Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

HIPERTENSI URGENSI

Oleh :
Ageng Bella Dinata NIM. G4A015030

Pembimbing : dr. Tiara Paramita P., Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
PENDAHULUAN
Hipertensi penyebab kematian PTM terbanyak : 17,3 juta kematian (2008).
Prevalensi hipertensi usia > 18 tahun berdasar diagnosis tenaga kesehatan
sebesar 9,4% dan dari pengukuran tekanan darah 25,8% (2013) (Roesma,
2009 ; Kemenkes RI, 2014).
Diperkirakan 1-8% pasien hipertensi usia 30-70 tahun berlanjut menjadi
krisis hipertensi.
Sebanyak 20% pasien hipertensi yang datang ke UGD merupakan pasien
krisis hipertensi dan 88,53% merupakan pasien dengan hipertensi urgensi
(Devicaesaria, 2014; Salkic, 2014).
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Usia : 31 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No. RM : 00-24-42-05
Hari/Tgl. masuk : Kamis, 23 Juni 2016 pukul 17.00 WIB
Hari/Tgl. periksa : Senin, 27 Juni 2016 pukul 14.00 WIB
ANAMNESIS RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan nyeri kepala seperti


ditusuk-tusuk yang dirasakan terus-menerus setelah bangun tidur dan
semakin memberat sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
kepala disertai leher kaku sampai mengganggu aktivitas dan tidak
berkurang dengan istirahat dan meminum obat-obatan warung.
Pasien juga mengeluh pusing berputar, mual, dan muntah berisi
makanan sebanyak 3 kali. Keluhan pusing berputar tidak disebabkan
oleh perubahan posisi kepala. Keluhan pandangan kabur, telinga
berdenging, penurunan pendengaran, nyeri dada, sesak napas, nyeri
perut, bicara menjadi cedal, mulut mencong, kejang, dan kelemahan
anggota gerak serta bengkak pada tangan dan kaki disangkal.
CONT’D

Buang air kecil (BAK) warna kuning tua 4x/hari volume setiap buang air kecil
lebih dari segelas air mineral (>240 cc). Keluhan demam, nyeri pinggang,
BAK sering, tidak dapat menahan BAK, dan nyeri ketika BAK disangkal.

Pasien mengetahui memiliki tekanan darah tinggi sejak 6 tahun yang lalu
dengan rerata tekanan darah 160/90 mmHg namun jarang kontrol ke
puskesmas atau praktik dokter swasta. Sehari-hari pasien sering mengeluh
nyeri kepala dan biasa minum paramex untuk meredakan keluhan. Riwayat
trauma kepala disangkal.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Riw. Jantung, DM, Ginjal, Asma, Alergi makanan atau obat disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Riw DM diakui pada ayah paisen


Riw. Ht, Jantung, Ginjal, Asma, Alergi Makanan atau Obat disangkal

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Pasien merupakan tulang punggung keluarga yang bekerja sebagai kuli


pengangkut barang di Stasiun Purwokerto. Pola makan pasien tidak teratur
dan senang makan-makanan asin dan bersantan. Pasien jarang
berolahraga. Sehari-hari pasien kurang akur dengan istri. Pasien mengaku
semakin banyak yang dipikirkan mendekati hari lebaran. Pasien aktif
merokok kurang lebih 1 bungkus per hari selama 12 tahun dan berhenti
sejak 4 tahun yang lalu. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi alkohol.
Pasien termasuk golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah dan
baru membuat Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ketika masuk IGD
RSUD Dr. Margono Soekarjo tanggal 23 Juni 2016 sehingga sebelumnya
jarang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Tekanan Darah : lengan kanan 200/120 mmHg, lengan kiri 200/110 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler
Laju Pernapasan : 20 x/menit, spontan
Suhu per-Axilla : 36,6 0C

Antropometri
Berat badan : 72 kg ; Tinggi badan : 165 cm ; IMT : 26.45 (Obese 1)

Status Generalis
Pemeriksaan Kepala
Kepala : mesosefal, venektasi temporal (-), jejas (-)
Mata : CA (-/-), PBI 3mm/3mm, RCD (+/+) Normal
Telinga : discharge (-)
Hidung : napas cuping hidung (-), epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah mencong (-)
Pemeriksaan Leher
Distensi vena leher (-), JVP tidak meningkat, pembesaran tiroid (-)
Pemeriksaan Thoraks Pemeriksaan Abdomen
Paru Inspeksi : cembung, venektasi (-)
Inspeksi : simetris, hemithorax dex = sin Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : Vokal fremitus apex dextra = sinistra Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar lien
Vokal fremitus basal dextra = sinistra tidak teraba
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal,
Batas paru-hepar SIC V LMCD pekak alih (-)
Auskultasi: SD Ves (+/+), RBH(-/-), RBK (-/-),Wh
(-/-)

Jantung Ekstremitas
Inspeksi : IC tampak di SIC V 1 jari lateral LMCS
Palpasi : IC teraba di SIC V 1 jari lateral LMCS
Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPSD
Batas kiri atas SIC II LPSS
Batas kanan bawah SIC IV LPSD
Batas kiri bawah SIC V 1 jari lateral LMCS
Auskultasi : S1>S2, regular, Gallop (-),Murmur (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

laboratorium Kamis, 23 Juni 2016 pukul 20:05 WIB


Urinalisis Jumat, 24 Juni 2016 pukul 09:46 WIB

Elektrokardiogram Tn. H Minggu, 26 Juni 2016


Kesan :
a. Normal sinus rhythm
b. Left Ventricular Hypertrophy
Kesan USG Abdomen Senin, 27 Juni 2016 :
a. Sonomorfologi hepar masih dalam
batas normal
b. Vena porta dan vena lienalis tak
melebar
c. Kalsifikasi prostat
DIAGNOSIS
HIPERTENSI URGENSI

TATALAKSANA
Non Farmakologis Farmakologis
a. Diet rendah garam Infus RL 20 tetes permenit
b. Edukasi pola hidup sehat Inj. Ketorolak 2x30 mg
Inj. Ranitidin 2x50 mg
seperti penurunan berat badan,
Inj. Ondansentron 2x4 mg
olah raga 30-60 menit per hari PO Betahistin 3x1
minimal 3 kali dalam seminggu, PO Dimenhidrinat 3x1
berhenti merokok dan PO Captopril 25 mg (SL)
mengkonsumsi alkohol. PO Amlodipin 1x10 mg
Monitoring PO Valsartan 1x80 mg (stop diganti
Tekanan darah target hari kedua Irbesartan 300 mg)
<160/100 mmHg
Follow Up Pasien di Bangsal Mawar
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam

USULAN PENUNJANG
1. Profil Lipid untuk mengetahui adanya
dislipidemia sebagai faktor risiko dari
hipertensi dan penyakit jantung
koroner.
2.Pemeriksaan elektrolit untuk melihat
adanya hipokalemia dan pertimbangan
dalam pemberian obat anti hipertensi.
DEFINISI
Hipertensi urgensi adalah tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastolik >
120 mmHg tanpa disertai kerusakan pada organ target seperti ensefalopati
hipertensi, stroke iskemik atau hemoragik, papil edema, perdarahan
intrakranial, sindrom koroner akut, edem paru, diseksi aorta, gagal jantung akut,
proteinuria, hematuria, gangguan ginjal akut, preeklamsia, eklamsia, dan
anemia hemolitik (Tanto, 2014).

ETIOLOGI
Hipertensi urgensi dapat disebabkan oleh hipertensi primer (esensial) atau
hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain seperti stenosis arteri
renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma, hiperaldosteronisme, dan
penyebab lain (Fauci et all., 2009).
FAKTOR RISIKO
Jenis kelamin wanita, obesitas, Beberapa faktor risiko yang dapat
riwayat hipertensi sebelumnya, dimodifikasi, yakni (IDI, 2014) :
penyakit jantung koroner, a. Pola makan ( konsumsi garam
gangguan somatoform, berlebih )
penggunaan obat antihipertensi b. Minum-minuman beralkohol
dalam jumlah yang banyak, dan c. Aktivitas fisik kurang
ketidakpatuhan terhadap resep d. Kebiasaan merokok
obat hipertensi yang diberikan. e. Obesitas
f. Dislipidemia
Faktor risiko lain seperti gaya hidup g. Diabetes Melitus
sedikit gerak, peningkatan usia, h. Psikososial dan stres
dan ras kaukasia. (Pak et all, 2014).
PATOGENESIS
Patofisiologi krisis hipertensi
hingga saat ini masih belum
diketahui dengan jelas (Tanto,
2014)
PENEGAKKAN
DIAGNOSIS
TATALAKSANA NON FARMAKOLOGI
TATALAKSANAFARMAKOLOGIS
1.Beberapa pasien mungkin sesuai
dengan terapi oral, agen kerja cepat
seperti kaptopril, labetolol, atau klonidin
disertai dengan observasi dalam
beberapa jam.
2.Penurunan MAP < 25% dalam 24 jam
pertama.
3. Bila kondisi stabil, TD ↓ sampai
160/100-110 mmHg dalam 24-48 jam.
Kemudian TD ↓ sampai mendekati
normal.
4. Pemberian loading dose obat anti
hipertensi  hipotensi sehingga
monitoring TD direkomendasikan 15-30
menit sekali.
5. Penurunan TD terlalu cepat dalam
range yang besar  iskemik organ
Beberapa Rekomendasi
Penatalaksanaan Hipertensi
Urgensi

Pada JNC 8 pilihan obat anti


hipertensi secara umum yakni
ACEI, ARB, Thiazid Diuretic, CCB
serta terdapat tiga strategi yang
dapat dilakukan dalam
pemberian obat anti hipertensi
(Ortiz, 2014).
PROGNOSIS
Penyebab kematian tersering pada krisis hipertensi adalah stroke (25%),
gagal ginjal (19%), dan gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih
baik apabila penanganannya tepat dan segera (Devicaesaria, 2014).
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan nyeri kepala dan kaku leher seperti pada
keluhan kenaikan tekanan darah pada umumnya (Roesma, 2009). Pasien juga
mengeluhkan pusing berputar (vertigo), mual, dan muntah. Keluhan pusing berputar
tidak disebabkan karena perubahan posisi kepala menyingkirkan kecurigaan adanya
benign paroxysmal positional vertigo (BPPV) sedangkan tidak adanya keluhan
penurunan pendengaran dan telinga berdenging dapat menyingkirkan kecurigaan
adanya sindrom meniere.
Penelitian Salkic (2014) menjelaskan bahwa gejala yang paling sering timbul pada krisis
hipertensi adalah nyeri kepala (75%), nyeri dada dan sesak napas (62.5%), vertigo
(49.41%) dan mual muntah (41.17%).
Pasien tidak mengeluhkan pandangan kabur seperti pada papila edema, nyeri dada
dan sesak napas seperti pada gangguan jantung dan diseksi aorta, buang air kecil >
960 cc dalam 24 jam yang menandakan tidak adanya oliguria seperti pada gagal ginjal
akut, dan kelemahan anggota gerak, bicara menjadi cedal, dan mulut mencong
disangkal seperti pada kerusakan organ target neurologis di otak (Tanto, 2014).
FAKTOR RISIKO PADA
PASIEN
1. Riwayat hipertensi tidak terkontrol,
2. Riwayat penyakit keluarga diabetes melitus
3. Pasien senang makan-makanan asin dan bersantan
4. Jarang berolah raga
5. Pasien aktif merokok kurang lebih 1 bungkus per hari selama 12
tahun
6. Stres mendekati lebaran ditambah dengan keseharian pasien yang
kurang akur dengan istri.
7. Pasien termasuk golongan masyarakat ekonomi menengah ke bawah
TD AWAL IGD 240/140 mmHg  TIDAK DITULISKAN TARGET ↓ TD
MONITORING TD 2x interval 2.5 jam  200/100 mmHg.
Penurunan MAP sesuai teori tidak boleh < 130 dalam 24 jam pertama (173  133)

Terapi awal kombinasi captopril (ACEI), amlodipin (CCB), dan valsartan (ARB).
Pemberian captopril 25 mg sublingual waktu awitan lebih cepat dan sesuai dengan
rekomendasi penatalaksanaan hipertensi urgensi namun salah satu efek samping
captopril dapat menyebabkan hipotensi sehingga monitoring tekanan darah yang
dilakukan seharusnya lebih ketat direkomendasikan tiap 15-30 menit (Cherney, 2002).

Pemberian amlodipin sesuai dibandingkan dengan nifedipin karena pemberian nifedipin


oral atau sublingual saat ini tidak direkomendasikan karena dapat menyebabkan
hipotensi berat dan iskemik organ (Alwi, 2014).

Pemberian valsartan dihentikan diganti dengan irbesartan karena salah satu efek
samping valsartan dapat menimbulkan vertigo sehingga dapat mengaburkan penyebab
dari vertigo yang dikeluhkan pasien (Kemenkes RI, 2012). Namun, golongan ARB seperti
valsartan dan irbesartan ini tidak masuk dalam rekomendasi obat anti hipertensi pada
penatalaksanaan hipertensi urgensi.
Target ↓ TD H+2 yakni < 160/100 mmHg sedangkan teori TD ↓ sampai 160/100 mmHg
dalam 24-48 jam (Alwi, 2014).

JNC 8 merekomendasikan target ↓ TD pada usia < 60 tahun yang tidak memiliki penyakit
diabetes melitus & penyakit ginjal kronik yakni < 140/90 mmHg (Ortiz, 2014).

Perdipin yang berisi nicardipine termasuk golongan calcium channel blocker diberikan
sebagai pilihan obat antihipertensi parenteral pada hipertensi emergensi (JNC 7, 2003).

Pemberian nicardipine direkomendasikan pada keadaan emergensi seperti stroke


iskemik, perdarahan subaraknoid, infark miokard akut, dan preeklampsia atau
eklampsia dalam kehamilan (Alwi et all, 2014).

Pada suatu penelitian yang membandingkan antara pemberian nicardipine dengan


plasebo pada hipertensi urgensi menunjukkan bahwa nicardipine efektif mengkontrol
tekanan darah pada 65% pasien (Cherney, 2002).
Bisoprolol merupakan golongan betabloker yang aman dikombinasikan dengan
dihidropiridin seperti amlodipine atau nifedipin namun golongan beta bloker bukan
obat anti hipertensi lini pertama pada hipertensi kecuali pada pasien post infark
miokard atau gagal jantung (Ortiz, 2014).

Pemberian furosemid juga direkomendasikan sebagai obat anti hipertensi pada


hipertensi urgensi dengan dosis 25-50 mg peroral dengan indikasi terdapat volum cairan
berlebih dan hipertrofi ventrikel kiri karena efek sampingnya yang dapat menyebabkan
deplesi volum dan efek tambahan berupa vasokonstriksi (Rosei, 2006).

Betahistine dan dimenhidrinat diberikan untuk mengatasi keluhan vertigo oleh karena
hipertensi urgensi sedangkan flunarizine sebagai vasodilator diberikan sebagai
profilaksis dari gangguan vertigo dan gangguan sirkulasi perifer dan serebral.
(Kemenkes RI, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Ortiz, J.A. 2014. Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults
(JNC8). JAMA. 2014 Feb 5;311(5)-507-20.

Pak, K.J. et all. 2014. Acute Hypertension : A Systemic Review and Appraisal of Guidelines. The Ochsner
Journal 14:655-663, 2014.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman Tatalaksana Hipertensi Pada
Penyakit Kardiovaskular. Jakarta, 16 hal.

Roesma J. 2009. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : Interna
Publishing.

Rosei, E.A. 2006. Treatment of Hypertensive Emergencies and Urgencies. European Society of
Hypertension Scientific Newsletter. 2006 ; 7:28.

Salkic, S., Olivera B.M., Farid L., and Selmira B. 2014. Clinical Presentation of Hypertensive Crises in
Emergency Medical Services. Faculty of Medicine, Universuty of Tuzla. Mater Sociomed, 26(1) : 12-16.

Tanto, C. Dan Ni Made H. 2014. Krisis Hipertensi dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Jakarta
: Media Aesculapius.

Vaidya, C.K. and Jason R.O. 2007. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician, March
2007 pp. 43-50.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai