kerohanian lainnya seperti Kaum Bapa, Ibu,
Anak, Remaja dan Pemuda.
III.2. PENDIDIKAN.

Persaingan di era global saat ini tidak bisa terhindarkan. Memasuki era moderen
masyarakat Toraja harus dengan cepat memperbaiki diri, meningkatkan kemampuan dan
kapasitasnya. Untuk memenangkan persaingan, diperlukan kualitas sumber daya manusia
yang unggul dan salah satu diantaranya adalah kualitas pendidikan.

Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat (competitiveness), tidak ada cara lain
yang harus ditempuh selain melakukan re-engineering pendidikan atau penataan ulang baik
sisitm, kebijakan, maupun pengembangannya.

Berdasarkan paradigma pendidikan yang berorientasi pada pasar dan kebutuhan bidang
masyarakat serta pergeseran orientasi pendidikan diera global, diharapkan peningkatan mutu
pendidikan melalui sekolah dan direncanakan sebagai berikut :
1. Penetapan 1(satu) SD unggulan disetiap Kecamatan.
2. Penetapan 1(satu) SLTP unggulan disetiap Rayon ( rayonisasi ditetapkan oleh Pemda).
3. Penetapan 1(satu) SLTA unggulan masing-masing di Rantepao dan Makale.
4. Peningkatan peran dari Balai Latihan Kerja.
5. Bekerja sama dengan Universitas Pelita Harapan untuk peningkatan mutu tenaga pengajar,
dengan prioritas Guru untuk Sekolah Unggulan yang sudah ditetapkan.
Perkembangan ilmu dan teknologi menuntut hadirnya perubahan paradigma pendidikan yang

berorientasi pada pasar dan kebutuhan hidup masyarakat. Sayling Wen dalam bukunya “future of

education” menyebutkan beberapa pergeseran paradigma pendidikan, antara lain:

1. Pendidikan yang berorientasi pada pengetahuan bergeser menjadi pengembangan ke segala

potensi yang seimbang.

2. Dari keseragaman pembelajaran bersama yang sentralistik menjadi keberagaman yang


terdesentralisasi dan terindividulisasikan. Hal ini seiring dengan berkembangnya teknologi
dimana informasi dapat diakses secara mudah melalui brbagai macam media pembelajaran
secara mandiri, misalnya; internet, multimedia pembelajaran, dsb.
3. Pembelajaran dengan model penjenjangan yang terbatas menjadi pembelajaran seumur hidup.
Belajar tidak hanya terbatas pada jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, namun
belajar dapat dilakukan sepanjang hayat, yang tidak terbatas pada tempat, usia, waktu, dan
fasilitas.

4. Dari pengakuan gelar kearah pengakuan kekuatan-kekuatan nyata (profesionalisme)

5. Pembelajaran yang berbasis pada pencapaian target kurikulum bergeser menjadi pembelajaran
yang berbasis pada kompetensi dan produksi. Pencapaian target kurikulum bukan satu-satunya
indikator keberhasilan proses pendidikan, akan tetapi hendaknya dilihat juga dari konteks, input,
proses, output dan outcomes, sehingga keberhasilan pendidikan dapat dimaknai secara
komprehensif.

6. Pendidikan sebagai investasi manusia dengan biaya tinggi , yang dapat di nikmati oleh
kelompok masyarakat menengah ke atas, khususnya pendidikan tinggi.
Untuk menghadapi terjadinya pergeseran orientasi pendidikan di era global, dan dalam
mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia yang Unggul, diperlukan strategi
pengembangan  pendidikan, antara lain:

1. Mengedepankan model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang berdasarkan pada need


assessment dan karakteristik masyarakat. .

2. Peran pemerintah bukan sebagai penggerak, penentu dan penguasa dalam pendidikan,
namun pemerintah hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator dan pemberdaya
masyarakat.

3. Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada pemenuhan


kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders, kebutuhan pasar.
4. Pemanfaatan sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya
(belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan,
perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada pendidikan.

5. Memperkuat kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak, baik dari instansi
pemerintah mapun non pemerintah, bahkan baik dari lembaga di dalam negeri maupun dari
luar negeri.

6. Menciptakan soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar, sebagai
masyarakat belajar seumur hidup.

7. Pemanfaatan teknologi informasi dalam mengakses informasi untuk mengembangkan potensi


diri , penggunaan internet, multimedia untuk pembelajaran.
III.3. PARIWISATA .

Tujuan kepariwisataan di Indonesia adalah untuk : Meningkatkan pertumbuhan ekonomi;


Meningkatkan kesejahteraan rakyat; Menghapus kemiskinan; Mengatasi pengangguran;
Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; Memajukan kebudayaan; Mengangkat citra
bangsa; Memupuk rasa cinta tanah air; Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan
Mempererat persahabatan antarbangsa.

Jelas disini bahwa peranan pariwisata dalam pembangunan secara garis besar berintikan
tiga segi yakni : segi ekonomi (devisa, pajak- pajak), segi kerjasama antarnegara (persahabatan
antarbangsa), segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kita kepada wisatawan
mancanegara).

Gaung pariwisata Toraja sempat digembar-gemborkan bahwa Toraja merupakan tujuan


wisata ke dua setelah Bali. Hal ini bisa dipahami mengingat Toraja memiliki potensi wisata yang
sangat indah, selain keindahan alamnya, juga adat istiadatnya yang tidak ada padananya di
negara lain. Namun slogan tersebut telah hilang karena pariwisata Toraja belum dikelola secara
optimal.
.
Untuk meraih kembali sektor Pariwisata Toraja yang Unggul dan terus berkembang tentulah
dibutuhkan strategi pengembangan yang mengatur dan mengelola agar sektor pariwisata ini dapat
kembali memberikan sebuah sumbangsih yang maksimal terhadap Daerah,
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa dari sektor pariwisata ini diharapkan juga
untuk dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pariwisata dapat menjadi penggerak roda
perekonomian rakyat.
Strategi untuk pengembangan pariwisata dapat direncanakan dalam 7(tujuh) strategi pokok
yaitu :

(1) Strategi pengembangan destinasi pariwisata .


(2) Strategi pengelolahan industri pariwisata.
(3) Strategi pengembangan produk wisata.
(4) Strategi pemantapan pemasaran.
(5) Strategi pengembangan Sumber Daya Manusia.
(6) Strategi pengembangan pelayanan.
(7) Strategi pengembangan infrastruktur pariwisata.
1. Strategi pengembangan destinasi pariwisata .
Strategi ini bertujuan untuk pengembangan pariwisata dasar yang selama ini telah menjadi
objek wisata. Pariwisata dasar Toraja yang perlu dikembangkan adalah wisata alam, seni
dan budaya, sejararah, agro dan religi.

2. Strategi pengembangan industri pariwisata.


Diharapkan mampu mengembangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan pengembangan
industri pariwisata, seperti souverneer dll.

3. Strategi pengembangan produk.


Strategi ini bertujuan meningkatkan daya tarik wisata dengan menciptakan produk wisata.
seperti event-event pariwisata.

4. Strategi pemantapan pemasaran


Strategi ini merupakan proses pemasaran wisata yakni promosi melalui multi media.
5. Strategi pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bertujuan meningkatkan kualitas SDM pariwisata melalui pembinaan yang berjenjang dan
sertified agar lebih profesional dan mampu bersaing secara Nasional bahkan Internasional.

6. Strategi pengembangan pelayanan wisata.


Bertujuan mempercepat perkembangan wisata dan memberikan pelayanan yang optimal bagi
para wisatawan. Strategi ini di fokuskan pada pengembangan pelayanan seperti keramahan
penduduk (warm and friendly people), penginapan yang menyenangkan (comfortable
accpmpdation), adat istiadat dan pandangan hidup yang menarik (an attractive customer and
way of life), makanan yang menarik (outstanding food), kenyamanan & keamanan wisatawan
yang hingga kini belum optimal.

7. Strategi pengembangan infrastruktur pariwisata .


Merupakan strategi untuk pembanguanan infrastruktur pariwisata seperti transportasi, jasa
pariwisata, sarana dan prasarana yang menjadi tulang punggung industri pariwisata.
III.4. KAMTIBMAS .

Dalam rangka penanganan masalah kamtibnas seharusnya dilakukan secara terintegrasi


antara satuan fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban dengan berbagai lembaga instansi lainnya, termasuk
Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama.

Untuk mencapai hasil yang maksimal dibutuhkan kebersamaan antara polisi dan
masyarakat, sehingga satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat secara aktif memberikan informasi kepada
aparat penegak hukum terkait kondisi Kamtibmas yang terjadi di wilayahnya.Tidak mudah
terpancing dengan issu-issu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Aparat Kepolisian secara rutin menjalin kerjasama dan komunikasi dengan komponen
masyarakat guna menginventarisir berbagai potensi gangguan yang dapat muncul sekaligus
mencari solusinya. Apabila muncul ketidaksepahaman terhadap suatu kebijakan, agar
disalurkan melalui sarana yang tepat, tidak dilakukan secara anarkis yang justru akan
memunculkan permasalahan sosial yang baru.  
Rendahnya kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam upaya menjaga dan memelihara
Kamtibmas dapat menjadi pemicu maraknya kasus-kasus kriminalitas . Oleh karena itu perlu
peningkatan kesadaran dan ketaatan Hukum masyarakat untuk mewujudkan kamtibmas
swakarsa dengan mengintensipkan program Community Policing sebagai wujud
Siskamtibmas swakarsa.  

Pelibatan masyarakat dalam menjaga dan memelihara Kamtibmas, sejatinya tidak


sekedar membantu aparat Polri dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai aparat
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, namun yang lebih penting adalah
memberikan ruang bagi pemberdayaan masyarakat (empowerment). Masyarakat
diberdayakan sehingga tidak semata-mata sebagai obyek dalam penyelengaraan fungsi
kepolisian melainkan sebagai subyek yang menentukan dalam mengelola sendiri upaya
penciptaan lingkungan yang aman dan tertib.

Pelatihan pemahaman dan sosialisasi berbagai perundangan yang erat kaitan dengan
penanggulangan gangguan Kamtibmas dan mengaktifkan kembali gerakan Sadarkum pada
semua tingkat kehidupan masyarakat.
IV. REKOMENDASI IMPLEMENTASI
Implementasi akan dilakukan secara bertahap, sesuai dengan skala prioritas, waktu dan dana
yang tersedia. Kemudian harus konsisten dan taat azaz sesaui prinsip yg dikembangkan dalam
ISO yaitu: plan, do, check, improve (PDCI).

Plan yakni mengidentifikasi rangkaian kegiatan, kriteria dan metodologi.

Do yakni implementasi rencana kegiatan

Check yakni monitoring, pengukuran dan analisis

Improve yakni implementasi, penyempurnaan dan peningkatan.

IMPROVE

CHEK PLAN

DO
IV.1. KARAKTER

Karakter yang dimiliki seseorang menujukkan kualitas dirinya. Karakter positif akan
membuat dirinya memiliki daya tahan dalam menghadapi segala sesuatu, tidak mudah
menyerah, memiliki tanggungjawab yang tinggi sehingga membuat dirinya dapat dipercaya dan
dihandalkan.

Karakter menentukan pribadinya sendiri dan tingkah lakunya. Karakter yang baik 
merupakan motivasi dalam mendasari seseorang melakukan apa yang benar, dengan mengacu
pada standar tingkah laku yang tinggi di setiap situasi. Karakter seseorang tercermin dari
tingkah lakunya. Seseorang dapat dikatakan memiliiki karakter yang baik apabila dalam dirinya
menujukkan tingkah laku sesuai dengan standar tinggi yang ditetapkan oleh norma-norma
tertentu (norma agama dan masyarakat) dalam setiap situasi.

Karakter seseorang pada dasarnya ditampilkan dari setiap tindakan atau perbuatannya.
Apa yang dilakukannya mencerminkan karakternya. Karakter berkembang melalui kebiasaan,
dan perubahan-perubahan karakter dapat terjadi dengan mengembangkan kebiasaan-
kebiasaan baru.
Dalam The Six Pillars of Character ; enam jenis karakter yang harus dicapai dalam kegiatan
pembinaan atau pendidikan karakter, meliputi :

•Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegritas, jujur, dan
loyal.

•Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak
suka memanfaatkan orang lain.

•Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian
terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.

•Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati
orang lain.

•Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta
peduli terhadap lingkungan alam.

•Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan
selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.
IV.2. PENDIDIKAN.

Menurut UNESCO dalam buku Learning : The Treasure Within, bahwa pelaksanaan
pembelajaran hendaknya mengandung minimal 4 prinsp yaitu: leraning to know, learning to
do, learning to be, and learning to live together.

Untuk itu, sistem pembelajaran yang dikembangkan hendaknya dapat menciptakan iklim
belajar yang kondusif untuk membangun kreativitas sekaligus mengembangkan kehidupan
sekolah yang toleran, demokratis, dan kekeluargaan.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mengembangkan sekolah-sekolah
unggulan baik tingkat dasar (SD dan SMP) maupun pada tingkat menengah dan lanjutan
(SLTA dan PT). Sekolah Unggulan yang dimasudkan disini adalah sekolah
penyelenggara program pendidikan yang tamatannya berkualitas dan dapat bersaing
baik pada sakala nasional maupun skala internasional.
Dalam mewujudkan sekolah-sekolah unggulan, maka secara rinci tahapan pengembangan
dapat dilaksanakan sebagai berikut:

1. Membentuk satuan tugas sebagai kelompok gugus kendali mutu

2. Mensosialisasikan program.

3. Melakukan evaluasi

4. Merumuskan visi, misi, tujuan dan sasaran

5. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran

6. Melakukan analisis SWOT

7. Merumuskan langkah pemecahan masalah

8. Menyusun rencana pengembangan

9. Memilih dan menetapkan sekolah-sekolah yang akan dijadikan sekolah unggulan

10. Melaksanakan rencana pengembangan.


KARAKTERISTIK SEKOLAH UNGGULAN

1. KURIKULUM.

a. Menggunakan kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi

yang diakui baik nasional maupun internasional.

b. Pengorganisasian materi kurikulum menggunakan pendekatan kompetensi

c. Penyelenggaran pendidikan menggunakan pendekatan competency based learning dan


competency based training..

d. Penilaian hasil belajar siswa menggunakan pendekatan competency based assessment


yang dikembangkan berdasarkan pembelajaran tuntas dan kriteria unjuk kerja
(performance criteria).

2. MANAJEMEN.

Pengembangan sekolah unggulan dapat mengadopsi prinsip-prinsip manajemen

mutu (ISO 9001 : 2000), yang secara umum mendeskripsikan sebagai suatu

proses peningkatan unjuk kerja bertahap, berkesinambungan, berdasarkan prinsip-

prinsip menajemen yang komprehensif, integral, dan holistik.


3. TENAGA KEPENDIDIKAN .
a. Tenaga kependidikan yang tersdedia harus sesuai dengan standar kebutuhan

minimal berdasarkan jumlah dan kualifikas

b. Memiliki kualifikasi dan dan kompetensi yang memenuhi standar sesuai dengan

bidang keilmuannya

c. Kreatif, inovatif, dan selalu mengikuti perkembangan IPTEK

4. FASILITAS PENDIDIKAN

c. Ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan meliputi jenis, jumlah,

spesifikasi/persayaratan teknis.

b. Fasilitas pendidikan dapat diperoleh melalui bantuan pemerintah atau dari

pemerhati pendidikan atau out-sourching dengan industri atau pihak lain.


 
.
5. KESISWAAN
 
Sekolah unggulan harus mempunyai sumber siswa yang tetap baik lokasi,

jumlah, dan jarak. Calon siswa yang masuk harus disiapkan atau disaring melalui

tes agar kualitasnya dapat terjamin.


IV.3. PARIWISATA .

Untuk meraih kembali Pariwisata Toraja yang Unggul, dan terus berkembang, maka
disususn rencana aksi yang mengatur dan mengelola agar sektor pariwisata ini dapat kembali
memberikan sebuah sumbangsih yang maksimal terhadap Daerah dan yang tidak kalah
pentingnya adalah bahwa dari sektor pariwisata ini diharapkan dapat menggerakkan roda
perekonomian untuk dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Rencana implementasi terhadap strategi pengembangan pariwisata di Toraja :


1. Pengembangan destinasi pariwisata.
Objek wisata utama yakni : wisata alam, sejarah, seni dan budaya, agro
dan belakangan ini yang paling banyak menarik kunjunan wisatawan adalah
wisata religi (rohani).
Contoh : Pengembangan Wisata Rohani di Rantedengen, Bori’.
Pengembangan Wisata Agro di Kairo, Sangalla’.
2. Pengembangan industri pariwisata.
Pengembangan industri pariwisata yang bermutu, cinderamata, tenunan dll

.
3. Pengembangan produk wisata.
Menciptakan produk wisata, seperti event pariwisata : Toraja Marathon, Toraja 10K.
4. Pemantapan pemasaran.
Pemantapann pemasaran wisata, promosi yang inten dan berkesinambungan,
Mengefektifkan pusat informasi pariwisata seperti : Toraja Tourism Board.
5. Pengembangan sumber daya manusia.
Peningkatan kualitas SDM pariwisata melalui pembinaan yang berjenjang dan
sertified agar mampu bersaing di era globalisasi.
6. Pengembangan Pelayanan Pariwisata.
Bertujuan memberikan pelayanan yang terbaik bagi para wisatawan.
pengembangan pelayanan seperti keramahan, kenyamanan & keamanan
wisatawan.
7. Pengembangan Infrastruktur Pariwisata .
Pembanguanan infrastruktur pariwisata seperti : Bandara, Terminal, Hotel &
Restoran. Yang menjadi persoalan saat ini, adalah tidak adanya restoran yang
nyaman bagi para wisatawan yang menginginkan masakan 100 % halal.
Sangat mendesak untuk membangun Wisata Kuliner atau Rest Area yang
aman, nyaman, bersih, dan 100% halal.
IV.4. KAMTIBMAS .

Penanganan kondisi instabilitas sosial yang melanda Toraja saat ini , secara khusus
penyakit masyarakat , seperti judi (sabung ayam, ma’pasilaga tedong), kejahatan dijalanan
(street crime), pemerasan , penganiayaan dan premanisme.
Memerlukan perhatian khusus dan dilakukan secara terintegrasi antara Fungsi Kepolisian,
Pemerintah Daerah bersama dengan Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama.

Aparat Kepolisian secara rutin dan intensif menertibkan berbagai tempat-tempat yang
menjadi sumber munculnya penyakit masyarakat, seperti maraknya pekerja sex komersial,
narkoba dan korban HIV/ AIDS yang sungguh sangat menjadi kekwatiran semua pihak saat ini.

 Aparat keamanan perlu secara terus menerus melakukan kampanye untuk sosialisasi
berbagai perundangan yang erat kaitannya dengan penanggulangan gangguan Kamtibmas dan
mengaktifkan kembali gerakan Sadarkum pada semua tingkat kehidupan masyarakat.
V. PENUTUP

          Penyampaian  sumbang pikir ini sebagai hasil curah pendapat yang diadakan oleh
kelompok kecil Masyarakat Toraja Perantauan (Toraya Mamali’), pada Tanggal 13 Februari
2018 di Jakarta, dirangkum dalam bentuk tulisan dengan judul : “MENUJU TORAJA UNGGUL “,
dan Sub judul : “SEBUAH KEPRIHATINAN YANG BERPENGHARAPAN, TERLAHIR DARI
KEARIFAN LOKAL, TENTANG FILOSOFI DAN CARA HIDUP UNTUK MERAIH KEMBALI
TORAJA UNGGUL”.

Penyampain sumbang pikir ini sejatinya merupakan refleksi dari keprihatinan yang
dirasakan oleh para peserta untuk kemudian dirangkum dalam bentuk tulisan yang akan
disampaikan sebagai bahan masukan kepada Bupati Tana Toraja ,Bupati Toraja Utara dengan
jajarannya, Anggota DPRD Tana Toraja dan Toraja Utara, Keluarga Besar Sinode Gereja
Toraja, bahkan segenap masyarakat Toraja, baik yang tinggal di Toraja maupun yang ada di
Perantauan.

Pemahaman terhadap masalah yang dihadapi Toraja yang digambarkan dalam tulisan ini,
disadari belum mewakili semua permasalahan yang ada, namun  kami menyajikan pendapat
berdasarkan pengamatan dan informasi yang dapat diserap oleh anggota kelompok,
sekalikagus menwarkan solusinya .
Bahwa untuk ikut serta dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan sosial yang
terjadi di Toraja saat ini, kami dari kelompok kecil  Masyarakat Toraja Perantauan di Jakarta
(Toraya Mamali’), terpanggil untuk menyumbangkan beberapa pokok pikiran dan
menawarkan solusi bahkan melakukan tindakan nyata dalam rangka memecahkan berbagai
persoalan tersebut untuk mengembalikan mimpi tentang  Toraja yang penuh pesona, adat
dan budayanya yang unik, gudangnya cerdik pandai.

Keterpanggilan ini didasari pada hubungan emosional lahir bathin dengan tanah
kelahiran Toraja. Kami bertekad untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat berbuat, bukan
hanya berkomentar, berkeluh kesah dan bahkan menyalahkan orang lain atau pemerintah
saja. tetapi kembali bangkit membangun Toraja.

Kami mau melakukan sesuatu yang positif dibidang Pendidikan, Parawisata dan
Keamaman & Ketertiban Masyarakat agar nantinya Karakter atau identitas orang Toraja
“tempoe doeloe” (pekerja keras, jujur, cerdas, terampil, sopan, dan bertanggung jawab)
kembali mewarnai kehidupan sosial kemasyarakatan.
Toraja kembali bangkit sebagai daerah yang unggul, sebagaimana yang telah dicanangkan
melalui “Toraya Mamali’ ” 28 Oktober 2006 di Toraja.
PANITIA

Pemrakarsa :
Komjen Pol. (P) Drs. Insmerda Lebang.

Ketua :
Irjen Pol. (P) Drs. Mathius Salempang.

Sekretaris :
Ir. S. Nemba Tangkeallo, MM.

Sekretariat :
2 . Ayub Pongrekun, ST.
3 . Alan Singkali, SE.
PESERTA
1. Prof. dr. Aris Pongtuluran, M.Ph.
Ph.D.
2. Prof. DR. Jonathan Parapak, M.EngSc
3. Dr. Henriette H. Lebang.
4. Drs. Victor Senobua’
5. Drs. Samuel Parantean, MBA.
6. Ir. Deka Paranoan.
7. Ir. Tiendas Mangeka’, MBA.
8. Drs. Yakobus Mayongpadang.
9. Drs. Adrial Rumengan
10. Bridjen Pol. Drs. Fred Kalalembang.
11. Bridjen Pol. Drs. Dharma Pongrekun
12. Dra. Lily Salurapa’.
13. Dra. Yesri Tandiseru.
14. Dr. Ophir Sumule.
15. Dr. Yulianus Pongtuluran.
16. Ir. John Bari.
17. Ir. David Payung.
18. Dyson Bahagia Batti’,SE.
19. Pdt. Yoel Tangkedatu, S.Th.

Anda mungkin juga menyukai