“Effects of Tinnitus on
Quality of Life Among
Sawmill Workers”
Oleh : Toshiya Rama Setiahadi (2015730128)
Pembimbing : dr.Eka Dian Safitri, Sp.THT-KL
Pembukaan
• Tinnitus merupakan kelainan persepsi suara tanpa adanya
perangsang/stimulus eksternal.
• Tinnitus berbeda dengan halusinasi suara yang biasanya terjadi pada
pasien dengan kelainan SSP, kelainan psikiatri dan alcoholism.
• Kondisi (tinnitus) tersebut dapat muncul tanpa atau dengan
penurunan pendengaran serta, dapat bersifat objektif atau subjektif.
• Beberapa penelitian menunjukan bahwa paparan terhadap suara
keras dapat menjadi faktor predisposisi tinnitus (penyebab paling
sering).
Metode
Design penelitian
• Penelitian ini merupakan; penelitian comparative cross sectional yang
melibatkan pekerja penggergajian.
Setting penelitian
• Dilaksanakan di timur dan tengah area pemerintahan local Ife dari negara
bagian Osun di bagian Barat Daya Nigeria.
Protokol penelitian
• Penelitian ini melibatkan 420 pekerja penggergajian serta, 420 pekerja
perpustakaan dan administrasi dengan umur dan jenis kelamin yang mirip
dari Universitas Obafemi Awolowo.
• Sejarah dan tingkat keparahan dari tinnitus disusun menggunakan Tinnitus
Handicap Inventory dan the World Health Organization Quality of Life (WHO-
QoL).
Metode Cont.
Pertimbangan etik
• Penelitian ini dilakukan menurut standar etik dari institutional and
national research committee dan dengan deklarasi Helsinki 1964.
Hasil
• Dari 420 pekerja, 410 merupakan pria dan 10 wanita dengan kontrol
usia dan jenis kelamin yang sama.
• Pada penelitian tersebut, 41 (9.8%) pekerja memiliki tinnitus dan
hanya 1 dari subjek kontrol yang memiliki tinnitus.
• Nilai tinnitus rata-rata: 19.80±2.89.
• Rata-rata kualitas kehidupan terklasifikasi sebagai sangat buruk,
buruk, tidak buruk maupun baik, baik dan sangat baik.
• Terdapat penurunan yang signifikan di bagian fisik, psikologik dan
sosial dari hasil kualitas kehidupandengan terdapatnya tinnitus.
• Tidak ada perubahan yang signifikan di bagian keseluruhan dan
lingkungan dari kualitas kehidupan dengan peningkatan tingkat
keparahan tinnitus.
Diskusi
• Dalam penelitian tersebut, 9.8% dari pekerja penggergajian memiliki
tinnitus.
• Menurut Axelsson dan Prasher, tinnitus mungkin lebih sering pada
orang terpapar suara keras dibanding dengan populasi umum, hal ini
karena terpaparnya suara menjadi penyebab paling seringgejala
tinnitus.
• Efek samping dari tinnitus dapat berupa secara psikologik, sosial dan
fisik.
• Tinnitus subjektif tidak mudah untuk dinilai, maka digunakaan
kuisioner untuk mendapatkan tanggapan berbasis data serta,
deskripsi dari peserta. Rata-rata memiliki nilai 19.8 (mild tinnitus).
Diskusi Cont.
• Tinnitus dapat memengaruhi secara fisik dengan mengganggu tidur,
kesiagaan, kinerja. Hal ini berhubungan dalam menurunkan kualitas
kinerja keseluruhan pasien.
• Tinnitus dapat memengaruhi beberapa macam aspek psikologis
seperti depresi, ansietas dan keadaan umum pasien. Adoga dan
Obindo menemukan bahwa tinnitus dapat menyebabkan ansietas dan
depresi.
• Efek samping tinnitus dapat menyebar hingga ke aspek sosial. Hal ini
dapat memengaruhi interaksi antar pekerja yang dapat mengganggu
keharmonisan lingkungan kerja.
• Namun, pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan
signifikan antara tingkat keparahan tinnitus dengan kualitas hidup
dalam aspek lingkungan dan secara keseluruhan.
Kesimpulan
• Prevalensi tinnitus pada penlitian tersebut ditemukan 9.80% dan
peningkatan dari tingkat keparahan ditemukan berkaitan dengan
penurunan yang signifikan pada kualitas hidup secara fisik, psikologik
dan sosial.
• Peneliti merekomendasikan program konversasi pendengaran untuk
pekerja penggergajian, dimana dapat membantu mengurangi efek
samping dari terpaparnya suara keras. Kepada pekerja yang sudah
terkena tinnitus, dianjurkan untuk melakukan pengobatan.
TERIMAKASIH