Anda di halaman 1dari 143

PENYAKIT PARU KRONIK

(ASMA DAN PPOK)

PELAYANAN TERPADU (PANDU)


PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM)
DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
PENDAHULUAN
• Kematian akibat penyakit tidak menular semakin meningkat
• Tren ini kemungkinan akan berlanjut seiring dengan perubahan perilaku
hidup (pola makan dengan gizi tidak seimbang, kurang aktifitas fisik,
merokok, dll)

1990 2000 2010 2015

Keterangan: Pengukuran beban penyakit dengan Disability-adjusted Life Years (DALYs) 


hilangnya hidup dalam tahun akibat kesakitan dan kematian prematur
Proporsi Kematian Akibat PTM
di Beberapa Negara SEARO

PERSENTASE KEMATIAN AKIBAT PTM


NEGARA

Kardio- Pernapasan
Diabetes Kanker Cedera PTM lain
vaskular Kronik

Indonesia 37 6 13 7 5 10
India 26 2 7 12 13 12
Thailand 29 4 17 11 9 12
Myanmar 25 3 11 11 9 11
Nepal 22 3 8 10 13 14
Sri Lanka 40 7 10 14 8 10
Bangladesh 17 3 10 9 11 18
Sumber: WHO, 2014
PERUBAHAN BEBAN PENYAKIT
• Tahun 1990: penyakit menular (ISPA, TB, Diare, dll) menjadi penyebab kematian & kesakitan
terbesar
• Sejak Tahun 2010: PTM menjadi penyebab terbesar kematian & kecacatan (stroke, kecelakaan,
jantung, kanker, diabetes)
• Tanpa upaya kuat, tren peningkatan PTM ke depan masih terjadi
Peringkat Tahun 1990 Tahun 2010 Tahun 2015
1 ISPA 1 Stroke 1 Stroke
2 Tuberkulosis 2 Tuberkulosis 2 Kecelakaan Lalin
3 Diare 3 Kecelakaan Lalin 3 Jantung Iskemik
4 Stroke 4 Diare 4 Kanker
5 Kecelakaan Lalin 5 Jantung Iskemik 5 Diabetes Melitus
6 Komplikasi Kelahiran 6 Diabetes Melitus 6 Tuberkulosis

7 Anemia Gizi Besi 7 Low Back Pain 7 ISPA


8 Malaria 9 ISPA 8 Depresi
13 Jantung Iskemik 12 Komplikasi Kelahiran 9 Asfiksia dan Trauma
Kelahiran
16 Diabetes Melitus 26 Malaria 10 Penyakit Paru Obstruksi
Sumber data: Global burden of diseases (2010) dan Health Sector Review (2014) Kronik
Prevalensi Asma di Indonesia

Sumber: Riskesdas, 2013


Prevalensi PPOK
di Indonesia

Sumber: Riskesdas, 2013


KOMPETENSI DOKTER DAN
PERAWAT
DI FKTP
Pengelolaan Asma dan PPOK (ASMA dan PPOK)
di FKTP disesuaikan dengan
standar kompetensi Dokter Kompetensi tenaga
Indonesia (SKDI) Nomor 11 perawat dalam
tahun 2012 yaitu: pemberian pelayanan
keperawatan dalam kasus
•Asma tingkat Kompetensi
Asma dan PPOK di fasilitas
4A, dokter mampu membuat
pelayanan kesehatan
diagnosis & tatalaksana scr
tingkat pertama harus
mandiri serta tuntas
mampu melakukan
•PPOK  tingkat Kompetensi pemenuhan kebutuhan
3B, dokter mampu membuat terutama oksigen secara
diagnosis klinik, terapi komprehensif dan
pendahuluan saat gawat darurat melakukan deteksi dini
dan rujukan ke FKRTTL serta serta meningkatkan
menerima rujuk balik kemampuan klien dalam
melakukan penanganan
keperawatan secara
mandiri
PEDOMAN ASMA & PPOK
MATERI INTI 1

PENCEGAHAN TERPADU
PTM DI FKTP
1. PENGERTIAN PTM DAN
FAKTOR RISIKONYA
PENGERTIAN ASMA
 Asma adalah
 gangguan inflamasi kronik jalan napas yang melibatkan
berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan
dengan hiperreaktivitas bronkus sehingga menyebabkan
gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat
di dada dan batuk yang timbul terutama pada malam
atau dini hari yang bersifat reversible (dapat membaik)
dengan atau tanpa pengobatan.

 Episodic perburukan tersebut berkaitan dengan luasnya


peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas
yang bersifat reversible baik dengan atau tanpa
pengobatan
Normal Asma
PENGERTIAN PPOK
• Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) adalah
– penyakit paru kronik yang umumnya dapat dicegah dan diobati
ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara dalam
saluran napas yang persisten dan progresif, yang berhubungan
dengan meningkatnya respon inflamasi kronik pada saluran
napas dan parenkim paru karena paparan partikel atau gas
berbahaya.

• Partikel atau gas berbahaya yang utama adalah asap rokok. Gas
berbahaya lainnya adalah debu, bahan kimia di tempat kerja,
asap dapur. PPOK timbul pada usia pertengahan (di atas 40
tahun) akibat kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama
Hyperinflation
Resting State

Normal COPD

Mild Obstruction, Severe obstruction,


+ mildly decreased + markedly decreased
Elastic Recoil Elastic Recoil
Dynamic Hyperinflation

Normal During COPD


Exercise

Air is trapped

Initial breathing cycle


Expiratory airflow obstruction
Normal COPD

X
PL PL
V V

• Reduced recoil
• Increased airways resistance
Hubungan PPOK dengan Penyakit Penyerta (Komorbid)

HUBUNGAN PPOK Asap rokok


Bahan Bakar Biomass

dengan PENYAKIT
PENYERTA
(KOMORBID)
Kanker Paru
Faktor generik
Inflamasi (peradangan)
sistemik yang terjadi pada Inflamasi Paru
PPOK berkontribusi terhadap
penyakit-penyakit/gangguan Aktifitas
lain yang timbul bersamaan, Fisik
Hipoksia
yang dikenal dengan penyakit
penyerta (komorbiditas) pada
PPOK, yaitu penyakit jantung Inflamasi Sistemik
Kelemahan
iskemik (koroner), Otot Rangka Sitokin-sitokin
osteoporosis, glaukoma dan Kaheksia
Protein-protein Fase Akut
Depresi
katarak, kaheksia dan
malnutrisi, anemia, disfungsi Penyakit
otot perifer, dan sindrom Kardiovaskuler
Penyakit Tulang
metabolik Hipertensi, Penyakit Osteoporosis
Jantung Koroner,dll
Osteopenia
FAKTOR RISIKO
FAKTOR RISIKO ASMA
Faktor Lingkungan
 

Mencetuskan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma


menetap

Alergen di dalam dan di luar ruangan


Polusi udara di dalam dan di luar ruangan
Infeksi pernapasan
Exercise dan hiperventilasi
Perubahan cuaca
Sulfur dioksida
Makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan
Ekspresi emosi yang berlebihan
Asap rokok
Iritan (a.l. parfum, bau-bauan merangsang, household spray)
Pencetus Asma pada anak
1) Es, makanan-minuman dingin, termasuk air dingin, buah dingin.
2) Permen, dengan segala variasinya.
3) Coklat, dalam segala macam bentuknya seperti susu coklat, kue coklat,
wafer, misis, selai, dan semua makanan / minuman yang mengandung
coklat.
4) Pengawet makanan dalam camilan gurih, ayam goreng tepung, mie instan,
nugget, sosis, dan lain-lain
5) Kacang tanah, dalam segala macam bentuknya seperti dalam selai, biskuit,
somai, sate, pecel, gado-gado, ketoprak, dan lain-lain
6) Gorengan, terutama yang menggunakan minyak goreng bekas
7) Buah tertentu, anggur, tomat, klengkeng, rambutan
8) Zat pewarna dalam makanan terutama makanan anak seringkali dibuat
dalam warna warni mencolok untuk menarik perhatian. Seringkali pewarna
(terutama pewarna kuning) dalam makanan menjadi pencetus.
 
FAKTOR RISIKO PPOK
Faktor genetik pejamu dan atau • Penyakit penyerta (komorbiditas)
individu • Riwayat infeksi pernapasan berat
•Usia sejak usia dini, berulang dan tidak
•Jenis kelamin tuntas mempunyai rlsiko terjadinya
•Defisiensi a-1 antitripsin, PPOK melalui penurunan faal paru
•Gangguan pengeluaran hasil • Stress oksidatif, sebagai respons
metabolisme, tubuh terhadap hasil pajanan
polutan.
•Gangguan bersihan mukosilier,
•Respons imunologis individu
•Pertumbuhan dan perk.embangan
paru dikaitkan dengan masa
kehamilan,
•berat badan lahir dan pajanan masa
anak
FAKTOR RISIKO PPOK
Perilaku individu kebiasaan
merokok
Sebatang rokok terdapat sekitar 4000
zat kimia berbahaya keluar melalui asap
rokok tersebut, antara lain aseton (bahan
cat), amenia (pembersih lantai), arsen
(racun), butane (bahan baker ringan},
kadmium (aki kendaraan), karbon
monoksida (asap knalpot), DDT
(insektisida), hidrogen sianida (gas
beracun), methanol (bensin roket),
naftalen (kamper), toluene (pelarut
industri), dan vinil klorida (plastik).

4000 zat kimia


2. UPAYA PROMOTIF DAN
PREVENTIF
UPAYA PROMOTIF PADA ASMA
1. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)
TUJUAN:
Meningkatkan penyebar luasan informasi , meningkatkan
pengetahuan,kemampuan dan keterampilan petugas, serta mengubah perilaku
masyarakat
Informasi dan edukasi yang disampaikan ke masyarakat:
•Riwayat perjalanan penyakit, sifat penyakit, perubahan penyakit (apakah membaik
atau memburuk), jenis dan mekanisme kerja obat-obatan serta. mengetahui kapan
harus meminta pertolongan dokter
•Pentingnya melakukan kontrol secara teratur : untuk menilai dan memantau
kondisi asma secara berkala (asthma control test/ ACT)
•Pola hidup sehat, seperti tidak merokok, konsumsi makanan yang tidak memicu
timbulnya asma, aktifitas fisik yang teratur, istirahat cukup, kelola stres dan tidak
mengonsumsi alkohol.
•Menghindari setiap pemicu
•Menggunakan bronkodilator/steroid inhalasi sebelum melakukan olah
raga/exercise untuk mencegah exercise induced asthma
UPAYA PROMOTIF PADA PPOK
EDUKASI
Karena keterbatasan obat-obatan
yang tersedia dan masalah
PENGURANGAN
sosiokultural lainnya, seperti
keterbatasan tingkat pendidikan PAJANAN FAKTOR
dan pengetahuan, keterbatasan RISIKO
ekonomi dan sarana kesehatan, Pengurangan pajanan asap
maka edukasi di Puskesmas rokok, debu pekerjaan, bahan
ditujukan untuk mencegah kimia, dan polusi udara
bertambah beratnya penyakit indoor maupun outdoor,
dengan cara mengunakan obat termasuk asap dari memasak
yang tersedia dengan tepat, merupakan tujuan penting
menyesuaikan keterbatasan untuk mencegah timbul dan
aktivitas, serta mencegah perburukan PPOK
eksaserbasi
UPAYA
BERHENTI MEROKOK

PENDEKATAN 4T UNTUK BERHENTI


MEROKOK

T – Tanyakan
T – Telaah
T – Tolong dan nasehati
T – Tindak Lanjut
Layanan Upaya Berhenti Merokok
• Posbindu/Sekolah:
• Mendeteksi faktor risiko merokok
• Mengajak untuk berhenti merokok
• Merujuk ke FKTP untuk layanan UBM

• Fokus pada Fasyankes Tingkat Pertama:


 membantu perokok untuk berhenti merokok (konseling)
 membangun motivasi
 Menciptakan lingkungan yang mendukung

• Fokus pada Fasyankes Rawat Tingkat Lanjut:


• Konseling lanjutan
• Pengobatan spesialistik
UPAYA PREVENTIF PADA ASMA
Pencegahan sekunder
ditujukan untuk mencegah
inflamasi pada anak yang telah
tersensitisasi dengan cara
menghindar pajanan asap rokok,
serta alergen dalam ruangan
terutama tungau debu rumah

Pencegahan tersier
ditujukan untuk mencegah
manifestasi asma pada anak
yang telah menunjukkan
manifestasi penyakit alergi
UPAYA PREVENTIF PADA PPOK
Pencegahan terjadinya eksaserbasi
 agar dapat memperlambat progresifitas
menjadi semakin berat penyakitnya yang dapat
mempengaruhi aktivitas sehari-hari, menurunkan
status kesehatan, kemudian dapat
mengakibatkan perawatan Rumah Sakit dan
memperlambat kesembuhan.
3. DETEKSI DINI FAKTOR
RISIKO PTM
DETEKSI DINI PADA ASMA
1. Deteksi dini pada kelompok deteksi dini
Dibawah usia 3 tahun, bila ada gejala mengi, anak dengan
orang tua asma atau dermatitis atopi  perlu dicurigai untuk
menderita asma dikemudian hari

2. Penemuan kasus asma


Penemuan kasus asma (kesakitan dan kematian) dilaksanakan
secara rutin dan berjenjang dimulai dari Dinas Kesehatan
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Puskesmas/Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama diseluruh wilayah Indonesia yang diintegrasi
dengan pelayanan penyakit tidak menular (PTM) lainnya. Dan
juga bisa dilakukan penemuan kasus asma pada kegiatan yang
berbasis masyarakat seperti POSBINDU PTM
DETEKSI DINI PADA PPOK
1. Kelompok individu berlsiko 2. Kelompok Masyarakat

a. Mempunyai riwayat pajanan: rokok, Kelompok masyarakal yang bekerja


polusi udara, lingkungan tempat kerja
atau tinggal di daerah pertambangan
b. Usia pertangahan
(batu. batu bara, asbes), pabrik (bahan
c. Mempunyai gejala dan keluhan batuk
berdahak, sesak nafas, gejala baku asbes, baja, mesin, perkakas
berlangsung lama umumnya semakin logam keras, tekstil, kapas, semen,
memberat. bahan kimia}, penghalusan batu,
Termasuk ibu rumah tangga yang penggerlndaan logam kera.s,
memasak dengan menggunakan kayu
bakar atau kompor minyak tanah
penggergajian kayu, daerah pasca
dengan ventilasi ruangan yang kurang erupsi gunung berapi, daerah
baik. kebakara.n hutan dan pekeda khusus
(salon, cat, foto copy}, polantas,
karyawan penjaga pintu to!, dan lain-
lain.
Uji Fungsi Paru dengan Peak Flow Meter
Pengukuran fungsi paru sederhana dengan cara mengukur Arus Puncak Ekspirasi (APE)
dengan menilai forced expiration volume pada detik pertama (FEV1)
Nilai APE:
1.Nilai APE normal
Nilai APE ≥ Nilai Prediksi normal
2. Nilai APE tidak normal:
nilai APE < Nilai Prediksi normal
PENGENDALIAN TERPADU
PTM DI FKTP
TATALAKSANA PENYAKIT PARU
(ASMA)
Bagan. Gejala gangguan pernapasan
MENDIAGNOSIS SUATU PENYAKIT BERDASARKAN SESAK NAPAS DAN BATUK

BUAT DUGAAN BERDASARKAN


HAL-HAL BERIKUT:

Terdapat Tanyakan: Beratnya sesak napas (saat berjalan, naik tangga, berbicara atau
saat istirahat), bercak/batuk berdarah, nyeri dada, riwayat TB/Asma/PPOK,

beberapa gagal jantung, merokok (ya/tidak)

penyakit pada Curiga TB atau kanker


Jika sesak napas ringan Jika sesak napas berat (sesak
paru-paru, jika:
paru yang dan sedang dengan:

 Mengi atau dada rasa


saat beristirahat atau saat
berjalan) dengan:
 Batuk > 2 minggu
atau sering atau
menimbulkan berat, dahak banyak

 Frekuensi napas 20-


 Frekuensi napas > 30 kali
per menit
 Gelisah
 Ada riwayat TB atau
 Penurunan berat
badan tanpa alasan
gejala yang sama, 30 kali per menit

 Riwayat kekambuhan
 Menggunaan otot bantu
pernapasan (otot leher, otot
perut)
yang jelas
 Menderita HIV atau
 Nyeri dada saat
 APE < 50%
seperti sesak dan  Gejala kronis  Saturasi O2 (oximetry < 90%)
bernapas
 Batuk darah

batuk, sehingga
membutuhkan APE >80% APE 50- 80%
 Mengi
ada/  Suhu >38 ºC Edema Pemeriksaan
Asma/PPOK Asma /PPOK tidak  Dengan/tanpa kedua lanjutan untuk TB
pemeriksaan lebih eksaserbasi
ringan
eksaserbasi
sedang
sama
sekali
(silent
nyeri
 Dahak
berwarna
tungkai
(pitting
oedema)
atau kanker paru

lanjut chest)

 Ronki Foto toraks dan


kering sputum BTA

Asma/
Alur Tatalaksana PPOK Infeksi saluran Kemungkina
napas bagian n gagal Jika TB, sesuai
Asma/PPOK berat
bawah sesuai jantung tatalaksanaTB
alur infeksi sesuai alur
saluran napas gagal jantung
Diagnosis Asma

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting,


sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan
baik dan benar.

Diagnosis klinis berdasarkan gejala, riwayat


penyakit dan pemeriksaan fisis sangat berarti
dalam menegakkan diagnosis asma.
Anamnesis
Gejala asma bervariasi yaitu batuk berulang,
sesak napas, rasa berat di dada, napas berbunyi
(mengi).

Berbagai gejala tersebut diatas juga dapat


ditemukan pada kondisi gangguan/penyakit
pernapasan lainnya seperti bronkhitis,
bronkiolitis (croup)pada anak, PPOK pada orang
tua dan lain-lain.
Gejala tipikal asma
a. Episodisitas
serangan yang berulang (hilang timbul), yang diantaranya terdapat periode
bebas serangan.
b. Variabilitas
bervariasinya kondisi asma pada waktu2 tertentu bahkan dalam satu hari
terjadi variabilitas dengan perburukan pada malam atau dini hari.
c. Reversibilitas
meredanya gejala asma dengan atau tanpa obat bronkodilator agonis β2
kerja singkat / SABA,terjadi karena mekanisme obstruksi jalan napas pada
asma terutama didominasi oleh kontraksi otot polos bronkus.
d. Faktor Pencetus
seperti perubahan cuaca, alergen, iritan, dll
e. Riwayat Alergi
pada pasien atau keluarganya seperti rinitis alergik, dermatitis atopi dan
ada riwayat asma.
Pemeriksaan Fisis
Temuan pemeriksaan fisis pada asma
bervariasi dari normal pada saat stabil (tidak
eksaserbasi), sampai didapatkan gambaran
klinis yang berat yaitu pada eksaserbasi akut
berat.
Kelainan pemeriksaan fisis yang paling sering
ditemukan adalah mengi pada auskultasi, yang
merupakan tanda terdapatnya obstruksi jalan
napas. Wheezing pada umumnya bilateral,
polifonik dan lebih terdengar pada fase
ekspirasi.
Pemeriksaan Penunjang
Penunjang standar Penunjang tambahan

•Pemeriksaan faal •Pemeriksaan penunjang


paru standar dengan tambahan yang
spirometri (Jika dibutuhkan sesuai kondisi
tersedia) pasien adalah uji provokasi
•Pemeriksaan dan •Uji alergi untuk menilai
penilaian faal paru status alergi (uji tusuk kulit
secara sederhana dan pemeriksaan serum
dengan alat peak IgE Atopi
flow meter
Diagnosis Banding
Dewasa Anak
1) Rhinosinusitis
1) Penyakit Paru Obstruksi Kronik 2) Refluks gastroeosofageal
(PPOK) 3) Bronkitis akut berulang
2) Gagal jantung kongestif 4) Displasia bronkopulmonal
3) Batuk kronik akibat keadaan 5) Tuberkulosis
yang lain 6) Malformasi kongenital yang
4) Disfungsi larings
menyebabkan penyempitan saluran
5) Obstruksi mekanis
intratorakal dan trakeomalasia
6) Emboli paru
7) Aspirasi benda asing
7) Disfungsi pita suara
8) Sindroma diskinesia silier primer
9) Defisiensi imun
10) Penyakit jantung bawaan
Tujuan Pengobatan Asma

 Tujuan pengobatan asma adalah mencapai


asma terkendali/terkontrol.

Dibuat klasifikasi berdasar kondisi


terkendalinya asma untuk memudahkan
penilaian asma didalam keadaan tidak
serangan menggunakan Asma Control Test
(ACT).
Contoh Nilai ACT

2 9

2
Nilai ACT & Level Kontrol, sebagai berikut :
•Tidak Terkontrol = < 19
•Terkontrol = 20-24
•Terkontrol Penuh = 25

Nilai/ Artinya Apa yang harus Strategi pelaksanaan


Skor dilakukan

<19 Tidak terkon- Tingkatkan tahapan Cari faktor penyebab tidak terkontrol:
trol pengobatan sampai mencapai -Pengobatan yang digunakan
terkontrol -Cara menggunakan obat inhalasi
-Kepatuhan menggunakan obat pengontrol
-Kendala bila ada penyakit penyerta
-Upayakan mencapai terkontrol dengan mengatasi masalah diatas
-Tingkatkan tahapan pengobatan

20-24 Terko-ntrol Upayakan mencapai - Sama dengan strategi diatas


sebagian terkontrol total atau paling - Teruskan penggunaan pelega dan evaluasi setelah 3 bulan
tidak pertahankan tetap
terkontrol
25 Terkontrol Pertahankan kondisi ini agar - Pertahankan pengobatan sampai kondisi stabil
total tetap stabil - Kemudian turunkan pengobatan secara bertahap dengan tetap
mempertahankan kondisi terkontrol
Tingkatan Asma Terkontrol
berdasarkan GINA 2010 updated

Terkontrol total Terkontrol sebagian


Karakteristik (muncul salah satu pada Tidak terkontrol
(semua di bawah ini) minggu tertentu)

Gejala siang hari ≤ 2 kali / minggu > 2 kali / minggu

Keterbatasan 3 atau lebih fitur


Tidak ada Ada
aktivitas “asma
Gejala / terbangun terkontrol
Tidak ada Ada sebagian”
Malam hari
muncul pada
Kebutuhan obat minggu tertentu
≤ 2 kali / minggu > 2 kali / minggu
pelega
Fungsi paru < 80% prediksi atau nilai
Normal
(APE or VEP1) terbaik pasien tersebut
DEFINISI KONTROL TOTAL
Tidak ada Gejala

Tidak ada Pemakaian salbutamol

Tiap hari APE pagi 80%

Tidak ada Terbangun malam hari

Tidak ada Eksaserbasi

Tidak ada Kunjungan ke IGD


Efek samping obat
Tidak ada

Bateman et al. ARJCCM 2004


Klasifikasi Asma Anak
Tatalaksana Jangka panjang
Keberhasilan tatalaksana asma pada anak tidak
hanya dalam hal mengatasi serangan akut
(tatalaksana asma jangka pendek), tetapi juga
pada aspek pencegahan muncul atau
berulangnya serangan.

Tujuan tatalaksana asma anak secara umum


mencapai kendali asma sehingga menjamin
tercapainya potensi tumbuh kembang anak
secara optimal
Keterangan:
1. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejaia dibuat setelah dibuat diagnosis kerja
asma dan dilakukan tata Iaksana umum (pengendalian Iingkungan, penghindaran
pencetus) selama 6 minggu.
2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak kunjungan awal, tata
laksana dapat dilakukan sesuai klasifikasi.
3. Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal penetapan jenjang tata
Iaksana jangka panjang.
4. Jika ada keraguan dalam menentukan kiasifikasi kekerapon, masukkan ke dalam
klasifikasi Iebih berat.
Tahapan penegakan diagnosis asma pada
anak
1. Diagnosis kerja asma
Dibuat sesuai alur diagnosis asma anak, kemudian
diberi tatalaksana umum yaitu penghindaran
pencetus, pereda, dan tata laksana penyakit
penyulit.
2. Diagnosis klasifikasi kekerapan
Dibuat dalam waktu 6 minggu, dapat kurang dari 6
minggu bila informasi klinis sudah kuat.
3. Diagnosis derajat kendali
Dibuat setelah 6 minggu menjalani tatalaksana
jangka panjang awal sesuai klasifikasi kekerapan.
Labelisasi Pasien Asma
KOMPLIKASI ASMA
•Pneumotoraks,
•pneumomediastinum dan emfisema subkutis,
•asma resisten terhadap steroid,
•atelektasis,
•gagal napas
Tata Laksana Asma

Tujuan Tatalaksana adalah


Mencapai asma terkendali /terkontrol,
sehingga pasien asma dapat hidup normal
tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
DEFINISI KONTROL TOTAL
Tidak ada Gejala

Tidak ada Pemakaian salbutamol

Tiap hari APE pagi 80%

Tidak ada Terbangun malam hari

Tidak ada Eksaserbasi

Tidak ada Kunjungan ke IGD

Bateman et al. ARJCCM 2004


4 Komponen Penatalaksaan Asma

1. KIE dan hubungan dokter-pasien.


2. Identifikasi dan menurunkan pajanan
terhadap faktor risiko.
3. Penilaian, pengobatan dan monitor asma.
4. Penatalaksanaan asma eksaserbasi akut.
Prinsip Tata Laksana Asma
Tatalaksana asma jangka panjang

Tatalaksana asma akut /saat serangan


1. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama
edukasi, obat asma (pengendali / pengontrol dan
pelega) dan menjaga kebugaran.

a. Edukasi:

1. Kapan pasien berobat / mencari pertolongan.


2. Mengenali gejala serangan asma secara dini.
3. Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta cara
dan waktu penggunaannya.
4. Mengenali dan menghindari factor pencetus.
5. Kontrol (kunjungan ulang) teratur.
MENGHINDARI FAKTOR

PENCETUS
Pencetus Serangan ASMA
Sangat bervariasi
Bersifat individual
 Alergen
 Perubahan cuaca
 Makanan
 Aktivitas berlebihan
 Polusi udara
 Infeksi saluran napas
 Emosi yg berlebihan
 Zat kimia/obat-obatan
TUNGAU (House dust mite)
Polusi Udara & Asap Rokok
Bulu binatang Jamur

Kecoa Debu
Tepung sari

Bau zat kimia


Asthma medication
Controller Reliever
drug to control asthma drug to relieve
Therefore attack or asthma attack or
symptom not easily symptoms
emerge

• -agonist
• Inhaled steroid
• Xanthine
• LABA
• anticholinergic
Obat mana yang jadi pilihan:

INHALASI atau ORAL?


Obat Inhalasi vs Obat Oral
Obat minum Obat inhalasi
(tablet, sirup) (hirupan)

Dosis obat besar kecil


Contoh : salbutamol 2 mg 0,1 mg

Mula kerja obat > 30 menit ≤ 5 menit

Kepraktisan kurang praktis lebih praktis

Efek samping lebih sering minimal

Lebih mahal pada Lebih murah pada


Harga pemakaian jangka pemakaian jangka
panjang panjang
Perbedaan obat
pengontrol dengan pelega

Gejala akut asma: Penyebab dasar asma:


sesak napas, mengi, batuk peradangan

Obat Pelega Obat Pengontrol


 dipakai hanya pada saat • dipakai rutin setiap hari
serangan • berfungsi mengatasi
 berfungsi melebarkan peradangan
saluran napas (mengendalikan asma),
 pemakaian yang sering  mencegah/ mengurangi
asma tidak terkontrol frekuensi dan berat
serangan
Tatalaksana Asma Akut Pada Anak
dan Dewasa.
a. Tujuan tatalaksana serangan asma akut :
• Mengatasi gejala serangan asma.
• Mengembalikan fungsi paru kekeadaan sebelum
serangan.
• Mencegah terjadinya kekambuhan.
• Mencegah kematian karena serangan asma.
Tata laksana serangan asma (GINA)

1. Tata laksana di rumah dan


2. Tatalaksana di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan(Fasyankes) /RS.
Tata laksana di rumah
dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di
rumah.

Dapat diberikan jika anak tidak dalam keadaan sesak berat dan
tidak termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu memiliki riwayat:
1. Serangan asma yang mengancam nyawa.
2. Intubasi karena serangan asma.
3. pneumotoraks atau pneumomediastinum.
4. Serangan asma berlangsung dalam waktu Iama.
5. Penggunaan steroid sistemik (saat ini atau baru berhenti).
6. Kunjungan ke unit gawat darurat (UGD) atau perawatan
rumah sakit karena asma dalam setahun terakhir.
7. Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi.
8. Berkurangnya persepsi tentang sesak napas.
9. Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial.
10. Alergi makanan.
Tata laksana di rumah
dilakukan oleh pasien (atau orang tuanya) sendiri di
rumah.

anak dapat diberikan inhalasi agonis β2 kerja pendek


menggunakan nebulizer atau dengan MDI + spacer.

Jika diberikan via nebulizer


1.Berikan agonis β2 kerja pendek, lihat responsnya. Bila gejala
(sesak napas dan wheezing) menghilang, cukup diberikan satu kali.
2.Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian
sekali Iagi.
3.Jika dengan 2 kali pemberian agonis beta2 kerja pendek via
nebuliser belum membaik, segera bawa ke fasiilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes).
Metered dose inhalers (MDIs)

 Penggunaan alat yang


benar akan memberikan
dosis obat yang tepat ke
jalan napas
 Pentingnya Teknik yang
benar.
 Penggunaan alat bantu
(spacer) diperlukan untuk
memperbaiki
penghantaran obat ke paru
 Praktis dan Mudah dibawa
Penggunaan MDIs dengan
alat bantu (spacer) pada anak

BabyhalerTM
Penggunaan MDIs dengan alat
bantu (spacer)
VolumaticTM
Pemberian obat via MDI + spacer

1. Berikan agonis β2 kerja pendek serial via spacer


dengan dosis: 6-8 semprot.
Berikan satu semprot obat ke dalam spacer diikut 6-8
tarikan napas melalui antar muka (inter face spacer)
berupa masker atau mouth piece. Bila belum ada respons
berikan semprot berikutnya dengan siklus yang sama.
2. Jika membaik dengan dosis <4 semprot, inhalasi
dihentikan.
3. Jika gejala tidak membaik dengan dosis 4
semprot, segera bawa ke fasyankes.
Jet Nebulizer
Tatalaksana Jangka Panjang Asma pada Anak

• Tujuan
untuk mencapai dan mempertahankan kendali asma serta
menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal.

• Obat pengendali, digunakan untuk mencegah serangan


asma, Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu
inflamasi respirator kronik, sehingga tidak timbul serangan
atau gejala asma.
• Pemakaian obat ini secara terus-menerus dalam jangka
waktu yang relatif lama, bergantung pada kekerapan gejala
asma dan responsnya terhadap pengobatan /
penanggulangan,
• Obat pengendali asma terdiri dari steroid anti-inflamasi
inhalasi atau sistemik, anti leukotrien, kombinasi steroid-
agonis β2 kerja panjang, teofilin lepas lambat, dan anti-
imunoglobulin E.
TATALAKSANA PENYAKIT PARU
(PPOK)
Diagnosis PPOK

Anamnesis
•Gejala: batuk berdahak dan sesak nafas.
•Gejala berlangsung lama dan umum semakin memberat.
•Sesak nafas bertambah saat beraktivitas
•Ada riwayat merokok atau pajanan polusi

Pemeriksaan Fisis
•Pada PPOK ringan pemeriksaan fisis bisa normal
•Pada tahap lanjut dapat ditemukan tanda-tanda hiperinflasi
sebagai berikut: dada cembung, sela iga melebar, hipersonor,
suara nafas melemah, sianosis dan jari tabuh (clubbing finger).
Pemeriksaan penunjang:
•Penunjang standar (golden standard) untuk diagnosis PPOK
adalah pemeriksaan faal paru dengan menggunakan
spirometri. Pemeriksaan ini dapat meningkatkan temuan
kasus PPOK dua kali lipat dari pada hanya dengan penilaian klinis
berdasar gejala dan pemeriksaan fisis saja.
•Pemeriksaan faal paru dengan spirometri saat ini hanya
dilakukan di Rumah Sakit.
•Sebenarnya apabila pemeriksaan spirometri dapat dilaksanakan
di fasilitas kesehatan layanan primer maka temuan kasus PPOK
dapat terdeteksi lebih dini untuk derajat 1 dan 2.
•Namun apabila spirometri tersedia di fasilitas kesehatan tingkat
pertama maka petugasnya harus dilatih dan disertai
pemantauan/supervisi ahli yang berkesinambungan.
•Pemeriksaan penunjang tambahan: Foto toraks, EKG,
Laboratorium kimia darah.
Diagnosis Banding
• Asma,
• Bronkiektasis,
• TB paru yang luas,
• Sindrom pasca TB paru,
• Penyakit interstisial paru,
• Panbronkiolitis luas dan lainnya.

Dalam pelaksanaan di lapangan terutama fasilitas layanan primer,


sering tidak mudah membedakan PPOK dengan asma, karena
keduanya mempunyai gejala pernapasan kronik, terdapat
obstruksi saluran napas dan gambaran foto toraks yang dapat
normal.
Perbedaan Klinis Antara PPOK Dan Asma

  PPOK Asma
Usia onset penyakit Biasanya > 40 tahun Biasanya < 40 tahun
Riwayat merokok Biasanya > 200 indeks Umumnya tidak
brinkman (jumlah rata-rata merokok
batang rokok/ hari kali lama
merokok dalam tahun)
Produksi Sering Jarang
Sputum/berdahak
Alergi Jarang Jarang

Perjalanan penyakit Progresif memburuk (dengan Stabil (dengan


eksaserbasi) eksaserbasi)
Sprirometri Dapat membaik tetapi tidak Dapat normal
normal
Gejala klinis Persisten Intermiten/ episodik dan
variabel
Penentuan Diagnosis
• Diagnosis PPOK saat ini dinilai berdasarkan
komponen-komponen berikut :
Keterbatasan aliran udara pada jalan nafas atau fungsi
paru yang dinilai berdasarkan spirometri
Gejala sesak , yang dinilai berdasarkan :
COPD Assesment Test (CAT) score , atau
Modified Medical Research Council Questionaire for
Assessing the severity of Breathlessness (mMRC)
Eksaserbasi yang dinilai berdasarkan jumlah
eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir
Diagnosis PPOK dibagi dalam 4 kelompok ; yaitu : kelompok A, B, C dan D

Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated


2014
Pemeriksaan penunjang
• CAT (COPD Assessment Test)

• mMRC (Modified Medical Research Council


Questionaire for Assessing the severity of
Breathlessness )

• Spirometri

• Uji jalan 6 menit

• Pemeriksaan penunjang lain : (Diff count, Foto


thorax bila tersedia)
mMRC Dyspnoe scale
(modified Medical Research Council)

Tingkat Tidak terganggu oleh sesak napas kecuali


0 saat olah-raga berat.

Terganggu dengan sesak napas ketika


Tingkat
terburu-buru berjalan di tanah yang datar
1
atau mendaki tanjakan.

Berjalan lebih lambat pada permukaan


yang datar dibandingkan orang seusia
Tingkat karena sesak napas atau harus berhenti
2 untuk bernapas ketika berjalan pada
kecepatan sendiri di permukaan yang
datar.

Berhenti untuk bernapas setelah berjalan


Tingkat
90 meter atau setelah beberapa menit di
3
permukaan yang datar

Terlalu sesak untuk meninggalkan rumah


Tingkat
atau sesak saat berpakaian atau berganti
4
pakaian.
SPIROMETRI
• Tes fisiologi untuk menilai
fungsi paru melalui pengukuran
volume paru saat inspirasi dan
ekspirasi maksimal dalam fungsi
waktu
• Merupakan “gold standard”
diagnosis COPD
• Tanda-tanda obstruksi
• Pemeriksaan berguna untuk :
 Menunjang diagnosis
 Melihat laju perjalanan penyakit
 Menentukan prognosis
JENIS ALAT
SPIROMETRI
3 acceptable with 2 repeatable
Trial FVC (L) FEV1 (L)
1 4.81 4.09
2 4.74 4.07
3 4.87 4.14
Repeatability 0.06 0.05
4.87 - 4.81 = 0.06 4.14 - 4.09 = 0.05
SPIROMETRY IN COPD

Normal

COPD
 Umur
 Tinggi badan
 Jenis kelamin
 Etnik
Hasil spirometri
•Normal
•Obstruksi
•Restriksi
•Kombinasi Obstruksi dan Restriksi
Uji Jalan 6 menit
• Latihan sederhana yang dapat mengakses
status fungsional penderita PPOK.
• Uji ini mengevaluasi secara global dan
terintegrasi respon paru, kardiovaskular, dan
sistem muskular yang mencerminkan
tingkatan dari kemampuan aktivitas fisik
sehari-hari.
Foto toraks
Apakah foto toraks
membantu?

•Adanya hiperinflasi, emfisema dan


hipertensi pulmoner
•Berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain
•Menilai adanya pneumonia saat
terjadi eksaserbasi
Normal Hyperinflation

Air trapping
PENATALAKSANAAN PPOK

 Menilai dan memonitor penyakit

 Mengurangi faktor risiko

 Penanganan PPOK stabil

 Penanganan eksaserbasi
TUJUAN
PENATALAKSANAAN PPOK
 Mencegah progresivitas penyakit
 Menghilangkan gejala
 Memperbaiki toleransi exercise
 Memperbaiki status kesehatan
 Mencegah dan mengobati komplikasi
 Mencegah dan mengobati eksaserbasi
 Mengurangi mortalitas
TUJUAN PENATALAKSANAAN
PPOK di Puskesmas

 Mengurangi laju beratnya penyakit


 Mempertahankan PPOK yang stabil
 Mengatasi eksaserbasi ringan
 Merujuk ke spesialis paru atau
rumah sakit
 Melanjutkan pengobatan dari spesialis
paru atau rumah sakit rujukan
Age 40-50 50-55 55-60 60-70
100
Susceptible
80 Smokers
Not Susceptible

60 Symptoms
40 Disability Stopped smoking
at 45 (mild COPD)
20 Death Stopped smoking
at 65 (severe COPD)
0
20 30 40 50 60 70 80 90
Age (years)Courtesy of D. O’Donnell.
Adapted from Fletcher CM, Peto R. BMJ 1977
PENATALAKSANAAN PPOK
STABIL di Puskesmas

 Obat-obatan
 Edukasi
 Nutrisi
 Rehabilitasi
 Rujukan ke spesialis paru/RS
PENATALAKSANAAN
PPOK STABIL
 Pengobatan tergantung derajat berat
penyakit
 Edukasi berperan, terutama berhenti
merokok (evidence A)
 Obat-obatan berguna untuk mengurangi
gejala dan komplikasi
 Bronkodilator obat utama dalam
penatalaksanaan (evidence A)
 Bronkodilator diberikan untuk mencegah
atau mengurangi gejala
 Bronkodilator utama agonis beta-2,
antikolinergik, teofilin atau kombinasi
obat tersebut (evidence A)
Kortikosteroid, gunakan dalam bentuk
inhalasi
OBAT-OBATAN LAIN

 Vaksin
 Mukolitik
 Antioksidan
 Antitusif
 Training exercise bermanfaat
memperbaiki toleransi exercise, gejala
sesak dan kelelahan (evidence A)
 Oksigen jangka panjang (> 15 jam/hari)
pada penderita gagal napas kronik
meningkatkan survival (evidence A)
 Rehabilitasi
~ mengurangi gejala
~ memperbaiki kualiti hidup
~ meningkatkan kondisi fisik dan emosi
Rehabilitasi:
Latihan bernapas dengan pursed-lips
Latihan ekpektorasi
Latihan otot pernapasan dan ekstremitas
Pencegahan timbulnya PPOK

• Tidak merokok
• Berhenti merokok
• Hindari polusi yang mempengaruhi saluran
napas yang terus menerus
Jenis Obat-obatan yang digunakan untuk PPOK

Beta2-agonists
Short-acting beta2-agonists (SABA)
Long-acting beta2-agonists (LABA)
Anticholinergics
Short-acting anticholinergics (SAMA)
Long-acting anticholinergics (LAMA)
Combination short-acting beta2-agonists + anticholinergic in one inhaler
Methylxanthines
Inhaled corticosteroids
Combination long-acting beta2-agonists + corticosteroids in one inhaler
Systemic corticosteroids
Phosphodiesterase-4 inhibitors

Sumber : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014
Rekomendasi Pilihan pertama
sesuai klasifikasi PPOK

Sumber :Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease- updated 2014
Pencegahan Progresivitas

• Berhenti merokok
• Mengobati PPOK stabil secara tepat
• Mencegah terjadinya eksaserbasi/infeksi
( semakin sering eksaserbasi, semakin cepat
progresifitasnya)
• Mengobati infeksi eksaserbasi akut dengan obat
yang tepat
• Rehabilitasi Medik
• Vaksinasi
Komplikasi
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk
perjalanan penyakit yang progresif dan tidak
sepenuhnya reversibel, diantaranya :
 Gagal napas (gagal napas kronik, gagal napas akut pada
gagal napas kronik)
 Gagal napas kronik ditandai dengan hasil analisis gas
darah PO2 < 60 mmHg, dan PCO2 > 60 mmHg, serta pH
normal.
 Hipertensi pulmonal
 PPOK yang ditandai oleh P pulmonal pada EKG,
hematokrit > 50% dapat disertai gagal jantung kanan.
 Infeksi berulang / eksaserbasi
Melakukan Rujukan PPOK
Rujukan PPOK :
a.Rujukan klinis (untuk diagnosis dan terapi)
b.Rujukan balik
Tatalaksana PPOK eksaserbasi
• Bronkodilator kerja singkat
• Kortikosteroids
• Antibiotik
• Oksigen

• Ventilasi noninvasif (NIV BIPAP)


• Ventilasi mekanis (INTUBASI)
• Tatalaksana gagal jantung (bila ada)
Antibiotik pada PPOK eksaserbasi

Diberikan bila :

1.Terdapat 2-3 tanda spesifik


(cardinal sign):
- Peningkatan sesak
- Peningkatan produksi sputum
- Peningkatan purulensi sputum
2. Bila memerlukan ventilasi mekanis
© 2013 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
ANTIBIOTIK untuk atasi
eksaserbasi
 Lini I: Amoksisilin
Makrolid
 Lini II : Amoksisilin dan
asam klavulanat
Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru
Tatalaksana PPOK eksaserbasi
di rumah/ klinik/ rawat jalan
Untuk serangan ringan ( sampai sedang)

Terapi :
• Tingkatkan dosis dan atau frekuensi pemberian
bronkodilator jika memungkinkan dengan nebuliser.
• Jika tidak memungkinkan, antikolinergik dapat
ditambahkan sampai gejala membaik.
• Evaluasi dalam beberapa jam
• Bila tidak membaik dapat diberikan kortikosteroid
oral dan antibiotik bila ada tanda infeksi.
• Setelah 2 hari tidak ada perbaikan dan terjadi
perburukan harus dirujuk ke rumah sakit
Tatalaksana PPOK eksaserbasi
di Puskesmas
Untuk serangan berat
 Obat diberikan IV utk kemudian dirujuk ke RS setelah
kondisi darurat nya teratasi

Obat-obatan pada eksaserbasi akut:


• Tingkatkan dosis dan frekuensi pemberian bronkodilator jika
berat obat diberikan scr injeksi, subkutan, IV atau perdrip.
• Kortikosteroid
• Antibiotik bila ada tanda infeksi.
• Diuretika   diberikan pada PPOK sedang-berat dg gagal
jantung kanan atau kelebihan cairan
• Cairan, pemberiannya harus seimbang krn PPOK sering
disertai kor pulmonale
Tatalaksana PPOK eksaserbasi dengan gejala: sesak yang bertambah,

SERANGAN
produksi sputum/dahak yang bertambah, perubahan
warna sputum (kuning, kehijauan atau purulen)

PPOK
EKSASERBASI Eksaserbasi ringan
(terdapat 1 gejala
disertai keluhan lain
Eksaserbasi sedang
(terdapat 2 dari 3 gejala
diatas)
Eksaserbasi berat
(memiliki 3 gejala diatas)

 Pasang infus (IV line)


misal demam) Dapat diberikan obat sistemik
(injeksi) kemudian
dilanjutkan dengan oral:  Jika sesak napas berat
Dapat diberikan: dan pulse oxymetri
 Salbutamol nebulisasi rendah (<90%)
2,5 µg, diulang setiap 20
 Salbutamol inhalasi,
menit (3x dalam 1 jam),
dapat  Kombinasi ipratropium
dapat dikombinasi dg
ipratropium bromida bromida solution 10-20
diulang setiap 20 menit
inhalasi solution 10-20 tetes inhalasi atau 2 ml
(3x dalam 1 jam) tetes/satu kali nebilisasi ipratropium solution +
salbutamol 2,5 µg
 Berikan kortikosteroid
 Nebulisasi 2,5 µg atau sistemik, injeksi (IV) untuk nebulisasi, dapat
alternatif IDT dengan 1 mg/kgBB/hari diulang setiap 20 menit
spacer 400 µg metilprednisolone atau selama 1 jam
analognya dexamethasone
5-10 mg/kali pemberian,
metilprednisolone oral  Kortikosteroid injeksi
 Mukolitik bila perlu
20-40 mg/hr, prednisone
oral 1 mg/kgBB, selama  Jika suhu >380C dan
 Jika suhu >38 0C dan 5 hari atau sputum yang
atau sputum yang purulen, berikan
 Jika suhu >380C dan atau
purulen, berikan sputum yang purulen, eritromisin 250-500
eritromisin atau berikan antibiotika mg/6 jam atau
(eritromisin atau amoksisilin dengan
amoksisilin dengan amoksisilin dengan asam asam klavulanat 250-
asam klavulanat klavulanat)
500 mg/8jam
 Nilai ulang respon terhadap
pengobatan dalam 1 jam  Rujuk RS

Nilai respon terhadap pengobatan


Nilai respon terhadap pengobatan

SERANGAN
PPOK
EKSASERBASI
Respon baik Respon buruk: jika APE menurun,
atau turun kesadaran, atau sesak
 APE meningkat, frekuensi napas yang memberat
napas berkurang (normal < Rujuk segera
20 x/menit)
Tidak ada respon setelah 2 jam
 Diperbolehkan pulang: nilai dalam pengobatan dengan salbutamol
ulang dalam 1 minggu Rujuk

 Pastikan pasien Sambil menunggu transport ke


menggunakan salbutamol tempat rujukan:
 Pasang oksigen (30% masker atau
inhaler dirumah:
O2 4 ltr/menit nasal prongs) untuk
perintahkan 2 puff, setiap 4
menjaga saturasi >90%, jika
jam, untuk sesak napas atau
memungkinkan
mengi
 Lanjutkan salbutamol nebulisasi,

 Resepkan prednisone oral 40 jika memungkinkan


 1-2 mL salbutamol setiap 20 menit
mg, 1 x/hari selama 7 hari
atau kontiyu, jika terjadi distress
pernapasan berat

Follow up setelah 1 minggu:

 Nilai gejala (sesak napas, mengi) dan tanda (frekuensi napas, pemeriksaan
paru, pulse oxymetri)
 Jika tidak ada perubahan, tatalaksana sebagai eksaserbasi sedang/berat (lihat
di atas), jika tidak ada respon terhadap pengobatan Rujuk
 Jika respon baik, lanjutkan pengobatan jangka panjang dan follow up
Indikasi Perawatan
 Peningkatan intensitas gejala, spt masih
sesak saat istirahat
 PPOK derajat berat
 Onset tanda klinis baru (sianosis, edema
perifer)
 Gagal respons dengan terapi awal
 Terdapatnya komorbid yang serius
 Eksaserbasi yang sering/berulang
 Usia lanjut
 Tidak tersedia perawatan di rumah
© 2013 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
RUJUKAN
 Tujuan rujuk dan rujuk balik PPOK:
 Menilai faal paru dan derajat berat PPOK melalui
rujukan rutin
 Menegakkan diagnosis dan optimalisasi terapi dg
meninjau ulang tingkat keparahan obstruksi saluran
napas
 Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien
PPOK yg memenuhi kriteria perawatan intensif di FKTL
melalui rujukan urgent dan emergency
 Memberikan kemudahan, efisiensi dan pelayanan
berkelanjutan yg komprehensif dlm jangka panjang bagi
pasien PPOK melalui rujuk balik
Diakses dari portal web PPTM:
www.pptm.depkes.go.id (online)
l am
Sa

Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai