Anda di halaman 1dari 50

PELAYANAN

Apt. Mohamad Usman Nur, S.Farm.,M.Farm

Universitas Trinita Manado


Pendahuluan
• Peraturan mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
adalah Permenkes Nomor 73 Tahun 2016
• Menetapkan adanya keharusan adanya pelayanan farmasi klinik
di apotek
• Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari
pelayanan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan kualitas hidup (outcome) pasien
• Penggolongan obat terdiri atas obat bebas, obat bebas terbatas,
Obat Wajib Apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika
(Permenkes RI Nomor 949 Tahun 2000)
A. PELAYANAN RESEP
• Resep adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi atau dokter hewan kepada
Apoteker untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi pasien sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku
• Tahapan pelayanan resep
1. Skrining resep
2. Penyiapan Obat
1. Skrining Resep
a. Persyaratan Administratif
1) Nama, SIP, dan alamat dokter
2) Tanggal penulisan resep
3) Tanda tangan dan paraf dokter
4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
b. Kesesuaian Farmasetik: bentuk sediaan, dosis,
potensi, stabilitas, inkompabilitas, cara dan lama
pemberian
c. Pertimbangan Klinis: alergi, efek samping, interaksi,
kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat)
2. Penyiapan Obat
a. Peracikan
– Kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan
memberikan etiket pada wadah
– Harus dibuat prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis
dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar
Manfaat suatu prosedur tetap:
1) Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat
2) Adanya pembagian tugas dan wewenang
3) Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan
lain yang bekerja di apotek
4) Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru
5) Membantu proses audit
2. Penyiapan Obat
b. Etiket
– Harus jelas dan dapat dibaca
– Etiket putih untuk obat yang melalui mulut dan ditelan
– Etiket biru untuk obat luar, seperti obat kumur, obat suntik, obat topikal
c. Kemasan Obat yang Diserahkan
– Dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok agar terjaga
kualitasnya
d. Penyerahan Obat
– Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep
– Penyerahan obat dilakukan oleh Apoteker disertai pemberian informasi
obat dan konseling kepada pasien
2. Penyiapan Obat
e. Informasi Obat
– Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini
– Sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka
waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama
terapi
f. Konseling
– Konseling diberikan oleh apoteker sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien
atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan sediaan farmasi atau
yang lain
– Pada pasien dengan penyakit kronis, apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan
g. Monitoring Penggunaan Obat
– Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan
penggunaan obat, termasuk untuk pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC,
asma dan penyakit kronis lain
Salinan Resep
• Salinan resep adalah salinan tertulis dari suatu resep
• Dapat digunakan sebagai ganti resep asli, misalnya apabila obat baru
diambil sebagian atau untuk resep ulangan
• Salinan resep selain memuat semua keterangan yang termuat dalam
resep asli harus memuat pula:
a. Nama dan alamat apotek
b. Nama dan nomor SIPA dari APA
c. Tanda tangan atau paraf APA
d. Tanda det=detur untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne det=ne
detur untuk obat yang belum diserahkan
e. Tulisan p.c.c yang menyatakan pro copy conform atau resepdisalin sesuai
aslinya
f. Nomor resep dan tanggal pembuatan
B. PELAYANAN OWA
• Obat Wajib Apotek (OWA) merupakan obat keras yang dapat
diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter
• Penggolongan obat ke dalam OWA ini ada sejak tahun 1990 dengan
adanya Kepmenkes Nomor 347 Tahun 1990 tentang Obat Wajib
Apotek
• OWA diharapkan dapat meningkatkan masyarakat dalam
swamedikasi
• Peningkatan swamedikasi oleh masyarakat secara tepat, aman dan
rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat
• Selain masyarakat dapat menggunakan obat tanpa resep (obat bebas
dan obat bebas terbatas), dirasa perlu untuk mengadakan kriteria
obat keras yang dapat diberikan tanpa resep
Hal yang melatarbelakangi ditetapkannya
peraturan OWA:
a. Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat
meningkatkan pengobatan sendiri
b. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan
rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat
yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri yang sekaligus
menjamin penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional
c. Peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada
masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan
pengobatan sendiri
Obat-obat yang dapat diserahkan tanpa resep
harus memenuhi kriteria:
a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita
hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orangtua diatas 65
tahun
b. Pengobatan sendiri dengan obat yang dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit
c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan/atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya
tinggi di Indonesia
e. Obat yang dimaksud memiliki rasio, khasiat dan keamanan
yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri
Apoteker dalam melayani pasien yang
memerlukan OWA diwajibkan:
a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis
obat per pasien yang disebutkan dalam OWA
yang bersangkutan
b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah
diserahkan
c. Memberikan informasi yang meliputi dosis dan
aturan pakainya, kontra indikasi, efek samping
dll yang perlu diperhatikan oleh pasien
Dinamika Aturan OWA
• Kepmenkes Nomor 347 Tahun 1990 berisikan
tentang obat-obat keras yang dapat diserahkan
tanpa resep dokter oleh apoteker (OWA no 1)
• Kepmenkes Nomor 924 Tahun 1993 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 2
• Permenkes tentang Daftar Perubahan Golongan
Obat No. 1
• Kepmenkes RI Nomor 1176 Tahun 1999 tentang
Daftar Obat Wajib Apotek No. 3
Contoh OWA

Nama Obat Indikasi Jumlah tiap Catatan


jenis obat
per pasien
Metoklopramid Mual, muntah Maksimal 20 Apabila mual, muntah
tablet berkepanjangan, pasien
dianjurkan agar kontrol ke dokter
Kombinasi Kontrasepsi 1 siklus Pasien dianjurkan kontrol ke
Linestrenol- dokter tiap 6 bulan, untuk siklus
Etinil Estradiol pertama harus dengan resep
dokter
Asam Sakit kepala/gigi Maksimal 20
mefenamat tablet
Sirup 1 botol
Ranitidin Antiulkus, Maksimal 10 Pemberian obat harus atas dasar
peptik tablet pengobatan ulangan dari dokter
150 mg
Allopurinol Antigout Maksimal 10 Pemberian obat harus atas dasar
tablet 1 pengobatan ulangan dari dokter
00 mg
Nama Obat Indikasi Jumlah tiap Catatan
jenis obat
per pasien
Diklofenak Antiinflamasi Maksimal 10 Pemberian obat harus atas dasar
Natrium dan antirematik tablet pengobatan ulangan dari dokter
25 mg
Salbutamol Asma Inhaler 1 Pemberian obat-obat asma hanya
tabung atas dasar pengobatan ulangan
dari dokter
Triamcinolone Sariawan berat Maksimal 1
Acetonide tube
Gentamicin Infeksi bakteri Maksimal 1
pada kulit/lokal tube
Karbosistein Mukolitik Maksimal 1
Tube
Sirup 1 botol
Cetirizin Antihistamin Maksimal 10
tablet
Omeprazol Gangguan 7 tablet
lambung
Alur Pelayanan OWA
a. Skrining pasien sesuai dengan kondisi dan
keluhan yang dialami
b. Memilihkan obat yang tepat disertai pemberian
informasi
c. Melakukan pembukuan OWA: pencatatan nama
pasien, alamat pasien, keluhan, nama obat serta
jumlah obat yang diserahkan ke pasien
Dibutuhkan peran apoteker untuk meningkatkan
pengobatan yang tepat, aman dan rasional
Perubahan OWA

Nama Generik Golongan Golongan Pembahasan


Semula Baru
Bromheksin Obat Obat Bebas
keras/OWA Terbatas
Ibuprofen Obat keras Obat Bebas Tablet 200 mg, kemasan tidak
Terbatas lebih dari 10 tablet
Mebendazol Obat Obat Bebas Semua materi untuk promosi
keras/OWA Terbatas harus mengemukakan risiko
bahaya obat
Aminofilin Obat keras Obat Baebas Pemberian obat harus atas dasar
dalam Terbatas pengobatan ulangan dari dokter
substansi/OWA
(suppositoria)
Heksetidine Obat Obat Bebas Sebagai obat luar untuk mulut
keras/OWA Terbatas dan tenggorokan (kadar ≤ 0,1%)
C. PELAYANAN OBAT BEBAS DAN
OBAT BEBAS TERBATAS
• Swamedikasi: upaya masyarakat untuk mengobati dirinya
sendiri
• Biasanya untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan
seperti demam, nyeri, pusing, batuk dll
• Alternatif untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan
• Namun, swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya
kesalahan pengobatan karena keterbatasan masyarakat akan
obat dan pengobatannya
• Apoteker dituntuk untuk dapat memberikan informasi
• Obat bebas dan obat bebas terbatas dapat menjadi alternatif
dalam mengobati penyakit ringan
Lanjutan
• Obat bebas: obat bebas yang dapat dijual bebas
di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter
• Obat ini pada kemasannya terdapat tanda
khusus berupa lingkaran hijau dan garis tepi
hitam
• Sesuai SK Menkes Nomor 2380 Tahun 1983
tentang tanda khusus obat bebas
• Contoh: vitamin, rivanol, parasetamol dll
Lanjutan
• Obat bebas terbatas: obat yang penggunaannya cukup aman.
• Apabila berlebihan dapat menyebabkan efek samping yang kurang
menyenangkan
• Obat yang pemakaiannya tidak perlu di bawah pengawasan dokter
tetapi penggunaannya terbatas sesuai dengan aturan yang tertera
dalam kemasan
• Memiliki tanda lingkaran biru dengan garis tepi hitam dan peringatan
• Sesuai SK Menkes Nomor 6355 Tahun 1969
• Tanda peringatan yang selalu tercantum pada kemasan Obat Bebas
Terbatas berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran
panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna
putih
Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
Cara untuk menentukan jenis obat yang
dibutuhkan perlu diperhatikan:
1. Gejala atau keluhan penyakit
2. Kondisi khusus, misal: hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, DM dll
3. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap
obat tertentu
4. Nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek
samping dan interaksi obat yang dapat dibaca pada etiket atau
brosur obat
5. Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada
interaksi obat dengan obat yang sedang diminum
6. Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap,
tanyakan kepada apoteker
Cara penggunaan obat
1. Penggunaan obat tidak untuk pemakaian terus-menerus
2. Gunakan obat sesuai dengan anjuran yang tertera pada
etiket atau brosur
3. Apabila obat yang digunakan menimbulkan hal-hal yang
tidak diinginkan, hentikan penggunaan dan tanyakan
kepada apoteker atau dokter
4. Hindarkan menggunakan obat orang lain walaupun
gejala penyakit sama
5. Untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang
lebih lengkap, tanyakan kepada apoteker
D. PELAYANAN OBAT GENERIK
• Obat generik: obat dengan nama resmi International
Nonpropietary Names (INN) yang telah ditetapkan
dalam FI atau buku standar lain untuk zat berkhasiat
yang dikandungnya
• Obat paten: obat yang masih memiliki hak paten,
biasanya selama 20 tahun, setelah 20 tahun baru
boleh diproduksi oleh perusahaan lain
• Obat generik bermerek/bernama dagang (branded):
obat generik dengan nama dagang yang menggunakan
nama milik produsen obat yang bersangkutan
E. PELAYANAN FARMASI KLINIK
• Meliputi:
– a. pengkajian Resep;
– b. dispensing;
– c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
– d. konseling;
– e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home
pharmacy care);
– f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
– g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Lanjutan
• A. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
• Kajian administratif meliputi:
1. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan;
2. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf; dan
3. tanggal penulisan Resep.
• Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. bentuk dan kekuatan sediaan;
2. stabilitas; dan
3. kompatibilitas (ketercampuran Obat).
Lanjutan
• Pertimbangan klinis meliputi:
1. ketepatan indikasi dan dosis Obat;
2. aturan, cara dan lama penggunaan Obat;
3. duplikasi dan/atau polifarmasi;
4. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi,
efek samping Obat, manifestasi klinis lain);
5. kontra indikasi; dan
6. interaksi.
Lanjutan
• Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil
pengkajian maka Apoteker harus menghubungi dokter
penulis Resep.
• Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan,
pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk
peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan
Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya
kesalahan pemberian Obat (medication error).
Lanjutan
• B. Dispensing
• Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.
• Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep: a. menghitung
kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep; b. mengambil Obat yang
dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama Obat,
tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik Obat.
2. Melakukan peracikan Obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: a. warna putih untuk Obat
dalam/oral; b. warna biru untuk Obat luar dan suntik; c. menempelkan label
“kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat
yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan yang
salah.
Lanjutan
• Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut:
1. Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta
jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan Resep);
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien;
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
4. Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat;
5. Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang terkait
dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan minuman yang harus
dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan Obat dan lain-lain;
6. Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil;
Lanjutan
7. Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau
keluarganya;
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan);
9. Menyimpan Resep pada tempatnya;
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan
menggunakan Formulir 5 sebagaimana terlampir.

• Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau


pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada
pasien yang memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan
dengan memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
Lanjutan
• C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
• Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang
tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik
dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan
lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk
Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
• Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute
dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik
dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan
menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga,
sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Lanjutan
• Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
1. menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan;
2. membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet,
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan);
3. memberikan informasi dan edukasi kepada pasien;
4. memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi;
5. melakukan penelitian penggunaan Obat;
6. membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah;
7. melakukan program jaminan mutu.
Lanjutan
• Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran
kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6
sebagaimana terlampir.
• Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :
1. Topik Pertanyaan;
2. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan;
3. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon);
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti riwayat
alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data laboratorium);
5. Uraian pertanyaan;
6. Jawaban pertanyaan;
7. Referensi;
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data Apoteker
yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
Lanjutan
• D. Konseling
• Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker
dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan,
pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi
perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
• Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three
prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai
rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief
Model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien
atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang digunakan.
Lanjutan
• Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
Obat.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Lanjutan
• Tahap kegiatan konseling:
1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three Prime
Questions, yaitu: a. Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda? b. Apa yang
dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda? c. Apa yang dijelaskan
oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat
tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan Obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan
Obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
• Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien
sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling
dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir.
Tahapan Konseling pada Pasien dengan
Resep (Rantucci, 2007)
a. Diskusi Pembuka
b. Pengumpulan informasi dan identifikasi
kebutuhan
c. Diskusi penyusunan rencana asuhan dan
mengatasi masalah
d. Diskusi pemberian informasi dan edukasi
e. Diskusi penutup
a. Diskusi Pembuka
• Untuk menciptakan kenyamanan pasien dan
mendorong pasien untuk aktif dalam sesi konseling
• Berisi perkenalan diri dari seorang apoteker, cek
nama pasienapakah resep tersebut untuk pasien
sendiri, percakapan sederhana untuk menciptakan
kenyamanan dengan pasien, penjelasan tujuan
konseling, apa saja yang akan dilakukan selama sesi
konseling dan alasannya serta waktu yang
dibutuhkan
b. Pengumpulan informasi dan identifikasi
kebutuhan
• Diawali dengan menanyakan informasi dasar pasien
seperti nama, alamat, berat badan, no telpon, usia
dan jenis kelamin
• Riwayat pasien juga perlu ditanyakan: riwayat penyakit
pasien, riwayat pengobatan, alergi dan obat yang
sudah digunakan sebelum datang ke dokter
• Ditanyakan TPQ: apa yang sudah dijelaskan dokter
mengenai tujuan pengobatan, penggunaan obat dan
harapan (sasaran terapi dan efek merugikan yang
mungkin timbul)
c. Diskusi Penyusunan Rencana Asuhan dan
Mengatasi Masalah
• Dapat dilakukan dengan bentuk SOAP
• Perlu digali masalah aktual dan potensial
• Masalah didiskusikan dengan pasien sehingga
pasien sepakat dengan bagaimana
penanganannya
• Perlu dijelaskan hasil terapi dan
pemantauannya
d. Diskusi Pemberian Informasi dan Edukasi

• Berupa nama dan gambaran obat, tujuan


pengobatan, cara dan waktu penggunaan
obat, saran ketaatan dan bagaimana
pemantauan sendiri dari pasien, efek samping
dan bagaimana penanganan efek samping jika
muncul, petunjuk penyimpanan dan informasi
pengulangan resep (jika ada) serta rencana
pemantauan
e. Diskusi Penutup
• Berupa kesempatan pasien untuk bertanya, pasien
diminta untuk mengulangi informasi penggunaan
obat, menekankan hal yang penting, tindak lanjut
konseling dan sumber informasi tambahan
• Sumber informasi tambahan dapat berupa bacaan
seperti leaflet
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan
meminta tanda tangan pasien sbg bukti bahwa pasien
memahami informasi yang diberikan dalam konseling
dengan menggunakan formulir 7
Lanjutan
• E. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home
pharmacy care)
• Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan
juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian
yang bersifat kunjungan rumah, khususnya
untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya.
Lanjutan
• Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
Apoteker, meliputi :
1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan
2. Identifikasi kepatuhan pasien
3. Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di
rumah, misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin
4. Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien
6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah
dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir.
Lanjutan
• F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
• Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
• Kriteria pasien:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat
yang merugikan.
Lanjutan
• Kegiatan:
1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien
yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan Obat dan riwayat
alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau
tenaga kesehatan lain
3. Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait Obat
antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian Obat
tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis
terlalu rendah, terjadinya reaksi Obat yang tidak diinginkan atau
terjadinya interaksi Obat
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi
Lanjutan
5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut
yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan
memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan
efek yang tidak dikehendaki
6. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi
yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan
dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan
tujuan terapi.
7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan
terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana
terlampir.
Lanjutan
• G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
• Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau
tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk
tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
• Kegiatan:
1. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping Obat.
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan
menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.
• Faktor yang perlu diperhatikan:
1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

Anda mungkin juga menyukai