Anda di halaman 1dari 32

SKIZOFRENIA

Dosen Pengampu :
Arum Pratiwi, S. Kp., M.Kes, Ph. D.
Nama Kelompok
• Sri Puji Lestrai J210180059
• Ahmad Miftakhul Latif J210180070
• Mustika Adelia J210180074
• Salsabillah Ansafa Iffada J210180075
• Aisyah Nabila Intan R.F J210180082
• Aninditya Ajeng Avilia S J21080090
• Nasywa Yumna Hamida J210180099
• Guripto Aji J210180124
Pengertian
• Skizofrenia merupakan penyakit gangguan jiwa berat berupa
hilangnya kontak dengan kenyataan dan kesulitan membedakan hal
yang nyata dengan yang tidak (Yuliana, 2013:24)
• Skizofrenia adalah penyakit kronis berupa gangguan mental yang
serius yang ditandai dengan gangguan dalam proses pemikiran yang
mempengaruhi prilaku ( Thorson, dkk., 2008)
• Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang terpecah belah, adanya
keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler (dalam Maramis, 2009)
Penyebab (faktor predisposisi dan presipitasi)
 Faktor predisposisi adalah faktor yang mencakup pengetahuan dan
sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi, dan kepercayaan
masyarakat terhadap hal-halyang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat tingkat pendidikan, tingkat sosial
ekonomi, dan sebagainya
 Faktor presipitasi adalah faktor pencetus terjadinya gangguan pada
setiap orang.

Kemudian apa bedanya faktor predisposisi dan presipitasi? Faktor


predisposisi dapat dikatakan sebagai faktor pencetus awal terjadinya
suatu gangguan kemudian faktor presipitasi sebagai peledak masalah
awal tersebut.
Faktor Predisposisi

a) Genetik
Faktor genetik terhitung menjadi liabilitas mayor untuk penyakit
skizofrenia. Penurunan pada generasi selanjutnya skizofrenia secara
genetik berkisar 60-80%. Penelitian genetika molekuler telah
mengidentifikasi gen yang terbukti paling berperan yaitu Neuregulin
(NRG1) pada kromosom 8p21-22, Dysbindin (DTNBP1) pada
kromosom 6p22, DISC1 (Disrupted In Schizophrenia) yaitu sebuah
kromosom translokasi seimbang (1,11) (q42;q14.3). Lebih dari 40%
kembar monozigot dari orang tua dengan masalah gangguan jiwa juga
terpengaruh. Anak-anak yang memiliki orang tua biologis dengan
masalah gangguan jiwa lalu diadopsi oleh sebuah keluarga yang tidak
memiliki gangguan jiwa memiliki resiko yang sama seperti jika orang
tua biologis telah mengangkat mereka (Maramis, 2010; Stuart, 2016;
Semple & Smyth, 2013).
b) Neurobiologi
Studi menunjukan orang dengan skizofrenia mengalami kelainan anatomi,
fungsional, dan neurokimia dalam kehidupan dan otak postmortem. Dua hasil
penelitian neurobiologis yang menetap dalam skizofrenia adalah penurunan
volume otak dan perubahan sistem neurotransmitter pada dopamin, serotonin,
asetilcolin, dan GABA serta dineuroregulasi seperti prostaglandin dan
endorfin (Maramis, 2010; Townsend, 2015).

c) Neurodevelopment
Neurodevelopment juga diyakini bahwa beberapa struktural, fungsional, dan
kimia yang tersimpan pada otak, pada skizofrenia biasanya terlihat dari
sebelum gejala muncul. Aktivitas dopaminergik yang berlebihan juga bisa
menjari faktor yang telah dihubungkan dengan beratnya gejala positif pada
pasien. Beberapa anak dengan skizofrenia menunjukan kelainan ringan
tentang perhatian, koordinasi, kemampuan sosial, fungsi neuromotor, dan
respon emosional jauh sebelum gejala skizofrenia yang jelas (Stuart, 2016;
Kaplan & Sadock, 2015).
d) Teori virus dan infeksi
Paparan virus influenza pada saat prenatal, terutama selama
trisemester pertama mungkin menjadi salah satu faktor penyebab
skizofrenia pada beberapa orang (Brown dan Derkits, 2010).
Teori ini didukung oleh fakta bahwa kebanyakan orang dengan
skizofrenia lahir pada musim dingin atau diawal musim semi dan
diperkotaan (Stuart, 2016).
Faktor Presipitasi
a) Biologis
Salah satu dari stresor adalah gangguan dalam umpan balik otak yang mengatur jumlah informasi
yang diproses dalam waktu tertentu. Terganggunya kemampuan dalam umpan balik otak
dikarenakan penurunan fungsi lobus frontal yang berdampak pada pengolahan informasi berlebih.
Stresor biologis lainnya yaitu proses listrik yang melibatkan elektrolit tidak normal. Sebagai contoh,
biasanya ketika orang mendengar suara keras, mereka akan terkejut; namun ketika suara keras
terulang yang kedua kali respon kaget menurun. Orang dengan skizofrenia berbeda, ia akan lebih
terkejut lagi ketika mendengar suara keras yang kedua kalinya. Sehingga, orang dengan skizofrenia
umumnya takut di tempat keramaian (Maramis, 2010; Stuart, 2016).
b) Gejala Pemicu
Pemicu umum klien skizofrenia terhadap respons neurobiologis berhubungan
dengan kondisi kesehatan, lingkungan, dan perilaku. Kelas sosial ke bawah
juga dapat berpengaruh timbulnya skizofrenia. Hal ini terkait dengan interaksi
ibu dan anak, peran ayah, persaingan antar saudara kandung, hubungan
keluarga, dan pekerjaan. Selain itu, faktor konsep diri dan pola adaptasi juga
akan mempengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah (Maramis, 2010;
Stuart, 2016; Townsend, 2015).
Tanda dan gelaja
Berdasarkan Domoninguez et al (2009) gejala penyakit skizofrenia
di menjadi 2 :
1. Gejala positif : halusinasi, delusi, dan bicara dan perilaku tidak
teratur
2. Gejala negatif : afek datar, apatis dan penarikan sosial

Reaksi individu penderita skizofrenia : reaksi lingkungan sosial dan


stigmatisasi

Berdasarkan bleuler (2009) gejalanya dibagi jadi 2 kelompok :


3. Gejala primer : gang. proses berpikir, gang kemauan. Gang emosi
dan autisme
4. Gejala sekunder : waham, halusinasi dan gejala katatonik dan
gang psikomotor lainnya
Diagnosa Keperawatan
• a. Resiko perilaku kekerasan (mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan) b.d halusinasi
• b. Gangguan Persepsi Sensori : halusinasi b.d menarik diri.
• c. Gangguan isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah.
RASIONAL
Diagnosa 1 : perilaku kekerasan (menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan) b.d
halusinasi.
rasional :- Setelah dilakukan proses keperawatan pasien dapat pulih dari perilaku kekerasan
emosi dan fisik.
Diagnosa 2 : Perubahan persepsi sensori : Halusinasi b.d menarik diri.
Rasional :- Setelah dilakukan proses keperawatan Pasien dapat mengontrol diri terhdap distursi
pemikiran
Diagnosa 3 : Gangguan isolasi sosial : menarik diri b.d harga diri rendah.
Rasional : - Setelah dilakukan proses keperawatan Pasien dapat:
- berinteraksi dengan teman dekat dari sekala interaksi 1 ke sekala iteraksi 3
- berinteraksi dengan anggota keluarga dari sekala interaksi 1 ke sekala interaksi 3
- beraktivitas dalam kelompok yg terorganisir
- berpatisipasi dalam aktivitas ketika waktu luang dengan orang lain
- berpatisipasi dalam tim olahraga
Rencana Tindakan
Perencanaan
Diagnosa
Keperawatan Tujuan (TUK/TUM) Intervensi Rasional

Resiko TUM : 1. Bina hubungan saling 1. Kepercayaan dari


perilaku Klien mampu percaya dengan klien merupakan hal
kekerasan mengatasi atau menggunakan prinsip yang akan
(mencederai mengendalikan resiko komunikasi terapeutik memudahkan
diri sendiri, perilaku kekerasan 2. Bantu klien perawat dalam
orang lain TUK : mengungkapkan melakukan intervensi
dan 1. Klien dapat perasaan marahnya selanjutnya terhadap
lingkungan ) membina 3. Membantu klien klien
b.d halusinasi hubungan saling mengungkapkan 2. Menentukan
percaya tanda-tanda perilaku mekanisme koping
2. Klien dapat kekerasan yang yang dimiliki klien
mengidentifikasi dialaminya dalam menghadapi
penyebab perilaku 4. Diskusikan dengan masalah
yang dilakukannya klien akibat negatif 3. Deteksi dini dapat
3. Klien dapat atau kerugian dari cara mencegah tindakan
mengidentifikasi atau tindakan yang bisa
tanda-tanda kekerasan yang membahayakan klien
perilaku kekerasan dilakukan dan lingkungan
4. klien dapat 5. Diskusikan dengan sekitar
mengidentifikasi klien seputar : 4. Membantu klien
akibat perilaku berbagai alternatif melihat dampak yang
kekerasan pilihan untuk ditimbulkan akibat
5. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan
mengidentifikasi kemarahan, cara sehat yang dilakukan
cara-cara sehat untuk mengungkapkan 5. Menurunkan perilaku
dalam marah destruktif yang
mengungkapkan 6. diskusikan cara yang berpotensi
marah mungkin dipilih , latih mencederai klien dan
6. Klien dapat klien memperagakan lingkungan sekitar
Perencanaan
Diagnosa
keperawatan Tujuan (TUK/TUM) Intervensi Rasional

Perubahan TUM : 1. Bina hubungan 1. Hubungan saling


persepsi Klien tidak saling percaya percaya
sensori : mencederai diri dengan merupakan dasar
Halusinasi b.d sendiri, orang lain menggunakan untuk
menarik diri dan lingkungan prinsip komunikasi memperlancar
TUK : terapeutik interaksi
1. Klien dapat 2. Observasi tingkah selanjutnya
membina laku klien terkait 2. Mengenal perilaku
hubungan saling dengan klien saat
percaya halusinasinya, halusinasi terjadi,
2. Klien dapat bantu klien mengenal
mengenal mengenal halusinasi
halusinasinya halusinasinya, apa memungkinkan
3. Klien dapat yang dirasakannya klien
mengontrol ketika terjadi menghindari
halusinasinya halusinasi faktor timbulnya
3. Bersama klien, halusinasi,
identifikasi 3. Usaha untuk
tindakan yang memutus
dilakukan jika halusinasi,
terjadi halusinasi, sehingga
diskusikan manfaat halusiinasi tak
dan cara yang muncul kembali,
digunakan klien, penguatan dapat
cara baru meningkatkan
mengontrol harga diri,
halusinasinya, beri memberikan
contoh cara alternatif pilihan
Perencanan
Diagnosa
keperawatan Tujuan (TUK/TUM) Intervensi Rasional

Gangguan TUM : 1. Bina hubungan saling 1. Membina hubungan


isolasi sosial : Klien dapat percaya dengan saling percaya dengan
menarik diri berinteraksi dengan melakukan prinsip klien, dapat membantu
b.d harga diri orang lain komunikasi terapeutik klien membina kembali
rendah TUK : 2. Tanyakan pada klien interaksi penuh percaya
1. Klien dapat orang yang tinggal diri dengan orang lain
membina serumah, orang yang 2. Dengan mengetahui
hubungan paling dekat dn tidak tanda dan gejala isolasi
saling percaya dekat, sebabnya, sosial yang muncul,
2. Klien mampu upaya yang dilakukan perawat dapat
menyebutkan ungtuk dekat dengan menentukan langkah
penyebab orang lain, diskusikan intervensi selanjutnya
isolasi sosial penyebab isolasi sosial 3. Perbedaan seputar
3. Klien mampu 3. Tanyakan pada klien manfaat hubungan
menyebutkan manfaat hubungan sosial dan kerugian
keuntungan sosial, kerugian isolasi isolasi sosial membantu
berhubungan sosial, diskusikan klien mengidentifikasi
sosial dan manfaat hubungan apa yang terjadi pada
kerugian dari sosial dan kerugian dirinya, penguatan
isolasi sosial isolasi sosial, beri dapat membantu
4. Klien dapat pujian kemampuan meningkatkan harga
melaksanakan klien diri klien
hubungan sosial 4. Observasi perilaku 4. Kehadiran orang yang
secara bertahap klien ketika dipercaya memberi
5. Klien mampu berhubungan sosial, klien rasa aman dan
menjelaskan jelaskan cara terlindungi, setelah
perasaannya berinteraksi dengan dapat berinterksi
setelah orang lain, beri dengan orang lain klien
berhubungan kesempatan untuk merasa lebih berguna
sosial mempraktekkan cara dan rasa percaya diri
berinteraksi, bantu klien dapat tumbuh
Tindakan
1. Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya
2. Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
3. Membantu klien mengungkapkan tanda-tanda
perilaku kekerasan yang dialaminya
4. Diskusikan dengan klien akibat negatif atau
kerugian dari cara atau tindakan kekerasan yang
dilakukan
5. Diskusikan dengan klien seputar : berbagai
alternatif pilihan untuk mengungkapkan
kemarahan, cara sehat untuk mengungkapkan
marah
6. diskusikan cara yang mungkin dipilih , latih klien
memperagakan cara yang dipilih, jelaskan
manfaat cara tersebut
Contoh Kasus
Ny. L usia 37 tahun sudah sekitar 2 bulan dirawat di ruang
Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dengan
diagnose medis Skizofrenia. Ny. L mengalami Gangguan
Persepsi Sensori yaitu Halusinasi Pendengaran. Sebelum
masuk rumah sakit pasien mengalami gejala yang aneh, ± 10
hari klien bingung, menyendiri, gelisah, sering bicara sendiri,
sulit tidur, bicara kacau dan sering memarahi anggota
keluarga. Dan sering mendengar suara laki-laki yang diduga
suara suaminya yang mengancam ingin membunuhnya.
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 April 2019 di ruang Srikandi Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta dengan data diperoleh dari pasien perawat lain dan
Rekam medis

2. Identitas
A.Identitas Klien

Nama : Ny L
Umur : 37tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan: SMP
Alamat : Bandung, Wonosegoro, Boyolali.
No. RM : 01191
Tanggal Masuk : 01 Maret 2019

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. M
Umur : 41 tahun
Alamat : Bamdung, Wonosegoro, Boyolali.
Hubungan dengan klien: Ayah
3. Riwayat Kesehatan
• Alasan Masuk Rumah Sakit
Sebelum masuk rumah sakit ± 10 hari klien bingung, menyendiri, gelisah, sering bicara sendiri, sulit tidur, bicarakacau
dan sering memarahi anggota keluarga. Klien dulu pernah di rawat di Rumah Sakit Jiwa sebanyak 6X. Klien
sekarang sering mendengar suara laki-laki yang diduga suara suaminya yang mengancam ingin membunuhnya. Klien
merasa ada sesuatu yang berbeda, tidak mau bergaul dengan teman, pendiam, dan sering menyendiri.

B. Faktor Predisposisi
• Klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu sebanyak 6 kali di Rumah Sakit Jiwa Surakarta tetapi kurang
berhasil dikarenakan setelah obat habis klien tidak mau kontrol. Klien tidak pernah mengalami aniaya fisik dan
aniaya seksual. Klien juga tidak pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga baik sebagai korban, pelaku
atau saksi. Keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat gangguan jiwa. Pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu pasien ditinggal pergi suami tanpa pamit.

C. Faktor Presipitasi
• Klien dibawa oleh keluarga ke rumah sakit jiwa Surakarta karena klien sering bicara sendiri, bicara kacau,
mendengar suara yang sebenarnya tidak ada, melamun, dan mondar-mandir. Menurut keluarga keadaan klien bisa
seperti ini karena ditinggal pergi suami.

D. Psikososial.
• Genogram: Klien tinggal serumah bersama Ibu, ayah dan anaknya. Klien merupakan anak ke dua dari lima
bersaudara.

`
• Konsep Diri
1. Gambaran diri
Klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak di sukai, klien juga tidak memiliki cacat tubuh. Klien
menerima semua anggota tubuhnya.

2.Identitas
Pasien menyadari dia seorang wanita, berusia 37 tahun sudah pernah menikah tetapi ditinggal pergi suaminya.
Dan dikaruniai seorang anak perempuan yang sekarang sudah berusia 16 tahun dan bersekolah di SMK.

3. Peran Diri
Pasien adalah seorang Ibu rumah tangga dan anggota masyarakat. Sebelum sakit pasien masih bisa
melaksanakan tugasnya dengan baik yaitu merawat dan membesarkan anaknya serta melakukan aktivitas rumah
tangga seperti menyapu, mencuci, setrika dll. Selama sakit pasien hanya melakukan kegiatan yang ada di rumah
sakit sebagai pasien.

E. Status Mental
• 1)Alam perasaan : Pasien merasa sedih dan putus asa karena ditinggal pergioleh suami.
2)Persepsi : Pasien mengatakan mendengar suara suaminya bilang ingin membunuhnya saat pasien sendirian, dan
frekuensi munculnya suara itu tidak pasti pada saat pasien sendirian dan frekuensi munculnya suara itu tidak pasti pada
saat pasien sendirian.
3)Proses Pikir : Pasien dapat menjawab pertanyaan deengan baik.
4) Isi Pikir : Pasien merasa ketika mendegar suara suaminya mengancam ingin membunuhnya dan memaksa
minta uang.
F. Pemeriksaaan Fisik
a.Tanda-tanda vital b.Ukur
• Tekanan Darah: 110/70 mmHg TB : 154 cm
• Nadi: 80x/menit BB : 70 kg
• Suhu: 36ºC
• Respirasi: 20 x/menit

G.  Pemeriksan Penunjang
• Terapi Medis:
• Risperidone = 2 × 2mg/12 jam
• Trihexipenidil= 2× 2 mg/12 jam
• Chlorpromazine= 3 × 100 mg/8 jam

a.Pemeriksaan Penunjang
Nama hasil Angka normal satuan
pemeriksaan
KIMIA KLINIK
GDS
SGOT 161  <130 Mg/dl
SGPT 17 <31 U/L
15 <32 U/L
H. Data Fokus
• Data Subyektif :
a. Klien mengatakan marah ketika mendengar suara suaminya yang mengancam ingin membunuhnyadan ingin melemparkan
barang-barang ke sumber suara itu.
b.Klien mengatakan setiap sendirian mendengar suara suaminya.
c.Klien mengatakan lebih suka sendiridan jarang mengobrol.
d.Klien mengatakan tidak suka berkomunikasi dengan teman

• Data Obyektif :
a.Klien tampak bingung dan gelisah.
b.Klien tampak bicara sendiri dan lama-lama pembicaraan menjadi kacau.
c.Intonasi verbal pasien tampak cepat dan bicara keras
d.Klien bersikap seperti mendengar sesuatu.
e.Klien sering duduk sendiridan sering melamun.
f.Aktivitas menurun.

4. Diagnosa Keperawatan.
a. Resiko perilaku kekerasa (mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan) berhubungan dengan halusinasi pendengaran
b.Perubahan Persepsi Sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
c.Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
5. Intervensi-Implementasi
Untuk diagnosa resiko menciderai diri sendiri dan orang lainberhubungan dengan halusinasi pendengaran dilakukan TUK 1-
TUK 4 dengan criteria evaluasi berhasil. Kemudian untuk diagnose ke 2 perubahan persepsi sensori halusinasi pendengaran
berhubungan dengan menarik diri penulis belum bias melakukan intervensi dan implementasi karena keterbatasan waktu
sehingga penulis bekerja sama dengan perawat RSJD Surakarta untuk melanjutkan intervensi.

6. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada hari akhir, dan didapat 1 masalah keperawatan yang dapat teratasi dari 2 masalah keperawatan yang
muncul. Yang dapat teratasi yaitu Resikomencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
Ilmu kesehatan jiwa dalam
Islam
Konsep kesehatan mental atau altibb al-ruhani pertama kali diperkenalkan
dunia kedokteran Islam oleh seorang dokter dari Persia bernama Abu Zayd
Ahmed ibnu Sahl al-Balkhi (850-934). Dalam kitabnya berjudul Masalih al-
Abdan wa alAnfus (Makanan untuk Tubuh dan Jiwa), al-Balkhi berhasil
menghubungkan penyakit antara tubuh dan jiwa. Ia biasa menggunakan istilah
al-Tibb al-Ruhani untuk menjelaskan kesehatan spritual dan kesehatan
psikologi. Sedangkan untuk kesehatan mental dia kerap menggunakan istilah
Tibb al-Qalb.
• Agama tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena
faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun
lingkungan masing-masing. Namun untuk menutupi atau meniadakan
sama sekali dorongan dan rasa keagamaan kelihatannya sulit
dilakukan, hal ini Karena manusia ternyata memiliki unsur batin yang
cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada Zat yang gaib,
ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia dalam
psikologi kepribadian dinamakan pribadi (self) ataupun hati nurani
(conscience of man).
• Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia
diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak
beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang
ada dalam (QS Ar Ruum 30:30) yang Artinya: “Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui”. fitrah Allah dalam ayat ini
maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri
beragama yaitu agama tauhid.
Ibadah sebagai Psikoterapi
• Sholat
• Dzikir
• Membaca Alquran
• Puasa
• Haji
• Gangguan mental dapat dikatakan sebagai perilaku abnormal atau
perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku
dimasyarakat, perilaku tersebut baik yang berupa pikiran, perasaan
maupun tindakan. Stress, depresi dan alkoholik tergolong sebagai
gangguan mental karena adanya penyimpangan. Dari uraian ini
disimpulkan bahwa gangguan mental memiliki titik kunci yaitu
menurunnya fungsi mental yang berpengaruh pada ketidak wajaran
dalam berperilaku.
• Gangguan mental ini sesuai dengan Al-Quran (QS. AlBaqoroh 2:10)
yang Artinya: “Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta.”
• Agama tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran
manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik
yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-
masing. Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah
manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid.
Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka
tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan
• Dari berbagai kasus yang ada justru banyak penderita kejiwaan yang
disembuhkan dengan pendekatan agama. Hal ini membuktikan bahwa
manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang ber-Tuhan dan akan
kembali ke-Tuhan pada suatu saat.
• Al-Quran berfungsi sebagai asySyifa atau obat untuk menyembuhkan
penyakit fisik maupun rohani. Dalam Al-Quran banyak sekali yang
menjelaskan tentang kesehatan. Ketenangan jiwa dapat dicapai
dengan zikir (mengingat) Allah. Rasa taqwa dan perbuatan baik adalah
metode pencegahan dari rasa takut dan sedih.
Referensi :
Sutejo.2019.Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan
Jiwa : Gangguan Jiwa dan Psikososial.Yogyakarta.Pustaka Baru Press
F Willy, dkk., 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press.

Anda mungkin juga menyukai